Pengelola Obyek Wisata Masyarakat Sekitar Sejarah dan Status Kawasan

pihak pengelola tidak mengetahui secara pasti jumlah pengunjung yang datang. Sehingga pengambilan sampel disesuaikan dengan jumlah pengunjung yang ada pada saat kegiatan penelitian berlangsung. Bahkan berdasarkan keterangan dari pihak pengelola Buper Cibeureum, pengunjung yang datang untuk berkemah terakhir kali yaitu 30 Oktober – 1 November 2009. Obyek wisata ini umumnya dikunjungi pada saat tertentu seperti libur hari raya, hari kemerdekaan, tahun baru dan liburan akhir tahun sekolah.

b. Pengelola Obyek Wisata

Pengumpulan data meliputi kebijakan pengelola yang berlaku, sistem pengelolaan, hubungan kerjasama dengan pihak luar dan rencana pengembangan pariwisata obyek wisata yang dikelola melalui wawancara terpandu Lampiran 3.

c. Masyarakat Sekitar

Kegiatan wawancara kepada masyarakat sekitar lokasi obyek wisata dilakukan dengan wawancara langsung secara terpandu Lampiran 4 meliputi informasi tingkat pengetahuan, pemahaman dan dukungan mengenai perkembangan obyek wisata, serta dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan wisata. Pengambilan sampel pada masyarakat yaitu dengan menggunakan teknik penarikan sampel purposive dengan jumlah sampel disesuaikan dengan data dan informasi yang dibutuhkan. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap lokasi obyek wisata meliputi masyarakat yang ikut berperan aktif maupun tidak.

d. Pemerintah Daerah

Informasi yang dikumpulkan melalui wawancara terpandu meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlaku, hubungan kerjasama dengan pihak luar dan rencana pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan Lampiran 5.

3.3.3 Observasi Lapang

Metode observasi lapang ini dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara pengamatan langsung di lokasi obyek wisata alam. Pengamatan yang dilakukan di lapangan bertujuan untuk menggali potensi sumberdaya yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai obyek wisata dan mengetahui daya tarik obyek yang telah ada dan dikembangkan, serta verifikasi data yang diperoleh berdasarkan studi literatur dengan kondisi lapangan Tabel 3. Tabel 3 Metode penilaian obyek daya tarik wisata No Data yang dinilai Metode penilaian 1. Daya tarik Penelitian di lapang dengan menggunakan kriteria penilaian 2. Aksesibilitas Penelitian di lapang dengan menggunakan kriteria penilaian 3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Penelitian di lapang dengan menggunakan kriteria penilaian

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode skoring dan deskriptif. Metode skoring yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian ODTWA dengan menggunakan Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam ADO-ODTWA Dirjen PHKA Tahun 2003 Lampiran 1.

3.4.1 Analisis Potensi Wisata

Potensi wisata berhubungan dengan sumberdaya alam yang ada di Kawasan TNGC. Analisis data dilakukan dengan skoring kriteria hasil penilaian, kemudian di uraikan secara deskipsi sehingga menjadi data potensi wisata alam yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Penilaian dilakukan berdasarkan pada tabel penilaian yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi masing-masing lokasi. Kriteria penilaian berupa daya tarik wisata, aksesibilitas dan sosial ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata. Bobot nilai paling besar diberikan pada kriteria daya tarik yaitu 6, hal ini dikarenakan daya tarik merupakan alasan utama wisatawan datang berkunjung. Sedangkan bobot untuk kriteria penilaian dari segi aksesibilitas dan sosial ekonomi masyarakat diberikan angka 5 karena kedua kriteria ini dapat mempengaruhi potensi pengembangan obyek wisata tersebut. Perhitungan data penilaian potensi wisata dihitung dengan menggunakan persamaan Romani 2006: S = N× B Keterangan : S = Skornilai B = Bobot nilai N = Jumlah nilai unsur – unsur pada kriteria Berdasarkan hasil skoring tersebut kemudian setiap nilai kriteria dari masing-masing obyek wisata dikalkulasikan untuk melihat bobot nilai akhir. Hasil penilaian tersebut akan dimasukan pada klasifikasi penilaian seperti yang tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi penilaian hasil skoring No. Kriteria penilaian Klasifikasi penilaian Buruk Sedang Baik 1 Daya tarik 360-600 601-840 841-1080 2 Aksesibilitas 225-300 301-375 376-450 3 Kondisi sosial ekonomi 300-400 401-500 501-600 4 Nilai total kriteria penilaian 710-1183 1184-1657 1658-2130 Nilai selang tersebut diperoleh dari hasil klasifikasi penilaian menggunakan rumus yaitu: Selang = S mak - S min Banyaknya klasifikasi penilaian Keterangan = S mak : nilai maksimal dari hasil penilaian kriteria S min : nilai minimal dari hasil penilaian kriteria Hasil klasifikasi penilaian tersebut kemudian dideskripsikan potensi fisik, biologi, sosial dan budaya dari masing-masing obyek baik yang telah dikembangkan sebagai daya tarik wisata maupun yang belum dikembangkan sebagai bahan pertimbangan dalam rencana pengembangan pariwisata alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan.

3.4.2 Analisis Pengunjung

Data dan informasi yang diperoleh dari kuisioner disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang akan menggambarkan hubungan beberapa jawaban dari pertanyaan yang telah disajikan dalam kuisioner. Berdasarkan data tersebut kemudian dideskripsikan ke dalam beberapa kategori yaitu karakteristik pengunjung, tujuan pengunjung, penilaian pengunjung dan harapan pengunjung terhadap obyek.

3.4.3 Analisis pengelola

Analisis data pengelolaan dilakukan secara deskriptif meliputi upaya rencana pengembangan dan bentuk pengelolaan yang ada, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai bentuk kerjasama dan hambatan yang ada dalam pengembangan pariwisata alam. BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Status Kawasan

Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195Kpts-II2003 tanggal 4 Juli 2003 areal hutan di Provinsi Jawa Barat seluas ± 816.603 hektar telah ditunjuk sebagai kawasan hutan lindung, termasuk di dalamnya kawasan Hutan Lindung Ciremai yang berada di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Pada tahun 2004 sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, maka pemerintah memutuskan adanya perubahan fungsi kawasan untuk mengubah Hutan Lindung Ciremai menjadi kawasan Pelestarian Alam yang berfungsi sebagai Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Gunung Ciremai TNGC. Penetapan kawasan ini diikuti dengan adanya SK Menteri Kehutanan No. 424Menhut-II2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Hutan Lindung Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional Gunung Ciremai seluas ± 15.500 hektar yang berada di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Menimbang diantaranya kawasan hutan Gunung Ciremai memiliki ekosistem yang relatif utuh dengan tiga tipe hutan yang diantaranya memiliki vegetasi hutan alam primer, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan daerah resapan air bagi kawasan dibawahnya dan beberapa sungai penting di Kabupaten Majalengka, Kuningan dan Cirebon, serta merupakan sumber beberapa mata air yang dipergunakan untuk masyarakat, pertanian dan industri.

4.2 Letak dan Luas