Ketebalan Suhu Kerut Sifat Fisik Kulit

21 KOH berlebihan dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui. Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi dibandingkan minyak yang mempunyai berat molekul tinggi Ketaren, 2008. Pengujian terhadap bilangan penyabunan memberikan hasil bahwa minyak biji karet yang digunakan memiliki bilangan penyabunan sebesar 186.08 mg KOHg minyak. Hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparno et al. 2009a, yaitu bilangan penyabunan minyak biji karet sebesar 185 mg KOHg minyak.

4.2 PENELITIAN UTAMA

4.2.1 Sifat Fisik Kulit

4.2.1.1 Ketebalan

Pengukuran terhadap ketebalan kulit samoa memberikan hasil bahwa kulit samoa yang dihasilkan memiliki rata-rata ketebalan kulit sebesar 0.61 mm, dengan rentang ketebalan 0.53- 0.72 mm Lampiran 6. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan kulit samoa pada penelitian ini telah memenuhi standar sesuai dengan SNI 06-1752-1990 BSN, 1990, yaitu ketebalan kulit berkisar antara 0.3-1.2 mm. Ketebalan kulit samoa dapat diatur sesuai dengan tujuan penggunaan produk. Pengaturan ketebalan dapat dilakukan melalui proses shaving dan buffing. Proses shaving bertujuan untuk menghilangkan bagian rajah grain serta mengatur ketebalan. Pada proses ini, umumnya ketebalan diatur antara 0.8-0.9 mm agar setelah proses buffing, kulit tidak menjadi terlalu tipis. Proses buffing bertujuan untuk menghaluskan permukaan kulit samak, sehingga dapat pula digunakan untuk mengatur ketebalan kulit yang dihasilkan. Proses buffing yang sempurna menjadikan permukaan kulit samak seperti beludru dan tidak dapat lagi dibedakan antara kulit bagian grain dan kulit bagian dalam flesh.

4.2.1.2 Suhu Kerut

Suhu kerut Ts adalah suhu ketika kulit mengalami derajat kerut paling tinggi atau saat kulit mengerut 0.3 dari panjang awalnya. Pengukuran suhu kerut dilakukan terhadap kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samak minyak untuk melihat pengaruh proses penyamakan terhadap kulit tersebut. Pengujian terhadap Ts kulit pikel kulit awal memberikan hasil bahwa kulit pikel memiliki Ts sebesar 47 o C. Setelah disamak menggunakan aldehida, Ts kulit meningkat menjadi 78.8 o C Gambar 7. Adanya kenaikan Ts ini menunjukkan bahwa proses penyamakan menggunakan aldehida telah mengubah struktur kulit menjadi lebih tahan terhadap panas. Peningkatan nilai Ts disebabkan oleh reaksi yang kompleks, yaitu glutaraldehida membentuk basa Schiff dengan protein kolagen kulit dan kemudian distabilisasi oleh molekul-molekul glutaraldehida lain. Tiga molekul glutaraldehida difiksasi per grup amino lisyne. Ikatan collagen- [glutaraldehida]-collagen menyebabkan kulit menjadi lebih tahan terhadap pengaruh luar 22 termasuk suhu, struktur kulit yang awalnya terpisah-pisah bergabung menjadi struktur yang lebih kuat dan kompak. Pengujian terhadap Ts kulit samak minyak kulit samoa memberikan hasil bahwa rata-rata Ts kulit samoa adalah 70.8 o C Gambar 7. Ts kulit samoa mengalami sedikit penurunan dibandingkan Ts kulit samak aldehida. Hal ini dapat disebabkan oleh minyak yang melakukan penetrasi ke dalam kulit lalu membentuk matriks polimer di dalam matriks kolagen, sehingga mengakibatkan ikatan antar jalinan serat kolagen-aldehida menjadi lebih renggang yang menjadikan kulit lebih mudah untuk mengerut. Kulit dengan struktur serat yang renggang relatif lebih mudah mengalami kerut dibandingkan struktur serat yang rapat dan kompak. Selain itu, pengaruh penambahan minyak dan bahan-bahan kimia terutama oksidator juga dapat mengganggu kestabilan ikatan hidrogen, sehingga energi yang dibutuhkan untuk memecah ikatan tersebut lebih sedikit dan Ts pun menjadi menurun. Covington 2009 menyatakan bahwa Ts kolagen berkaitan erat dengan kestabilannya. Ketika kestabilan berkurang karena kehilangan ikatan hidrogen, adanya zat yang dapat memecah ikatan hidrogen atau kerusakan yang disebabkan oleh zat kimia, maka akan lebih sedikit energi yang diperlukan untuk memecah ikatan hidrogen tersebut, dan Ts juga akan menurun. Sebaliknya adanya bahan yang dapat memicu terjadinya ikatan antar kolagen, seperti misalnya pada proses penyamakan, akan meningkatkan ketahanan enzimatis dan Ts. Gambar 7. Suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samak minyak Pengukuran Ts kulit samoa dilakukan pada berbagai kombinasi waktu oksidasi di dalam molen dan waktu oksidasi di luar molen. Pengukuran ini memberikan hasil bahwa Ts kulit samoa berada pada kisaran 69.88-71.63 o C Gambar 8. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Kulit Pikel Kulit Samak Aldehida Kulit Samak Minyak Suhu K e r ut o C Jenis Kulit 23 Gambar 8. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta suhu kerut Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan Ts menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam molen dan waktu oksidasi di luar molen tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap Ts, begitu pula dengan interaksi antara kedua faktor Lampiran 7. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan percobaan pada semua sampel telah memberikan pengaruh penyamakan terhadap kulit, akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Ts. Reaksi oksidasi minyak yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan waktu oksidasi memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap Ts. Pada penyamakan minyak menggunakan minyak biji karet, bahan aktif dalam reaksi oksidasi dapat dimodelkan dengan asam linoleat, karena sebagian besar asam lemak tidak jenuh penyusun minyak biji karet adalah asam linoleat. Asam linoleat akan mengalami oksidasi membentuk linoleat hidroperoksida. Hidroperoksida yang terbentuk selanjutnya mengalami degradasi sekunder yang akan membentuk senyawa-senyawa hidrokarbon dengan berat molekul yang lebih rendah melalui reaksi polimerisasi. Asam linoleat, CH 3 CH 2 4 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 7 COOH, diketahui dapat berpolimerisasi. Ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi kemudian akan membentuk matriks polimer di dalam matriks kolagen yang akan menahan struktur serat kolagen terpisahberjauhan dan menjadi lebih renggang, sehingga dapat memberikan efek penyamakan minyak yaitu berupa kulit samoa yang lembut, halus, serta lebih mudah mengerut bila dibandingkan dengan kulit samak aldehida.

4.2.1.3 Daya Serap Air