12
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Komoditas Caisin Brassica rapa cv. caisin
Caisin Brassica rapa cv. caisin merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian BrassicaceaeCruciferae. Caisin
dikenal oleh petani dengan sebutan sawi hijau yang sedang banyak dipasarkan dewasa ini. Caisin memiliki kemampuan adaptasi luas baik di dataran tinggi
maupun dataran rendah. Di Pulau Jawa caisin ditanam di berbagai daerah dataran tinggi maupun rendah dan umumnya menggunakan benih produksi lokal
Widiyazid 1998. Menurut Widiyazid 1998 dalam budidaya caisin, varietas benih yang
akan ditanam perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu 1 benih harus sesuai dengan permintaan pasar, 2 daya tumbuh benih tinggi atau masa berlaku benih
pada label belum habis, dan 3 kebutuhan benih per hektar adalah 1,0-2,0 kilogram. Pada umumnya petani Indonesia menanam benih produksi lokal dengan
jumlah produksi sebanyak ± 10 ton per hektar dengan umur panen ± 40 hari. Namun, untuk varietas benih impor seperti, Tosakan Thailand mampu
menghasilkan produksi yang lebih tinggi, yaitu sebanyak ± 25 ton per hektar dengan rasa lebih enak dan lunak serta dengan umur panen 30-35 hari.
Menurut Wahyudi 2010, penggunaan berbagai jenis pupuk pada tahap persemaian benih dan pengolahan lahan, yaitu pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk
SP-36 dan pupuk KCL, sedangkan pada saat pemeliharaan diberi pupuk Urea dan dan pupuk KCL. Hal ini berbeda menurut Widiyazid 1998, dimana budidaya
caisin diketahui hanya menggunakan pupuk kandangkompos saat persiapan lahan dan penanaman, sedangkan saat pemeliharaan hanya menggunakan pupuk Urea.
Namun menurut keduanya bahwa penggunaan pupuk tersebut disesuaikan dengan jenis dan keadaan tanahnya. Sedangkan untuk penggunaan pestisida dalam
pengendalian hama dan penyakit hanya dilakukan jika benar-benar diperlukan.
Menurut Gopur 2009 dalam kegiatan produksi caisin, rendahnya kemampuan produksi yang sering terjadi pada usahatani caisin dipengaruhi oleh
penggunaan faktor-faktor produksi dan juga hama penyakit yang sulit dikendalikan, dimana faktor-faktor produksi tersebut adalah benih, pupuk
kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pestisida cair, pestisida padat, dan tenaga kerja.
13 Menurut Gopur 2009 penggunaan benih dan pestisida padat tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi caisin. Adanya peningkatan penggunaan faktor produksi benih dan pestisida padat justru akan menurunkan produksi caisin.
Hal ini dikarenakan penggunaan kedua input tersebut sudah over dosis sehingga dalam penggunaan kedua input ini belum efisien. Sedangkan peningkatan
penggunaan pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair dan tenaga kerja akan meningkatkan produksi caisin. Sementara itu, penggunaan pestisida cair dan
tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi caisin. Kedua penggunaan faktor produksi ini masih kurang sehingga sangat mempengaruhi turunnya
produksi caisin. Mengenai efisiensi, baik penggunaan pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair, dan tenaga kerja ternyata tidak efisien. Penggunaan
faktor-faktor produksi tersebut harus ditingkatkan untuk memperoleh produksi caisin yang optimal.
Mengenai penggunaan pupuk kimia menunjukkan hasil yang serupa dengan penelitian Handoyo 2010 yang meneliti tentang pengaruh penggunaan
pupuk NPK terhadap tanaman caisin. Penggunaan pupuk NPK dengan dosis yang berbeda-beda pada beberapa tanaman contoh menunjukkan bahwa aplikasi
pemupukan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap tanaman caisin, seperti pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, warna daun, indeks luas daun, bobot basah,
dan akar serta bobot panen umbian. Penggunaan dosis pupuk kimia sebanyak 22,5 kilogram per hektar akan menghasilkan panen tertinggi, yaitu 7,26 ton per hektar.
Sedangkan, dosis optimum pupuk NPK yang harus diberikan berdasarkan hasil panen adalah sebanyak 46,75 kilogram per hektar, sedangkan dosis optimum
yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi berdasarkan perhitungan BC Ratio
adalah sebanyak 28,125 kilogram per hektar dan dosis minimum pada BC ratio
1 atau saat Break Event Point BEP adalah sebanyak 3,559kgha. Penggunaan pupuk NPK sebagai pupuk kimia memang dapat
menghasilkan hasil panen lebih tinggi, namun penggunaan pupuk kimia yang terlalu banyak akan menimbulkan kerugian tersendiri bagi pertanian
berkelanjutan. Oleh karena itu, saat ini pertanian lebih disarankan untuk menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang. Hasil produksi yang diperoleh
dengan penggunaan pupuk kandang jauh lebih baik daripada penggunaan pupuk
14 kimia. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian Abdurohim 2008 yang
menyebutkan bahwa penggunaan pupuk kompos menghasilkan produksi tanaman caisin yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan pupuk NPK. Pertumbuhan dan
produksi caisin pada pemberian pupuk kompos nyata lebih baik daripada pemberian pupuk NPK. Selanjutnya, berdasarkan kadar hara tanah diketahui
bahwa tanaman caisin yg diberi perlakuan pupuk NPK masih mengalami defisiensi kadar P dan K pada tanah. Hasil penelitian ini dapat menjadi
pertimbangan bagi petani dalam penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia agar menghasilkan produksi yang optimal.
2.2 Analisis Risiko dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komoditas