BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang pasti akan berpendapat bahwa anak merupakan generasi yang akan meneruskan perjuangan dan cita-cita seluruh bangsa-bangsa di belahan bumi ini.
Merekalah nantinya yang akan menjadi pemimpin baru yang siap untuk menghadapi tantangan baru seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini secara tegas dirumuskan
dalam butir c konsiderans Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi
muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan”. Sebuah keluarga akan terasa tidak lengkap tanpa kehadiran seorang anak yang
sering disebut-sebut sebagai buah hati. Maka ketika seorang anak lahir, kedua orang tuanya akan memberikan segenap perhatian dan kasih sayang pada anak tersebut
karena memang seorang anak berhak dan sangat layak untuk mendapatkan perlakuan khusus sebagai makhluk lemah dan masih sangat bergantung kepada orang tuanya.
Sejak dilahirkan ke dunia ini, setiap orang, termasuk seorang anak memiliki hak-hak yang melekat dalam dirinya sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha
Esa dan hal tersebut secara tegas dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Tahun 1945 UUD 1945. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara.
1
Hak-hak tersebut juga jelas diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB Tentang Hak Anak 20 November 1989 yang telah
secara resmi diratifikasi oleh Indonesia. Hukum memberikan perlindungan secara penuh terhadap hak-hak anak. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai
upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak fundamental rights and freedoms of children serta berbagai kepentingan yang
berhubungan dengan kesejahteraan anak.
2
Uraian di atas secara jelas memaparkan bahwa perlindungan hak anak bukan hanya merupakan tugas pemerintah dan orang
tuanya saja, melainkan juga tugas masyarakat secara umum. Kenyataannya, tidak seluruh anak yang ada di negara ini mendapatkan
perlindungan hak secara penuh, namun banyak anak semakin menjadi sosok yang terancam oleh perlakuan orang-orang dewasa maupun teman sebaya. Jika kita
perhatikan pemberitaan di berbagai media massa, baik media elektronik maupun media cetak, kita akan menemukan bahwa semakin banyak anak-anak yang menjadi
korban kejahatan di seluruh Indonesia, baik secara fisik, psikis, bahkan seksual. Masalah kejahatan terhadap anak ini bukan hanya menjadi masalah bangsa Indonesia
saja, tetapi menjadi masalah hampir seluruh negara-negara di dunia sebagaimana
1
Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
2
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998, selanjutnya disebut Buku I, hlm. 153.
Universitas Sumatera Utara
yang dikemukakan Ibu Negara, Ani Bambang Yudhoyono, ”masalah kekerasan terhadap anak bukan hanya masalah bangsa Indonesia melainkan sudah menjadi
masalah global, dimana perdagangan anak, dan kasus eksploitasi anak di bawah umur yang semakin meningkat akhir-akhir ini yang membuat kita merasa sangat prihatin.
3
” M. Joni Zulchaina Z. Tanamas, 1999 mengemukakan
4
: “pada tatanan hukum, hak-hak yang diberikan kepada anak belum sepenuhnya
bisa ditegakkan. Hak-hak anak sebagaimana dimaksud dalam dokumen hukum mengenai perlindungan hak-hal anak masih belum cukup ampuh bisa
menyingkirkan keadaan yang buruk bagi anak . Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku kehidupan masyarakat masih menyimpan masalah anak.
Bahkan keadaan sperti itu bukan saja melanda Indonesia, namun juga hampir pada seluruh muka jagat bumi ini.”
Tindak pidana terhadap anak terjadi di seluruh kota yang ada di Indonesia. Bentuk tindak pidana tersebut juga berbeda-beda. Mulai dari perbuatan cabul,
penganiayaan, perdagangan anak, eksploitasi seksual anak, bahkan pembunuhan anak. Sebagai contoh adalah apa yang terjadi di Kalimantan Barat, dimana seorang
bujang tua bernama Sumadi alias Kocer alias Pak Itam, akhir April lalu dilaporkan ke petugas kepolisian, karena dituduh telah melakukan tindakan pencabulan terhadap
tiga anak laki-laki yang masih di bawah umur.
5
Hal yang sama juga terjadi di Kota Tasikmalaya, seorang pelajar berusia 16 tahun telah disetubuhi atau menjadi korban
3
LCKI 11 Juli 2006, http:www.lcki.orgindex.php?option=com_contentview=articleid=1023Aseminar-pencegahan-
kejahatan-terhadap-anakcatid=453Aseminar-workshop-diskusiItemid=37lang=id , diaksess 28
Maret 2011
4
M. Joni Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 1
5
Asep Syaifullah, 2009, Indosiar, http:www.indosiar.comragam40835perbuatan-cabul-
bujang-tua , diakses tanggal 13 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
perbuatan cabul.
6
Kejadian serupa juga terjadi di Kota Palembang, dimana seorang ayah telah mencabuli anak tirinya ketika sedang tertidur pulas.
7
Berbeda dengan kasus yang baru-baru ini terjadi di Surabaya, dimana seorang ayah tega menganiaya
yang mengakibatkan kematian Almira, bayinya sendiri yang masih berusia 18 delapan belas bulan dan setelah mengetahui anaknya meninggal dunia, sang ayah
pun melarikan diri.
8
Keadaan ini tentu saja merupakan suatu keadaan yang sangat memprihatinkan. Potensi dan posisi anak sebagai generasi penerus bangsa tampaknya
bukan lagi menjadi alasan untuk memperlakukan anak sebagai seseorang yang harus dilindungi bagi sejumlah orang, tetapi justru anak sebagai makhluk yang rentan dan
belum banyak mengerti tentang segala sesuatu, semakin dimanfaatkan oleh orang lain untuk melakukan tindak pidana terhadap anak. Fakta itu semakin terkuak, dimana
anak yang seharusnya tumbuh berkembang dalam dunianya dan menikmati masa kecilnya yang bahagia dan tanpa beban harus dirampas hak-haknya oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia yang banyak menghadapi persoalan
tindak pidana terhadap anak, hal yang sama juga terjadi di Kota Medan. Terbukti dengan sebuah berita mengenai perbuatan cabul yang dilakukan oleh seorang kakek
6
Kepolisian RI, Polres Ciamis, 10 Maret 2011, http:ppid.polri.go.idindex.php?pages=detailsid=8866iduser=725sat=65
, diakses 13 April 2011
7
Banjarmasin Post, 11 Juli 2010, http:banjarmasin.tribunnews.comindex.phpreadartikel201071149859hubungikami
, diakses tanggal 13 April 2011
8
Kabar Petang TVOne, Minggu17 April 2011, Pukul 18. 47 WIB
Universitas Sumatera Utara
berumur 60 tahun terhadap anak berumur 13 tahun.
9
Parahnya, hal yang sama juga dilakukan oleh seorang ayah tiri terhadap anaknya yang masih berusia 10 tahun.
10
Kejadian yang lebih miris lagi, perbuatan cabul tersebut dilakukan oleh seorang oknum guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil PNS terhadap 6 enam orang
anak di bawah jembatan kanal Brigjen. Katamso
11
, padahal, seorang guru seharusnya memberikan didikan dan teladan bagi para murid agar dapat tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang baik. Kasus-kasus di atas merupakan sebuah potret dimana anak sebagai generasi penerus bangsa yang seharusnya diperlakukan secara khusus agar
tidak mengganggu perkembangan jiwanya dan dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar, harus dirusak jiwa dan mentalnya oleh perbuatan orang yang tidak
bertanggung jawab. Perlakuan khusus terhadap anak juga diberikan oleh hukum, dimana jika suatu tindakan yang dilakukan terhadap orang dewasa tidak
dikualifikasikan sebagai tindak pidana atau pelanggaran hukum, tetapi jika dilakukan terhadap anak akan menjadi tindak pidana.
12
Misalnya, jika seorang laki-laki dewasa membawa lari seorang wanita dewasa atas persetujuan wanita tersebut, maka
perbuatan itu tidaklah dianggap sebagai perbuatan pidana, tetapi jika perbuatan tersebut dilakukan kepada seorang anak yang masih di bawah umur, sekalipun itu
9
Medan Talk, 15 April 2010, http:www.medantalk.comhari-ini-h-bai-diperiksa
, diakses tanggal 28 Maret 2011.
10
Harian Sumut Pos, 07 Januari 2011, http:www.hariansumutpos.comarsip?p=68755
, diakses 28 Maret 2011.
11
Waspada Online, 08 April 2011, http:www.waspada.co.idindex.php?option=com_contentview=articleid=186378:guru-sd-cabul-
diamankancatid=14:medanItemid=27, indeks..., diakses 13 April 2011
12
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, 1997, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 99 Bandingkan dengan Pasal 332 Ayat 1 KUHP
Universitas Sumatera Utara
dikehendaki dan disetujui oleh anak tersebut, maka perbuatan tersebut tetap diancam dengan pidana.
Kasus di atas merupakan sebagian kecil dari kasus-kasus yang terjadi di Kota Medan. Data Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara Resor
Kota Medan Polresta Medan yang dihimpun dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2010 menunjukkan ada 57 laporan kasus tindak pidana terhadap anak, 47 kasus
diantaranya adalah kasus perbuatan cabul terhadap anak, selebihnya penganiayaan, percobaan perkosaan, dan perdagangan anak. Untuk lebih jelasnya dapat kita
perhatikan dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Laporan Tindak Pidana Terhadap Anak Polresta Medan
Tahu n
Jenis Tindak Pidana Jumla
h Kasus
Usia Korban
Jeratan Keterangan
1. Perbuatan Cabul
13 3,2 -
16 293 KUHP
1 cabut BP. 1 P.22
Selebihnya masih dalam
proses. 2.
Penganiayaan 1
17 351 KUHP
proses 2007
3. Melarikan anak
di bawah umur 1
16 332 KUHP
proses
Universitas Sumatera Utara
1. Perbuatan Cabul
22 4 - 16
1 Pasal 290 KUHP,
Selebihnya Pasl 293 KUHP
3 Cabut BP 6 SP3,
3 P.22, Selebihnya
masih dalam proses
2. Penganiayaan
4 11 - 16 170 KUHP jo.
351 KUHP 2 SP 3,
2 dalam proses 3.
Percobaan Perkosaan
1 2
Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002
Cabut BP
4. Kekerasan
Terhadap Anak 1
15 Pasal 80 UU No.
23 Tahun 2002 Cabut BP
2008
5. Perdagangan
Orang 1
15 Pasal 297 KUHP P. 22
2009 1.
Perbuatan Cabul 4
4 - 14 1 Pasal 290
KUHP 3 Pasal 293
KUHP 1 P. 22
Selebihnya dalam proses
2010 1.
Perbuatan Cabul 8
4 - 17 4 Pasal 293
KUHP 6 Pasal 82 UU
1 SP 3 1 Cabut BP
6 Proses
Universitas Sumatera Utara
No. 23 Tahun 2002
2. Melarikan Anak
di Bawah Umur 1
17 Pasal 332 dan
328 KUHP P. 22
Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis tindak pidana terhadap anak yang paling banyak terjadi adalah kejahatan seksual terhadap anak, yakni perbuatan cabul.
Hal ini tentu saja sangat merusak fisik dan psikis anak yang nantinya akan berpengaruh pada masa depan yang harus dibayangi trauma masa lalunya, padahal,
sejumlah peraturan perundang-undangan telah mengatur mengenai perlindungan kejahatan seksual terhadap anak. Sebuah negara yang mencurahkan perhatian
terhadap anak paling mudah dilihat dari perbagai produk peraturan perundang- undangan yang menyangkut perlindungan anak.
13
Perumusan peraturan perundang- undangan tersebut akan dirumuskan dengan rinci, detail dan tidak menimbulkan celah
sedikitpun bagi pelaku untuk lolos dari jeratan hukum tersebut. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Indonesia KUHP juga merumuskan beberapa perlindungan
terhadap anak antara lain: 1.
Menjaga kesopanan anak Pasal 283 KUHP Dalam Pasal ini secara tegas dijelaskan mengenai larangan terhadap
perbuatan yang dapat mengusik kesopanan anak dengan menawarkan,
13
Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Medan: USU Press, 1998, hlm. 1
Universitas Sumatera Utara
memberikan untuk terus menerus ataupun sementara waktu, menyerahkan atau memperilhatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar
kesusilaan, bahkan dikenakan hukuman yang sama bagi seseorang yang membaca isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang
belum dewasa. Pasal ini menegaskan bahwa kesopanan anak harus dijaga dan dipertahankan, sebab anak memiliki sifat seperti tape recorder,
dimana ia bisa merekam apapun yang ia dapatkan, bersifat reseptif yang dengan mudah menerima apa yang ia dengar maupun lihat, dan meniru
atau mengikuti tindakan atau kebiasaan-kebiasaan yang sudah ia terima sebagai suatu kewajaran.
14
2. Larangan bersetubuh dengan orang yang belum dewasa Pasal 287 KUHP
Pasal ini menegaskan larangan dan sanksi bagi pelaku yang bersetubuh dengan anak yang masih di bawah umur.
3. Larangan berbuat cabul dengan anak Pasal 290, 294, dan 295 KUHP
Perbuatan cabul terhadap anak merupakan suatu perbuatan yang sangat merusak psikis dan fisik anak. Dalam pasal-pasal ini ditegaskan larangan
perbuatan cabul terhadap anak, bahkan diancam juga dengan pidana jika seseorang membiarkan terjadinya perbuatan cabul terhadap anak.
4. Larangan menculik anak Pasal 330 KUHP
14
http:id.shvoong.comlifestylefamily-and-relations2033024-sifat-sifat- anakixzz1K2egJkDc
, diakses 20 April 2011
Universitas Sumatera Utara
Kasus penculikan anak banyak sekali yang berujung kepada eksploitasi anak, perbudakan anak, hingga penjualan anak children trafficking.
Terhadap kasus penculikan anak pasal ini menegaskan ancaman hukuman bagi seseorang yang melakukan penculikan anak, namun dalam rumusan
pasal ini terdapat ketidakjelasan kata-kata yang dapat mengakibatkan penafsiran yang salah bahkan membuat masayarakat tidak mengerti.
5. Larangan menyembunyikan orang yang belum dewasa Pasal 331 KUHP
Pasal ini menegaskan larangan dan sanksi bagi orang yang menyembunyikan anak dari pengawasan orang yang berwenang atas anak
tersebut. 6.
Larangan melarikan perempuan belum dewasa Pasal 332 KUHP
15
Pasal ini menegaskan larangan untuk membawa lari seorang wanita di bawah umur, baik dengan persetujuan wanita tersebut, maupun dengan
tipu muslihat, kekerasan atau acnaman kekerasan.
Pasal-pasal di atas menyebutkan beberapa tindakan yang melanggar hak-hak anak, walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri jumlah tindakan perbuatan cabul
terhadap anak yang mendominasi dalam Data Polresta Medan. Hal ini tentu saja menimbulkan keprihatian yang mendalam di hati kita, karena anak sebagai makhluk
yang seharusnya dilindungi harus dirusak kehormatannya yang tentu saja akan memperngaruhi tumbuh kembangnya, padahal, mengenai perbuatan cabul tesebut
15
Darwan Prinst, Op. Cit., hlm. 101-102
Universitas Sumatera Utara
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 290 ayat 2 dan 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia KUHP dirumuskan “diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 2 barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan
belum waktunya untuk dikawin;
3 Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau
bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
Rumusan pasal di atas yang paling banyak digunakan dalam menjerat tindak
pidana perbuatan cabul terhadap anak di Polresta Medan, padahal, telah ada peraturan khusus yang diterbitkan mengenai tindak pidana tersebut yang rumusannya lebih
detail dan lebih jelas, serta dengan ancaman hukuman yang lebih berat, yaitu Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang
berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga
ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah.”
dalam hal ini berlaku asas lex specialis derogat lex generalis, yakni peraturan yang khusus mengesampingkan peraturang yang umum.
16
Dimana, Undang-Undang
16
J.C.T. Simorangkir, et. al., Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
Nomor 23 Tahun 2002 sebagai peraturan yang khusus digunakan sebagai prioritas dalam menindak pelaku kejahatan terhadap anak.
Sebagai sebuah negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia bukan hanya membuat produk perundangan-undangan yang berlaku nasional saja, namun
juga memutuskan untuk meratifikasi Konvensi Hak Anak sebagai bukti keseriusan dalam pencegahan pelanggaran hak-hak anak,. Konvensi Hak Anak juga secara rinci
menegaskan kepada negara-negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak tersebut untuk melindungi anak dari berbagai bentuk kejahatan seksual yang tertuang dalam
Pasal 34 Konvensi Hak Anak : “Negara-negara Pihak berusaha melindungi anak dari semua bentuk
eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. Untuk tujuan-tujuan ini, maka Negara-negara Pihak harus terutama mengambil semua langkah
nasional, bilateral dan multilateral yang tepat, untuk mencegah: 1
Bujukan atau pemaksaan terhadap seorang anak untuk terlibat dalam setiap aktivitas seksual yang melanggar hukum.
2 Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pelacuran, atau
praktek-praktek seksual lainnya yang melanggar hukum. 3
Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pertunjukan dan bahan-bahan pornografis.”
Uraian di atas menunjukkan bahwa betapapun tindak pidana terhadap anak telah dirumuskan dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan, namun pada
kenyataannya sampai saat ini kejahatan terhadap anak masih tetap saja terjadi di berbagai daerah di negeri ini, khsusnya di Kota Medan. Hal inilah menjadi latar
belakang perlunya penelitian lebih lanjut yang akan disajikan dalam bentuk Tesis
yang berjudul PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERBUATAN CABUL
Universitas Sumatera Utara
TERHADAP ANAK DALAM SUDUT KEBIJAKAN HUKUM PIDANA STUDI DI KOTA MEDAN.
B. Permasalahan