FOCUS GROUP DISCUSSION FGD “Pengembangan Listrik Bersih

Laporan Tahunan DRN - 2016 40 Dalam pengantarnya, Dr. Basuki Yusuf Iskandar menyampaikan fokus utama DRN dan persentuhan issu-issu pendukung riset yang merupakan pemikiran dari Ketua DRN serta urgensi dari pengembangan Smart Card di Indonesia. Focus Group Discussion FGD ini diisi dengan presentasi dan diskusi dari tim peneliti dari ITB dan Universitas Telkom, selain itu juga diisi dengan diskusi dari peneliti UI dan UNHAS. Dalam FGD tersebut dipresentasikan 3 tema riset yang berkaitan dengan ekosistem 1 Rancang Bangun Prototype SMART CARD 2 Accelerating Smart Card Related Digital Service Industries Growth 3 Smart Card System. Dalam FGD tersebut, pihak dari Ditjen Penguatan RD Kemenristek Dikti dan Ditjen Penguatan Inovasi Kemenristek Dikti juga menyampaikan beberapa peluang pendanaan penelitian yang dapat dibiayai oleh Kemenristek Dikti. Dalam FGD tersebut dihasilkan beberapa kesimpulan antara lain : 1. Pengusulan tiga topik penelitian smart card untuk diajukan dalam seleksi Program Pengembangan Teknologi Industri Kemenristek Dikti. Ketiga penelitian tersebut adalah yakni 1 Secured and Forensic Ready Transaction Network; 2 System Single SAM off Multiple Card aman untuk pembaca kartu pintar; 3 Pengembangan protokol KMS dan CMS Smart Card Indonesia; 2. Pengusulan 1 topik penelitian konsorsium mengenai Smart Campus. Konsep akan dimatangkan lebih lanjut antar universitas di seleruh Indonesia dan akan diajukan pada tahun 2017 ke Kemenristek Dikti.

2.2.3.3 FOCUS GROUP DISCUSSION FGD “Pengembangan Listrik Bersih

untuk Ketahanan Energi yang Berkelanjutan ” Laporan Tahunan DRN - 2016 41 Komisi Teknis Energi menyelenggarakan FGD “Pengembangan Listrik Bersih Untuk Ketahanan Energi Yang Berkelanjutan” pada hari Senin, tanggal 5 Desember 2016, jam 09.00 – 13.30 bertempat di Hotel Millenium, Jl. H. Fachrudin No 3, Jakarta Pusat. FGD tersebut mengundang 6 pembicara yang terdiri dari: o Ir. Aliuddin Sitompul, Direktur Pembinaan Program Ketegalistrikan, Ditjen Kelistrikan, KESDM. o Ir. Agus Cahyono Adi, MSc, Kepala Biro Perencanaan, KESDM. o Ir. Adi Priyanto, Perencanaan Sistem, Direktorat Perencaan Korporat, PT. PLN. o Ir. Rian Adri Nugroho, Direktorat Industri Permesinan dan Alat Pertanian, Kemenprind. o PT. Sarana Multi Infrastruktur. o Mr. Masahiro Ozawa, JCOAL - Japan Dalam laporan Pelaksaan FGD oleh Ketua Komtek Energi DRN, Dr. Arnold Y. Sutrisnanto, disampaikan sebagai berikut:  Indonesia menghadapi tantangan yang sangat berat dalam penyediaan listrik. Satu sisi, sampai dengan 2025 Indonesia harus membangun 65 GW atau sekitar 6,2 GW per tahun target Kebijakan Energi Nasional. Namun dalam realitas, berdasarkan data tahun 2010- 2014, Indonesia hanya bisa membangun listrik sebesar 2,6 GW per tahun.  Di sisi yang lain, berdasarkan COP 21 Paris, COP 22 Maroko, bahwa pembiayaan dari luar negeri untuk bidang energi hanya difokuskan pada energi bersih. Pembukaan FGD dilakukan oleh Ketua DRN, Dr. Bambang Setiadi, yang menyampaikan bahwa dalam nawa cita presiden Joko Widodo, kata inovasi dan teknologi diterjemahkan dalam bentuk daya saing. Jadi, inovasi yang dikembangkan bersama riset harus mampu meningkatkan daya saing. Sehingga, penurunan anggaran riset, akan mengurangi inovasi yang menyebabkan daya saing turun, Terkait inovasi, yang ditakutkan dunia pada Indonesia adalah kemampuan riset yang bisa dimanfaatkan sendiri. Sehingga mengapa posisi riset itu penting bagi Indonesia. Laporan Tahunan DRN - 2016 42 Bidang Energi menghadapi 3 masalah dari 17 masalah yang dihadapi dunia 17 Sustainable Development Goal, yaitu Renewable Energi, Inovation Infrastructure, serta Climate Action. Indonesia mempunyai 13.466 pulau yang sebagian besar merupakan pulau-pilau kecil yang belum berlistrik. Tantangan bagi kalangan masyarakat energi di Indonesia adalah bagaimana menyusun skenario melistriki pulau-pulau tersebut. Pada hal, Indonesia mempunyai sumber energi, khususnya sumber energi baru dan terbarukan yang sangat besar. Sebelum presentasi dimulai, Dr. Hardiv H. Situmeang, Anggota Komtek Energi DRN berkesempatan memberikan penghantar diskusi sebagai berikut:  Energi merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, khususnya emisi karbon dioksida. Terkait dengan emisi tersebut, pembicaraan di tingkat dunia mengarah bagaimana menjaga atau menurunkan emisi, sehingga temperatur global tidak melebihi 2 o C.  Skenario yang harus ditempuh agar temperatur global tidak melebihi 2 o C adalah menjaga emisi CO2 eq tidak melebihi 450 ppm pada tahun 2100. Menurunkan emisi sebesar 55 Gg CO2 eq pada tahun 2030, menurunkan emisi pada tahun 2050 sebesar 40-70 terhadap kondisi 2010 dan nol emisi pada tahun 2100.  Tantangan bagi Indonesia adalah mengurangi pemakaian energi fosil. Karena berdasarkan laporan INDC Indonesia, sampai dengan tahun 2030 emisi gas rumah kaca Indonesia masih terus mengalami kenaikan semua skenario.  Untuk menjawab tantangan kenaikan emisi gas rumah kaca adalah melalui penggunaan energi bersih yang salah satunya adalah clean coal technology. Presentasi ke-1: Implementasi Kebijakan Teknologi Batubara Bersih di Indonesia Untuk Mengurangi Emisi GRK oleh Ir. Aliuddin Sitompul, Direktur Pembinaan Program Ketegalistrikan, Ditjen Kelistrikan, KESDM.  Arah pengembangan pembangkit listrik di Indonesia, antara lain: PLTU Batubara tetap akan dikembangkan dan mendominasi penyediaan listrik ke depan, Namun PLTU Laporan Tahunan DRN - 2016 43 Batubara tersebut akan dikembangkan dengan menggunakan teknologi bersih CCT, PLTG dan PLTA storage pump sebagai beban puncak, PLT-EBT dikembangkan untuk menurunkan emisi GRK, dan PLTN sebagai pilihan terakhir jika target 25 pada tahun 2025 tidak tercapai.  Dalam pengembangan infrastruktur kelistrikan, pemerintah memberi kesempatan dan peran bagi swasta untuk berpartisipasi yang lebih luas.  Kondisi kelistrikan saat ini status September 2016 adalah kapasitas pembangkit 57,6 GW, produksi tenaga listrik 283 TWh, konsumsi tenaga listrik 228 TWh, konsumsi per kapita 918 KWh, rasio elektrifikasi 89,53.  Komitmen Indonesia di COP 21 Paris adalah mengurangi emisi GRK sebesar 29 dari skeanrio Business as Usual BaU pada tahun 2030. Skenario BaU diproyeksikan sekitar 2.881 GtCO2 eq pada tahun 2030.  Dalam rangka memenuhi komitmen di COP 21 Paris, maka kebijakan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia adalah:  Penggunaan maksimum batubara di bauran pembangkit listrik harus 50 pada 2025.  Penggunaan energi baru dan terbarukan EBT harus 25 pada 2025.  Jika penggunaan 25 dari EBT tidak dapat dicapai, maka pemanfaatan gas harus dimaksimalkan. Presentasi ke-2: Perencanaan Jangka Panjang Sektor Ketenagalistrikan oleh Ir. Agus Cahyono Adi, MSc., Kepala Biro Perencanaan, KESDM.  Dengan telah ditetapkannya Kebijakan Energi Nasional KEN, maka dalam waktu paling lambat satu tahun harus sudah ditetapkan Rencana Umum Energi Nasional RUEN sebagai penjabaran dari KEN. Saat ini Draft RUEN sudah final dan segera diundangkan. Setahun setelah ditetapkan RUEN, maka akan ditetapkan Rencana Umum Energi Daerah RUED.  Terkait dengan penurunan emisi Gas Rumah Kaca, dalam RUEN diskenariokan akan ada penurunan emisi GRK sebesar 35 pada 2025, 41 pada 2030 dan 58 pada 2050 dibandingkan kondisi BAU.  Hal-hal yang dilakukan setelah diterbitkannya RUEN antara lain: Evaluasi pencapaian RUEN per tahun, Pemdampingan penyusunan RUED dan Fasilitasi investasi EBT.  Dukungan dalam pelaksanaan RUED:  Fasilitasi penyiapan FS pembangkit EBT;  Fasilitasi kajian elektrifikasi berdasarkan keekonomian;  Penerbitan Perda RUED 1 tahun setelah terbit RUEN;  Pemerintah Daerah diharapkan melakukan:  Promosi investasi terkait potensi pembangunan proyek RUENRUED;  Mempermudah perizinan yang dibutuhkan dalam mengembangkan pembangkit listrik EBT.  Harapan pada DRN bisa mengkaji bagaimana daerah bisa mengoptimalkan sumberdaya energi setempat yang dimiliki dan menghasilkan harga energi yang kompetitif.  Pengembangan energi harus bisa mensinergikan antara pengembangan wilayah dan cost yang betul-betul diperlukan dalam pengembangan teknologi energinya. Laporan Tahunan DRN - 2016 44 Presentasi ke-3: Hambatan dan Tantangan dalam Pembangunan Kelistrikan Nasional oleh Ir. Adi Priyanto, Perencanaan Sistem, Direktorat Perencaan Korporat, PT. PLN  Indikator performance pembangunan kelistrikan untuk kinerja pembangkit listrik program 35.000 MW, berdasarkan analisis kurva S menunjukkan nilai yang konsisten dan on the track.  Status kemajuan pembangkit program 35.000 MW berdasarkan fasenya, untuk proyek dibawah PLN 65 masuk proses perencaan pengadaan, dan 35 sudah kontrak. Sementara untuk proyek dibawah IPP 42 pada proses perencanaan pengadaan, serta 58 telah masuk PPA.  Berdasarkan analisa PLN, jika kondisi pertumbuhan ekonomi seperti sekerang, maka target 35.000 MW yang akan dibangun sampai dengan 2019 tidak akan terserap oleh pengguna. Dengan kondisi pertumbuhan ekonomi seperti saat ini, diperkirakan hanya perlu 26.000 MW.  Kendala pelaksanaan proyek 35.000 MW antara lain pada pengadaan tanah dan perizinan, serta pengadaan pekerjaan utama pengadaan terpusat seperti kontrak KHS, Kontrak Open Book untuk material utama transmisi tower, conduktor, trafo tenaga  Langkah dan tindakan PLN dalam mempercepat penyelesaian proyek: o Implementasi Perpres No. 4 Tahun 2016 untuk mempercepat penyelesaian permasalahan lahan dan perizinan; o Pengadaan Terpusat untuk mempercepat pekerjaan Transmisi dan Gardu Induk; o Persyaratan pengadaan diperketat untuk mendapatkan pengembang IPPKontraktor IPP yang berkualitas; o Proses pengadan dipercepat dari 8 bulan menjadi 4,5 bulan dan Financial Closing dikenbdalikan secara maksimal agar fincial closing tepat waktu; o Memulai konstruksi sebelum financial closing, pengembang atau kontrraktor menggunakan dana equity IPP danatau brdiging loan sambil menunggu tercapainya finacial closing; o Penggunaan Aplikasi PMO untuk memonitor Proyek; o Merubah orientasi negara partner dalam Program 35 GW. o Kendala pencapaian target proyek berdasarkan jenis komposisinya, terbesar terjadi pada masalah konstruksi desain yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan 40, aspek legal masalah hukum kontrak, pembebasan tanah 37, perencanaan desain 8, lingkungan 5, dan Pendanan dan pengadaan proyek 5. o Terkait dengan pengembangan energi bersih di bidang kelistrikan, energi mix EBT 20 22.000 MW terdiri dari PLTA 13.000 MW dan PLTP 6.000 MW. o Kendala pengembangan EBT untuk skala besar adalah adanya sumber energi tetapi disana tidak ada beban. Contoh Flores Panasbumi dan Kalimantan Utara Air. Perlu ada dorongan pengembangan ekonomi di daerah2 yang mempunyai sumber EBT besar, jika ingin EBT dikembangkan disana. Presentasi ke-4: Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pembangunan Infrastruktur Ketengalistrikan oleh Ir. Rian Adri Nugroho, Direktorat Industri Permesinan dan Alat Pertanian, Kementrian Perindustrian. Laporan Tahunan DRN - 2016 45  Untuk pengembangan industri di Indonesia, yang salah satunya adalah industri energi untuk industri prioritas nasional, Kementerian Perindustrian sudah menerbitkan RIPIN Rencana Induk Pengembangn Industri Nasional.  TKDN minimal untuk proyek ketenagalistrikan sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri No. 542012  Untuk peningkatan daya saing industri pendukung proyek ketenagalistrikan diberikan pemberian fasilitas bea masuk impor  Industri pendukung pembangunan jaringan transmisi, ditetapkan industri baja profil, industri konduktor  Untuk PLTU dengan kapsitas 100 MW dan 200 MW, Kementrian Perindustrian mewajibkan penggunaan Boiler dan Komponen BOP produsen dalam negeri dan BUMN strategis.  Terkait dengan program 35.000 MW, Menteri Perindustrian menetapkan standar spesifikiasi dan standar harga untuk komponen yang diproduksi dalam negeri.  Telah dinventarisis industri-industri pendukung ketengalistrikan dalam negeri, antara lain: o Industri Boiler sampai dengan kapasitas 600 MW 10 industri, o Industri turbin dan generator sampai dengan kapasitas 15 MW 2 industri, o Industri pompateknologi tinggi sampaI dengan kapasitas 600 MW 3 industri, o Industri transformer dan GIS sampai dengan kapsitas 500 kV 7 industri Presentasi ke-5: Model Pembiayaan dan Kerangka Pendukung Pengembngan Infrastruktur Kelistrikan yang Kompetitif oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur.  Tiga Pilar bisnis pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur PT. SMI, antara lain: o Pembiayaan dan investasi o Jasa Konsultasi o Pengembangan Proyek  Untuk pembiayaan di bidang ketenagalistrikan masih didominasi pembiayaan pembangkit konvensional, baru 2015 mulai bergerak untuk pembiayaan proyek EBT. Proyek EBT yang sudah masuk dalam pembiayaan PT. SMI ada 13 proyek 8 proyek berupa financing services, dan 5 proyek berupa advisory services.  Berdasarkan sektor pembiayaan yang sudah dilakukan, 3 sektor terbesar adalah Proyek PT. PLN Ex PIP 27, Proyek Jalan 22, dan Proyek Ketenagalistrikan 15.  Tantangan yang dihadapi PT. SMI dalam pengembangan proyek EBT o Lokasi keterbatasan infrastruktur untuk akses ke lokasi o Teknologi belum banyak dikembangkan di Indonesia dan basis data terbatas o Tarif ketidak pastian harga jual, impor teknologi o Regulasi perizinan beragam di berbagai tingkat  Isu dan tantangan pada struktur proyek EBT yang dihadapi PT. SMI o Equity terbatas, Laporan Tahunan DRN - 2016 46 o Fleksibilitas pendanaan terbatas, o Manajemen bersifat tradisional o Tidak banyak Bank atau institusi pembaiyaan lain yang tertarik  Tawaran Struktur Pembiayaan yang tepat untuk proyek EBT o Corporate fince Pemberi pinjaman bergantung kepada arus kas dari kegiatan perusahaan o Project Finance pemberi pinjaman bergantung kepada arus kas dari proyek secara spesifik  Pengembangan Pembiayaan berkelanjutan PT SMI o Fokus pada EBT, Konervasi Energi, dan Pengelolaan Sampah o Produknya berupa pinjaman, penyaluran hibah, quasi equity facility, dan technical assistance.  Model kerjasama dengan Lembaga Internasional dalam pengembangan proyek EBT o Co-financing model o Intermediary o Fund management o Capacity building programmePDF  Pengeloaan Dana Multilateral untuk proyek EBT dan Perubahan Iklim PT. SMI, antara lain: o Dari AFD Agency Francaise development o Dari Climate Technology Fund CFT, Word Bank o GIZ o Regional Infrastructure Development Fund, Word Bank o Accredited Entity o Grand Facility UNDP Presentasi ke-6: Updates on CCTHELE for De-Carbonization of the Power Sector by Mr. Masahiro Ozawa, JCOAL - Japan  Jepang siap untuk bekerjasama dengan Indonesia dan negara-negara ASEAN untuk mengimplementasikan teknologi batubara bersih Clean Coal TechnologyCCT  Beberapa teknologi penurunan emisi yang sudah dikembangkan dan siap diapplikasikan oleh JCOAL di Indonesia antara lain Teknologi I ntegrated Gasification Combined Cycle IGCC , Advanced Ultra Super Critical A-USC, Carbon Capture Storage CCS, dan Carbon Capture Utilization and Sequeztration CCUS.  Kerjasama JCOAL dengan Indonesia yang telah dijalankan antara lain: Rehabilitasi PLTU Batubara Existing PLTU Siralaya, Mengganti PLTU dengan Teknologi efisiensi tinggi PLTU Tambak Lorok, Membangun PLTU baru Suralaya dan Sulawesi.  Jepang siap untuk berbagi dengan Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN dalam hal pengembangan teknologi penurun emisi GRK, baik dari segi teknologi teknik dan peraturan serta tanggung jawab lingkungan, termasuk teknologi yang akan digunakan dalam PLTU Batubara. Laporan Tahunan DRN - 2016 47 Masukan dan Diskusi METIMKI  Bagaimana pemerintah bisa menjalankan listrik desa dengan hibrid power plant untuk 2500 desa yang belum ada listrik dari program pemerintah dan 750 desa program PLN.  Apakah memungkinkan ada sinergi BUMN khususnya antara PT. Telkom dengan PT. PLN, yaitu belajar pada Telkom dengan PSO-nya bahwa PT. Telkom bisa masuk sampai desa2 untuk program telekomunikasi. Hal tersebut diterapkan untuk program pengembangan listrik desa. Tekmira  Tekmira telah menginventarisasi batubara-2 yang marginal cadangan terbatas, akses yang terisolir, dan geografis yang sulit. Karena batubara-2 marginal ini bisa menjadi pionir di dalam kelistrikan di daerah-2 sesuai dengan keberadaan penduduknya. Misalnya, dengan pembangkit listrik mulut tambang, atau gasifikasi. Berdasarkan penelitian Tekmira, PLTGB Pembangkit Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara 1 MW tidak ekonomis, skala ekonomis jika kapasitas minimal 3 MW. Indonesia Power  Perlu adanya center yang melakukan kajian tentang teknologi-teknologi energi bersih secara bersama atau sinergi antar lembaga. Sehingga pengguna bisa langsung mengacu pada hasilnya. Masyarakat Nuklir  Penyusunan proyeksi energi yang ada dalam KEN seharusnya dibuat berbagai skenario, minimal ada 2, yaitu proyeksi tinggi dan proyeksi rendah. Diusulkan DEN periode ini bersedia merevisi KEN berdasarkan skenario2. Rangkuman:  Perlu dipikirkan bagaimana menutup gap yang terlalu jauh antara target dan kemampuan penyediaan tenaga listrik  Kondisi kelistrikan sudah ada aturan yang jelas sebagaimana dituangkan dalam Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan RUKN. Namun dalam penerapan di lapangan PT. PLN menghadapi banyak kendala, misalnya 40 masalah konstruksi, 37 masalah hukum.  Permasalahan lain adalah kalau kita mengimplementasikan EBT adalah jauhnya sumber dari beban. Sehingga perlu perencanaan khusus dan jalur2 ekonomi khusus.  Skema pembiayaan di bidang kelistrikan sudah mulai ada dari PT. SMI. Namun masih market oriented, bagaimana ke depan inovasi2 kecil bisa juga dibiayai dari PT SMI.  UGM telah menyusun road map pengembangan EBT per propinsi, dimana semua sumber energi berbasis potensi wilayah dan harga pokok produksi sudah dirumuskan. Bisa dikembangkan sebagai acuan untuk penyusunan RUED.  Solusi terkahir penggunaan EBT merupakan bagian awal dari penurunan emisi Gas Rumah Kaca. Laporan Tahunan DRN - 2016 48

2.2.3.4 FOCUS GROUP DISCUSSION FGD “Kemandirian Teknologi Jaringan