Perumusan Masalah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiyaaan Syariah untuk UMKM Agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor

15 Koperasi Syariah Kopsyah, Baitul Maal Wat Tamwil BMT, dan Baitul Tamwil Muhammadiyah BTM 2 . Sebagai lembaga intermediasi keuangan, BMT seperti halnya lembaga perbankan yang lain dalam menyalurkan dananya akan menghadapi resiko pembiayaan. Berdasarkan penelitan, 80 persen resiko pembiayaan yang terkait aset portofolio bank-bank Islam dunia disebabkan oleh kegagalan debitur membayar pembiayaan Khan dalam Iqbal, 2006. Untuk itulah BMT dituntut memiliki kinerja memadai khususnya dalam menangani resiko pembiayaan.

1.2. Perumusan Masalah

BMT sebagai salah satu LKMS di tingkat mikro masih memiliki keterbatasan modal dan keahlian operasional khususnya dalam menyalurkan pembiayaan pada nasabah. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor 2008 menyatakan pada tahun 2004 terdapat sekitar 18 BMT di kota Bogor dimana 13 diantaranya telah berbadan hukum koperasi, namun pada tahun 2007 hanya sekitar delapan KBMT Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil yang masih berjalan sedangkan yang lainnya mengalami kebangkrutan dan akhirnya ditutup. Penutupan sejumlah KBMT tersebut umumnya disebabkan oleh banyaknya kemacetan atas pembiayaan yang telah disalurkan sehingga mengganggu profitabilitas dan liquiditas lembaga keuangan tersebut. Salah satu LKMS di kota Bogor yang masih berjalan dengan baik adalah Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Wihdatul Ummah KBMT WU. KBMT WU dalam kegiatan penyaluran pembiayaan dropping pada beberapa tahun terakhir telah mampu menyalurkan dana kepada para nasabah dengan besaran di atas tiga miliar hingga tujuh miliar. Sebagai lembaga keuangan yang berada di wilayah perkotaan, sektor agribisnis yang turut dibiayai oleh KBMT WU adalah agribisnis off farm atau agribisnis di luar sistem budidaya on farm. Penyaluran pembiayaan KBMT WU pada tahun 2007 sebesar Rp 6.051.380.000,00 dengan persentase pembiayaan untuk perdagangan sebesar 18 persen, jasa 74 persen, produksi atau pengolahan empat persen dan sisanya di luar sektor-sektor tersebut sebesar empat persen Gambar 1. 2 Drs. Bambang Ismawan, MS http:www.ekonomirakyat.orgedisi_1artikel_7.htm , tanggal 10 Oktober 2008 16 Tahun 96 90 88 93 97 4 10 12 7 3 20 40 60 80 100 120 2004 2005 2006 2007 2008 T in g k a t P en g em b a li a n Lancar Tidak lancar Gambar 1. Jumlah Penyaluran Pembiayaan Dropping pada KBMT WU Tahun 2004-2008 Sumber: KBMT WU, 2009 Dalam menilai keberhasilan sebuah lembaga keuangan, salah satu aspek yang harus dilihat adalah kemampuan dalam mengatasi resiko pembiayaan, oleh karena itu nilai pembiayaan yang cukup besar pada KBMT WU tersebut harus diikuti oleh nilai NPF Non Performing Financing yang kecil. NPF merupakan nilai pembiayaan yang tidak tertagih tidak lancar, semakin baik tingkat pengembalian pembiayaan maka semakin kecil nilai NPF. Pada akhir tahun 2007 KBMT WU mendapat predikat sebagai koperasi cukup sehat dari Disperindagkop Kota Bogor dengan persentase NPF sebesar tujuh persen dimana lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 12 persen, bahkan pada tahun 2008 nilai NPF mencapai nilai terbaik dalam lima tahun terakhir yaitu sebesar tiga persen Gambar 2. Hal ini menunjukkan bahwa KBMT WU semakin berhasil dalam mengatasi resiko pengembalian pembiayaan yang tidak lancar tunggakan. Gambar 2. Keragaan Tingkat Pengembalian Pembiayaan pada KBMT WU Tahun 2004-2008 Sumber: KBMT WU, 2009 Tahun 3.422.312 5.769.080 3.364.888 6.051.380 7.921.707 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000 2004 2005 2006 2007 2008 N il a i K re d it r ib u r u p ia h Dropping 17 Pada umumnya penyaluran pembiayaan yang semakin tinggi akan memberikan peluang resiko pembiayaan yang semakin tinggi pula, namun jika membandingkan antara Gambar 1 dengan Gambar 2 terlihat bahwa tidak selamanya hal tersebut terjadi. Dropping penyaluran pembiayaan KBMT WU pada tahun 2007 hingga 2008 yang terus mengalami peningkatan dari tahun sebelumnnya justru menunjukkan tingkat penunggakan yang semakin menurun. Hal ini menarik untuk diteliti mengingat fenomena tersebut berbeda pada kondisi umumnya. KBMT WU tentunya perlu mempertahankan kondisi ini dan meningkatkan prestasinya untuk terus menekan tingkat tunggakan hingga pada nilai terendah. Oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut diperlukan kebijakan yang memperhatikan kebutuhan dengan metode yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1 Bagaimana pengelolaan KBMT WU dalam mendukung keberhasilan penyaluran pembiayaan? 2 Bagaimana perbandingan karakteristik debitur UMKM agribisnis berdasarkan tingkat pengembalian pembiayaan pada KBMT WU? 3 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan bagi UMKM agribisnis pada KBMT WU?

1.3 Tujuan Penelitian