BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengelolaan Obyek Wisata di Taman Nasional Gunung Ciremai
Wilayah SPTN I Kuningan
Taman Nasional Gunung Ciremai TNGC merupakan taman nasional dengan gunung tertinggi di Jawa Barat. TNGC juga memiliki obyek-obyek wisata
alam yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan pariwisatanya. Namun lokasi obyek wisata tersebut sebagian besar berada di luar hamparan kawasan
TNGC khususnya yang termasuk pada wilayah SPTN I Kuningan seperti yang terlihat pada Gambar 4. Keberadaan obyek wisata tersebut memberikan
ketertarikan pada pemerintah daerah dan swasta untuk ikut serta dalam pengelolaan obyek wisata di TNGC yang berada di luar hamparan kawasan.
Pemerintah Kabupaten Kuningan melakukan nota kesepahaman dengan pihak Balai Taman Nasional Gunung Ciremai BTNGC dalam pengelolaan
obyek wisata yang berada di wilayah administrasinya. Tujuan dari kesepahaman tersebut untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya untuk
kesejahteraan masyarakat
dengan memperhatikan
keseimbangan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Sebagai tindak lanjut dari kesepahaman tersebut maka dilakukan perjanjian kerjasama antara pemerintah
Kabupaten Kuningan yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Disparbud dengan BTNGC mengenai pengelolaan obyek dan daya tarik wisata di kawasan TNGC
Kabupaten Kuningan dalam surat perjanjian kerjasama Nomor PKS 02BTNGC2009 dan Nomor 55649Disparbud2009. Pada Bab III Obyek dan
ruang Lingkup, Pasal 3 menyatakan bahwa obyek wisata yang berada di Kawasan TNGC Kabupaten Kuningan yaitu diantaranya Telagaremis, Paniis, Bumi
Perkemahan Cibeureum, Bumi Perkemahan Cibunar, Bumi Perkemahan Balongdalem, Lembah Cilengkrang dan Bumi Perkemahan Palutungan akan
dikelola oleh pemerintah daerah melalui Disparbud.
Gambar 1 Peta Lokasi ODTWA di Kawasan TNGC.
SPTN II Majalengka SPTN I Kuningan
Tujuan dan sasaran dalam surat perjanjian pengelolaan obyek wisata di kawasan TNGC Kabupaten Kuningan tersebut diantaranya dalam pengelolaan,
pemanfaatan dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata di TNGC harus menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, sosial budaya, serta kelestarian
sumberdaya alam hayati dan ekosistem di kawasan TNGC. Oleh karena itu, pihak pengelola harus menempatkan masyarakat sekitar lokasi obyek wisata sebagai
bagian dari pengelolaan dan pemanfaatan obyek wisata. Namun peranan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan wisata mempunyai peran yang
berbeda pada setiap lokasi obyek wisata sesuai dengan kebijakan pengelola obyek wisata. Hal ini dikarenakan pengelolaan beberapa obyek yang termasuk dalam
surat perjanjian tersebut tidak sepenuhnya dilakukan oleh Disparbud, tetapi beberapa obyek wisata yang dikelola oleh swasta dan masyarakat sekitar sebagai
bentuk kerjasama dengan BTNGC sebagai pemilik kawasan seperti yang tersaji dalam Tabel 5.
Tabel 5 Pengelola obyek wisata alam di TNGC Wilayah SPTN I Kuningan
No Obyek wisata
Lokasi obyek wisata Pihak pengelola
1 Talagaremis
Desa Kaduela Kecamatan Pasawahan
Disparbud 2
Paniis Desa Paniis dan Desa Singkup
Kecamatan Pasawahan Disparbud
3 Buper Cibeureum
Desa Cibeureum Kecamatan Cilimus
Pemerintah desa melalui Karang Taruna
4 Buper Cibunar
Desa Linggajati Kecamatan Cilimus
Pemerintah desa melalui Pos Pendakian G. Ciremai
5 Buper Balongdalem
Desa Babakanmulya Kecamatan Jalaksana
Pemerintah desa melalui Kompepar
4 Lembah Cilengkrang
Desa Pajambon Kecamatan Jalaksana
Kompepar 7
Buper Palutungan Desa Cisantana Kec. Cigugur
CV. Wisata Putri Mustika
Surat perjanjian pengelolaan tersebut dapat ditinjau ulang setelah 5 tahun berjalan dan masa berlaku surat perjanjian tersebut selama 20 tahun. Balai TNGC
sebagai pemilik kawasan mendapatkan persentasi pembagian hasil yang sama dari setiap lokasi wisata yaitu Rp 1.500lembar tiket yang terjual. Nilai tersebut
sebagai PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak yang disetorkan pada kas negara melalui TNGC. Pemerintah daerah mendapatkan pembagian hasil dari
penjualan tiket dengan persentasi yang berbeda dari lokasi wisata yang tidak dikelola oleh Disparbud. Namun pemerintah daerah harus ikut serta dalam
pengembangan wisata salah satu caranya yaitu perbaikan jalan menuju lokasi wisata untuk mempermudah aksesibilitas pengunjung.
1. Telagaremis
Disparbud mengelola aktif obyek wisata ini secara resmi pada bulan Januari 2010. Petugas lapang dari Disparbud di obyek wisata ini berjumlah 2 orang yang
biasanya berjaga di loket karcis. Pihak pengelola dalam melaksanakan tugasnya di bantu oleh Kompepar Desa Kaduela yang terdiri dari beberapa kelompok mitra
usaha KMU. Kompepar ini sudah ikut serta mengelola Telagaremis sejak masih oleh perhutani dulu. Kegiatan rutin anggota Kompepar antara lain yaitu
membantu penjualan tiket, petugas kebersihan dan menjaga keamanan atau patroli di sekitar lokasi obyek terutama bila ada perkemahan.
Harga tiket masuk obyek wisata alam ini sebesar Rp 6.500lembar. Pengunjung yang membawa anak-anak petugas memberikan kebijakan yaitu satu
tiket untuk dua orang anak-anak. Pembagian hasil dari tiket tersebut setelah dipotong PNBP Rp 1.500lembar yang diserahkan kepada TNGC yaitu 5 untuk
pemda Cirebon dan selebihnya oleh Disparbud. Biaya parkir kendaraan Rp 1.000 untuk kendaraan roda dua, Rp 2.500 untuk kendaraan roda empat dan Rp 6.500
untuk kendaraan roda enam dibayar bersama dengan tiket masuk. Beberapa KMU yang masih aktif sampai saat ini diantaranya KMU MCK
yaitu pengunjung yang menggunakan kamar mandi membayar jasa Rp 1.000satu kali masuk pada petugas yang menjaga kebersihan MCK, KMU permainan air
yaitu jasa penyewaan bebek dan perahu. Selain itu, terdapat juga KMU parkir yaitu petugas yang telah menjaga dan mengatur kendaraan bermotor selama
pengunjung berwisata dengan memberikan uang jasa pada petugas tersebut diluar karcis parkir. Besarnya pembagian hasil setiap KMU berbeda contohnya untuk
KMU permainan anak 75 pemilik permainan air, 20 Disparbud dan 5 untuk kompepar. Sedangkan untuk KMU lainnya masih belum ada pembagian hasil
dengan pihak pengelola secara pasti.
2. Paniis
Pengelolaan obyek wisata Paniis ini dilakukan oleh Disparbud. Petugas lapangan berjumlah 3 orang, dalam pelaksanaan pengelolaan petugas dibantu oleh
beberapa masyarakat yang ikut serta dalam pengelolaan obyek wisata sejak perhutani dahulu. Pintu masuk menuju obyek wisata alam ini terdapat dua yaitu
dari Buper Singkup dan dari Paniis. Bumi perkemahan termasuk dalam wilayah adminstrasi Desa Singkup yang
saat ini sudah dikontrakkan pada salah satu masyarakat yang ingin mengelola oleh pihak desa, namun perjanjian tersebut pada dasarnya tidak berlaku. Hal ini
dikarenakan status lahan merupakan milik TNGC dan pengelolaan wisatanya dilakukan oleh Disparbud. Namun berdasarkan kebijakan dari pihak pengelola
maka orang tersebut diberi kepercayaan untuk ikut mengelola obyek wisata sebagai petugas penjaga tiket di pintu masuk Buper, sedangkan petugas tiket di
pintu masuk Paniis dari Disparbud yang bertugas sebagai koordinator. Harga tiket masuk sebesar Rp 3.500lembar seperti terlihat pada Gambar 1
yaitu contoh tiket masuk dan parkir yang dikeluarkan oleh Disparbud. Petugas tiket biasanya tidak menetapkan tiket masuk untuk 1 orang anak-anak yang
dibawa oleh orang tuanya. Anak-anak yang datang bersama orang tua lebih dari 1 membayar tiket 1 untuk 2 orang anak. Hal ini berbeda dengan pengunjung
rombongan anak-anak dari sekolah yang tetap membayar tiket secara penuh, namun petugas biasanya memberikan potongan harga pada rombongan besar.
Gambar 2 Tiket masuk Cipaniis. Harga tiket untuk kegiatan berkemah sama dengan tiket masuk obyek tidak
dikenakan biaya tambahan. Biaya penerangan pengunjung bisa membicarakan langsung dengan penduduk yang menyediakan penyewaan listrik biasanya
dikenakan biaya sebesar Rp 25.000lampumalam selama kegiatan berlangsung. Pengunjung yang akan menggunakan Buper harus melapor kepada pengelola
minimal 2 hari sebelum kegiatan berlangsung. Pengelola tidak menyediakan peralatan berkemah, sehingga pengunjung yang datang harus menyiapkan sendiri
peralatannya. Pembagian hasil dari tiket masuk Cipaniis yaitu PNBP Rp 1.500lembar
diserahkan melalui BTNGC dan sisanya diserahkan ke Disparbud. Besarnya tiket parkir yaitu Rp 1.000 untuk kendaraan roda dua. Petugas yang berjaga untuk
mengatur parkir berasal dari masyarakat sekitar, mereka bekerja sebagai petugas parkir sejak masih dikelola oleh perhutani. Namun saat ini mereka hanya
mendapatkan penghasilan dari jasa penitipan helm atau barang pengunjung.
3. Buper Cibeureum
Pengelolaan Buper Cibeureum ini dilakukan oleh pemerintah Desa Cibeureum melalui kelompok pemuda Karang Taruna. Saat ini buper tersebut
masih belum dikelola secara optimal, hal ini terlihat tidak adanya petugas yang berjaga dan penarikan tiket bagi pengunjung yang datang. Penarikan tiket hanya
dilakukan pada pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah dengan sistem paket berdasarkan peraturan pemerintah desa yaitu:
a. Pengunjung lebih dari 100 orang biaya yang dikenakan yaitu Rp 200.000
ditambah biaya kegiatan sebesar Rp 20.000 untuk 1 hari 1 malam. b.
Pengunjung kurang dari 100 orang biaya yang dikenakan yaitu Rp 4.000 per orang selama kegiatan berlangsung.
Harga paket tersebut belum termasuk sarana prasarana seperti lampu dan kamar mandi. Kamar mandi yang digunakan peserta camping yaitu kamar mandi
milik perseorangan yang sengaja dibangun sebagai sebagai kamar mandi umum dengan harga yang telah ditentukan. Sedangkan untuk biaya penerangan
dikenakan Rp 25.000 per malam. Pembagian hasil dari harga tiket Rp 4.000lembar yaitu Rp 1.500lembar
untuk PNBP disetorkan melalui Balai TNGC, pemerintah desa 50 dan karang taruna 50 dari Rp 2.500lembar yang telah dipotong biaya operasional selama
kegiatan berlangsung. Hal tersebut dikarenakan Buper Cibeureum merupakan salah satu aset pendapatan desa.
4. Buper Cibunar
Berdasarkan Peraturan Desa Linggajati Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Nomor 08 tahun 2009 tentang Bumi Perkemahan dan Pendakian
Gunung Ciremai, Pengelolaan Buper Cibunar dilakukan oleh pemerintah desa melalui organisasi PPGC Pos Pendakian Gunung Ciremai. Status PPGC
merupakan salah satu mitra Badan Usaha Milik Desa BUMDes Linggajati yang bertugas sebagai pelaksana lapangan dalam pengelolaan Buper Cibunar dan
pendakian Gunung Ciremai jalur Linggajati. Pembentukan PPGC dilakukan oleh pemerintah desa dengan susunan anggota berasal dari karang taruna dan
masyarakat Desa Linggajati. Pembagian hasil dari pengelolaan obyek wisata alam tersebut ditentukan
oleh pemerintah desa dengan memperhatikan pembangunan dan pendapatan asli desa. Nilai tiket Buper Cibunar dibedakan menjadi dua yaitu tiket untuk hiking
dan tiket untuk berkemah dapat dilihat pada Gambar 2. Besarnya pembagian hasil berbeda untuk setiap kegiatan yaitu:
a. Harga tiket untuk kegiatan berkemah Rp 5.000lembar. Pembagian hasil per
lembar tiket yang terjual terdiri dari Rp 1.700 untuk PPGC, Rp 700 biaya operasional, Rp 1.200 untuk pendapatan desa, Rp 700 untuk pemilik lahan
dan Rp 700 untuk blok. b.
Harga tiket untuk hiking Rp 2.000lembar, hasil dari penjualannya 100 diserahkan untuk PPGC.
c. Kendaraan yang masuk dikenakan biaya sebesar Rp 1.000kendaraan, hasil
tersebut diserahkan 100 untuk pendapatan desa. Nilai tersebut di luar jasa penitipan kendaraan.
Gambar 3 Tiket di Buper Cibunar berdasarkan peraturan Desa Linggajati.
Selain sebagai petugas pelaksana pengelolaan Buper Cibunar PPGC juga ikut dalam pengelolaan pendakian Gunung Ciremai jalur Linggajati. Tiket untuk
pendakian berasal dari TNGC dengan harga Rp 6.500lembar Gambar 3. Pembagian hasil tersebut terdiri dari PNBP Rp 1.500lembar, dana konservasi 5,
desa 15, PPGC 49, Pemuda 7, PHBM 4, Asuransi 5, dan Disparbud 10.
Gambar 4 Tiket pendakian Gunung Ciremai.
5. Buper Balongdalem
Masyarakat yang berperan dalam pengelolaan Buper Balongdalem ini yaitu anggota Kompepar Desa Babakanmulya. Pengunjung yang melakukan kegiatan di
Buper ini biasanya datang menemui ketua kompepar dan mengurus perizinan pengunaan lahan Buper. Pengunjung yang berkemah di lokasi ini cukup
membayar Rp 3.000orang selama kegiatan berlangsung. Pihak pengelola dalam hal ini yaitu kompepar akan mengurus perizinan ke desa dan pihak keamanan
yang terkait perihal kegiatan tersebut. Pengunjung dapat melakukan negosiasi pada pihak pengelola mengenai
fasilitas yang dibutuhkan selama kegiatan berlangsung. Pengunjung dapat meminjam peralatan berkemah seperti tenda yang dengan harga sewa Rp
25.000tenda dengan kapasitas 10 orang. Penyewaan listrik Rp 50.000hari, harga tersebut langsung dibicarakan antara pengunjung dengan masyarakat yang
menyewakannya. Selain itu juga pengunjung yang berkemah dapat melarang atau mengizinkan masyarakat untuk berjualan di Buper selama kegiatan mereka
berlangsung dan meminta petugas untuk menjaga keamanan kendaraan bermotor selama mereka melakukan kegiatan, jika pengunjung membutuhkan penjagaan.
6. Lembah Cilengkrang
Pengelola obyek wisata alam ini dilakukan oleh KOMPEPAR Kelompok Penggerak Pariwisata Lembah Cilengkrang yang anggotanya terdiri dari
masyarakat PHBM Desa Pajambon. Pengelolaan oleh masyarakat ini merupakan salah satu bentuk kemitraan TNGC dalam mewujudkan pengelolaan kawasan
secara lestari dan efektif dengan melibatkan masyarakat sekitar. Nilai harga tiket masuk obyek wisata ini mengalami kenaikan beberapa kali
karena adanya perubahan status kawasan. Tahun 2002-2005 tiket masuk berasal dari Perum Perhutani KPH Kuningan dengan tiket Rp 2.000lembar. Tahun 2006
tiket masuk berasal dari BKSDA Jawa Barat II dengan harga tiket Rp 3.500lembar, hal ini dikarenakan ada kewajiban pembayaran PNBP sebesar Rp
1.000lembar. Tahun 2007 tiket masuk berasal dari TNGC dengan harga yang sama dan kewajiban penyetoran PNBP yang sama. Mulai tahun 2008 sampai
sekarang harga tiket meningkat menjadi Rp 4.000lembar dikarenakan peningkatan tarif PNBP menjadi Rp 1.500lembar.
Pembagian hasil dilakukan kepada beberapa pihak yang terkait yaitu untuk PNBP dan dana konservasi disetorkan ke Balai TNGC, Pemerintah desa
disetorkan melalui bendahara desa, dan Forum PHBM desa yang digunakan untuk operasional kegiatan PHBM Desa Pajambon. Sebelum pembagian hasil kepada
anggota sebesar 20 orang, bagi hasil tersebut disisihkan terlebih dahulu sebesar 10 untuk biaya operasional kegiatan di Lembah Cilengkrang, 5 untuk ATK
Kompepar dan 5 untuk dana taktis dana pertemuan, tranportasi menghadiri undangan di luar desa, dll. Anggota Kompepar memiliki pekerjaan lain di luar
kegiatan wisata di Lembah Cilengkrang, hal ini bisa dilakukan karena adanya pengaturan waktu bertugas.
7. Buper Palutungan
Pengelolaan Buper Palutungan dilakukan oleh pihak swasta yaitu CV Mustika Putri. Pemilik CV ini seorang pengusaha daerah yang masih berasal dari
Desa Cisantana tempat dimana lokasi wisata berada. Pengelolaan obyek wisata ini sudah berlangsung sebelum menjadi taman nasional dengan luas wilayah 15 ha,
namun lokasi efektif yang kini telah dikelola hanya 9,5 ha. Adanya perubahan status kawasan menjadi taman nasional mewajibkan pihak pengelola untuk
mempunyai izin pengusahaan pariwisata alam di taman nasional. Namun sampai saat ini pihak pengelola belum mempunyai izin tersebut, walaupun pihak CV
sudah mengajukan izin tersebut ke Dirjen PHKA. Pungutan hasil dari obyek wisata Buper Palutungan dari harga tiket sebesar
Rp 7.000 dilakukan pembagian hasil yaitu Rp 1.500 untuk PNBP yang diserahkan melalui pihak TNGC, Rp 1.000 disisihkan sebagai dana konservasi. Walaupun
obyek wisata ini dikelola oleh pihak swasta yaitu CV, pemerintah daerah dalam hal ini juga mendapatkan pembagian sebesar 35 dari harga tiket yang sudah
dipotong oleh PNBP dan dana konservasi. Pihak pengelola yang bekerjasama dengan TNGC dan pemerintah desa,
mengikutsertakan masyarakat sekitar dalam pengelolaan Buper Palutungan yaitu dengan cara melibatkan KTK Kelompok Tani Konservasi sebagai petugas parkir
dengan imbalan jasa dari pengelolaan parkir tersebut. Sedangkan kelompok PKK desa menyediakan pemesanan makanan pada pengunjung yang melakukan
kegiatan berkemah dalam jumlah besar seperti acara organisasi atau sekolah.
5.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam ODTWA di Taman Nasional