pelaku perbuatan cabul terhadap anak. Pada prakteknya, tahun 2007 sampai 2010, pengaduan perbuatan cabul di Polresta Medan lebih banyak dijerat dengan Pasal 290
dan 293 KUHP.
b. Faktor Penegak Hukum
Penegak hukum yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang suatu permasalahan akan sangat mempengaruhi kinerjanya mengatasi sebuah masalah.
Misalnya mengenai peraturan perundang-undangan yang ada, jika penegak hukum tidak mengetahui perundang-undangan di luar KUHP yang sedang berlaku tentang
sebuah tindak pidana, maka akan sulit untuk menjerat pelaku atas perbuatan yang telah dilakukannya, seperti yang terjadi di Polresta Medan, dimana polisi
menganggap bahwa tindak pidana perbuatan cabul hanya terdapat di dalam KUHP saja, sehingga dalam pengaduan masyarakat, pihak kepolisian menyelidiki
berdasarkan unsur-unsur yang ada pada pasal tersebut saja. Bayangkan saja jika Jaksa dan Hakim pun berpendapat sama, maka akan sangat besar peluang pelaku untuk
lolos dari jeratan pasal tersebut. Selain pengetahuan yang luas tentang perundang-undangan, polisi juga harus
memiliki ketegasan, kesigapan dan benar-benar menjalankan misinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. Pada kenyataannya, masyarakat tidak
merasa puas dengan pelayanan kepolisian dalam menangani kasus yang mereka hadapi, terutama tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak. Seperti yang terjadi
akhir-akhir ini dimana masyarakat sangat menyesalkan kinerja unit Perlindungan Perempuan dan Anak Unit PPA Polresta Medan, yang dianggap kurang maksimal
Universitas Sumatera Utara
dalam melayani pengaduan dari masyarakat. Masyarakat menilai para personilnya hanya bisa membentak masyarakat yang membuat laporan dan malas bekerja, hanya
terima pengaduan saja, namun lamban memprosesnya, bahkan sampai kasus sodomi yang dilakukan ayah tiri terhadap anaknya hingga akhirnya anak tersebut menderita
depresi pun belum kunjung diproses.
109
Kekecewaan yang sama juga dialami oleh seorang ibu yang sudah dua minggu melaporkan pemerkosaan terhadap anaknya ke
Unit PPA Polresta Medan, namun belum diproses sama sekali.
110
c. Faktor Sarana atau Fasilitas yang Mendukung Penegakan Hukum
Faktor ini memiliki pengaruh yang cukup berarti. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,
organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup
111
. Penegakan hukum tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam
operasionalnya, namun anggaran pemerintah bagi aparat penegakan hukum sangat minim sehingga sulit dalam menegakkan hukum. Selain itu menangani laporan
perbuatan cabul, aparat penegak hukum sering terkendala dalam melakukan visum, dimana visum harus dilakukan di rumah sakit sehingga besar kemungkinan dokter
109
DONMBB, edisi Senin 13 Juni 2011.
http:www.starberita.comindex.php?option=com_contentview=articleid= 29392:pelayanan-unit-ppa-polresta-medan-disesalkan-wargacatid=103:hukum-a-
kriminalItemid=410
, di akses tanggal 1 Juli 2011.
110
Johan, http:www.posmetro-medan.comindex.php?open=viewnewsid=16709
, diakses tanggal 1 Juli 2011.
111
Ibid. hlm. 37
Universitas Sumatera Utara
ahli yang menangani visum diintervensi oleh pihak tersangka untuk memberikan keterangan yang tidak sesungguhnya kepada kepolisian sehingga menyulitkan
kepolisian dalam melakukan penyelidikan, sehingga dibutuhkan dokter khusus kepolisian yang menangani khusus masalah visum terhadap korban perbuatan cabul
agar hasil yang diperoleh lebih asli dan maksimal.
112
Selain itu, lembaga pemasarakat juga perlu dimaksimalkan karena sering terjadi over capacity di
lembaga pemyasarakatan Polresta Medan, dalam hal ini dibutuhkan sarana untuk memisahkan para narapidana berdasarkan tindak pidana yang dilakukannya agar
tidak menimbulkan kriminogen baru. Artinya, para pelaku perbuatan cabul terhadap anak seharusnya disatukan dalam satu sel agar tidak berbaur dengan narapidana
lain yang memungkinkan untuk saling bertukar pengalaman dalam melakukan kejahatan.
d. Faktor masyarakat