Flora dan fauna adalah burung kacamata biasa Zosterops palpebrosus, gagak, kutilang Pycnonotus aurigaster dan cinenen pisang Orthotomus
sutorius. Sedangkan untuk jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di area Buper Palutungan diantaranya pinus Pinus merkusii, jabon, mahoni Swietenia
macrophylla, manglid, rotan, matoa Pometia pinnata, tepus, kaliandra Calliandra haematocepala, ki hujan, gintung, kuray Trema orientale, pucuk
merah Syzygium oleina dan krey payung Fellicium decipiens. Selain itu, terdapat perkebunan sayur masyarakat sekitar di dekat bumi perkemahan yang
terdiri dari beberapa macam sayuran seperti wortel dan daun bawang. Sebagian besar perkebunan tersebut berada di tanah milik TNGC yang menjadi area
garapan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
5.3 Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam di TNGC Wilayah
SPTN I Kuningan
Kriteria penilaian obyek daya tarik wisata dilakukan dengan menggunakan ADO-ODTWA Dirjen PHKA Tahun 2003 yaitu sebuah instrumen untuk
menetapkan prioritas pengembangan suatu obyek wisata alam. Kriteria yang dinilai yaitu daya tarik, aksesibilitas dan kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitar obyek wisata.
5.3.1 Kriteria penilaian A.
Daya Tarik
Penilaian kriteria daya tarik terdiri dari 6 unsur penilaian yaitu keunikan sumberdaya alam, banyaknya sumberdaya alam yang menonjol, kegiatan wisata
alam yang dapat dan berpotensi untuk dilakukan, kebersihan lokasi, keamanan terhadap kawasan, serta kenyamanan. Setiap unsur penilaian mempunyai nilai
yang berbeda sesuai dengan banyaknya sub unsur penilaian yang terdapat pada lokasi wisata tersebut. Bobot penilaian kriteria daya tarik yaitu enam. Hal ini
dikarenakan daya tarik obyek wisata merupakan alasan utama seseorang datang berkunjung. Berdasarkan hasil penilaian dari ketujuh lokasi obyek wisata berada
pada kisaran nilai 690-900 ini menunjukan bahwa ketujuh lokasi obyek wisata memiliki potensi daya tarik yang berbeda. Nilai tertinggi penilaian daya tarik
yaitu Lembah Cilengkrang dengan nilai 900, nilai tersebut menunjukan obyek
wisata ini memiliki keunggulan unsur penilaian yang lebih banyak daripada lokasi wisata yang lainnya seperti yang disajikan pada Tabel 6. Salah satu contoh unsur
penilaian keunikan sumberdaya alam yang tertinggi nilai 20 menunjukan bahwa pada lokasi wisata ini terdapat 3 sub unsur penilaian yaitu air terjun Curug Sabuk
dan Sawer, fauna Elang jawa dan sumber air panas Lampiran 6. Tabel 6 Hasil penilaian ODTW di TNGC wilayah SPTN I Kuningan
No. Unsur penilaian
1 2
3 4
5 6
7
1. Keunikan sumberdaya alam
15 15
15 15
15 20
15 2.
Banyaknya sumberdaya alam yang menonjol
15 15
15 10
10 20
15 3.
Kegiatan wisata alam yang dapat dan berpotensi dilakukan
25 20
20 20
25 25
25 4.
Kebersihan lokasi 25
25 25
25 25
25 25
5. Keamanan terhadap kawasan
25 25
30 25
20 30
20 6.
Kenyamanan 25
25 20
25 20
30 25
Nilai jumlah x bobot 6 780
750 750
720 690
900 750
Keterangan : 1
Telagaremis 2
Paniis 3
Buper Cibeureum 4
Buper Cibunar 5
Buper Balongdalem 6
Lembah Cilengkrang 7
Buper Palutungan
B. Aksesibilitas
Kemudahan aksesibilitas suatu obyek wisata dapat terlihat dari kondisi jalan, jarak dan waktu tempuh, serta adanya fasilitas transportasi menuju lokasi
tersebut. Penilaian kriteria aksesibilitas digunakan tiga unsur penilaian yaitu kondisi jalan, waktu dan jarak tempuh dari pusat kota. Bobot penilaian kriteria ini
yaitu lima, hal ini dikarenakan kemudahan aksesibilitas merupakan salah satu faktor pendorong pengunjung untuk berwisata pada suatu lokasi obyek wisata.
Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 7 kriteria aksesibilitas obyek wisata alam memiliki nilai 375-425 dalam klasifikasi penilaian selang tersebut berada
pada kategori baik yaitu aksesibilitas menuju lokasi sudah dalam kategori mudah. Nilai tertinggi penilaian yaitu 425 pada Buper Palutungan dan Buper
Balongdalem, ini menunjukan bahwa kemudahan aksesibilitas menuju lokasi ini paling tinggi daripada obyek wisata lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh jarak
tempuh yang dekat dengan pusat kota dan kemudahan menuju lokasi obyek wisata letaknya dekat dengan jalan utama kabupaten. Namun pada umumnya kondisi
jalan menuju obyek wisata masih membutuhkan penataan dan perbaikan khususnya sampai menuju gerbang lokasi obyek, serta penambahan sarana
transportasi umum untuk mempermudah pengunjung yang menggunakan sarana transportasi umum, sebagian besar lokasi obyek wisata hanya dapat ditempuh
dengan transportasi umum berupa ojek. Tabel 7 Hasil penilaian kriteria aksesibilitas menuju obyek wisata di TNGC
wilayah SPTN I Kuningan
No. Obyek wisata alam
Unsur penilaian Nilai
jumlah x bobot 5
Kondisi jalan
Waktu tempuh dari pusat kota
Jarak tempuh dari pusat kota
1. Telagaremis
30 30
15
375
2. Paniis
30 30
15 375
3. Buper Cibeureum
30 30
15
375
4. Buper Cibunar
30 30
20 400
5. Buper Balongdalem
30 30
25
400
6. Lembah Cilengkrang
30 25
20 375
7. Buper Palutungan
30 30
25
425
1. Telagaremis
Akses menuju lokasi ini memiliki kondisi jalan yang sudah diaspal hingga pintu gerbang loket karcis mempermudah pengunjung yang membawa
kendaraan pribadi untuk datang berwisata. Akan tetapi bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan umum harus sedikit bersabar karena tidak
ada sarana transportasi umum langsung menuju lokasi wisata, pengunjung dapat menggunakan jasa angkutan melalui Kecamatan Mandirancan
Kuningan kemudian menggunakan jasa ojek. Waktu tempuh dari pusat kota Kabupaten Kuningan menggunakan kendaraan umum 1-2 jam perjalanan
dengan jarak tempuh ± 37 km. 2.
Paniis Lokasi wisata ini berada di pinggir jalan utama yang menghubungkan desa-
desa di Kecamatan Pasawahan. Kondisi jalan sudah beraspal, namun tidak banyak kendaraan umum yang lewat. Untuk mencapai lokasi ini dapat di
tempuh dari jalan utama Kabupaten Kuningan melalui Kecamatan Mandirancan menggunakan angkutan umum kemudian melanjutkan dengan
jasa ojek. Jarak dari pusat kota Kuningan ± 30 km dengan waktu tempuh ± 1 jam. Selain itu dapat pula diakses dari Telagaremis menggunakan jasa ojek
melalui jalan desa jarang dilalui oleh mobil karena berbatu dan sempit melewati hutan.
3. Buper Cibeureum
Obyek wisata ini berada di sebelah kantor Seksi I TNGC wilayah Kuningan atau berjarak ± 500 meter dari balai Desa Cibeureum atau ± 20 km dari
pusat kota Kabupaten Kuningan, dengan waktu tempuh ± 1-2 jam. Kondisi jalan menuju lokasi obyek wisata ini sudah beraspal dengan lebar jalan lebih
dari 5 meter dan letak buper berada di samping jalan raya. Sarana transportasi menuju lokasi wisata berupa angkutan kota menuju Desa
Cibeureum dari Terminal Cilimus Kabupaten Kuningan, tetapi angkutan ini jumlahnya masih terbatas dan hanya beroperasi sampai siang hari atau
sampai waktu pulang sekolah. Selain itu, obyek wisata ini dapat juga diakses menggunakan angkutan kota yang melalui obyek wisata Linggarjati
sekitar ± 3 km dari lokasi Buper Cibeureum sampai Desa Linggajati kemudian dilanjutkan dengan jasa ojek.
4. Buper Cibunar
Lokasi buper ini berada ± 1 km dari obyek wisata sejarah Gedung Perundingan Linggarjati. Pengunjung yang membawa kendaraan bermotor
hanya bisa sampai loket karcis yang berjarak ± 500 meter dari Buper, hal ini dikarenakan kondisi jalan yang berbatu dan menanjak. Sarana transportasi
menuju obyek wisata ini dapat menggunakan kendaraan angkutan kota dari jalan utama Kabupaten Kuningan sampai gedung perundingan sekitar ± 700
meter dari loket karcis Buper kemudian pengunjung bisa menggunakan jasa ojek. Kondisi jalan baik sudah beraspal dengan lebar jalan 5 meter.
5. Buper Balongdalem
Akses menuju lokasi ini mudah dijangkau karena jaraknya hanya 1 km dari jalan raya utama Kabupaten Kuningan dengan di tempuh sekitar ± 10 menit
menggunakan jasa ojek. Kondisi jalan sudah beraspal dengan lebar jalan 5 meter. Terdapat kendaraan umum yang melalui obyek wisata, namun hanya
waktu-waktu tertentu. Pengunjung yang menggunakan kendaraan umum jika berjumlah banyak maka biasanya supir kendaraan umum tersebut
mengantarkan sampai tujuan.
6. Lembah Cilengkrang
Lokasi wisata ini dapat diakses mengunakan kendaraan bermotor karena kondisi jalan yang baik dan beraspal. Jarak tempuh dari pusat kota
Kuningan sekitar ±14 km dengan waktu tempuh ± 1 jam ke sebelah utara Kuningan sampai Desa Pajambon. Pengunjung hanya dapat menggunakan
kendaraan sampai tempat parkir yang berada ± 2 km dari loket, kemudian menempuh jalan berbatu dan menanjak selama ± 1 jam perjalanan. Fasilitas
transportasi umum yang dapat digunakan yaitu ojek dari jalan utama Kuningan sekitar ± 5,6 km menuju Desa Pajambon. Namun penelitian
berlangsung pihak pemerintah sedang melakukan pembangunan jalan beraspal dan dapat dilalui oleh kendaraan roda empat sampai gerbang situs
Situs Arya Kemuning. Berdasarkan rencana pembangunan yang sedang berlangsung, tempat parkir kendaraan menuju lokasi obyek wisata Lembah
Cilengkrang akan dibangun di tanah desa sebelum gerbang Situs Arya Kemuning sehingga pengunjung hanya perlu menelusuri jalan setapak.
7. Buper Palutungan
Pengunjung dapat menggunakan kendaraan bermotor menuju lokasi obyek wisata ini, jalan menuju lokasi sudah beraspal. Jarak tempuh dari kota Kab.
Kuningan sekitar ± 10 km dengan waktu tempuh ± 45 menit. Buper Palutungan berada di kaki Gunung Ciremai, sehingga jalan menuju lokasi
cukup menanjak. Pengujung dapat menggunakan kendaraan umum sampai Desa Cisantana kemudian melajutkan perjalanan menuju dusun Palutungan
menggunakan jasa ojek. Kondisi jalan di dalam kawasan obyek wisata pada umumnya belum tertata
rapi. Kondisi jalannya cukup beragam mulai dari beraspal yang sudah rusak karena bekas jalan angkut perhutani, berbatu dan jalan tanah setapak. Penataan
dan perbaikan jalan di dalam kawasan obyek wisata masih perlu dilakukan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pada pengunjung dengan memperhatikan
kesan alami dan status kawasan yaitu taman nasional. Fasilitas transportasi umum menuju lokasi obyek wisata masih
membutuhkan peningkatan jumlah dan penambahan trayek, hal ini menyebabkan pada beberapa lokasi obyek wisata tidak ada angkutan umum menuju lokasi.
Hampir semua obyek wisata dapat ditempuh dengan menggunakan jasa ojek, kalupun ada jumlah dan waktu opersionalnya pun masih terbatas. Sehingga
pengunjung yang menggunakan sarana angkutan umum akan sedikit kesulitan.
C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar memberikan pengaruh pada keberadaan dan pengembangan obyek wisata. Pengaruh tersebut berupa interaksi
antara masyarakat dengan kegiatan wisata yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi obyek wisata maupun masyarakat. Penilaian kriteria kondisi
sosial ekonomi masyarakat sekitar dalam pengembangan obyek wisata diberikan bobot nilai lima. Besarnya bobot tersebut karena masyarakat sekitar merupakan
salah satu faktor pendukung dalam pengembangan dan keberadaan obyek wisata, masyarakat dapat mempengaruhi persepsi pengunjung terhadap obyek. Selain itu,
kenyaman pengunjung juga dipengaruhi oleh sikap masyarakat sekitar dengan keramahan perilaku maupun tutur kata mereka.
Unsur penilaian yang digunakan dalam kriteria ini yaitu tingkat pengangguran, mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan dan tanggapan
secara umum mengenai pengembangan obyek wisata alam yang ada di daerah mereka. Perbedaan unsur penilaian tersebut memberikan intensitas interaksi yang
berbeda pada setiap obyek wisata yang ada, sehingga besarnya nilai yang diberikan sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya.
Misalnya tingginya tingkat penganguran masyarakat menyebabkan semakin besarnya interaksi antara mereka dengan obyek wisata maupun pengunjung yang
datang. Besarnya tingkat pengangguran dinilai memberikan dampak baik bagi rencana pengembangan obyek wisata, karena akan semakin banyak tenaga kerja
yang terlibat langsung dalam pengelolaan obyek wisata, semakin besar pula dukungan terhadap pengembangan kegiatan wisata di daerah mereka. Nilai
tertinggi yang diberikan 25 pada masyarakat yang 10-15 usia produktifnya pengangguran, data tersebut diperoleh dari data sekunder. Selain itu, tingkat
pendidikan masyarakat juga ikut mempengaruhi pemahaman dan perilaku mereka terhadap pengunjung dan arah pengembangan obyek wisata alam, besarnya nilai
yang diberikan 30, karena tingkat pendidikan masyarakat sekitar obyek wisata
mayoritas lulusan SLTA. Mata pencaharian masyarakat sekitar yaitu petani 20 dan buruh tani 15.
Berdasarkan hasil penilaian kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi wisata seperti pada Tabel 8 nilai total penilaian berada pada kisaran nilai
400-500. Nilai tersebut pada Tabel 4 klasifikasi penilaian termasuk pada kategori buruk 300-400 yaitu Buper Cibeureum, berdasarkan hasil wawancara
masyarakat pada lokasi wisata ini masih kurang peduli akan keberadaan obyek wisata Buper karena dirasakan keberadaannya kurang memberikan keuntungan.
Lima lokasi wisata lainnya yaitu Telagaremis, Paniis, Buper Cibunar, Buper Balongdalam dan Buper Palutungan termasuk pada kategori sedang 401-500,
keterlibatan masyarakat terhadap adanya kegiatan wisata di sekitar mereka dirasakan memberi keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung dan
mereka dapat pula ikut serta membantu dalam pengelolaan obyek wisata tersebut. Berbeda dengan lokasi wisata Lembah Cilengkrang yang memiliki nilai tertinggi
yaitu 525 sehingga termasuk kategori baik 501-600. Hal ini dikarenakan pada lokasi wisata Lembah Cilengkrang masyarakat yang termasuk kompepar
Pajambon aktif mengelola obyek wisata. Sedangkan masyarakat Cibeureum belum terfokus dalam pengelolaan buper yang ada dikarenakan kurangnya
aktivitas wisata di lokasi ini. Tabel 8 Hasil penilaian kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata
alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan
No. Unsur penilaian
1 2
3 4
5 6
7
1. Tingkat pengangguran
25 25
15 25
20 25
30 2.
Mata pencaharian penduduk 20
15 20
15 20
20 20
3. Tingkat pendidikan
30 30
30 30
30 30
30 4.
Tanggapan masyarakat
terhadap obyek wisata 25
20 15
20 15
30 20
Nilai jumlah x bobot 5 500
450 400
450 425
525 500
Keterangan : 1
Telagaremis 2
Paniis 3
Buper Cibeureum 4
Buper Cibunar 5
Buper Balongdalem 6
Lembah Cilengkrang 7
Buper Palutungan
Tanggapan masyarakat mengenai keberadaan obyek wisata alam di sekitar mereka dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yang didasarkan pada besarnya
dampak yang dirasakan dari adanya kegiatan wisata di daerah mereka. Pertama yaitu kelompok masyarakat yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan wisata, mereka
tidak mempermasalahkan ada atau tidaknya pengembangan obyek wisata lebih
60 lanjut. Hal ini dikarenakan mereka tidak merasakan manfaat ataupun kerugian dari
adanya kegiatan wisata tersebut. Kelompok masyarakat kedua yaitu masyarakat yang tidak merasa dirugikan
dengan adanya kegiatan wisata di obyek wisata alam sekitar mereka. Alasan mereka antara lain banyaknya perilaku pengunjung yang memberikan dampak
negatif pada penduduk sekitar seperti adanya pergaulan bebas, perkelahian dan mengkonsumsi minuman keras, serta sampah dari kegiatan wisata. Adanya
perilaku pengunjung yang seperti itu membuat jelek nama baik daerah mereka. Selain itu, terdapat pula masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan wisata yang
merasa dirugikan dengan bentuk pengelolaan saat ini. Kerugian tersebut diakibatkan kurangnya pemasukan bagi mereka yang dahulunya dapat disebut
sebagai pengelola obyek wisata secara tidak resmi. Ketiga adalah kelompok masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan obyek
wisata, mereka merasakan manfaat dalam bentuk peningkatan perekonomian dengan terbukanya lapangan pekerjaan, seperti pedagang menyediakan
kebutuhan makanan dan minuman, penyedia jasa transportasi menyediakan angkutan umum, dan ojek, penyedia jasa penginapan, dan pelayan pegawai di
tempat wisata seperti parkir, kebersihan dan kompepar. Selain itu adanya kegiatan wisata alam membuat daerah mereka lebih terkenal, ramai dan dapat
mengenal orang dari daerah luar. Sehingga masyarakat yang mempunyai keterampilan khusus seperti makanan khas daerah dan membuat kerajinan tangan
dari bambu atau dari kayu seperti pada Gambar 36 dapat menjualnya ke pengunjung. Manfaat lain yang dirasakan oleh masyarakat sekitar yaitu adanya
perbaikan jalan dan penambahan fasilitas transportasi karena banyaknya pengunjung yang datang juga secara tidak langsung memberikan manfaat bagi
mereka. Pada beberapa lokasi obyek wisata pengunjung dapat menggunakan jasa penduduk sekitar sebagai pemandu wisata yang bayarannya disesuikan dengan
kesepakatan antara pengunjung dan pemandu, tetapi bentuk kerjasama seperti ini sangat jarang terjadi.
61 Gambar 36 Hasil kerajinan tangan masyarakat.
Kebudayaan masyarakat sekitar obyek wisata juga dapat menjadi salah satu obyek daya tarik wisata yang menarik untuk diikuti. Kebudayaan pada setiap
lokasi obyek wisata mempunyai keunikan tersendiri, namun kebudayaan tersebut belum menjadi bagian dari sebuah atraksi wisata di obyek wisata tersebut.
Kebudayan yang ada diantaranya upacara adat, musik tradisional dan tari-tarian. Saat ini kebudayaan tersebut sudah mengalami penurunan tergeserkan oleh
kebudayaan asing. Beberapa jenis kebudayaan tersebut diantaranya babarit, sedekah sabumi, sagolongan hiji dan kawin cai. Upacara adat seperti sedekah
bumi biasanya dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mengucapkan rasa syukur atas nikmat yang mereka peroleh dari hasil bumi panen, waktu
pelaksanaan sedekah bumi tidak pasti karena upacara ini bentuknya hanya sukarela masyarakat saja.
5.3.2 Rekapitulasi Penilaian