Tingkat Tutur PENGGUNAAN BAHASA JAWA DI DAERAH TRANSMIGRASI UNIT I BLOK B DESA MEKAR SARI MAKMUR KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

commit to user

2.10.2.1 Suasana

1. Santai informal Bahasa yang dipakai dalam suasana santai informal biasanya mempunyai kelainan- kelainan tertentu jika dibandingkan dengan bahasa yang dipakai dalam suasana resmi formal. Ragam bahasa santai biasanya tidak terdapat dalam tulisan-tulisan, karenanya banyaklah orang menamakan ragam ini ragam bahasa lisan. 2. Resmi formal Dalam suasana yang formal dan informal, bahasa yang dipakai biasanya penuh dan runtut, sesuai dengan tuntutan-tuntutan kaidah tata bahasa. Ragam ini dapat kita beri nama ragam bahasa resmi, sesuai dengan nada suasana pemakainya

2.11 Tingkat Tutur

Di dalam masyarakat Jawa terdapat tingkat sosial yang kompleks sehingga menimbulkan variasi pemakaian bahasa secara bertingkat-tingkat yang disebut undha usuk Soepomo, 1976: 33. Umumnya bahasa memiliki cara-cara tertentu untuk menunjukan sikap hubungan O 1 yang berbeda berhubungan adanya tingkat sosial O 2 yang berbeda. Ada golongan masyarakat tertentu yang perlu dihormati dan ada golongan lain yang yang dapat dipahami secara biasa. Faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat sosial itu berbeda-beda dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain, ada yang karena perbedan usia, jenis kelamin, kekuatan magis, kekhususan kondisi psikis dan sebagainya. Adanya perbedaan rasa hormat atau takut yang commit to user tertuju kepada tipe orang yang berbeda-beda ini sering tercermin pada bahasa yang dipakai masyarakat itu. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat tutur yang khas dan jelas yang dipakai untuk membawakan arti-arti kesopanan yang bertingkat- tingkat pula. Adapun tingkat tutur dalam bahasa Jawa di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Tingkat tutur ngoko Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa tak berjarak antara O 1 terhadap O 2 . Artinya, O 1 tidak memiliki rasa segan rikuh pekewuh terhadap O 2, jadi buat seseorang yang ingin menyatakan keakrabannya terhadap seseorang O 2 tingkat ngoko ialah yang seharusnya dipakai. 2. Tingkat tutur krama Tingkat tutur karma adalah tingkat yang mencerminkan arti penuh dengan sopan santun. Tingkat ini menandakan adanya perasaan enggan pekewuh O 1 terhadap O 2, karena O 2 adalah orang yang belum dikenal, berpangkat, priyayi, atau berwibawa, dan lain-lain. 3. Tingkat tutur madya Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah antara krama dan ngoko, ia menunjukkan perasaan sopan secara sedang-sedang saja. Tingkat ini bermula adalah tingkat tutur krama, tetapi dalam proses perkembangannya commit to user telah mengalami tiga perkembangan yang penting. Perkembangan itu ialah perkembangan proses kolokialisasi informalisasi, penuturan tingkat, dan ruralisasi Soepomo, 1977. Inilah sebabnya, bagi kebanyakan orang tingkat madya ini dianggap tingkat yang setengah sopan dan setengah tidak. O 1 harus menaruh sopan santun terhadap O 2 tetapi rasa segan tak perlu terlalu tinggi. Di daerah yang letaknya jauh dari pusat budaya, ada kemungkinan masih tersimpan atau terpelihara bentuk-bentuk krama dan krama inggil yang serupa dengan yang terdapat di daerah pusat budaya. Sebaliknya ada juga bentuk-bentuk yang berbeda dengan bentuk krama krama inggil yang dipakai di pusat budaya. Jika terjadi demikian, maka daerah pinggiran yang menyimpan atau memelihara bentuk yang sama mirip dengan bentuk yang ada di pusat budaya disebut daerah relik, sedangkan daerah yang memperlihatkan bentuk krama krama inggil yang berbeda dengan yang digunakan di daerah pusat budaya, daerahnya disebut daerah inovasi . Dalam hal itu ada kalanya terjadi penyimpangan dari bentuk krama krama inggil yang baku, bentuk yang menyimpang tersebut sering disebut dengan istilah krama desa. Bentuk ini berbeda apabila dibandingkan denga bentuk yang dipakai di daerah pusat budaya. Kata-kata seperti: Semawis, Bajul kesupen, Toyajane, Meginten, Marasepah dapat merupakan contoh inovasi pada tingkat tutur krama. Dengan demikian desa atau daerah pengamatan yang memiliki bentuk krama krama inggil tersebut lazimnya disebut daerah commit to user inovasi dalam kaitannya dengan persebaran bentuk tingkat tutur. Daerah pusat budaya dalam kaitannya dengan contoh tersebut merupakan daerah relik.

2.12 Komponen Tutur