Desa Semangus Desa-desa pemanfaat lahan Blok Agroforestri 1. Desa Benakat Minyak

37 jika berbicara tentang lahan usahatani yang berstatus sebagai kawasan hutan, masyarakat selalu mempertanyakan mengapa negara tidak adil dalam mengalokasikan sumberdaya hutan. Penguasaan semua kawasan hutan sekitar desa oleh PT. MHP dianggap masyarakat sebagai penyebab kemiskinan mereka saat ini 5 . Sebagian besar masyarakat Desa Semangus tidak menamatkan jenjang Sekolah Dasar SD atau bahkan tidak bersekolah sama sekali. Meskipun terdapat SD di desa ini, namun penyelenggaraannya terkendala oleh minimnya tenaga guru dan murid yang turut berperan sebagai tenaga kerja bagi keluarganya. Setelah tamat SD atau putus sekolah mereka umumnya menjadi penggembala sapi atau ikut membantu orangtua di ladang. Menikah pada usia muda adalah fenomena yang lumrah terjadi. Setelah menikah, pasangan muda biasanya membuka ladang sendiri secara berpindah. Hal ini menyebabkan terus meningkatnya kebutuhan terhadap lahan baru untuk praktik perladangan, padahal wilayah di luar desa merupakan konsesi PT. MHP. Mereka memanfaatkan lahan pascatebang PT. MHP atau belukar muda di kawasan hutan yang menjadi areal konservasi PT. MHP. Konflik antara masyarakat Desa Semangus dengan PT. MHP telah cukup lama berlangsung Fatmawati, 2004. 4.3. Pola Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1994 dan 1997 memusnahkan sebagian besar tanaman program penelitian agroforestri Proyek ATA-186. Sejak itu, masyarakat yang tinggal di Dusun Tumpangsari dan Desa Benakat Minyak mulai memanfaatkan lahan yang telah menjadi semak belukar menjadi areal usahatani. Pola tradisional peladangan berpindah kembali dipraktikkan di kawasan ini. Pada mulanya, sebagian kecil masyarakat hanya melakukan pengusahaan tanaman semusim saja selama dua tahun, kemudian mencari lahan baru. Setelah beberapa orang di antara mereka dianggap berhasil menanami bekas 5 Menurut Blaikie 1985 dalam Peluso 1992, kemerosotan mutu tanah dan kemiskinan pedesaan kawasan hutan di banyak negara berawal, atau menjadi parah, sebagai akibat dari hasrat pemerintah kolonial atau pemerintah masa kini untuk menguasai tanah, hasil hutan yang tumbuh di sana dan tenaga kerja yang ada untuk mengolahnya. 38 ladang dengan tanaman karet 6 , maka praktik pembudidayaan tanaman penghasil lateks ini diikuti oleh peladang lainnya dan kini menjadi pola umum Gambar 7. Gambar 7 Pola umum pengusahaan lahan oleh masyarakat di Blok Agroforestri Hutan Penelitian Benakat sejak tahun 1994 hingga sekarang. Usahatani tanaman semusim umumnya hanya dilakukan satu kali dalam setahun Gambar 8. Selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, hasil panen tanaman semusim dibawa petani ke pasar mingguan setiap hari kamis yang ada di Desa Benakat Minyak. Namun hasil ladang ini dianggap tidak mencukupi pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Oleh karena itu, sebagian besar pemanfaat Blok Agroforestri bekerja pula sebagai buruh harian hutan tanaman industri PT. MHP, sebagai sumber penghasilan tunai cash income keluarganya. Pekerjaan sebagai buruh pembangunan hutan tanaman telah lama dilakoni oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan Hutan Benakat. 6 Karet telah dibudidayakan secara tradisional oleh masyarakat di luar kawasan Hutan Penelitian Benakat, tetapi tidak pernah menjadi komoditas Proyek ATA-186 atau Dinas Kehutanan setempat, sehingga dikesankan masyarakat sebagai tanaman terlarang untuk kawasan hutan. Areal terpilih ditandai sebagai calon ladang Pembukaan lahan dengan cara tebang, tebas, dan bakar Penanaman dengan tanaman semusim; padi darat, kacang tanah, sayur mayur, tomat kecil, cabe, dll Jenis karet ditanam pada awal tahun kedua Jika karet tumbuh dengan baik, dibuat surat keterangan kepemilikan kebun a b Keterangan: a : Jika tak memungkinkan menanam karet, kembali mencari areal ladang baru b : Tanaman karet dibiarkan tanpa perawatan, kembali mencari areal lainnya == : Gradasi pengusahaan lahan semakin menguatkan pengakuan kepemilikan 39 Penyiapan lahan secara manual, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan hutan tanaman adalah jenis pekerjaan yang telah akrab dengan mereka sejak era Proyek Reboisasi pada tahun 1970-an. Upah sebagai buruh dianggap tidak bisa mengubah nasib keluarga mereka dan telah menciptakan ketergantungan terhadap pihak lain. Pembudidayaan karet di areal kawasan hutan, termasuk Blok Agroforestri Gambar 9 dianggap masyarakat sebagai upaya untuk memperbaiki nasib keluarga dan keluar dari garis kemiskinan. Ini didorong pula oleh keinginan untuk mencapai kemewahan gaya hidup yang biasa diperlihatkan oleh karyawan beberapa perusahaan maupun aparat pemerintah. Pernyataan seperti berikut ini menunjukkan besarnya keinginan mereka untuk memperbaiki kesejahteraannya: Kami ini galak jugo hidup senang macem kamu-kamu ini. Kalu pacak anak cucung kami jadi sarjana jugo, idak lagi jadi kuli perusahaan. Cuman tanah hutan inilah harapan kami, dak katik yang lainnyo lagi mak mano. Selain sebagai penanda penguasaan lahan, tanaman karet mempunyai nilai tawar yang cukup baik. Dalam kasus ganti rugi tanam tumbuh akibat aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi yang dilakukan oleh Pertamina, petani karet akan memperoleh nilai dan posisi tawar yang lebih dibanding jika ia menanam jenis lain. Ini menjadi insentif bagi setiap petani ladang untuk menanam karet di setiap areal yang ia usahakan. Aktivitas memelihara dan menanam karet kini telah menjadi bagian dari keseharian petani pemanfaat Blok Agroforestri Tabel 4. Curahan tenaga kerja Gambar 8 Pemanfaatan areal kawasan hutan untuk pertanian tanaman semusim Foto: Winarno 2007 Gambar 9 Hamparan kebun karet masyarakat di Blok Agroforestri Foto: Winarno 2007 40 dan aliran modal bagi kebun karet dipengaruhi tingkat kesejahteraan petani dan kalender musim aktivitas masyarakat. Saat ini, sebagian besar petani karet pemanfaat Blok Agroforestri membudidayakan jenis karet lokal 7 , karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk membeli bibit karet unggul. Pembudidayaan karet lokal merupakan tradisi masyarakat Sumatera Selatan dan dicirikan dengan luasnya belukar karet di wilayah pedesaan yang dekat dengan hutan Gouyon et al., 1993. Seiring dengan perubahan waktu dan pergeseran tingkat kesejahteraan, pembudidayaan karet unggul juga mulai menjadi tradisi masyarakat. Beberapa orang petani yang mempunyai modal yang cukup telah menaman jenis karet unggul di Blok Agroforestri. Penanaman karet unggul biasanya selalu dilanjutkan dengan perawatan yang intensif, berupa penebasan jenis tumbuhan lain yang dianggap gulma, sehingga akan membentuk tegakan murni pohon karet. Umur tanaman karet di areal Blok Agroforestri cukup beragam dan saat ini masih didominasi tanaman muda yang belum siap untuk disadap. Tanaman karet lokal biasanya disadap setelah berumur 8 sampai 10 tahun, sementara karet unggul mulai menghasilkan getah pada umur 5 sampai 6 tahun. Karenanya, pada saat ini sebagian besar masyarakat pemanfaat Blok Agroforestri masih mengandalkan pekerjaan sebagai buruh HTI sebagai sumber nafkah keluarga. Namun mereka menaruh harapan besar terhadap kebun karet, karena beberapa orang petani khususnya dari Desa Benakat Minyak telah menikmati hasil penjualan yang dianggap cukup memuaskan. Hasil penelitian Wardhana et al. 2006 terhadap beberapa desa sekitar kawasan konsesi PT. MHP menunjukkan bahwa pendapatan dari getah karet berkontribusi rata-rata 49 dari total penghasilan rumah tangga. Selain itu, terungkap pula 77 rumah tangga di desa-desa penelitian memperoleh pendapatan dari aktivitas usahatani kebun karet. Menurut penelitian ini, terdapat korelasi kuat antara pendapatan dan kepemilikan kebun karet. Rumah tangga yang tergolong paling miskin tidak memiliki kebun karet sama sekali, mereka biasanya hanya berprofesi sebagai buruh harian. Sementara rumah tangga kaya merupakan pemilik kebun karet yang luas. 7 Karet lokal adalah sebutan umum masyarakat Sumatera yang mengacu pada jenis karet yang ditumbuhkan dari bibit yang diperoleh secara alami; biasanya cabutan anakan alam pohon karet. Karet unggul merujuk kepada jenis pohon karet yang diperbanyak melalui teknik-teknik pemuliaan yang disediakan diperjualbelikan oleh badan usaha atau perorangan tertentu. 41 Tabel 4 Kalender musim pertanian masyarakat Desa Benakat Minyak Bulan Kegiatan utama sektor pertanian Januari  Menanam padi sawah tadah hujan  Membersihkan gulma merumput di lahan padi darat  Menyadap getah pohon karet Februari  Membersihkan gulma merumput di lahan padi lahan kering  Aplikasi pupuk dan pestisida untuk padi sawah  Menyadap getah pohon karet Maret  Menyadap getah pohon karet  Panen padi lahan kering April  Menyadap getah pohon karet  Panen padi sawah M e i  Menyadap getah pohon karet  Masa istirahatbera lahan padi lahan kering  Pengolahan lahan padi sawah Juni  Menyadap getah pohon karet  Pemeliharaan padi sawah Juli  Penyiapan lahan padi lahan kering dengan cara tebas bakar Agustus  Penyiapan lahan padi lahan kering dengan cara tebas bakar  Panen padi sawah September  Pembersihan lahan padi lahan kering manduk Oktober  Awal masa penanaman padi lahan kering  Menyadap getah pohon karet Nopember  Penanaman padi lahan kering  Pemeliharan lahan padi lahan kering; membersihkan gulma  Menyadap getah pohon karet Desember  Pemeliharan lahan padi lahan kering; membersihkan gulma  Menyadap getah pohon karet Sumber : Martin dan Winarno 2005 Pada saat penelitian ini berlangsung, harga getah karet pada tingkat pedagang pengumpul berkisar antara Rp. 9000,- sampai dengan Rp. 10.000,- per kilogram. Berdasarkan pengalaman petani di sekitar Hutan Penelitian Benakat, 1 satu hektar ha karet lokal mampu menghasilkan getah sebanyak rata-rata 35 kilogram kg setiap lima hari atau 140 kg dalam sebulan. Ini berarti seorang petani karet lokal akan memperoleh pendapatan kurang lebih Rp. 1.400.000 setiap bulannya. Lain halnya dengan kebun karet unggul, produktivitas rata-rata getah karetnya mencapai rata-rata 100 kg per 5 hari, atau 400 kg setiap bulannya. Sehingga pendapatan pemilik 1 satu ha kebun karet unggul saat ini 42 mencapai Rp. 4.000.000,- setiap bulannya. Namun demikian, baik jenis karet lokal maupun unggul akan menurun produktivitasnya pada bulan-bulan kering, seperti Juli, Agustus, dan September. Produktivitas getah karet pada bulan-bulan itu hanya mencapai seperempat sampai setengah jumlah produksi pada bulan normal. Harga getah karet yang dianggap cukup memuaskan dalam tiga tahun terakhir memicu makin tingginya keinginan masyarakat untuk memiliki kebun karet, terutama dari jenis karet unggul. Ini mendorong penguatan perjuangan masyarakat untuk memperoleh pengakuan atas lahan kawasan hutan yang telah mereka tanami pohon karet. Kepemilikan kebun karet dianggap sebagai cara terbaik untuk memperbaiki masa depan keluarga. Perubahan situasi sosial ekonomi akibat mulai banyaknya masyarakat yang menjadi petani karet cukup terasa di Desa Benakat Minyak. Kendaraan roda dua dan empat produksi baru saat ini telah terparkir di beberapa rumah warga. Bangunan rumah permanen dan aksesorisnya cukup menyemarakkan desa yang sepuluh tahun yang lalu masih dianggap perkampungan kumuh dan sangat tertinggal ini. Berbeda dengan pemanfaat Blok Agroforestri asal Desa Benakat Minyak, pemanfaat asal Desa Semangus belum merasakan perubahan berarti kondisi kesejahteraannya. Menurut mereka, ini disebabkan kepemilikan kebun karetnya lebih sedikit dibanding warga Desa Benakat Minyak Tabel 5. Selain itu, pemanfaat asal Desa Semangus masih belum banyak yang mengusahakan karet unggul. Pemanfaat asal Desa Semangus mulai mencoba menanam karet setelah makin meluasnya areal kebun karet masyarakat Desa Benakat Minyak dalam areal Blok Agroforestri. Hasil observasi mengungkapkan pula bahwa terdapat kecenderungan penguasaan kebun karet oleh beberapa orang saja. Sejak tiga tahun terakhir, transaksi jual beli kebun karet cukup sering dilakukan. Pembeli tidak hanya petani lain yang telah menikmati hasil karet, tetapi juga dari masyarakat yang berprofesi bukan petani pedagang atau kontraktor. 43 Tabel 5 Deskripsi penguasaan kebun karet di Blok Agroforestri Hutan Penelitian Benakat Peubah Desa asal pemanfaat Benakat Minyak Semangus Jumlah pemanfaat yang menanam karet 27 orang kk 26 orang kk Luas total kebun karet 108,5 ha 55 ha Rata-rata luas penguasaan setiap kk 4,02 ha 2.12 ha Luas maksimal kebun karet kk 16 ha 14,5 ha Luas minimal kebun karet kk 1 ha 1 ha Modus luas kebun karet kk 2 ha 1 ha Jumlah kk yang menguasai 5 ha 8 kk 1 kk Sumber: Data primer hasil wawancara rumah tangga, diolah. 4.4. Intervensi melalui aplikasi Metodologi Sistem Lunak 4.4.1. Tahap 1: Pemahaman situasi masalah Hasil pra-observasi situasi masalah disampaikan kembali oleh masing- masing pihak dalam tahap awal forum lokakarya. Lokakarya diikuti oleh 18 orang peserta sebagai wakil para pihak yang terpilih berdasarkan kriteria “who really count” Tabel 6. Delapan belas orang partisipan lokakarya ini merupakan individu yang terlibat aktif dan menjadi orang kunci key person dalam perancangan kegiatan dan saluran komunikasi proses penelitian. Tabel 6 Aktor-aktor sebagai wakil para pihak Pihak Kriteria pelibatan pihak Aktor terpilih Kekuatan Kepentingan Keabsahan BPK Palembang De jure menguasai lahan Melaksanakan aktivitas Litbang Pengelola kawasan 4 orang Desa Benakat Minyak De facto menguasai lahan Areal usahatani Pemanfaat lahan 3 orang Desa Semangus De facto menguasai lahan Areal usahatani; pemukiman Pemanfaat lahan 3 orang PT. MHP - Harmonisasi kawasan konsesi Terlibat konflik dengan desa 3 orang Kecamatan Talang Ubi Koordinasi struktural desa Stabilitas dan kesejahteraan masyarakat Mediator netral 1 orang 44 Tabel 2 Aktor-aktor sebagai wakil para pihak lanjutan Pihak Kriteria pelibatan pihak Aktor terpilih Kekuatan Kepentingan Keabsahan Cabang Dinas Kehutanan Talang Ubi - Optimalisasi fungsi kawasan Intensitas interaksi tinggi 1 orang Dinas Kehutanan Muara Enim - Optimalisasi fungsi kawasan Pelaksana pemerintahan kehutanan 1 orang Petugas lapang Hutan Penelitian Benakat - Membantu kelancaran teknis Litbang Intensitas interaksi tinggi 2 orang Ketiga pihak utama menyampaikan hasil rumusan tentang ―harapan dan masalah‖ terhadap Blok Agroforestri dalam sudut pandang masing-masing Lampiran 2, sementara peneliti mempresentasikan pula ―status pengelolaan Blok Agroforestri dulu dan kini‖ sebagai hasil dari pra-observasi yang telah dilakukannya bersama beberapa orang aktor versi rinci hasil pra-observasi telah disampaikan dalam seksi 4.1., 4.2., dan 4.3. bagian dari tesis ini. Ini memungkinkan semua aktor, termasuk aktor di luar para pihak utama dapat memahami dan mendiskusikan situasi masalah yang ada secara lebih menyeluruh.

4.4.2. Tahap 2: Ekspresi situasi masalah

Manifestasi konflik mulai terasa pada saat aktor-aktor mengekspresikan pandangan masing-masing terhadap keberadaan Blok Agroforestri serta situasi kekiniannya. Aktor-aktor dari masyarakat berpandangan bahwa tanaman karet di Blok Agroforestri harus mereka pertahankan bagaimanapun caranya, karena dianggap sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan. Sementara, aktor- aktor dari BPK Palembang berpendapat bahwa kebun karet masyarakat menjadi penghalang kegiatan ke-litbang-an mereka. Secara ringkas, persepsi masing- masing pihak terhadap Blok Agroforestri dirumuskan seperti berikut: Masyarakat : Masyarakat meyakini bahwa kebun karet yang telah mereka tanam di Blok Agroforestri merupakan sumber penghidupan dan kesejahteraan bagi mereka. Sampai saat ini masyarakat merasa belum tenang dan nyaman, karena lahan tersebut juga diakui oleh Balai Penelitian Kehutanan Palembang Eks BTR JICA sebagai wilayah kelola hutan penelitiannya. Masyarakat memanfaatkan areal tersebut karena tidak memiliki alternatif lahan lain, sementara lahan Blok Agroforestri terbengkalai dan tidak dikelola lagi oleh pihak kehutanan sejak pertengahan dekade 1990an.