saat ini lebih terlihat mencolok dalam perilaku merokok, jumlah merokok perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
Bukti kuat menunjukan bahwa keengganan perempuan untuk merokok umumnya dikaitkan dengan nilai-nilai dan budaya.
Penelitian Mulyadi dan Qurotul 2007 mengatakan pada beberapa kelompok masyarakat, perempuan merokok bahkan kerap dihubungkan
dengan stereotip buruk dan diberikan ungkapan “bukan perempuan
baik- baik” atau ungkapan lain. Keberanian untuk merokok ini akhirnya
menjadi sesuatu yang membanggakan bagi laki-laki maupun perempuan.
Masih tabunya
perempuan merokok
merupakan problematika klasik. Beberapa faktor yang menyebabkan seorang
perempuan merokok yaitu keinginan mencoba rasa rokok, sebagai fashion, menyukai rasa rokok, ketidakpedulian terhadap bahaya rokok,
rokok memberikan kepuasan, dan lingkungan sosial.
4. Status Merokok dan Tipe Perokok
Status merokok pada responden untuk menyatakan apakah responden merokok atau tidak merokok. Dari 206 responden yang
menyatakan merokok hanya sebagian kecil yaitu berjumlah 35 orang 17,0. Responden yang merokok ini terdiri dari mahasiswa FKIK
berjumlah 9 orang 25,7, FDI berjumlah 5 orang 14,3 dan FISIP berjumlah 21 orang 60,0. Responden yang menyatakan sebagai
perokok kemudian dikategorikan menjadi tipe perokok berdasarkan banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Responden yang
merokok sebagian besar termasuk dalam kategori perokok ringan sebanyak 28 orang 80,0 yaitu merokok dengan jumlah rokok kurang
dari 10 batang perhari. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Fuadah 2011 dan Elita
2014 mempunyai hasil penelitian sebagian besar dari remaja mempunyai tipe perilaku merokok sedang berdasarkan jumlah rokok
yang dihisap setiap harinya sebanyak 11-20 batang rokok. Jumlah batang rokok yang dihisap atau frekuensi merokok seseorang akan
mempengaruhi keberhasilan seseorang untuk berhenti merokok. Semakin muda orang mulai merokok kemungkinan untuk berhenti
merokok akan lebih rendah karena efek ketergantungan yang diakibatkan nikotin di dalam rokok, apabila dilakukan penghentian
merokok secara mendadak akan menimbulkan efek seperti gemetar, keluar keringat, cepat marah, cemas, frustasi dan insomnia.
Menurut penelitian Komasari dan Avin 2000 perilaku merokok adalah perilaku yang dipelajari. Proses belajar dimulai dari sejak masa
anak-anak, sedangkan proses menjadi perokok pada masa remaja. Remaja yang saat ini memiliki kebiasaan merokok, baik menjadi
perokok harian atau bukan perokok harian, baik perokok ringan atau perokok berat mengatakan akan melanjutkan kegiatan merokok pada
masa yang akan datang. Perilaku merokok yang dilakukan remaja ini dipelajari melalui transmisi dari generasi sebelumnya yaitu lingkungan
keluarga, kemudian sosialisasi lain yaitu dengan teman sebaya dan yang paling besar memberikan kontribusi adalah kepuasan-kepuasan yang