BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
5.1.1. Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 keluarga penderita skizofrenia yang
relaps berumur 18-40 tahun, sedangkan keluarga penderita skizofrenia yang tidak relaps 75 berumur 41-60 tahun. Data ini menunjukkan adanya perbedaan antara umur
keluarga yang relaps dan tidak relaps, dimana keluarga penderita yang relaps masih relatif dewasa muda, sedangkan keluarga penderita yang tidak relaps relatif sudah
dewasa tua. Menurut Sunaryo 2004 umur 18-41 tahun merupakan golongan dewasa muda, dimana mereka sedang belajar untuk saling tergantung dan belajar untuk
bertanggung jawab terhadap orang lain. Kalau diperhatikan dengan baik, ada kemungkinan hal ini berkaitan dengan kejadian relaps karena keluarga belum mampu
bersikap sabar serta mampu menahan emosi. Hal ini berbeda dengan keluarga penderita yang tidak relaps yang mayoritas sudah dewasa tua dan menurut Sunaryo bahwa
golongan umur ini sudah menyadari dan menerima arti kehidupan, sehingga mereka lebih mampu untuk mengontrol emosi saat menghadapi anggota keluarga yang sakit.
Hasil diatas juga didukung oleh pendapat Candra 2005 bahwa angka kejadian relaps di rumah dapat terjadi apabila keluarga menunjukkan ekspresi emosi yang
berlebihan dan sebaliknya angka kejadian relaps dapat dikurangi apabila dilakukan pemisahan penderita dari ekspresi emosi yang berlebihan.
36
5.1.2. Agama Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga penderita skizofrenia yang relaps
dan tidak relaps tidak memiliki perbedaan, dimana keduanya memiliki persentase yang sama, menurut penulis hal terjadi karena keluarga penderita yang relaps dan tidak relaps
sama-sama menyadari bahwa agama merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Hal ini juga didukung oleh APA 1992 yang mengatakan bahwa agama amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan
kemampuan untuk mengatasi penderitaan dan mempercepat penyembuhan. Demikian juga menurut penelitian yang dilakukan oleh J De Frain 1987 yang dikutip oleh Vijai
2005, bahwa untuk membina keluarga yang sehat dan bahagia harus menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
5.1.3. Jenis Kelamin Hasil penelitian tentang jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang berarti antara keluarga penderita yang relaps dan tidak relaps, hal ini terlihat dari persentasi laki-laki dan perempuan sama-sama 50 untuk keluarga relaps dan
persentasi laki-laki dan perempuan masing-masing 55 dan 45 untuk keluarga yang tidak relaps. Memang secara teoripun tidak ada pendapat yang mengatakan bahwa ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan perawatan terhadap penderita, namun menurut penulis hal ini lebih disebabkan oleh tingkat kedewasaan
seseorang dalam bertanggung jawab terhadap dirinya maupun orang lain serta kemampuan dalam menghadapi masalah.
36
5.1.4. Tingkat Pendidikan Hasil penelitian tentang tingkat pendidikan menunjukkan bahwa 60 keluarga
penderita yang relaps memiliki tingkat pendidikan rendah dan 40 memiliki tingkat pendidikan tinggi sedangkan 55 keluarga penderita yang tidak relaps memiliki tingkat
pendidikan rendah dan 45 memiliki tingkat pendidikan tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang cukup berarti antara keluarga yang relaps dan
tidak relaps yaitu kedua keluarga sama-sama mayoritas tingkat pendidikan rendah, namun ada penderita yang mengalami relaps dan tidak relaps.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Ernest Hilgard yang mengatakan bahwa dengan belajar tejadi perubahan perilaku atau dengan kata lain
belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukannya sebelum ia belajar atau perilakunya berubah, sehingga lain caranya untuk menghadapi suatu situasimasalah dari
sebelumnya. Menurut penulis perbedaan ini terjadi karena kemampuan keluarga dalam merawat penderita tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan namun bisa juga
dipengaruhi oleh faktor kepribadian dari masing-masing anggota keluarga. 5.1.5. Pekerjaan
Hasil penelitian tentang pekerjaan menunjukkan bahwa mayoritas keluarga yang relaps maupun yang tidak relaps memiliki pekerjaan tidak tetap dengan persentase yang
sama yaitu 95. Hasil tersebut di atas menggambarkan adanya perbedaan dari kedua keluarga ini yaitu walaupun sama-sama memiliki pekerjaan tidak tetap, namun ada
anggota keluarga yang mengalami relaps dan tidak relaps. Kalau ditelusuri secara teori memang tidak ada pendapat yang mengatakan
bahwa jenis pekerjaan akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat 36
penderita. Menurut penulis perbedaan ini lebih dipengaruhi oleh keadaan status sosial ekonomi dari keluarga.
5.1.6. Penghasilan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan keluarga baik yang relaps dan
tidak relaps mayoritas kurang dari satu setengah juta rupiah perbulan atau sebesar 95. Hasil tersebut menggambarkan adanya perbedaan, dimana keluarga yang tidak relaps
walaupun penghasilannya kurang dari satu setengah juta perbulan, tapi anggota keluarganya bisa tidak relaps, sedangkan keluarga yang relaps dengan penghasilan yang
sama kurang dari satu setengah juta perbulan, tetapi anggota keluarganya mengalami relaps.
Hasil penelitian ini agak berbeda dengan beberapa teori yang mengatakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah sangat kuat hubungannya dengan skizofrenia, itu
sebabnya penderita skizofrenia banyak dijumpai pada masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal ini juga didukung oleh penelitian Saifullah 2005 di Badan Pelayanan
Kesehatan Jiwa Nangroe Aceh Darussalam, bahwa 95,1 penderita relaps berasal dari golongan ekonomi tidak mampu.
Menurut penulis adanya perbedaan ini lebih disebabkan oleh karena penelitian ini bukan langsung kepada penderita, tetapi kepada keluarga sehingga agak sulit untuk
melihat pengaruhnya secara langsung terhadap perubahan perilaku keluarga terhadap penderita.
5.1.7. Jumlah anggota keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 keluarga yang relaps memiliki
anggota keluarga lebih dari empat orang sedangkan keluarga yang tidak relaps 80 36
memiliki anggota keluarga lebih dari empat orang. Hasil ini menggambarkan adanya perbedaan, dimana keluarga yang tidak relaps walaupun anggota keluarganya banyak
atau lebih dari empat orang tetapi relaps pada penderita tidak terjadi. Kalau ditelusuri secara teori memang tidak ada pendapat yang mengatakan
bahwa jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kejadian relaps. Namun dengan logika berfikir kritis memang bisa saja dikaitkan dengan keadaan sejahtera
apabila jumlah anggota dalam satu keluarga semakin kecil. Menurut penulis keadaan ini mungkin lebih disebabkan oleh kurangnya komunikasi yang baik di dalam keluarga.
5.2. Analisis bivariat Koping Internal Terhadap Kejadian Relaps