PENYAMAKAN MINYAK TINJAUAN PUSTAKA

7 Seperti formaldehida, kulit yang disamak dengan glutaraldehida adalah tahan cuci dan hidrofilik serta suhu kerutnya mirip. Namun warnanya berbeda, glutaraldehida menghasilkan warna kuning. Turunan glutaraldehida telah ditawarkan ke industri, yakni Relugan GTW, turunan tambahan bisulfit. Bahan tersebut menghasilkan kulit samak lebih pucat, tetapi tetap menghasilkan warna kuning. Produk lainnya adalah Relugan GT50, yang merupakan larutan 50 dari glutaraldehida yang digunakan sebagai pretanning, selftanning, dan retanning agents untuk seluruh jenis kulit samak. Bahan penyamak ini mempunyai karakteristik penyebaran lemak yang sangat luas, menghasilkan kulit samak yang halus, berwarna kekuningan, permeabilitas udara dan daya tahan yang baik Suparno, 2009.

2.5 PENYAMAKAN MINYAK

Penyamakan minyak adalah penyamakan kulit menggunakan minyak, biasanya minyak ikan, untuk menghasilkan kulit samak minyak chamois leather. Metode tradisional pembuatan kulit chamois adalah mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak. Minyak yang teroksidasi tersebut memiliki kemampuan menyamak kulit. Kedua proses tersebut dapat diulang sampai kulit tersamak dengan memadai. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air alkalin hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing Sharpouse 1981; Dewhurst 2004. Penyamakan minyak merupakan salah satu contoh proses leathering, karena walaupun kulit samak minyak tahan terhadap serangan mikroorganisme, suhu kerut shrinkage temperatureTs-nya tidak meningkat secara signifikan di atas suhu kerut kulit tersebut sebelum disamak. Proses tersebut melibatkan pengisian kulit basah dengan minyak tak jenuh, kemudian polimerisasi minyak in situ dengan oksidasi Suparno, 2009. Minyak yang dibutuhkan dalam penyamakan tergantung dari jumlah bahan kulit yang akan disamak. Minyak tersebut akan melakukan cross-link dengan protein yang ada di kulit untuk membentuk kulit samak Suparno, 2006. Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur delimed pelt dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak gliserida tak jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam-asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan produk reaksi dari oksidasi dan polimerisasi untuk memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal Sharpouse, 1985. Menurut Judoamidjojo 1981, penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula-mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus asam amino dari kolagen. Menurut Covington 2009, reaksi dalam proses penyamakan minyak adalah belum jelas. Bahan aktifnya adalah minyak tak jenuh yang dapat dimodelkan dengan asam linoleat, CH 3 CH 2 4 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 7 COOH, yang diketahui dapat berpolimerisasi. Reaksi tersebut berbasiskan pada pembentukan senyawa-senyawa aldehida, terutama karena proses tersebut diikuti oleh pelepasan akrolein, CH 2 =CHCHO, yang telah digunakan sebagai salah satu elemen pengendali mutu. Namun akrolein sendiri tidak dapat digunakan dalam pembuatan kulit samoa. Sharpouse 1985 menyimpulkan bahwa penyamakan minyak sebagai fiksasi produk-produk otooksidasi resin atau minyak terhadap serat protein dalam bentuk seperti pembungkus. Selanjutnya 8 Suparno 2009 menyebutkan bahwa hasil dari penyamakan tersebut sebagai sebuah matriks polimer dalam matriks kolagen. Tidak ada kepastian reaksi antara polimer tersebut dan kolagen, tidak seperti hasil dari penyamakan aldehida. Dengan demikian, sistem tersebut dapat digambarkan sebagai suatu matriks dari ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi, menahan struktur serat kolagen terpisahberjauhan, sebagai sebuah bentuk lubrikasi ekstrim untuk mencegah struktur serat tersebut bersatu dan lengket Covington, 2009.

2.6 KULIT SAMAK MINYAK KULIT SAMOA