Latar Belakang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiyaaan Syariah untuk UMKM Agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor

12 I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM merupakan skala perekonomian yang terbukti mampu bertahan dalam berbagai gejolak perekonomian. Saat terjadi krisis ekonomi pada kurun waktu 1997-2000 tercatat bahwa penyerapan tenaga kerja oleh UMKM meningkat rata-rata 2,99 persen per tahun, di sisi lain usaha skala besar harus mengurangi pekerjanya. Pada saat yang sama, Indonesia mengalami depresiasi rupiah namun nilai ekspor UMKM untuk produk pertanian dan produk industri pengolahan justru meningkat rata-rata 96,78 persen dan 68,51 persen per tahun Widyastuti, 2002. Tabel 1. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja dan Nilai PDB Usaha Kecil, Menengah dan Besar Per Sektor Ekonomi Tahun 2007 Skala Usaha Kecil Menengah Besar No Sektor Ekonomi Tenaga Kerja orang PDB Tenaga Kerja orang PDB Tenaga Kerja orang PDB 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan Perikanan 37.965.878 87,25 805.531 8,64 43.126 4,11 2 Pertambangan dan Penggalian 559.811 8,20 29.972 3,25 71.443 88,55 3 Industri Pengolahan 7.517.088 13,07 1.827.073 11,90 2.636.841 75,03 4 Listrik, Gas dan Air 78.205 0,54 38.970 7,74 53.202 91,72 5 Bangunan 627.595 44,28 89.897 21,77 24.882 33,95 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 21.401.446 75,47 784.589 20,79 166.749 3,75 7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.355.709 29,92 150.065 24,21 79.097 45,88 8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 531.427 17,03 246.978 46,89 171.532 36,09 9 Jasa-jasa 8.896.225 39,70 510.034 7,93 141.590 52,38 Total 80.933.384 35,05 4.483.109 17,01 3.388.462 47,94 Sumber: Kementrian Negara Koperasi dan UMKM, 2008 UMKM saat ini pun masih patut diperhitungkan, berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa pada tahun 2007 sektor ini berkontribusi terhadap PDB Produk Domestik Bruto sebesar 52 persen dari total PDB Indonesia, dan berhasil menyerap 85,4 juta tenaga kerja atau 96,18 persen dari jumlah tenaga kerja di 13 Indonesia. Sementara itu skala usaha besar hanya mampu menyerap 3,3 juta tenaga kerja atau hanya 3,82 persen. Hal ini berarti UMKM berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja sehingga berpeluang menekan tingkat kemiskinan di Indonesia. Selain itu juga diketahui bahwa antara skala usaha kecil maupun skala usaha menengah memiliki tiga sektor yang sama dalam mendominasi penyerapan tenaga kerja. Pertama yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan kemudian sektor kedua yaitu industri pengolahan dan yang ketiga yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. Menurut Gumbira 2004, sektor agribisnis terdiri atas subsektor pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Sistem agribisnis merupakan rangkaian dari subsistem hulu meliputi kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana poduksi, subsistem usahatani on farm meliputi kegiatan produksi, dan subsistem hilir off farm meliputi pengolahan agroindustri dan pemasaran perdagangan. Jika melihat pada definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ketiga sektor yang mendominasi UMKM merupakan bagian dari sistem agribisnis. Eksistensi UMKM yang telah teruji oleh gejolak ekonomi yang pernah melanda negara ini membuat pihak perbankan berlomba-lomba melakukan ekspansi pembiayaan pada UMKM. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada tahun 2008 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, total kredit yang telah disalurkan oleh perbankan meningkat 28 persen menjadi Rp 122.872,1 miliar. Kelompok sektor pertanian dan sektor industri pengolahan mengalami peningkatan dimana masing-masing meningkat sebesar Rp 1.197,4 miliar dan Rp 6.796,9 miliar sedangkan kelompok sektor perdagangan menurun sebesar Rp 9.588,3 miliar. Meskipun total penyaluran pembiayaan bagi UMKM terus mengalami peningkatan namun kondisi ini kenyataannya belum dirasakan secara merata oleh UMKM di Indonesia. Hal ini karena tidak didukung oleh adanya perbaikan kinerja penyaluran kredit, akibatnya UMKM masih menghadapai masalah keterbatasan modal. UMKM masih kesulitan dalam mengakses sumber permodalan usaha pada lembaga perbankan unbankable, umumnya terkait dengan rendahnya kemampuan mengembalikan pinjaman sehingga perbankan harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan. 14 Tabel 2. Jumlah Penyaluran Kredit oleh Perbankan untuk UMKM Per Sektor Ekonomi Tahun 2006 - 2008 Jumlah Kredit Miliar Rp Sektor Perekonomian 2006 2007 2008 Pertanian, Peternakan, Kehutanan Perikanan 1.453,2 2.478,5 3.675,9 Pertambangan 340,2 216,9 283,8 Industri Pengolahan 4.205,2 1.221,6 8.018,5 Listrik, Gas dan Air 1.238,2 -1.196,7 1 483,4 Konstruksi 2.416,7 3.127,9 5.462,4 Perdagangan, restoran dan hotel 20.467,1 28.320,2 18.731,9 Pengangkutan dan komunikasi 124,9 595,2 1.431,4 Jasa Dunia Usaha 3.143,9 7.345,3 10.579,6 Jasa Sosial 728,9 649,9 1.013,5 Lain-lain 23.899,4 53.419,4 73.191,8 Toatal Kredit 58.017,6 96.178,2 122.872,1 Sumber: Bank Indonesia, 2009 Kota Bogor jika dilihat dari aspek pasarnya berada pada lokasi yang strategis, yaitu selain berdekatan dengan Ibukota Jakarta juga berdekatan dengan Kawan Bodetabek Kawasan Andalan Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang merupakan kawasan unggulan sektor industri dan manufaktur berorientasi ekspor dan ramah lingkungan, Kawan Bopuncur Kawasan Andalan Bogor, Puncak dan Cianjur yang merupakan kawasan unggulan sektor agribisnis dan agrowisata, serta Kawan Sukabumi dan sekitarnya yang merupakan kawasan unggulan sektor wisata, agbibisnis dan kelautan. Melihat potensi agribisnis Kota Bogor maka keterbatasan modal yang menjadi permasalahan umum pada UMKM harus segera dihindari. UMKM agribisnis mulai dari hulu hingga hilir harus didukung oleh lembaga keuangan dengan prosedur pembiayaan yang tidak sulit. Salah satu lembaga keuangan yang dapat dijadikan alternatif adalah Baitul Maal wat Tamwil BMT karena segmen pembiayaannya hanya difokuskan untuk UMKM. Menurut kategori Bank Indonesia, BMT termasuk dalam Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS yang berwujud non bank. LKMS yang berwujud bank diantaranya Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS, sedangkan yang berwujud non bank diantaranya Koperasi Pondok Pesantren Koppontren, 1 Tanda negatif berarti jumlah akumulasi angsuran kredit pada periode tersebut lebih besar daripada akumulasi pelimpahan kredit. 15 Koperasi Syariah Kopsyah, Baitul Maal Wat Tamwil BMT, dan Baitul Tamwil Muhammadiyah BTM 2 . Sebagai lembaga intermediasi keuangan, BMT seperti halnya lembaga perbankan yang lain dalam menyalurkan dananya akan menghadapi resiko pembiayaan. Berdasarkan penelitan, 80 persen resiko pembiayaan yang terkait aset portofolio bank-bank Islam dunia disebabkan oleh kegagalan debitur membayar pembiayaan Khan dalam Iqbal, 2006. Untuk itulah BMT dituntut memiliki kinerja memadai khususnya dalam menangani resiko pembiayaan.

1.2. Perumusan Masalah