Prognosis Pencegahan dan Pengobatan Skizofrenia

2.1.4.7.Rokok dan penyalahgunaan napza Gangguan skizoid dapat dicetuskan atau disebabkan oleh penggunaan kanabis ganja, gelek, marijuana. Hasil penelitian terhadap 152 subjek episode pertama skizofrenia di West London didapatkan bahwa 60 subjek adalah perokok, 27 ada riwayat penggunaan alkohol, 35 sedang terlibat napza tidak termasuk alkohol , dan 68 adalah pengguna napza selama hidupnya Kaplan, 1997; Chandra, 2006. Teori ini digunakan dalam penelitian agar keluarga mengetahui penyebab terjadinya skizofrenia yang dialami oleh anggota keluarganya, sehingga keluarga mampu menangani masalah yang terjadi.

2.1.5. Prognosis

Gejala premorbid merupakan gejala awal dari penyakit dan mulai pada masa remaja diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa hari sampai beberapa bulan. Onset gejala yang mengganggu terlihat setelah tercetus oleh perubahan sosial atau lingkungan. Sindrom prodromal dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih sebelum onset gejala psikotik yang jelas. Setelah episode psikotik yang pertama, pasien memiliki periode pemulihan yang bertahap diikuti periode fungsi yang relatif normal. Tetapi relaps biasanya terjadi dalam lima tahun pertama setelah diagnosis, diikuti oleh pemburukan lebih lanjut pada fungsi dasar pasien. Perjalanan klasik skizofrenia adalah suatu eksaserbasi dan remisi. Gejala positif dari skizofrenia cenderung lebih baik dibanding dengan gejala negatif yang dapat menimbulkan ketidakmampuan secara sosial Kaplan, 1997. Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 36 Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis, pasien secara berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun- tahun. Beberapa penelitian telah menemukan lebih dari periode waktu 5 samapi 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit jiwa, hanya 10 sampai 20 memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50 memiliki hasil buruk dengan perawatan berulang di rumah sakit, eksaserbasi gejala, gangguan mood berat dan ada usaha bunuh diri. Rentang angka pemulihan berkisar 10 sampai 60, kira-kira 20 sampai 30 dari penderita terus mengalami gejala yang sedang dan 40 sampai 60 dari penderita terus mengalami gangguan secara bermakna seumur hidup Kaplan, 1997; Tomb, 2004.

2.1.6. Pencegahan dan Pengobatan Skizofrenia

2.1.6.1. Pencegahan Menurut Kusumanto Setyonegoro 1967 pendekatan yang dilakukan dalam pencegahan skizofrenia dapat bersifat “eklektik holistik” yang mencakup tiga pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, dan sosial budaya, dan dari ketiga pilar tersebut dapat diketahui kepribadian seseorang. Dalam melengkapi pendekatan holistik tersebut, Hawari 1993 menambah satu pilar sehingga menjadi empat pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, sosial budaya, dan psikoreligius. Upaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofrenia dan kekambuhannya. a. Organobiologis. a.1. Bila ada silsilah keluarga menderita skizofrenia sebaiknya menikah dengan keluarga yang tidak ada silsilah skizofrenia Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 37 a.2. Walaupun dalam keluarga tidak ada silsilah menderita skizofrenia sebaiknya bila menikah dengan keluarga yang tidak ada silsilah menderita skizofrenia dan merupakan keluarga jauh. a.3. Sebaiknya penderita atau bekas penderita skizofrenia tidak saling menikah. b. Psikoedukatif. Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental-emosional dan mental-intelektual anak yaitu: b.1. Sikap pertama adalah kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain, Erikson 1972 memberikan istilah kepercayaan dasar basic trust. b.2. Sikap kedua adalah sikap terbuka. Kalau sikap ini di gabungkan dengan sikap kepercayaan, maka anak akan menjadi terbuka dan terus terang pada orang di sekitarnya. Sikap ini juga akan menciptakan sikap ingin tau dan sikap mau belajar otonomi dan inisiatif. b.3. Sikap ketiga adalah anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri terhadap hal-hal yang mengecewakan, kalau tidak anak akan sulit bergaul dan belajar di sekolah. Keterpaduan ketiga sikap tersebut diatas akan menghasilkan anggota masyarakat baru dan sehat, mempunyai potensi untuk bisa sekolah dan bergaul dengan baik didalam maupun diluar keluarganya tanpa pengawasan serta mampu menyelesaikan konflik baik internal maupun eksternal dalam dirinya. c. Psikoreligius. D.B Larson, dkk 1992 dalam penelitiannya yang termuat dalam “Religious Commitment and Health” APA, 1992, menyatakan bahwa agama amat penting dalam Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 38 pencegahan agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penderitaan dan mempercepat penyembuhan. Sementara Snyderman 1996 menyatakan bahwa terapi medis tanpa agama tidak lengkap atau sebaliknya. d. Psikososial. Agar tumbuh kembang anak sehat baik fisik, psikologik, sosial dan spiritual, hendaknya diciptakan rumah tangga yang sehat dan bahagia agar supaya kepribadian anak menjadi matang dan kuat sehingga tidak mudah jatuh sakit. Sehubungan dengan hal tersebut N.Stinnet dan J.De Frain 1987 dalam studinya yang berjudul” The National Study on Family Strength” mengemukakan 6 kriteria membina keluarga yang sehat dan bahagia yaitu: d.1. Ciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. d.2. Adakan waktu bersama dalam keluarga. d.3. Ciptakan hubungan yang baik antar anggota keluarga. d.4. Keluarga sebagai unit sosial yang terkecil ikatannya harus erat dan kuat, jangan longgar dan rapuh. d.5. Harus saling harga-menghargai appresiasi sesama anggota keluarga. d.6. Bila keluarga mengalami krisis, maka prioritas utama adalah keutuhan keluarga dan bila diperlukan berkonsultasi dengan ahlinya marriage counselor Hawari, 2001; Vijay, 2005. 2.1.6.2. Pengobatan Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut kronis atau menahun maka terapi yang diberikan memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan sampai bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 39 relaps. Terapi yang komprehensif dan holistik telah dikembangkan sehingga penderita skizofrenia tidak lagi mengalami diskriminasi dan lebih manusiawi dibandingkan dengan pengobatan sebelumnya. Adapan terapi yang dimaksud adalah: a. Psikofarmaka Obat anti psikotik yang sering disebut dengan neuroleptik ditujukan untuk menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan obat psikofarmaka yang sering digunakan di Indonesia 2001 terbagi dua: golongan typical Largactil, Stelazine, Haldol dan golongan atypical Risperdal. Clozaril, Seroquel, Zyprexa. Menutrut Nemeroff 2001 dan Sharma 2001 kelebihan obat atypical antara lain: 1. Dapat menghilangkan gejala positif dan negatif, 2. Efek samping Extra Pyramidal Symptoms EPS sangat minimal atau boleh dikatakan tidak ada, 3. memulihkan fungsi kognitif. Sementara Nasrallah 2001 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pemakaian obat golongan typical sebanyak 30 penderita tidak memperlihatkan perbaikan klinis bermakna, diakui bahwa golongan obat typical hanya mampu mengatasi gejala positif tetapi kurang efektif untuk mengatasi gejala negatif Kaplan, 1997; Hawari, 2001; Isaacs, 2005. b. Electro Convulsive Terapy ECT Electro Convulsive Terapy ECT diberikan pada penderita skizofrenia kronik. Tujuannya adalah memperpendek serangan skizofrenia, mempermudah kontak dengan penderita, namun tidak dapat mencegah serangan ulang Kaplan, 1997; Maramis, 2004; Amir, 2006. c. Terapi psikososial c.1. Terapi yang berorientasi keluarga Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 40 Terapi yang berorientasi keluarga sangat berguna dalam pengobatan skizofrenia, karena seringkali pasien dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Ahli terapi harus membantu keluarga dan penderita mengerti skizofrenia, episode psikotik dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan episode tersebut. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga sangat efektif dalam menurunkan relaps. Demikian juga dengan pendapat Chandra yang mengatakan bahwa penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati dari keluarga, itu sebabnya keluarga perlu menghindari sikap Expressed Emotion EE atau reaksi berlebihan terhadap penderita. c.2. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi penderita skizofrenia dipusatkan pada rencana, masalah dan hubungannya dengan kehidupan nyata dan sangat efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi penderita skizofrenia. Terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu beradaptasi kembali dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mandiri dan tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga. Sebaiknya penderita selama menjalani terapi psikososial masih tetap mengkonsumsi psikofarmaka dan diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun dan harus melakukan kesibukan Kaplan, 1997; Hawari, 2001; Chandra, 2005. d. Psikoterapi Merupakan terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 41 realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam- macam bentuknya antara lain: Psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa. Psikoterapi re- edukatif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu. Psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit. Psikoterapi kognitif dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk,mana yang boleh dan tidak dan sebagainya. Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri. Psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya Kaplan, 1997; Hawari, 2001. e. Terapi psikoreligius Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian ternyata didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain-lain Vijay, 2005; Hawari, 2001. f. Edukasi kepada publik untuk menurunkan stigma dan diskriminasi Penting adanya pengetahuan masyarakat untuk tidak mengecap penderita dengan kata-kata seperti “gila” atau “kurang waras” bahkan mengejek atau menghujatnya Vijay, 2005. Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 42 g. Rehabilitasi Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali penderita kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga institusi rehabilitasi misalnya di rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain: terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik seperti olah raga, keterampilan khususkursus, bercocok tanam, rekreasi dan lain-lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu sebelum dan sesudah program rehabilitasi atau sebelum penderita dikembalikan ke keluarga dan masyarakat Hawari, 2001; Isaacs, 2005. Teori ini digunakan dalam penelitian untuk mengetahui tindakan apa yang dilakukan untuk mencegah terjadinya skizofrenia dan pengobatan apa yang harus dilakukan terhadap penderita skizofrenia.

2.1.7. Relaps

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepatuhan Pengobatan dan Koping Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skozofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

0 66 166

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

3 55 9

Gambaran Peran Keluarga Dalam Pemulihan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

11 71 87

Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013

0 39 64

Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

28 144 68

Pengaruh Pengetahuan dan Mekanisme Koping terhadap Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

2 69 108

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

30 131 90

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 66

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia 2.1.1. Defenisi Skizofrenia - Pengaruh Kepatuhan Pengobatan dan Koping Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skozofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 52

Pengaruh Kepatuhan Pengobatan dan Koping Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skozofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 20