Pencarian Penderita Malaria Pengobatan Penderita Malaria

3 Membunuh jentik-jentik nyamuk dengan menebar ikan pemakan jentik dan membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.

2.9.2 Pencegahan Sekunder

Upaya untuk mencegah orang yang sakit agar sembuh, Menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi. Kegiatan meliputi: pencarian penderita secara aktif melalui skrining dan secara pasif dengan melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan pengobatan yang memenuhi syarat dan memperbaiki status gizi guna membantu proses penyembuhan Budiarto, 2003 dalam Sulistya, 2012.

1. Pencarian Penderita Malaria

Salah satu cara untuk memutuskan penyebaran malaria adalah dengan cara menemukan penderita sedini mungkin yang dilakukan secara aktif Active Case Detection oleh petugas khusus yang mengunjungi rumah secara teratur maupun dilakukan secara pasif passive Case Detection yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan UPK, yaitu Polindes, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintahan yang menunjukkan gejala klinis malaria, kemudian diambil sampel darah untuk pemeriksaan parasitologi dilaboratorium untuk memastikan penderita malaria.

2. Pengobatan Penderita Malaria

Ada beberapa cara pengobatan malaria dan jenis pengobatan terhadap tersangka maupun penderita malaria: a. Pengobatan malaria klinis adalah pengobatan yang diberikan berdasarkan gejala klinis dengan tujuan menyembuhkan gejala klinis malaria. Universitas Sumatera Utara b. Pengobatan Radikal adalah pengobatan yang diberikan kepada penderita malaria dengan pemeriksaan laboratorium positif malaria. Pengobatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya relaps malaria. c. Pengobatan massal MDA Mass Drug Administration adalah pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk 80 penduduk di daerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria. d. Pengobatan kepada penderita demam MFT Mass Fever Treatment adalah dilakukan untuk mencegah KLB dan melanjutkan penanggulangan KLB, yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan MDA sampai penyemprotan selesai. Secara global WHO telah menetapkan pengobatan malaria dengan memakai obat ACT Artemisinin base Combination Therapy. Golongan artemisinin ART telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi Plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh Plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini Depkes R.I, 2008. Golongan obat yang termasuk ACT adalah Artesunat, Artemeter, Artemisin, Dihidroartemisinin, Artheether dan asam artelinik Artesunat, Artemeter , Artemisin, Dihidroartemisinin, Artheether dan Asam artelinik. Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus disertaidibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positif. Apabila malaria klinistidak ada hasil Universitas Sumatera Utara pemeriksaan parasitologik yang tetap maka menggunakan obat non-ACT Depkes R.I, 2008. Golongan obat yang termasuk non-ACT yaitu Klorokuin Difosfatsulfat, Sulfadoksin-pirimetamisin, Kina sulfat, Primakuin. Penggunaan obat-obat non- ACT terhadap malaria dilaporkan telah resisten di seluruh provinsi di Indonesia, namun beberapa daerah masih cukup efektif dengan obat-obat non-ACT seperti klorokuin dan Sulfadoksin pirimetamin kegagalannya masih kurang 25. Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum tersedianya obat golongan artemisinin dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut: Kombinasi klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin SP, kombinasi SP + kina, kombinasi klorokuin + doksisiklintetrasiklin , kombinasi SP + doksisiklintetrasiklin, kombinasi kina + doksisiklintetrasiklin . Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring respon pengobatan sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan meluas. Harijanto, 2009 dan Sudoyo, 2006.

2.9.3 Pencegahan Tersier