commit to user
dianggap sebagai penyimpangan. Oleh karena itu, gejala tutur demikian ini tidak perlu terjadi sebab unsur-unsur serapan itu sebenarnya telah ada
padanannya dalam bahasa penyerap, diharapkan makin berkurang atau batas yang paling minim.
Berdasarkan definisi-definisi dari beberapa ahli bahasa mengenai inteferensi dapat ditarik kesimpulan bahwa inteferensi adalah gejala tuturan,
berupa masuknya unsur bahasa
lingual
berupa sistem morfologis, sistem fonologis, sistem sintaksis kedalam struktur bahasa yang lain , peristiwa ini
menyebabkan perubahan-perubahan sistem morfologis, fonologis, dan sintaksis bahasa baik secara bahasa penyerap atau sistem bahasa donor.
2.9.1 Jenis Interferensi
Interferensi dapat terjadi dalam semua tataran kebahasaan. Ini berarti gejala semacam itu dapat mengenai bidang tata bunyi
fonologi
, tata bentuk
morfologi
, tata kalimat
sintaksis
, tata makna
semantik
, dan tata kata
kosakata
, di dalam bahasa Jawa intereferensi unsur-unsur bahasa Indonesia dalam bahasa lain tampak antara lain dalam tataran bunyi, tataran
bentuk, tataran kalimat, dan kosakata. 1.
Interferensi Tata Bunyi Fonologi Interferensi tata bunyi terjadi pada penutur bahasa Jawa yang
mengucapkan kata-kata nama tempat yang berawalan bunyi
bilabial
b,
apikodental
d,
velar
q, dan
palatal
j, dengan penasalan
didepannya, maka terjadilah interferensi tata bunyi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, misal:
commit to user
Bandung = mBandung
Bali = mBali
Dhobel = nDhobel
Boyolali = mBoyolali
Bogor = mBogor
Demak = nDemak
Jambi =nJambi
2. Interferensi Tata Bentuk Morfologi
Interferensi morfologi terjadi dalam pembentukan kata bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Dalam bahasa Indonesia menjadi
sering terjadi penyerapan afiks-afiks {ke-}, {ke- -an}, dan {-an}dari bahasa daerah Jawa, Sunda misalnya dalam kata dari bahasa Jawa
berikut “
kelaran, madhangan, bubaran
”. 3.
Interferensi Tata Kalimat Sintaksis Interferensi ini terjadi apabila bahasa menyerap struktur bahasa lain
tetapi kosakatanya berasal dari bahasa yang menyerap, misal: “
Sepedanya kakaknya Anis di sini belum ada yang menyamai
”. Penyimpangan struktur itu karena di dalam diri penutur terjadi kontak
antara bahasa yang sedang diucapkannya bahasa Indonesia dengan bahasa lain yang dikuasainya mungkin bahasa daerah atau bahasa
asing terjadi penyimpangan itu dapat dikembalikan ke sumbernya, misal: “
pite kakange Anis eneng kene durung ana sing madani
” dalam bahasa Jawa. Disamping interferensi struktural di dalam
tingkat kalimat sintaksis terdapat pula interferensi
unsuriah
yaitu penyerapan unsur-unsur kalimat dari satu bahasa ke dalam bahasa
yang lain. Unsur-unsur serapan itu dapat berwujud kata, kelompok kata frasa atau klausa.
commit to user
4. Interferensi Tata Kata Kosakata Leksikal
Interferensi kosakata termasuk jenis interferensi yang paling tinggi frekuensinya. Interferensi leksikal terjadi apabila satu bahasa
menguasai juga bahasa yang lain, maka tuturanya sering terselip kosakata bahasa lain, misal: “
lestari , lugas, tangguh
bahasa Jawa,
brengsek, jorok Jakarta, stop, start Inggris, bioskop, klakson, kompor, stang Belanda”.
5. Interferensi Tata Makna Semantik
Interferensi semantiks dapat dibedakan menjadi tiga 3 jenis yaitu: 5.1
Interferensi Eksparsif Terjadi karena bahasa repesien menyerap konsep kultural beserta
namanya dari bahasa lain penyerapan makna itu, misalnya konsep “demokrasi, politik, revolusi dsb”, dalam bahasa Indonesia
bahasa-bahasa lain yang bersumber dari bahasa Yunani latin. 5.2
Interferensi Aditif Terjadi karena bentuk baru muncul berdampingan dengan bentuk
lama tetapi dengan tidak mengurangi nilai makna yang agak khusus seperti munculnya kata “ankel” dari kata bahasa Inggris
uncle
disamping kata paman yang terdapat dalam bahasa Melayu Singapura atau kata “om dan tante” dari bahasa Belanda,
disamping kata paman dan bibi yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
commit to user
5.3 Interferensi Replasif
Terjadi interferensi perubahan makna yang disebabkan oleh perubahan nilai makna kata-kata tertentu, misalnya kata bapak dan
ibu dalam bahasa Indonesia masih jelas berasal dari kata tuan nyonya, demikian pula pada kata saya berasal dari bahasa Melayu
lama yaitu
sahaya
yang mengalami perubahan nilai makna Suwito, 1983: 55-59.
2.10 Variasi Bahasa 2.10.1. Dialek