Analisis Kebutuhan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi penjelasan tentang analisis kebutuhan, desain produk awal, data ujicoba dan revisi produk, data validasi lapangan, kajian produk akhir, dan pembahasan.

2.1 Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1 obsevasi pembelajaran IPA di kelas VI dari ketersediaan media pembelajaran di sekolah, 2 wawancara terhadap guru kelas VI, 6 siswa kelas VI, serta kepala sekolah, dan 3 angket analisis kebutuhan terhadap seluruh siswa kelas VI. Sebelum menyusun desain produk, terlebih dahulu peneliti melakukan identifikasi potensi dan masalah serta pengumpulan data di tempat penelitian. Potensi yang ditemukan oleh peneliti di SD N Karangmloko 2 berupa sarana pendukung untuk melaksanakan kegiatan belajar proyektor, layar proyektor, dan pengeras suara. Ketiga macam sarana tersebut dapat menjadi alat pendukung dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran dalam bentuk video. Peneliti mendapati kenyataan di lapangan, bahwa sekolah ini memiliki sarana yang lengkap, tetapi tidak dapat digunakan secara efektif dalam proses pembelajaran di kelas sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi belum maksimal. Pada dasarnya potensi akan menjadi masalah apabila tidak dimanfaatkan secara maksimal. Masalah yang ditemukan oleh peneliti berupa kurang bermaknanya kegiatan belajar mengajar kelas VI di SD N Karangmloko 2, khususnya pada mata pelajaran IPA. Berdasarkan hasil penggalian potensi dan masalah di lapangan, peneliti akan memaksimalkan potensi yang ada. Dalam memaksimalkan potensi ini peneliti melibatkan beberapa orang siswa kelas VI di lokasi penelitian. Keterlibatan siswa tersebut bermaksud untuk mengetahui kebutuhan yang mereka inginkan guna mengatasi masalah yang saat ini muncul. Keterlibatan siswa pada tahap ini disebut dengan analisis kebutuhan siswa. Kegiatan analisis kebutuhan ini membutuhkan data sebagai referensi dalam menyusun desain produk. Pengumpulan data tersebut didapatkan melalui observasi kegiatan pembelajaran IPA kelas VI, kegiatan wawancara kepada guru pengampu mata pelajaran IPA kelas VI, 6 siswa kelas VI, serta kepala sekolah, dan pendistribusian angket analisis kebutuhan siswa di SD N Karangmloko 2. Kegiatan ini dimulai pada bulan Oktober 2015 hingga bulan Januari 2015. 2.1.1 Hasil Observasi Kegiatan awal yang dilakukan oleh peneliti dalam pengumpulan data yaitu kegiatan observasi pembelajaran IPA kelas VI. Observasi kelas ini dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2014. Tujuan dilaksanakannya kegiatan observasi ini untuk mengetahui teknis pembelajaran yang sering diterapkan guru dalam mengajar mata pelajaran IPA. Berikut ini hasil observasi yang telah dilakukan di SD N Karangmloko 2 pada mata pelajaran IPA. Tabel 4.1. Hasil Observasi Kelas No. Aspek yang Diamati Cek 1 Guru menggunakan metode mengajar yang bervariasi saat mengajar.  2 Guru masih mengandalkan buku cetak sebagai sumber belajar utama.  3 Guru menggunakan media pembelajaran saat mengajar media gambar pada buku paket.  4 Media pembelajaran yang digunakan sesuai dengan tahap perkembangan anak.  5 Media yang digunakan bervariasi.  6 Media pembelajaran yang digunakan masih konvensional.  7 Media pembelajaran yang digunakan berbasis IT.  8 Siswa terlibat dalam penggunaan media pembelajaran  9 Siswa terlihat tegang saat mengikuti KBM.  10 Siswa aktif saat mengikuti KBM.  3. j Berdasarkan observasi diketahui bahwa guru masih menggunakan metode pelajaran konvesional. Ceramah menjadi metode yang dominan dilakukan oleh guru. Media pembelajaran yang digunakan guru masih sangat terbatas dan kurang variatif. Guru mengandalkan gambar yang terdapat dalam buku cetak sebagai media pembelajaran dan buku cetak tersebut sebagai sumber belajar utama saat mengajar materi IPA kelas VI di sekolah tersebut. Piaget dalam Suparno 2001: 88, menyebutkan bahwa seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Siswa kelas VI di sekolah dasar ini rata-rata juga berada dalam tahapan ini, mereka diminta untuk duduk di tempat duduk dan memperhatikan guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, sehingga guru masih memegang peran aktif saat mengajar dan siswa cenderung tegang. Pada akhir penjelasan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal yang belum dipahami, akan tetapi siswa justru diam pasif. Pada kegiatan pembelajaran selanjutnya guru sering memberi soal ataupun tugas tertulis kepada siswa. Peneliti berpendapat bahwa media gambar yang digunakan oleh guru dianggap kurang sesuai dengan tahap perkembangan anak, sehingga peneliti mempunyai gagasan untuk menciptakan fasilitas belajar baru agar kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPA ini menjadi bermakna bagi siswa kelas VI SD N Karangmloko 2. Untuk dapat menentukan fasilitas belajar tersebut peneliti harus melakukan beberapa langkah selanjutnya setelah menyelesaikan tahap ini. 4.1.2 Hasil Wawancara Setelah melakukan observasi, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti ialah melakukan kegiatan wawancara. Kegiatan pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang yang lain. Kegiatan wawancara siswa melibatkan anggota subjek dalam penelitian ini. Ditunjuklah 6 siswa untuk mewakili tingkat prestasi siswa yang berbeda di dalam kelas. Keenam siswa tersebut terdiri dari 2 siswa pada kelompok prestasi tinggi, 2 siswa pada kelompok prestasi sedang, dan 2 siswa pada kelompok prestasi rendah. Guru mata pelajaran IPA kelas VI dan kepala sekolah SD N Karangmloko 2 juga menjadi narasumber dalam kegiatan wawancara ini. Kegiatan wawancara yang pertama dilakukan oleh peneliti bernarasumberkan guru mata pelajaran IPA kelas VI yang dilaksanakan pada tanggal 17 November 2014. Wawancara tersebut bertujuan untuk mengetahui mekanisme pembelajaran yang beliau lakukan dalam mengajar IPA di kelas VI. Dari hasil wawancara ini, guru menyampaikan bahwa model pengajaran yang beliau terapkan masih konvensional. Beliau menambahkan bahwa di sekolah ini sudah terdapat media pembelajaran, hanya saja belum lengkap untuk mencakup semua materi mata pelajaran IPA kelas VI semester genap. Ketika peneliti menanyakan kepada narasumber mengenai jenis media apa yang sering dipakai, beliau mengaku bahwa sampai saat ini sering menggunakan media gambar yang terdapat di dalam buku paket siswa. Buku paket siswa ini sekaligus menjadi andalan sebagai sumber belajar. Narasumber juga mengaku bahwa beliau jarang menggunakan media pembelajaran dalam bentuk lain, dimana media pembelajaran yang sifatnya mampu memberikan gambaran nyata sesuai dengan pemikiran siswa yang masih membutuhkan hal konkret. Guru beralasan melakukan model pembelajaran seperti ini karena beliau merasa harus mencapai suatu target yang ditetapkan oleh pihak kependidikan. Dengan kata lain, guru mengaku memiliki waktu yang sempit untuk menyiapkan suatu media pembelajaran yang konkret. Terlebih pada semester genap siswa kelas VI SD sudah mempunyai agenda persiapan untuk menempuh ujian nasional dan ujian sekolah, walaupun dalam jangka satu tahun ajaran guru juga sesekali menggunakan media pelajaran berupa alat peraga dan gambar yang ditampilkan melalui proyektor ketika mengajar. Setelah peneliti mewawancarai guru mata pelajaran IPA kelas VI kegiatan wawancara selanjutnya dilakukan bersama siswa. Wawancara kepada siswa ini bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa mengenai penggunaan media pembelajaran yang digunakan guru mereka saat mengajar mata pelajaran IPA. Selain itu, tujuan lain dari kegiatan wawancara kepada siswa adalah untuk mengetahui masalah yang mereka rasakan saat mengikuti kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPA dan memberi penawaran fasilitas belajar berupa pengadaan media pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 16 Januari 2015 menghasilkan 5 poin penting. Poin pertama, peneliti mendapatkan jawaban bahwa guru menggunakan media pembelajaran saat mengajar mata pelajaran. Pada poin kedua, peneliti memperoleh jawaban bahwa media yang sering digunakan oleh guru saat mengajar mata pelajaran IPA adalah media gambar yang biasanya terdapat di dalam buku paket siswa. Peneliti mendapatkan poin penting yang ketiga setelah menanyakan media pembelajaran apa yang diinginkan oleh para narasumber, mereka menyebutkan bahwa media pembelajaran video adalah media pembelajaran yang saat ini mereka inginkan. Para narasumber beralasan bahwa media pembelajaran tersebut mampu mempermudah dalam memahami materi, terutama media pada materi mata pelajaran IPA. Keenam narasumber menerangkan bahwa mereka mengaku belum pernah diberikan materi oleh guru yang dikemas dalam bentuk video. Dalam poin keempat ini peneliti mendapatkan jawaban bahwa media pembelajaran dalam bentuk video diperlukan oleh para narasumber. Mereka berargumen bahwa video mampu memberikan gambaran yang lebih jelas untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Gambaran yang disuguhkan dalam video juga mampu menjadi jembatan mengenai materi yang saat ini sulit mereka jumpai secara langsung, misalnya isi tata surya kita. Menurut narasumber, narasi yang terdapat dalam video adalah bagian yang selaras. Jadi para narasumber dapat memahami materi dengan cara menyaksikan gambar dan mendengarkan penjelasan melalui narasi yang terangkum dalam suatu video. Para narasumber juga menjelaskan bahwa belajar melalui pendengaran audio dan penglihatan visual dapat membantu dalam mempermudah memahami materi. Selain beberapa argumen di atas, para narasumber menambahkan bahwa video tersebut membuat mereka tidak cepat bosan saat belajar di kelas. Pada pertanyaan penutup atau poin kelima, peneliti mengajukan pertanyaan mengenai materi pelajaran IPA apa yang diinginkan oleh para narasumber jika materi tersebut dikemas dengan menggunakan media pembelajaran dalam bentuk video. Keenam narasumber ini hanya menyebutkan dua materi IPA kelas VI, yaitu perkembangbiakan makhuk hidup dan tata surya. 5 dari 6 responden mengatakan materi tata surya perlu dikemas dalam bentuk video. Video diperlukan oleh kelima responden tersebut, karena video mampu memberikan gambaran mengenai tata surya. Terlebih sampai sekarang mereka belum pernah mengetahui bentuk atau keadaan benda angkasa lain selain bumi. Wawancara yang dilakukan peneliti selanjutnya bernarasumberkan kepala sekolah SD N Karangmloko 2. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh kepala sekolah selama beliau mengabdi di dunia SD serta mendapatkan keterangan mengenai model dan media pembelajaran yang biasanaya digunakan oleh guru- guru di sekolah ini. Selain dengan tujuan di atas, wawancara pada tanggal 23 Januari 2015 juga memiliki tujuan untuk mengetahui sarana yang dimiliki sekolah dalam rangka mendukung penerapan media pembelajaran dalam bentuk video serta mendapatkan tanggapan dari kepala sekolah mengenai video sebagai media pembelajaran. Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa di sekolah ini sudah menyediakan media pembelajaran, namun untuk mata pelajaran IPA kelas VI semester genap masih kurang lengkap. Hal ini berarti senada dengan yang dikatakan oleh guru IPA kelas VI di SD N Karangmloko 2 ini. Ketika peneliti menanyakan media pembelajaran apa yang sering digunakan kepala sekolah sewaktu mengajar IPA di kelas VI, beliau menjawab bahwa gambar dan alat peraga adalah media yang pernah beliau terapkan. Ketika peneliti menanyakan apakah selama mengabdi di dunia SD sang kepala sekolah pernah menggunakan media pembelajaran video, beliau mengaku belum pernah melakukannya. Sebagai seorang pimpinan, kepala sekolah memiliki tugas sebagai pengawas di sekolah yang beliau pimpin. Dari pernyataan inilah peneliti memberikan pertanyaan mengenai seberapa seringnya para guru menggunakan media pembelajaran pada saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Beliau berpendapat bahwa dalam kesehariannya para guru jarang menggunakan media pembelajaran ketika mengajar dan pembelajaran masih bersifat konvensional. Kepala sekolah menambahkan bahwa mayoritas guru akan menggunakan media pembelajaran hanya pada saat para guru tersebut akan dinilai ketika mengajar. Beliau beralasan bahwa di sekolah ini terdapat beberapa guru senior yang pada akhir masa tugasnya kurang memperhatikan penggunaan media dan banyaknya tugas yang dimiliki guru maupun kepala sekolah sehingga hanya memiliki sedikit waktu dalam menyiapkan media pembelajaran. Pada saat menjawab suatu pertanyaan dari peneliti mengenai ketersediaannya sarana pendukung penggunaan video sebagai media pembelajaran di sekolah ini, beliau memaparkan bahwa di sekolah ini terdapat sarana yang mendukung untuk menerapkan media dalam bentuk video. Sarana tersebut seperti proyektor, layar proyektor, pengeras suara, dan komputer jinjing laptop yang rata-rata sudah guru sudah mempunyainya untuk memutar video sebagai media pembelajaran. Dari kegiatan wawancara ini, kepala sekolah juga menjelaskan bahwa di SD N Karangmloko 2 ini belum memiliki media video sebagai media pembelajaran. Pihak sekolah masih berupaya mengadakan media ini dalam bentuk kepingan digital video disc DVD yang didapatkan dari hasil pembelian di pasaran. Di akhir sesi wawancara ini peneliti juga meminta pendapat kepada kepala sekolah mengenai perlunya media pembelajaran dalam bentuk video. Beliau berpendapat bahwa media video sangat diperlukan untuk memperjelas materi yang diberikan kepada siswa. Sang narasumber juga menambahkan dengan pemutaran video diharapkan siswa tidak cepat jenuh dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hingga pada akhirnya peneliti mengajukan pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui pendapat dari narasumber mengenai materi IPA kelas VI semester genap apa saja yang perlu dikemas dalam bentuk video. Kepala sekolah menjawab bahwa materi planet dalam tata surya, gerak rotasi dan revolusi benda langit, dan terjadinya gerhana bulan maupun matahari perlu dikemas dalam bentuk video. Pada kesempatan ini peneliti kembali melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran IPA kelas VI dengan tujuan mengetahui penggunaan media pembelajaran dalam bentuk video oleh guru, mengetahui tersedianya sarana yang dimiliki sekolah untuk mendukung penerapan media dalam bentuk video, dan mengetahui tanggapan dari guru mengenai video sebagai media pembelajaran. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan mengenai penggunaan media pembelajaran dalam bentuk video oleh guru, beliau menjelaskan bahwa sampai saat ini belum pernah melakukannya, walaupun sebenarnya di SD N Karangmloko 2 ini memiliki peralatan yang lengkap untuk mendukung terlaksananya pembelajaran dengan menggunakan media video. Penjelasan yang diberikan oleh guru kelas pada kesempatan wawancara kedua ini tidak jauh berbeda dengan hasil wawancara yang bernarasumberkan kepala sekolah. Peralatan pendukung tersebut meliputi proyektor, layar proyektor, pengeras suara, dan komputer jinjing laptop pribadi untuk memutar video sebagai media pembelajaran ini. Dibalik tersedianya sarana pendukung di atas, sekolah ini masih mempunyai keterbatasan ketika narasumber memberikan jawaban bahwa di sekolah ini belum menyediakan media pembelajaran dalam bentuk video khususnya pada materi IPA kelas VI semester genap. Pada akhir kegiatan wawancara ini, peneliti meminta pendapat mengenai seberapa perlunya media pembelajaran dalam bentuk video. Guru yang kembali menjadi narasumber wawancara ini berpendapat bahwa video sebagai media pembelajaran sangat diperlukan, terutama bagi siswa yang sifat belajarnya membutuhkan indera penglihatan dan pendengaran. Terlebih video mampu menyuguhkan materi yang sifatnya nyata maupun animasi, sehingga mampu menjadi solusi untuk mendaptakan sesuatu yang sifatnya sulit didapatkan oleh guru dan siswa. Gambaran dalam video mampu memberikan penjelasan disertai suara yang semakin menambah pemahaman kepada siswa. Peneliti mengajukan pertanyaan penutup yang bertujuan untuk mengetahui pendapat dari narasumber mengenai materi IPA kelas VI semester genap apa saja yang perlu dikemas dalam bentuk video. Secara tegas guru menjawab bahwa, apabila memungkinkan semua materi kelas VI perlu dikemas dalam bentuk video. Guru juga menambahkan bahwa materi mata pelajaran IPA kelas VI saat ini yang tepat jika dikemas dalam media pembelajaran dengan bentuk video adalah materi tata surya. Beliau beralasan bahwa siswa jarang melihat wujud nyata dari benda-benda luar angkasa ini, sehingga siswa sering merasa kesulitan saat memahami materi ini. Beliau juga menambahkan kalaupun siswa mengetahui wujud dari benda angkasa masih terbatas dalam gambar saja, sehingga sangat tepat jika materi tata surya dikemas dalam bentuk video, karena video sendiri dapat memberikan penjelasan melalui gambaran yang luas nyata maupun animasi serta dapat disisipkan narasi teks atau suara sebagai tambahan dalam penjelasan materi. 4.1.3 Hasil Angket Untuk mendapatkan data secara lebih lengkap setelah melakukan kegiatan wawancara, peneliti mengadakan pendistribusian angket analisis kebutuhan siswa. Angket analisis kebutuhan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan langkah berikut: a tinjauan pustaka, b merumuskan pernyataan, c uji keterbacaan dan revisi, d distribusi angket ke siswa, dan e analisis hasil angket. Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini adalah melakukan tinjauan pustaka tentang teori penyusunan angket, teori belajar dan teori media. Setelah mendapatkan kedua teori tersebut, peneliti mulai merumuskan kebutuhan- kebutuhan yang diperlukan oleh siswa dalam belajar di kelas. Langkah selanjutnya, peneliti mulai menyusun pernyataan dalam suatu angket. Pengembangan angket ini disusun berdasarkan teori yang telah dimodifikasi dari Munadi 2013, Antinah 2010, Arsyad 2014, Riyana 2007, Piaget 1981, Suharsimi 2005, Mardapi 2008, Sugiyono 2011 Herabudin 2010, Samatowa 2011, Wonorahardjo 2010, Ward 2010, Hamalik 2007, Delphie 2007, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006 KTSP 2006. Pada tahap berikutnya peneliti melakukan uji keterbacaan setelah angket analisis kebutuhan berhasil disusun. Uji keterbacaan ini dilakukan terhadap dosen pembimbing. Pada saat melakukan uji keterbacaan dosen pembimbing tidak terlalu banyak menemukan kesalahan mengenai isi dari angket analisis kebutuhan ini, sedangkan revisi hanya terbatas pada kesalahan tanda baca dan penulisan huruf. Setelah dirasa cukup baik dan pernyataan dalam angket mencakup hal yang dibutuhkan siswa, maka hal selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti ialah pendistribusian angket analisis kebutuhan kepada 6 siswa yang juga menjadi narasumber pada kegiatan wawancara siswa. Pendistribusian angket analisis kebutuhan ini dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2014, bersamaan dengan jadwal wawancara siswa. Angket analisis kebutuhan terdiri dari dua bagian. Pada bagian I, peneliti meyusun pernyataan dengan tujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penggunaan media pembelajaran dan metode mengajar oleh guru saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPA. Sedangkan pada bagian II, peneliti menyusun pernyataan dengan tujuan untuk mengetahui tanggapan dari responden mengenai penggunaan media pembelajaran dalam bentuk video saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPA. Semua responden mengisi butir pernyataan tersebut dengan lengkap dan sesuai petunjuk. Hasil angket analisis kebutuhan siswa pada bagian I menunjukkan bahwa, semua responden mengatakan bahwa guru jarang menggunakan media pembelajaran saat pembelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas. Semua responden juga menyatakan bahwa guru jarang menggunakan media pembelajaran yang bermacam-macam, guru tidak pernah menggunakan video sebagai media pembelajaran, dan keterlibatan siswa dalam penggunaan media pembelajaran saat pembelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas juga jarang dilakukan oleh guru. Pernyataan selanjutnya menyebutkan bahwa hanya ada satu responden yang menyatakaan bahwa guru meminta siswa untuk membawa media pembelajaran dari luar sekolah untuk pelajaran IPA, sedangkan untuk kelima responden lainnya menyatakan tidak pernah. Dalam pernyataan selanjutnya peneliti menyusun pernyataan dengan tujuan untuk mengetahui metode mengajar yang dilakukan oleh guru. Keempat responden menyatakan bahwa guru sering menggunakan metode ceramah saat mengajar dan kedua responden lainnya menyatakan bahwa guru selalu menerapkan metode ceramah saat mengajar. Pada pernyataan mengenai sumber belajar, kelima responden menyatakan bahwa guru sering meminta siswa untuk membaca buku paket dan lembar kerja siswa saat kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPA dan satu responden mengatakan selalu. Semua responden menyatakan bahwa guru jarang meminta siswa untuk memahami materi dengan menggunakan media pembelajaran. Tahap akhir angket analisis kebutuhan bagian I ini, peneliti menyusun pernyataan mengenai model pemberian tugas dan pekerjaan rumah oleh guru. Kelima responden menyatakan bahwa selalu guru memberikan tugas, pekerjaan rumah, dan soal dari buku paket siswa dan lembar kerja siswa, hanya satu responden yang menyatakan sering. Untuk pemberian tugas, pekerjaan rumah, dan soal dari media pembelajaran yang digunakan, keempat responden jarang menyatakan jarang dan kedua responden menyatakan tidak pernah. Jumlah keterangan yang diberikan oleh siswa saat mengisi angket analisis kebutuhan siswa bagian I dapat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2. Hasil Angket Perspektif Siswa terhadap Pembelajaran yang Diberikan oleh Guru No. Pernyataan Jumlah keterangan yang diberikan oleh siswa Tidak pernah Jarang Sering Selalu 1. Guru menggunakan media pembelajaran saat KBM mata pelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas. 6 2. Guru menggunakan media pembelajaran yang bermacam- 6 macam saat KBM mata pelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas. 3. Guru menggunakan media pembelajaran video saat KBM mata pelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas. 6 4. Guru melibatkan siswa dalam penggunaan media pembelajaran mata pelajaran IPA. 6 5. Guru meminta siswa untuk membawa media pembelajaran dari luar sekolah untuk mata pelajaran IPA. 5 1 6. Guru berceramah saat memberikan materi mata 4 2 No. Pernyataan Jumlah keterangan yang diberikan oleh siswa Tidak pernah Jarang Sering Selalu pelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas. 7. Guru meminta siswa untuk membaca buku paket dan LKS saat KBM mata pelajaran IPA. 5 1 8. Guru meminta siswa untuk memahami materi dengan menggunakan media pembelajaran saat KBM mata pelajaran IPA. 6 9. Guru memberikan tugas, pekerjaan rumah PR, dan soal dari buku paket siswa atau LKS pada mata pelajaran IPA. 1 5 10. Guru memberikan tugas, pekerjaan rumah PR, dan soal dari media pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran IPA. 2 4 Hasil angket analisis kebutuhan siswa pada tahap II menunjukkan bahwa semua responden membutuhkan media pembelajaran video. Lima responden menginginkan adanya media pembelajaran video pada setiap materi mata pelajaran IPA, sedangkan seorang responden tidak. Lima responden merasa lebih mudah dalam memahami materi mata pelajaran IPA jika guru menerangkan materi dengan media pembelajaran video, sedangkan seorang responden tidak. Pada beberapa butir pernyataan selanjutnya, semua responden memiliki jawaban yang sama. Kesamaan tersebut terletak pada butir pernyataan mengenai kenyamanan yang dirasakan responden pada saat belajar mata pelajaran IPA jika guru menggunakan media pembelajaran video. Adanya media pembelajaran video membuat semua responden merasa lebih berkonsentrasi dalam belajar mata pelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas. Keenam responden juga menyatakan bahwa media pembelajaran video tidak membuat mereka kesulitan dalam memahami materi mata pelajaran IPA, tidak merasa jenuh, tidak merasa cepat lelah, dan tidak merasa tidak berkonsentrasi saat mengikuti kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPA di dalam dan di luar kelas. Hal yang menarik terdapat pada pernyataan yang menyatakan bahwa empat responden merasa tidak dapat memahami materi mata pelajaran IPA tanpa menggunakan media pembelajaran video, sedangkan dua responden lainnya menyatakan bahwa mereka dapat memahami materi mata pelajaran IPA tanpa menggunakan media pembelajaran video. Dari pernyataan tersebut peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa siswa yang mengaku merasa tidak dapat memahami materi mata pelajaran IPA tanpa menggunakan media pembelajaran video, dikarenakan kebutuhan siswa yang berbeda-beda dalam memahami materi. Siswa semacam ini membutuhkan pemikiran yang sifatnya lebih konkret, dengan kata lain siswa dapat memahami materi pelajaran jika mereka sudah menjumpai materi secara langsung di lapangan. Dalam menjumpai materi secara langsung terkadang guru dan siswa masih terbatasi oleh indera dan waktu. Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu media yang bersifat audio visual. Jumlah keterangan yang diberikan oleh siswa saat mengisi angket analisis kebutuhan siswa bagian II dapat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3. Hasil Angket Perspektif Siswa terhadap Media Pembelajaran Video No. Pernyataan Jumlah keterangan yang diberikan oleh siswa Ya Tidak 1. Apakah kamu menyukai media pembelajaran dalam bentuk video? 6 2. Apakah kamu menginginkan adanya media pembelajaran video pada setiap materi mata pelajaran IPA? 5 1 3. Apakah kamu merasa lebih mudah dalam memahami materi mata pelajaran IPA jika guru menerangkan materi dengan media pembelajaran video? 5 1 4. Apakah kamu merasa nyaman dalam belajar mata pelajaran IPA jika guru menggunakan media pembelajaran video? 6 5. Apakah dengan adanya media pembelajaran video, kamu dapat lebih berkonsentrasi dalam belajar mata pelajaran IPA di dalam maupun luar kelas? 6 6. Apakah media pembelajaran video membuatmu kesulitan dalam memahami materi mata pelajaran IPA? 6 7. Apakah media pembelajaran video akan membuatmu merasa jenuh dalam mengikuti KBM mata pelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas? 6 8. Apakah media pembelajaran video membuatmu merasa cepat lelah saat mengikuti KBM mata pelajaran IPA di dalam maupun di luar kelas? 6 9. Apakah media pembelajaran video membuatmu menjadi tidak berkonsentrasi saat mengikuti KBM mata pelajaran IPA di dalam maupun luar kelas? 6 10. Apakah kamu merasa dapat memahami materi mata pelajaran IPA tanpa menggunakan media pembelajaran video? 2 4 Melalui kegiatan analisis kebutuhan, peneliti menyadari bahwa memang perlu adanya video sebagai media pembelajaran untuk membantu masalah yang saat ini tengah dialami siswa kelas VI di SD N Karangmloko 2. Sebelum menerapkan media pembelajaran tersebut guna membantu mengatasi masalah yang tengah terjadi, peneliti harus mengetahui kualitas produk yang akan disusunnya. Pengkajian kualitas ini sangat dibutuhkan, karena pada dasarnya media pembelajaran yang baik diprediksi mampu mengatasi masalah dalam pembelajaran di sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti diwajibkan untuk melakukannya secara rasional. Tahap demi tahap dilakukan peneliti guna mendapatkan produk yang mempunyai dasar dan dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya.

4.2 Desain Produk Awal