Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
4.2 Nilai Kepadatan Individu indm
2
, Kepadatan Relatif KR dan Frekuensi Kehadiran FK Ikan Pada Setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh Nilai Kepadatan Individu indm
2
, Kepadatan Relatif KR dan Frekuensi Kehadiran FK ikan seperti pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu indm
2
, Kepadatan Relatif KR da Frekuensi Kehadiran FK Ikan Pada Setiap Stasiun Penelelitian
Spesies Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
Stasiun 4 Stasiun 5
K KR
FK K
KR FK
K KR
FK K
KR FK
K KR
FK Aplocheilus panchax
4,589 26,867 23,333
4,261 26,136
26,667 3,278
20,21 2
20,000 4,916
27,095 20,000 3,933 28,170 13,333
Channa sp. -
- -
4,261 26,136
26,667 3,278
20,21 2
20,000 5,900
32,514 23,333 3,278 23,475 20,000
Clarias batrachus 1,967
11,977 16,667 0,983
6,031 10,000
1,639 0,983 10,000
1,311 7,225
16,667 0,983 7,043
10,000 Cyprinus carpio
0,028 0,172
20,000 0,028
0,174 16,667
- -
- -
- -
0,189 1,352 10,000
Gambusia sp. 9,505
57,891 40,000 6,227
38,198 20,000
8,522 52,55
2 26,667
5,900 32,514 23,333
4,589 32,865 20,000 Osteochilus sp.
0,014 0,086
10,000 0,019
0,116 13,333
- -
- -
- -
0,236 1,690 16,667
Oxyeleotris marmorata -
- -
0,019 0,116
13,333 0,014
0,087 10,000 0,033
0,182 20,000
0,189 1,352 13,333
Puntius sp. 0,028
0,172 16,667
0,028 0,174
16,667 0,019
0,116 13,333 -
- -
- -
- Mystacoleucus padangensis
0,047 0,287
26,667 0,061
0,376 26,667
0,033 0,204 16,667
0,033 0,182
16,667 0,330 2,365
16,667 Tilapia mossambica
0,033 0,201
16,667 0,033
0,203 16,667
0,033 0,204 20,000
0,024 0,130
13,333 0,236 1,690
13,333 Trichogaster sp.
0,094 0,575
26,667 0,259
1,592 26,667
0,057 0,349 26,667
0,028 1,156
16,667 -
- -
Trichopsis sp. 0,113
0,690 33,333
0,123 0,752
26,667 -
- -
- -
- -
- -
Total 16,419 99,999 230,000 16,303 100,003 240,000 16,216
100,0 00
176,667 18,145 99,999 143,333 13,962 100,002 136,667 Keterangan:
a. Stasiun 1 : Kontrol
b. Stasiun 2 : Pemukiman dan Pertambakan Ikan
c. Stasiun 3 : Pertanian
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
d. Stasiun 4 : Limbah pabrik TPL
e. Stasiun 5 : Bendungan PLTA PT. INALUM
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
Dari tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 1 K, KR dan FK tertinggi terdapat pada Gambusia sp. Dengan nilai masing-masing sebesar 9,505 indm
2
, 57,891 dan 40. Tingginya K, KR dan FK dari Gambusia sp. pada stasiun tersebut
disebabkan oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik, kimia dan biologis yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Gambusia sp seperti pH, suhu dan tumbuhan
air pada stasiun 1 tersebut. Menurut Kottelat 1993, hal: 127, keberhasilan dari perkembangbiakan dari ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya
bermacam-macam berupa
larva nyamuk,
serangga dan udang. Dalam
http:ofish.comSpesiesaplocheilus_panchax.php- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di kolam, saluran irigasi, kanal,
reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8, suhu 20-25C.
Nilai K, KR dan FK terendah pada stasiun 1 terdapat pada Osteochilus sp. yaitu 0,014 indm
2
, 0,086 dan 10. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan Osteochilus sp. seperti arus dan kanopi yang
kurang pada stasiun 1 tersebut. Menurut Evy 2001, hal: 30-31, ikan nilem Osteochilus sp. menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari oleh tumbuhan
air atau daun-daunan dan menyukai air jernih dan airnya harus bergerak.
Dari data yang terdapat pada tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 2 yang memiliki nilai K dan KR tertinggi terdapat pada Gambusia sp. Dengan nilai
masing-masing sebesar 6,277 indm
2
dan 38,198. Tingginya K dan KR dari Gambusia sp. pada stasiun tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan atau faktor
fisik-kimia yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Gambusia sp. seperti suhu, pH dan banyaknya tumbuhan air berupa eceng gondok pada stasiun 2 tersebut.
Menurut Kottelat 1993, hal: 127, keberhasilan dari perkembangbiakan dari ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva
nyamuk, serangga dan udang. Dalam http:ofish.comSpesiesaplocheilus_panchax.p hp- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan
di kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8,
suhu 20-25C. Frekuensi Kumulatif FK tertinggi terdapat pada jenis Aplocheilus
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
panchax, Channa sp., Mystacoleucus padangensis, Trichogaster sp. dan Trichopsis sp. yaitu 26,667. Tingginya FK dari jenis ikan tersebut pada stasiun tersebut
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhannya.
Nilai K, KR dan FK terendah untuk stasiun 2 terdapat pada Osteochilus sp. dan Oxyeleotris marmorata yaitu 0,019 indm
2
, 0,116 dan 13,33. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan Osteochilus
sp. dan Oxyeleotris marmorata seperti tutupan vegetasi yang kurang dan kandungan organik substrat yang rendah pada stasiun 2 ini . Menurut Evy 2001, hal: 30-31, ikan
nilem Osteochilus sp. menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari oleh tumbuhan air atau daun-daunan dan menyukai air jernih dan airnya harus bergerak.
Menurut Komarudin 2000, hal: 6, Oxyeleotris marmorata hidup baik pada perairan tawar, biasanya pada tempat yang berarus tenang, berlumpur, pada kedalaman kira-
kira 40 cm. Ikan ini hidup di dasar perairan, hanya sekali-sekali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung di balik batu-batuan atau tumbuhan air
sangat disukainya sebagai tempat mengintip mangsa.
Dari tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 3 dimana K dan KR tertinggi terdapat pada Gambusia sp. Dengan nilai masing-masing sebesar 8,522 indm
2
dan 52,552. Sedangkan FK tertinggi terdapat pada Gambusia sp. dan Trichogaster sp.
yaitu 26,667. Tingginya K dan KR dari Gambusia sp. pada stasiun tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis
Gambusia sp. seperti pH, suhu dan tumbuhan air pada stasiun 3. Dan ikan ini juga mempunyai kisaran toleransi yang tinggi terhadap lingkungan tersebut. Menurut
Kottelat 1993, hal: 127, keberhasilan dari perkembangbiakan dari ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva
nyamuk, serangga dan udang. Dalam http:ofish.comSpesiesaplocheilus_panchax.p hp- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan
di kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8,
suhu 20-25C.
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
Nilai K dan KR terendah pada stasiun 3 terdapat pada Oxyeleotris marmorata yaitu 0,014 indm
2
, 0,087 dan FK terendah terdapat pada Oxyeleotris marmorata dan Clarias batrachus yaitu 10,000. Rendahnya nilai K, KR dan FK ini disebabkan
oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan jenis ikan tersebut karena pada daerah ini memiliki kandungan organik substrat yang sedikit atau relatif
tidak berlumpur. Padahal ikan jenis Oxyeleotris marmorata dan Clarias batrachus menyukai tempat yang berlumpur. Menurut Komarudin 2000, hal: 6, Oxyeleotris
marmorata hidup baik pada perairan tawar, biasanya pada tempat yang berarus tenang, berlumpur, pada kedalaman kira-kira 40 cm. Ikan ini hidup di dasar perairan,
hanya sekali-sekali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung di balik batu-batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat mengintip
mangsa. Menurut Evy 2001, hal: 39, bahwa daerah asal ikan lele adalah rawa-rawa air tawar dan sungai. Makanan utama ikan lele adalah cacing, udang-udangan, larva
serangga, ikan-ikan kecil dan berbagai bahan organik di dasar perairan.
Dari data yang terdapat pada tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 4 K, KR dan FK tertinggi terdapat pada Gambusia sp. dan Channa sp. dengan nilai
masing-masing sebesar 5,900 indm
2
, 32,514 dan 23,333. Tingginya K, KR dan FK dari ikan jenis ini pada stasiun 4 disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
mendukung pertumbuhan dari ikan jenis ini. Menurut Kottelat 1993, hal: 127, ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva
nyamuk, serangga dan udang. Dalam ofish.comSpesiesaplocheilus_panchax.php- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di
kolam, saluran irigasi, kanal, reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8,
suhu 20-25C. Menurut http:www.google.co.idsearch?hl=idq=ciri+ikan+channa++ spbtnG=Telusurimeta=cr3DcountryID, diakses tanggal 25 Mei 2009
menyatakan bahwa ikan gabus Channa sp. biasa didapati di danau, rawa, sungai, dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Ikan ini memangsa aneka ikan kecil-
kecil, serangga, dan berbagai hewan air lain termasuk berudu dan kodok. Ikan gabus memiliki kemampuan bernapas langsung dari udara, dengan menggunakan semacam
organ labirin seperti pada ikan lele namun lebih primitif dan menyukai tempat lumpur berpasir.
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
Nilai K, KR dan FK terendah di stasiun 4 terdapat pada jenis Tilapia mossambica dengan nilai masing-masing sebesar 0,024 indm
2
, 0,130 dan 13,333. Rendahnya K, KR dan FK dari ikan jenis Tilapia mossambica disebabkan oleh
kondisi lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dari ikan jenis tersebut misalnya untuk berkembangbiak. Menurut http:fitripsp.blog.friendster.comliteratur-
ikan, diakses tanggal 24 Mei 2009 menyatakan bahwa ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam salinitas, sehingga dapat hidup di air
payau. Jenis ikan ini memiliki kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi setelah dewasa kecepatannya ini akan menurun. Ikan ini mulai berbiak pada umur
sekitar 3 bulan, dan setelah itu dapat berbiak setiap 1½ bulan sekali. Setiap kalinya, puluhan butir telur yang telah dibuahi akan dierami dalam mulut induk betina, yang
memerlukan waktu sekitar seminggu hingga menetas. Dengan demikian dalam waktu beberapa bulan saja, populasi ikan ini dapat meningkat sangat pesat. Apalagi mujair
cukup mudah beradaptasi dengan aneka lingkungan perairan dan kondisi ketersediaan makanan.
Dari tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa pada stasiun 5 K dan KR tertinggi terdapat pada Gambusia sp. dengan nilai masing-masing sebesar 4,589 indm
2
dan 32,865. Frekuensi Kumulatif FK tertinggi terdapat pada jenis Gambusia sp. dan
Channa sp. yaitu 20 . Tingginya K, KR dan FK dari ikan jenis tersebut pada stasiun 5 disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis
tersebut . Menurut Kottelat 1993, hal: 127, ikan yang termasuk Poecilidae ini karena makanannya bermacam-macam berupa larva nyamuk, serangga dan udang. Dalam
http:ofish.comSpesiesaplocheilus_panchax.php- 22k –, diakses tanggal 22 Mei 2009 menyatakan bahwa Gambusia sp. ditemukan di kolam, saluran irigasi, kanal,
reservoir, atau bahkan daerah manggrove. Lebih suka hidup pada perairan jernih dengan tanaman terapung padat. Hidup pada selang pH 6-8, suhu 20-25C. Menurut
http:www.google.co.idsearch?hl=idq=ciri+ikan+channa++spbtnG=Telusurime ta=cr3DcountryID, diakses tanggal 25 Mei 2009 menyatakan bahwa ikan gabus
Channa sp. biasa didapati di danau, rawa, sungai, dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Ikan ini memangsa aneka ikan kecil-kecil, serangga, dan berbagai
hewan air lain termasuk berudu dan kodok. Ikan gabus memiliki kemampuan bernapas
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
langsung dari udara, dengan menggunakan semacam organ labirin seperti pada ikan lele atau betok namun lebih primitif dan menyukai tempat lumpur berpasir.
Nilai K dan KR terendah di stasiun 5 terdapat pada jenis Cyprinus carpio dan Oxyeleotris marmorata dengan nilai masing-masing sebesar 0,189 indm
2
dan 1,352. Frekuensi Kumulatif FK terendah terdapat pada jenis Cyprinus carpio dan
Clarias batrachus yaitu 10,000. Rendahnya K, KR dan FK dari ikan jenis tersebut pada stasiun 5 disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung
pertumbuhan dari ikan jenis tersebut seperti kedalaman, arus, suhu dan ketersediaan pakan. Menurut http:id.org Ikan_karper, diakses tanggal 25 Mei 2009 menyatakan
bahwa ikan mas menyukai tempat hidup habitat di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau.
Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150-600 meter di atas permukaan air laut dan pada suhu 25-30° C. Menurut Evy 2001, hal: 39, bahwa
daerah asal ikan lele adalah rawa-rawa air tawar dan sungai. Makanan utama ikan lele adalah cacing, udang-udangan, larva serangga, ikan-ikan kecil dan berbagai bahan
organik di dasar perairan. Menyukai tempat yang berlumpur.
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Aplocheilus panchax, Clarias batrachus, Gambusia sp., Mystacoleucus padangensis dan Tilapia mossambica terdapat pada
seluruh stasiun penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan ikan tersebut dalam beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi
dan kisaran toleransi yang luas terhadap faktor-faktor fisik, kimia, biologi dan ketersediaan nutrisi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan ikan tersebut.
Misalnya untuk oksigen terlarut, Clarias batrachus memiliki organ pernapasan tambahan berupa labirin yang mampu mengambil oksigen langsung dari udara
sehingga mampu hidup pada daerah yang memiliki kadar oksigen yang sedikit atau bahkan di luar air untuk beberapa lama.
Jenis ikan Channa sp.dan Oxyeleotris marmorata terdapat pada seluruh stasiun penelitian kecuali pada stasiun 1 sebagai kontrol yang dianggap memiliki pencemaran
paling sedikit. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Channa sp. dan Oxyeleotris marmorata berkembang baik pada daerah yang mengalami pencemaran.
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
Ikan Cyprinus carpio dan Osteochilus sp. terdapat pada stasiun 1, 2, 5 dan tidak terdapat pada stasiun 3 dan 4. Pada stasiun 3 dan 4 batas penetrasi cahaya merupakan
batas yang paling rendah dari seluruh stasiun penelitian. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Cyprinus carpio dan Osteochilus sp. Dapat hidup pada perairan yang
jernih dengan batas penetrasi cahaya 2 meter.
Ikan dari jenis Puntius sp. hanya diperoleh pada stasiun 1, 2 dan 3 sedangkan pada stasiun 4 dan 5 tidak diperoleh Puntius sp.. Hal ini disebabkan oleh nilai oksigen
terlarut yang cukup rendah serta tingginya Chemical Oxygen Demand COD pada stasiun tersebut dibandingkan dengan stasiun lainnya. Dari data tersebut dapat kita
ketahui bahwa Puntius sp. Hidup pada perairan yang memiliki nilai oksigen terlarut yang tinggi 5,5 mgl dan nilai COD yang rendah. Untuk jenis ikan Trichogaster sp.
terdapat pada stasiun 1, 2, 3, 4 dan tidak terdapat pada stasiun 5. Hal ini disebabkan oleh suhu dan kecepatan arus yang terendah meskipun kisarannnya tidak terlalu jauh
dengan stasiun lain, namun untuk kandungan organik stasiun 5 merupakan yang tertinggi dan kisarannya cukup jauh dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa Trichogaster sp. Tidak sesuai pada daerah yang memiliki kandungan organik substrat yang tinggi.
Jenis ikan Trichopsis sp. hanya terdapat pada stasiun 1 dan 2, sedangkan pada stasiun 3, 4 dan 5 tidak diperoleh ikan Trichopsis sp. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa ikan Trichopsis sp. tidak sesuai hidup pada daerah yang terdapat aktivitas pertanian, pembuangan limbah cair pabrik dan bendungan. Nilai Indeks
Similaritas juga menunjukkan bahwa stasiun 1 dan 2 termasuk kedalam kategori yang sangat mirip, dimana kategori tersebut dapat juga menunjukkan bahwa faktor fisik,
kimia dan biologis stasiun ini tidak jauh berbeda khususnya untuk jumlah oksigen terlarut.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, stasiun yang dapat dikategorikan cocok dan sesuai untuk perkembangan jenis ikan tertentu adalah stasiun 1 untuk ikan
Gambusia sp. dengan KR 57,891 dan FK 40, stasiun 2 Aplocheilus panchax dan Channa sp., dengan KR 26,136 dan FK 26,667, stasiun 3 Gambusia sp. dengan
KR 52,552 dan FK 26,667, stasiun 4 dan 5 tidak ada jenis ikan yang dapat sesuai
Rosida Ambarita : Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Hulu Sungai Asahan Porsea, 2010.
atau cocok untuk berkembang. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan limbah cair yang langsung dibuang ke badan perairan yang menyebabkan terjadinya
perubahan faktor fisik-kimia perairan. Seperti yang diterangkan oleh Suin 2002, hal: 1 bahwa perubahan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kepadatan
populasi suatu jenis organisme pada suatu daerah. Bila pada suatu daerah misalnya, kepadatan suatu organisme berlimpah, dan karena suatu sebab faktor lingkungannya
berubah maka dapat terjadi penurunan kepadatan populasi secara drastis, umpamanya karena adanya pengaruh pencemaran yang berupa racun. Sebaliknya, bila pada suatu
daerah kepadatan suatu jenis organisme rendah, karena adanya pencemaran dapat pula terjadi peningkatan kepadatan suatu jenis organisme rendah, karena adanya
pencemaran dapat pula terjadi peningkatan kepadatan populasi yang tinggi, umpamanya pencemaran zat organik dapat menyebabkan kepadatan populasi bakteri
pembusuk meningkat. Jelas ada suatu hubungan yang erat antara organisme dengan lingkungannya. Menurut Barus 2004, hal: 126, suatu habitat dikatakan cocok dan
sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR 10 dan FK 25.
4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Pada Setiap Stasiun Penelitian