Analisis usahatani dan tataniaga caisin (brasica rapa cv) (studi kasus gabungan kelompok tani bunga wortel di desa Citeko, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor)

(1)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA CAISIN (

brasica rapa cv

)

(

Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan

Cisarua, Kabupaten Bogor

)

SKRIPSI

TRISMADI NURBAYUTO H34087029

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

TRISMADI NURBAYUTO. Analisis Usahatani dan Tataniaga Caisin (brasica rapa cv) (Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA).

Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan ketahanan pangan; memperbaiki devisa negara dengan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor, (Direktorat Jendral Hortikultura Kementrian Pertanian, 2010). Sayuran daun merupakan salah satu komoditas yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi yang dibutuhkan oleh manusia.

Pada tahun 2010 produksi caisin Nasional mencapai 583.004 ton. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat produksi caisin cukup tinggi, dimana persen rata-rata pertumbuhan produksi pertahun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa propinsi lainnya yaitu sebesar 2,96 persen pertahun. Jawa Barat sebagai salah satu propinsi yang memiliki tingkat produksi tinggi, memiliki beberapa kabupaten yang menjadi sentra produksi caisin. Beberapa kabupaten tersebut diantaranya: Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Subang, dan Bandung. Berdasarkan BPS tahun 2010. Kabupaten Bogor memiliki tingkat persen petumbuhan produksi caisin yang relatif tinggi, yaitu sebesar 2,99 persen pertahun.

Kabupaten Bogor memiliki beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi caisin, umumnya terletak di kecamatan yang berada di wilayah Bogor Tengah. Kecamatan Cisarua merupakan salah satu kecamatan yang memiliki produktivitas caisin yang relatif tinggi dari tahun 2006-2010. Produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua tertinggi terjadi pada tahun 2008 mencapai 1,91 ton/hektar. Petani anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bunga Wortel yang terletak di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua pada umumnya berusahatani caisin. Caisin memiliki karakter cepat rusak (perishable), oleh sebab itu dalam penanganan pasca

panen diperlukan sistem tataniaga yang efisien. Dimana rantai tataniaga yang terbentuk harus relatif pendek dan dalam proses penyalurannya tidak merugikan seluruh lembaga yang terlibat. Untuk mengetahui tingkat efisensi tataniaga caisin petani anggota Gapoktan Bunga Wortel diperlukan penelitian mengenai tataniaga caisin.

Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan, kemudian dilakukan analisis R/C rasio untuk mengetahui apakah usahatani caisin yang dilakukan oleh petani anggota dan non anggota dapat menguntungkan atau tidak. Salah satu cara untuk memperoleh keuntungan dari usahatani caisin adalah dengan memasarkan hasil produksi caisin. Sistem tataniaga yang efisien akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar sistem tataniaga dapat berjalan seefisien mungkin maka petani harus memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis farmer’s share, analisis margin

tataniaga dan analisis keuntungan biaya. Selanjutnya, hasil dari analisis pendapatan usahatani dan tataniaga caisin dapat memberikan keterangan bagi petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel untuk memilih alternatif pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan usahatani caisin.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis usahatani caisin pada petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel, (2) Menganalisis lembaga dan saluran yang ada pada tataniaga caisin dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel, (3) Menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar caisin yang terjadi, antara caisin yang


(3)

berasal dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel. Penelitian dilakukan pada Bulan Maret-April 2011. Pengambilan responden dengan menggunakan metode simple random sampling pada petani anggota dan menggunakan metode sensus pada petani anggota. Jumlah petani yang dijadikan responden adalah 26 orang petani anggota dan 25 orang petani non anggota. Responden yang diambil untuk menganalisis pemasaran dengan mengikuti saluran pemasaran caisin. Jumlah pedagang yang dijadikan responden terdiri dari dua orang pedagang pengumpul, dua orang pedagang besar dan dua orang pedagang pengecer.

Teknik budidaya usahatani caisin yang dilakukan oleh petani anggota dan non anggota terdiri dari kegiatan persemaian, pengolahan tanah, pemupukan I (pupuk kandang), pembumbungan, penanaman (replanting), penyiangan, pemupukan II (pupuk urea, KCl, NPK) dan pemanenan. R/C rasio dan pendapatan tunai rumah tangga (RT) petani. Untuk petani anggota gapoktan, besarnya R/C rasio atas biaya tunai 1,14; R/C rasio atas biaya total 0,56; dan pendapatan RT petani RP 169.350,00/hektar/musim tanam. Sedangkan untuk petani non anggota, besarnya R/C rasio atas biaya tunai 1,09; R/C rasio atas biaya total 0,52; pendapatan RT petani Rp. 104.607,00/hektar/musim tanam. Usahatani caisin atas biaya total tidak efisien dilakukan, karena semua nilai R/C < 1.

Berdasarkan analisis tataniaga, saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari tiga saluran tataniaga, diantaranya Saluran 1: petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Saluran 2: petani-besar-pedagang pengumpul kecil-besar-pedagang pengecer-konsumen. Saluran 3: petani-pedagang pengumpul besar-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen. Struktur pasar caisin terbagi menjadi dua tingkat. Tingaktan pertama dari petani ke pengumpul memiliki struktur oligopsoni. Pada tingkatan kedua dari pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen, struktur pasar yang terbentuk mendekati pasar persaingan sempurna. Penjual tidak melakukan strategi dalam menjual caisin, selain itu pembeli tidak memperhatikan mengenai higienitas dan kualitas caisin.

Saluran tataniaga kedua merupakan paling efisien, karena margin tataniaganya paling kecil. Petani pada saluran pertama dan kedua mendapatkan farmer’s share cukup tinggi yaitu 50%, sedangkan pada saluran ketiga hanya 28,21%, akibat dari jauhnya jarak konsumen akhir caisin. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga tertinggi terdapat pada saluran tataniaga ketiga dengan besarnya sembilan, artinya setiap mengeluarkan biaya satu rupiah maka akan memberi keuntungan sebesar 2,48 rupiah.


(4)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA CAISIN (

brasica rapa cv

)

(

Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan

Cisarua, Kabupaten Bogor

)

TRISMADI NURBAYUTO H34087029

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Analisis Usahatani dan Tataniaga Caisin (brasica rapa cv) (Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)

Nama Mahasiswa : Trismadi Nurbayuto

NIM : H34087029

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si NIP. 19670410 199103 1001

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani dan Tataniaga Caisin (brasica rapa cv) (Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Trismadi Nurbayuto H34087029


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 4 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs. H. Toni Susanto dan Ibu Heni Rohaeni.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Cijulang, Kabupaten Ciamis Jawa Barat pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Cijulang. Pendidikan Menengah atas di SMAN 1 Ciamis diselesaikan pada tahun 2004.

Penulis diterima pada Program Studi Diploma III Manajemen Hutan Produksi, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan sarjana pada Program Agribisnis Alih Jenis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dan diselesaikan pada tahun 2011.

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah tercatat di sebagai Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan periode 2005-2006 dan sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor Komisariat Fakultas Kehutanan periode 2006-2007. Selain itu pada tahun 2008 penulis memiliki pengalaman kerja di PT. Tiga Pilar Sejahtera Agro, Tbk sebagai Junior Asisten di perkebunan kelapa sawit di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Kemudian sejak tahun 2010 penulis bekerja sebagai anggota tim High Conservation Value (HCV) Fakultas Kehutanan IPB.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani dan Tataniaga Caisin (brasica rapa cv) (Studi Kasus Gabungan Kelompok Tani Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis usahatani dan tataniaga caisin pada petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi.

Bogor, Juli 2011


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah

meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Burhanudin, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah meluangkan

waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Tintitn Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Orangtua dan keluarga tercinta di Ciamis atas semua dukungan cinta kasih dan doa yang telah diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

6. Ir. Budi Santoso dan keluarga atas dukungan dan doa yang telah diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

7. Ir. Edi Juhana selaku Kepala BP3K Ciawi Kabupaten Bogor dan Bapak H. Ukar selaku Bendahara Gapoktan Bunga Wortel yang telah membantu penulis selama di lapangan.

8. My Beloved (Titisari Dewiaji) atas semangat dan sharing selama kuliah sampai dengan selesai, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

9. Rekan-rekan tim HCV Fakultas Kehutanan IPB atas semangat dan kebersamaannya. Bogor, Juli 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran KembangKol ... 7

2.2. Analisis Usahatani dan pemasaran Bawang Merah ... 8

2.3. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Pepaya California ... 8

2.4. Analisis Tataniaga Sayuran Bayam ... 9

2.5. Analisis Efisiensi Tataniaga Cabai Merah ... 11

2.6. Analisis Efisiensi Pemasaran Talas ... 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 13

3.1.1. Konsep Usahatani ... 13

3.1.2. Pendapatan Usahatani ... 14

3.1.3. Pengertian Pasar ... 15

3.1.4. Konsep Tataniaga ... 15

3.1.5. Analisis Sistem Pemasaran ... 16

3.1.6. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran ... 19

3.1.7. Analisis Margin Pemasaran ... 20

3.1.8. Efisiensi Tataniaga ... 21

3.1.9. Gambaran Umum Caisin (brasica rapa cv) ... 22

3.1.10. Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) ... 23

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

3.2.1. Definisi Operasional ... 24

IV. METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

4.2. Jenis Data yang dikumpulkan ... 27

4.3. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 27

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

4.4.1. Analisis Usahatani ... 29


(11)

4.4.3. Analisis Saluran Tataniaga ... 30

4.4.4. Analisis Lembaga Tataniaga ... 30

4.4.5. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ... 31

4.4.6. Analisis Margin Tataniaga ... 32

4.4.7. Analisis Farmer’s Share ... 32

4.4.8. Analisis Rasio Keuntungan Biaya ... 33

V. KONDISI UMUM LOKASI ... 34

5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor ... 34

5.1.1. Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan ... 34

5.1.2. Jenis Pekerjaan Masyarakat ... 34

5.2. Sejarah Gapoktan Bunga Wortel ... 35

5.3. Karakteristik Responden ... 36

5.3.1. Status Usaha ... 36

5.3.2. Umur Responden ... 36

5.3.3. Pendidikan ... 37

5.3.4. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan ... 37

5.3.5. Pengalaman Usahatani ... 39

5.3.6. Sumber Modal ... 39

5.3.7. Pelatihan ... 41

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

6.1. Keragaan Usahatani ... 42

6.1.1. Penggunaan Input ... 42

6.1.1.1. Pupuk ... 44

6.1.1.2. Tenaga Kerja ... 45

6.1.2. Teknik Budidaya ... 47

6.1.2.1. Persemaian ... 48

6.1.2.2. Pengolahan Tanah ... 48

6.1.2.3. Pemupukan I ... 48

6.1.2.4. Pembumbungan ... 48

6.1.2.5. Penanaman (replanting) ... 49

6.1.2.6. Penyiangan ... 49

6.1.2.7. Pemupukan II ... 49

6.1.2.8. Pemanenan ... 50

6.2. Analisis Usahatani ... 50

6.2.1. Analsis Usahatani Caisin Petani Anggota ... 50

6.2.2. Analisis Usahatani Caisin Petani Non Anggota ... 53

6.3. Analisis Tataniaga ... 55

6.3.1. Analisis Lembaga Tataniaga ... 56

6.3.1.1. Pedagang Pengumpul ... 56

6.3.1.2. Pedagang Besar ... 57

6.3.1.3. Pedagang Pengecer ... 57

6.3.2. Analisis Fungsi Tataniaga ... 58

6.3.3. Analisis Saluran Tataniaga ... 58


(12)

6.3.3.2. Saluran Tataniaga 2 ... 58

6.3.3.3. Saluran Tataniaga 3 ... 59

6.3.4. Struktur Pasar Caisin ... 60

6.3.5. Perilaku Pasar Caisin ... 60

6.3.6. Keragaan Pasar Caisin ... 61

6.3.5. Analsisi Margin Tataniaga, Farmer’s Share, Rasio Keuntungan Biaya Tataniaga ... 61

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

7.1. Kesimpulan ... 65

7.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Nasional Sayuran Daun Tahun 2006-2010 ... 1 2. Produksi Caisin per Propinsi dari Tahun 2006-2010 ... 2 3. Kabupaten Sentra Produksi Caisin di Propinsi Jawa Barat Tahun

2006-2010 ... 3 4. Produktivitas Caisin di Wilayah Bogor Tengah Kabupaten

Bogor Tahun 2006-2010 ... 3 5. Data Fluktuasi Harga Caisin di Pasar Cisarua Kabupaten Bogor 5 6. Tabel Penarikan Sampel Yamane ... 27 7. Fungsi-Fungsi Tataniaga yang dilaksanakan oleh Lembaga

Pemasaran Tataniaga Caisin ... 31 8. Karakteristik Struktur Pasar ... 31 9. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Cisarua dan Desa

Citeko ... 34 10. Jenis Pekerjaan Masyarakat Kecamatan Cisarua dan Desa Citeko

... 35 11. Sebaran Umur Responden Petani Caisin Anggota dan Non

Anggota Gapoktan Bunga Wortel ... 37 12. Luas dan Status Lahan yang digunakan Petani Caisin di Desa

Citeko ... 38 13. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Caisin per Hektar per

Musim Tanam yang dilakukan Petani Anggota Gapoktan Bunga Wortel ... 43 14. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Caisin per Hektar per

Musim Tanam yang dilakukan Petani Anggota Gapoktan Bunga Wortel ... 44 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Budidaya Caisin per

Hektar per Musim Tanam yang dilakukan Petani Anggota Gapoktan Bunga Wortel ... 46 16. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Budidaya Caisin per

Hektar per Musim Tanam yang dilakukan Petani Anggota Non Anggota

Gapoktan Bunga Wortel ... 47 17. Analisis Pendapatan Caisin dan Wortel Petani Anggota

Gapoktan Bunga Wortel per Periode per Hektar ... 52 18. Pendapatan Tunai per Hektar Rumah Tangga Petani Anggota

Gapoktan Bunga Wortel ... 53 19. Analisis Pendapatan Caisin dan Wortel Petani Non Anggota


(14)

20. Pendapatan Tunai per Hektar Rumah Tangga Petani Non Anggota Gapoktan Bunga Wortel ... 55 21. Fungsi-fungsi Tataniaga yang dilaksanakan oleh Setiap

Lembaga Tataniaga Caisin ... 58 22. Biaya Tataniaga Caisin dengan Tujuan Pasar Cisarua ... 61 23. Biaya Tataniaga Caisin dengan Tujuan Pasar Warung Jambu 62 24. Margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Marketing Margin ... 21 2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 24 3. Saluran Tataniaga Caisin di Gapoktan Bunga Wortel ... 59


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 69

2. Daftar Nama Responden Petani Caisin Anggota Gapoktan Bunga Wortel ... 79

3. Daftar Nama Responden Petani Caisin Non Anggota Gapoktan Bunga Wortel ... 80

4. Penyusutan Alat-Alat Petani Caisin Anggota Gapoktan dengan Metode Garis Lurus ... 81

5. Penyusutan Alat-Alat Petani Caisin Non Anggota Gapoktan dengan Metode Garis Lurus ... 81

6. Daftar Nama Responden Penjual Caisin ... 82

7. Fungsi Pembelian Caisin oleh Penjual ... 83

8. Fungsi Penjualan Caisin oleh Penjual ... 84


(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan ketahanan pangan; memperbaiki devisa negara dengan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor, (Direktorat Jendral Hortikultura Kementrian Pertanian, 2010). Sayuran daun sebagai salah satu komoditas hortikultura memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi, karena sayuran daun merupakan salah satu sumber mineral, vitamin, serat, antioksidan serta energi yang dibutuhkan oleh manusia.

Konsumsi sayuran daun selalu berhubungan dengan produksi sayuran, jika dilihat produksi sayuran daun nasional beberapa tahun terakhir. Pada umumnya pertumbuhan produksi sayuran daun mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Nasional Sayuran Daun Tahun 2006 – 2010

Komoditas

Tahun (ton)

Rata – Rata

Pertumbuhan (persen/tahun)

2006 2007 2008 2009 2010*

Bayam 149.435 155.862 163.817 173.750 151.344 -0,03

Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 354.779 4,41

Kubis 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.358.656 1.384.656 3,53

Caisin/Sawi 590.401 564.912 565.636 562.838 583.004 -0,36

Sumber: BPS, 2011 (data diolah) *angka sementara

Berdasarkan data pada Tabel 1, dari tahun 2006 sampai tahun 2010 rata-rata pertumbuhan produksi sayuran daun secara umum mengalami fluktuasi. Sayuran yang mengalami pertumbuhan positif yaitu kangkung dan kubis dengan rata-rata persen pertumbuhan sebesar 4,41 persen dan 3,53 persen. Sayuran yang memiliki rata-rata pertumbuhan negatif adalah caisin dan bayam, namun rata-rata pertumbuhan terkecil adalah caisin sebesar -0,36 persen. Rendahnya persen rata-rata pertumbuhan caisin, menjadikan faktor yang menarik untuk dilakukan mengenai penelitian usahatani caisin.

Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat produksi caisin cukup tinggi, dimana persen rata-rata pertumbuhan produksi pertahun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa propinsi lainnya yaitu sebesar 2,96 persen pertahun,


(18)

diikuti dengan Propinsi Jawa Timur sebesar 1,16 persen. Sedangkan beberapa propinsi yang mengalami penurunan adalah Propinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Data produksi caisin per propinsi bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Caisin per Propinsi dari Tahun 2006-2010

Propinsi Tahun (ton)

Rata-Rata Pertumbuhan (persen/tahun)

2006 2007 2008 2009 2010*

Jawa Barat 141,70 141,23 130,10 146,34 157,41 2,96

Jawa Timur 59,04 45,19 50,91 73,17 52,47 1,16

Sumatera Barat 88,56 84,74 73,53 67,54 81,62 -1,21

Jawa Tengah 88,56 96,04 73,53 67,54 75,79 -2,73

Sumatera Utara 70,85 56,49 56,56 50,66 58,30 -3,87

Lainnya 141,70 141,23 181,00 157,59 157,41 3,70

Sumber: BPS, 2011 (data diolah) *angka sementara

Propinsi Jawa Barat sebagai salah satu propinsi tertinggi yang memproduksi caisin, memiliki beberapa kabupaten yang menjadi sentra produksi caisin. Beberapa kabupaten tersebut diantaranya: Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Subang, dan Bandung. Berdasarkan BPS tahun 2010. Kabupaten Bogor memiliki tingkat persen pertumbuhan produksi caisin yang relatif tinggi, yaitu sebesar 2,99 persen pertahun. Data mengenai produksi caisin di sentra produksi di Propinsi Jawa Barat bisa dilihat pada Tabel 3.


(19)

Tabel 3. Kabupaten Sentra Produksi Caisin di Propinsi Jawa Barat Tahun 2006-2010

Kabupaten Tahun (ton) Rata-Rata

Pertumbuhan (persen/tahun)

2006 2007 2008 2009 2010*

Bogor 32,59 31,07 31,22 36,58 36,20 2,99

Sukabumi 22,67 19,77 22,12 26,34 23,61 1,95

Cianjur 28,34 25,42 20,82 27,80 28,33 1,77

Bandung 24,09 22,60 18,21 23,41 22,04 -0,73

Subang 18,42 16,95 14,31 20,49 15,74 -0,89

Sumber: BPS, Propinsi Jawa Barat 2011 (data diolah) *angka sementara

Kabupaten Bogor memiliki beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi caisin, umumnya terletak di kecamatan yang berada di wilayah Bogor Tengah. Kecamatan Cisarua merupakan salah satu kecamatan yang memiliki produktivitas caisin yang relatif tinggi dari tahun 2006-2010. Pada tahun 2009 produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun sebelumnya. Produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua tertinggi terjadi pada tahun 2008 mencapai 1,91 ton/hektar. Data Produktivitas beberapa kecamatan yang menghasilkan caisin di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produktivitas Caisin di Wilayah Bogor Tengah Kabupaten Bogor Tahun 2006 - 2010

No Kecamatan Tahun (ton/hektar)

2006 2007 2008 2009 2010*

1 Ciomas 0,72 0,35 0,41 1,20 1,19

2 Tamansari 0,93 0,85 1,01 0,77 0,67

3 Caringin 0,64 0,74 0,71 0,74 1,66

4 Cijeruk 0,68 0,32 0,47 0,55 0,43

5 Ciawi 0,22 0,21 0,31 0,28 0,32

6 Megamendung 0,97 0,92 0,35 0,50 0,61

7 Cisarua 1,02 1,88 1,91 1,13 0,45

8 Babakan Madang 0,90 1,66 1,74 1,64 2,47

9 Cigombong 0,32 0,60 0,33 0,47 0,33

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (data diolah) Ket: * angka sementara

Produktivitas caisin di Kecamatan Cisarua menjadi yang tertinggi di wilayah Bogor Tengah. Petani anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bunga Wortel yang terletak di


(20)

Desa Citeko, Kecamatan Cisarua pada umumnya berusahatani caisin. Caisin memiliki karakter cepat rusak (perishable), oleh sebab itu dalam penanganan pasca panen diperlukan sistem tataniaga yang efisien. Dimana rantai tataniaga yang terbentuk harus relatif pendek dan dalam proses penyalurannya tidak merugikan seluruh lembaga yang terlibat. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat efisensi tataniaga caisin petani anggota Gapoktan Bunga Wortel diperlukan penelitian mengenai tataniaga caisin.

1.2.Perumusan Masalah

Usahatani caisin dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya cuaca (kemarau atau hujan), modal, lahan, teknologi dan keterampilan tenaga kerja. Gapoktan Bunga Wortel sebagai sebuah kelembagaan. Diharapkan bisa memudahkan anggotanya untuk mengakses modal, teknologi dan pasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Ciawi. Jumlah petani caisin yang telah tergabung dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bunga Wortel adalah 75 orang petani dari total 100 orang petani caisin yang ada di Desa Citeko.

Petani anggota mayoritas hanya sebagai penggarap (tenan), dengan luas lahan yang relatif kecil. Pada umumnya lahan dimiliki oleh orang-orang yang tinggal di Jakarta. Dengan luas lahan yang relatif kecil akan berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas caisin. Berdasarkan beberapa masalah tersebut, menarik untuk dikaji mengenai keragaan dan pendapatan usahatani caisin petani anggota Gapoktan Bunga Wortel, namun sebagai pembanding penelitian usahatani caisin ini akan dilakukan terhadap petani yang belum tergabung dalam Gapoktan Bunga Wortel. Untuk mengetahui perbedaan keragaan usahatani dan besarnya tingkat pendapatan usahatani caisin antara petani anggota dengan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel.

Kegiatan pasca panen pada umumnya menjadi masalah bagi petani caisin, petani biasanya selalu menjadi price taker dari para tengkulak. Saat panen raya harga caisin ditingkat petani bisa mencapai Rp. 500/Kilogram. Idealnya Gapoktan dapat berperan dalam menjaga agar fluktuasi harga caisin saat panen raya tidak terlalu murah. Salah satu cara adalah menjadikan gapoktan sebagai salah satu lembaga tataniaga dalam memasarkan caisin. Pasar Cisarua merupakan salah satu tujuan pemasaran caisin yang berasal dari petani anggota Gapoktan Bunga Wortel. Harga caisin di Pasar Cisarua selalu mengalami fluktuasi setiap minggu, berdasarkan data sekunder harga caisin antara bulan Januari-Maret 2011 berkisar antara Rp 1.900-Rp 2.200 per Kilogram. . Data mengenai fluktuasi harga caisin dari bulan Januari sampai dengan Maret 2011 di Pasar Cisarua dapat dilihat pada Tabel 5.


(21)

Tabel 5. Data Fluktuasi Harga Caisin di Pasar Cisarua Kabupaten Bogor

Bulan Rata - Rata Harga/ Minggu (Rupiah/Kilogram)

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Januari 2.000 2.200 2.000 2.100

Februari 2.100 2.000 2.200 2.000

Maret 1.900 2.100 2.000 2.000

Sumber: Pasar Cisarua Kabupaten Bogor, 2011

Fluktuasi harga yang terjadi pada Tabel 5 dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: jumlah permintaan dan penawaran caisin; serta penentuan harga caisin di tingkat petani. Selama ini petani selalu mendapatkan tingkat harga yang terkecil, dibandingkan dengan lembaga tataniaga yang lainnya. Hal tersebut diakibatkan petani kurang memiliki nilai tawar terhadap pedagang pengumpul.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi setelah pasca panen, diperlukan penelitian mengenai tataniaga caisin. Untuk mengetahui efisiensi tataniaga caisin yang berasal dari petani anggota Gapoktan Bunga Wortel. Analisis mengenai tataniaga juga dilakukan kepada petani yang belum tergabung dengan Gapoktan Bunga Wortel. Hal ini dilakukan, untuk mengetahui peran Gapoktan dalam tataniaga caisin.

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana keragaan dan pendapatan usahatani caisin pada petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel?

2) Bagaimana lembaga dan saluran tataniaga yang ada pada tataniaga caisin dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel?

3) Bagaimana struktur, perilaku dan keragaan pasar caisin yang terjadi, antara caisin yang berasal dari petani anggota dan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel? 4) Bagaimanakah margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya

tataniaga caisin?

1.3.Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menganalisis usahatani caisin pada petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel.


(22)

2) Menganalisis lembaga dan saluran tataniaga yang ada pada tataniaga caisin dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel.

3) Menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar caisin yang terjadi, antara caisin yang berasal dari petani anggota dan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel. 4) Menganalisis margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya


(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Jika melihat R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,6 maka usahatani kembang kol dapat dikatakan efisien. Sedangkan jika dilihat dari R/C rasio atas biaya total adalah 2,6 sehingga usahatani kembang kol layak untuk dikembangkan.

Saluran pemasaran pada kegiatan ushatani kembang kol terdiri dari lima saluran. Saluran I (petani-pedagang pengumpul)-pedagang besar (pedagang grosir Kramatjati-pedagang pengecer (pasar induk Kramatjati)-konsumen. Saluran II (petani-Kramatjati-pedagang pengumpul-pedagang besar (pedagang Grosir TU)-pedagang pengecer (pasar TU)-konsumen. Saluran III (petani-pedagang Kramatjati-pengecer pasar Kramatjati)-konsumen. Saluran IV petani-pedagang besar (TU)-pedagang pengecer (pasar TU)-konsumen dan saluran V (petani-pedagang pengecer (pasar cisarua))-konsumen.

Struktur pasar pelaku pemasaran kembang kol untuk pedagang pengumpul dan pengecer cendrung bersifat pasar bersaing sempurna. Sedangkan untuk pedagang grosir masing-masing pasar induk Kramatjati, pasar Cisarua dan pasar TU cenderung mengarah pada struktur pasar oligopoli. Penentuan harga antara petani dan pedagang berdasarkan tawar-menawar, namun petani tetap sebagai penerima harga (price taker). Marjin pemasaran kembang kol yang paling efisien adalah saluran kelima, karena memiliki marjin terkecil yaitu Rp 2.500,00/kilogram. Begitupun farmer’s share terbesar yang diperoleh terdapat pada saluran V sebesar 56,5 persen. Rasio keuntungan biaya terbesar juga terjadi di saluran V dengan nilai tiga.

Penelitian mengenai usahatani dan tataniaga caisin di Gapoktan Bunga Wortel memiliki karakteristik yang relatif sama. Diantaranya: letak kecamatan yang sama, selain itu caisin dan kembang kol termasuk pada kelompok sayuran daun. Analisis ushatani caisin akan menggunakan beberapa alat analisis yang sama, yaitu dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani dan efisiensi usahatani dengan menggunakan R/C rasio.

Struktur pasar caisin yang akan terbentuk nantinya akan lebih dari satu, tergantung kepada tingkatan proses pemasaran seperti halnya pada tataniaga kembang kol. Selain itu, petani caisin pada saluran pemasaran yang relatif pendek akan mendapatkan peluang farmer

share’s yang cukup besar. Penelitian mengenai usahatani dan tataniaga kembang kol sangat membantu peneliti dalam menentukan alat analisis usahtani dan tataniaga caisin.


(24)

2.2.Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah

Maulina (2001) menganalisis pendapatan usahatani dan pemasaran bawang merah di Desa Kemukten, kecamatan Kersana, Kabupaten Dati II Brebes, Jawa Tengah. R/C rasio atas biaya total sebesar 1,4 maka usahatani bawang kurang menguntungkan untuk dikembangkan. Namun karena R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,5 maka usahatani bawang merah layak dikembangkan. Dari 27 responden, didapatkan tiga pola saluran pemasaran. Pola saluran yang paling efisien adalah pola saluran pemasaran II, karena selain memiliki saluran pemasaran yang pendek dan farmer share’s yang cukup besar yaitu 90 persen.

Penelitian mengenai usahatani dan pemasaran bawang merah bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi penulis dalam menentukan alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian usahatani dan tataniaga caisin. Penelitian ini juga dapat menambah informasi usahatani dan pemasaran komoditas hortikultura lainnya, selain caisin.

2.3.Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Pepaya California

Purba (2008) menganalisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran pepaya California di Desa Cimande dan Lemahdulur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitianyang dilakukan dapat disimpulkan bahwa petani memperoleh nilai R/C rasio atas biaya total sebesar rata-rata 3,59 dan R/C aras biaya tunai sebesar rata-rata 4,05. Nilai dari kedua R/C tersebut lebih dari satu, maka usahatani pepaya California tersebut masih memberikan keuntungan bagi petani dan layak untuk dikembangkan. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani adalah luas lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan tenaga kerja luar keluarga.

Pada saluran pemasaran pepaya California di Desa Cimande dan Lemahdulur, terdapat dua bentuk pola saluran. Pola saluran I, petani menjual pepaya kepada supplier, kemudian supplier menjual pepaya tersebut kepada pedagang pengecer dan pengecer menjualnya kepada konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual pepaya langsung kepada pabrik (konsumen akhir).

Perhitungan efisiensi usahatani pepaya California menggunakan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Untuk penelitian usahatani caisin yang akan dilakukan akan menggunakan alat analisis yang sama. Dengan mengetahui efisiensi usahatani caisin,


(25)

dapat diketahui kelayakan usahatani caisin tersebut. Jika R/C rasio yang didapatkan lebih dari satu, maka usahatani caisin menguntungkan bagi petani caisin.

Pepaya California sebagai salah satu komoditas hortikultura yang memiliki karakter cepat rusak (perishable) memiliki kesamaan denga karakter caisin. Saluran pemasaran yang relatif pendek membuat tataniaga papaya ini menjadi efisien. Dengan memiliki karakter yang cepat rusak juga, saluran pemasaran caisin yang akan diteliti idealnya memiliki jarak yang relatif pendek.

2.4.Analisis Tataniaga Sayuran Bayam

Apriyanto (2008) menganalisis tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran pemasaran bayam yang dominan di daerah penelitian berdasarkan informasi yang didapat dari pelaku pasar sebelumnya dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Pedagang yang diambil sebagai sampel terdiri dari tiga orang pedagang pengumpul dan lima pedagang pengecer.

Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruteun Ilir terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga satu : petani-pedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen; saluran tataniaga dua : petani-pedagang pengecer - pengecer-konsumen; saluran tataniaga tiga : petani-konsumen. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran bayam adalah fungsi penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan, pengangkutan dan fasilitas berupa informasi pasar, penaggungan risiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi petani sayuran bayam di Desa Ciaruteun Ilir bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan risiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruteun Ilir adalah Oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan risiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang diahadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker.


(26)

Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien, karena hasil produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368 per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga terbesar (farmer’s share) diterima oleh petani sebesar 100 persen. Pada saluran tataniaga tiga petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang di wawancara yang melakukan kegiatan tataniaga ini.

Penelitian mengenai tataniaga bayam menambah informasi mengenai metode penarikan sampel tataniaga, yaitu dengan menggunakan snowball sampling. Analisis mengenai struktur pasar caisin akan dilakukan pada setiap tingkatan seperti pada penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara terperinci mengenai sturuktur pasar yang terjadi. Seperti pada penelitian tataniaga yang lainnya, alat analisis yang digunakan adalah analisis margin tataniaga, analisis farmer share’s dan analisis rasio keuntungan dan biaya.

2.5.Analisis Efisiensi Tataniaga Cabai Merah

Rachma (2008) menganalisis efisiensi tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran Tataniaga I terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer II. Saluran tataniaga II terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran tataniaga III terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer II. Sedangkan saluran tataniaga IV terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran V terdiri dari pedagang pengumpul dan pedagang pengecer I. Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani kepada pedagang pengumpul.

Setiap lembaga tataniaga terlibat memiliki fungsi tataniaga masing-masing. Fungsi tataniaga bertujuan untuk memperlancar penyaluran hasil panen dari petani ke konsumen akhir. Struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga cabai merah ini dalah monopsoni karena hanya ada satu pedagang pengumpul yang menampung langsung keseluruhan hasil pertanian cabai merah dari petani di Desa Cibeureum dan beberapa penjual di setiap tingkat lembaga tataniaga lainnya. Analisis perilaku pasar menunjukkan bahwa terjadi transaksi dengan nota


(27)

penjualan antara petani, pedagang grosir, pedagang pengecer I, dan pedagang pengecer II adalah secara tunai. Lembaga penentu harga cabai merah adalah pedagang grosir.

Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Secara operasional dari kelima saluran tataniaga cabai merah yang ada, saluran V merupakan saluran tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi.

Pada intinya analisis efisensi tataniaga cabai merah ini adalah ingin memberikan alternatif bagi petani dalam memilih saluran tataniaga yang memberikan keuntungan paling besar, sehingga dapat meningkatkan bagian harga yang diterima oleh petani. Berdasarkan penelitian efisiensi tataniaga cabai merah, bermanfaat bagi penulis dalam menentukan tingkat efisiensi tataniaga caisin. Pada umumnya tataniaga yang memiliki saluran tataniaga terpendek dan memiliki marjin terkecil merupakan tataniaga yang efisien.

2.6.Analisis Efisiensi Pemasaran Talas

Widiyanti (2008) meneliti tentang Analisis Efisiensi Pemasaran Talas (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Hasil analisis pemasaran talas diketahui bahwa dalam pemasaran talas terbentuk tiga pola saluran pemasaran. Pola saluran pemasaran I terdiri dari: petani-pedagang pengumpul desa (tengkulak)-pedagang pengecer-konsumen.

Sistem pemasaran talas yang paling efisien terjadi pada saluran pemasaran II. Hal ini dikatakan demikian karena dapat dilihat bahwa pola saluran II memiliki volume pemasaran talas yang paling besar jika dibandingkan dengan pola pemasaran yang lain, dan telah memberikan kepuasan pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu petani, pedagang perantara (pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer) dan konsumen. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa salah satu indikator efisiensi tataniaga adalah faktor kepuasan. Artinya jika seluruh lembaga tataniaga mendapatkan kepuasan, berarti tataniaga tersebut telah efisien.


(28)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori usahatani dan teori tataniaga.

3.1.1. Konsep Usahatani

Soekartawi et al (1986), menyatakan bahwa ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani disebut efektif jika petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya.

Terdapat empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi (Hernanto, 1989) yaitu:

a. Tanah

Tanah pada usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian Negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun tumpangsari.

b. Tenaga Kerja

Jenis tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja ini dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja dihitung dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja).


(29)

c. Modal

Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa.

d. Pengelolaan/Manajemen

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil.

3.1.2. Pendapatan Usahatani

Secara umum pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah yang bernilai positif. Penerimaan merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usaha, sedangkan pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumberdaya yang diukur dalam satuan uang yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengeluaran usahatani atau usaha secara umum meliputi biaya tetap dan biaya operasional.

Tingkat keberhasilan usahatani dapat diukur melalui analisis pendapatan usahatani yang terdiri dari laporan kedudukan neraca dan laporan laba-rugi pada tahun berjalan. Pada umumnya untuk petani kecil belum memiliki laporan neraca dan laba-rugi tersebut. Dapat dihitung secara sederhana dengan menggunakan data total produksi per musim tanam dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Selain itu, diperlukan data harga pasar yang berlaku untuk produk yang dihasilkan serta data harga pasar untuk sarana produksi yang digunakan selama periode tanam tersebut.

Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani (Soekartawi et al, 1986)


(30)

Pengertian pasar dalam ilmu ekonomi tidak harus dikaitkan dengan suatu tempat yang dinamakan pasar dalam pengertian sehari-hari. Pasar adalah tempat terjadinya suatu transaksi antara penjual dan pembeli. Para ahli ekonomi tidak perlu membayangkan analisis suatu pasar, tetapi melihatnya secara lebih konseptual dan membayangkan bahwa pasar adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran.

Menurut Dahl dan Hammond (1977) dalam Winandi (2009), pakar ekonomi memberikan pengertian ruang lingkup pasar dimana (1) kekuatan dari permintaan dan penawaran bekerja, (2) sebagai penentu adalah harga atau modifikasinya, (3) pengalihan hak milik dari sejumlah barang atau jasa, dan mengandung pengertian fisik dan kelembagaan (perusahaan) yang terlibat.

Pasar dalam pengertian ekonomi adalah ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan atau mengubah harga. Pasar merupakan himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau keinginan yang mungkin ingin dan mampu terlihat dalam pertukaran untuk memutuskan kebutuhan atau keinginan (Kotler, 1993).

3.1.4. Konsep Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tataniaga pertanian merupakan semua kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang menghasilkan perubahan bentuk barang yang ditujukan. Agar mempermudah dalam penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Salah satu konsep yang melandasi tataniaga adalah pertukaran.

Pertukaran terjadi apabila terpenuhi lima kondisi yaitu terdapat dua pihak, masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang mungkin bernilai bagi orang lain, masing-masing-masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan melakukan penyerahan, masing-masing pihak bebas menolak atau menerima tawaran dan masing-masing pihak yang berunding dengan pihak lain layak dan bermanfaat.

Sorensen (1964), menyatakan terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi organisasi pemasaran pertanian diantaranya adalah: (1) penemuan/ inovasi teknologi pada kimiawi, mekanisasi, penemuan varietas baru dan persilangan, serta penemuan teknologi lainnya; (2) perubahan preferensi konsumen dan pendapatan, salah satu fenomena dasar yang menentukan besarnya pasar dan kebutuhan barang dan jasa adalah komposisi dan tingkat


(31)

keinginan konsumen. Pada tahap awal industrialisasi; perluasan populasi, membutuhkan pola kelembagaan yang menyediakan waktu dasar, bentuk dan utilitas ruang di pasar. (3) perubahan kebijakan pasar dan program pemerintah, secara lebih spesifik kebijakan dan program ini telah mempengaruhi jenis organisasi di pasar pertanian seperti pendirian

franchise, memberikan nilai tambah (added value), standarisasi dan informasi pasar. Kerangka kelembagaan dasar dimana perusahaan menyesuaikan bentuk-bentuk organisasi mereka dan membuat rencana produksi.

Ada beberapa faktor yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat harga yang ditentukan diantaranya: (1) Biaya akan menentukan batasan harga yang lebih rendah. Kebijakan harga yang didasarkan pada biaya (ditambah sejumlah mark up) disebut metode

cost plus. (2) Permintaan akan menentukan batasan harga yang lebih tinggi. Penjual harus menilai kembali posisi harganya apabila jumlah langganannya mulai berkurang atau mengurangi pembeliannya. (3) Persaingan memberikan pengaruh diantara kedua faktor sebelumnya. Kenaikan harga dapat disebabkan karena rendahnya permintaan (Swastha, 1999).

3.1.5. Analsis Sistem Pemasaran

Analisis sistem pemasaran dikenal dua pendekatan yang ekstrim (Gonarsyah, 1996/1997 dalam Winandi 2009);

Pendekatan S-C-P timbul dengan didasarkan kajian empiris, lebih menekankan pada aspek deskriptif, bersifat kasus - kasus, pembahasan aspek kelembagaan secara detail dan lebih menekankan price discovery serta menjelaskan tindakan perusahaan yang melakukan

market power.

Menurut Philips (1970) dalam (Winandi, 2009); studi - studi dalam pemasaran menggunakan beberapa pendekatan, dimana tipe-tipe perbedaan dari pasar digolongkan dalam market conduct, sedangkan pengaruh-pengaruh terhadap harga dan output, dan sebagainya digolongkan dalam market performance. Philips juga mengajukan konsep bersifat dinamis, keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan

endogenous diantara variabel - variabel S-C-P serta memperhitungkan waktu. Pendekatannya menunjukkan bahwa structure (S), conduct (C) dan performance (P) dalam suatu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah faktor penentu dari P; dilain waktu S dan C ditentukan oleh P. Hal ini menunjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.


(32)

Market Structure merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Beberapa ukuran untuk melihat market structure (Clodius and Mueller, 1967) antara lain:

1) The degree of seller consentration menggambarkan ukuran distribusi penjual dalam pasar.

2) The buyer of seller concentration menggambarkan jumlah pembeli dalam pasar.

3) Exit entry (kebebasan keluar-masuk calon penjual); perusahaan yang besar mempunyai kelebihan dalam menentukan price control, dalam rangka mempertahankan konsentrasinya di dalam pasar.

Market Conduct atau perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing. Terdapat tiga cara mengenal perilaku, yakni:

1) Penentuan harga dan setting level of output; penentuan harga adalah menetapkan harga dimana harga tersebut tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga (price leadership).

2) Product promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan.

3) Predatory and Exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini antara lain menetapkan harga di bawah biaya marginal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Cara lain adalah berusaha menguasai bahan baku (integrasi vertikal ke belakang), sehingga perusahaan pesaing tidak dapat berproduksi dengan menggunakan bahan baku sama secara persaingan yang sehat (Winandi, 2009).

Market Performance atau keragaan pasar dapat diukur dengan beberapa ukuran. Secara khusus ukuran tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Sale promotion cost, ukurannya dapat dilihat dari volume penjualan.

2) Rate of product development atau inovasi; pengukurannya bagaimana dapat memproduksi (how to produce) dengan kualitas, efisiensi dan higienitas sehingga dihasilkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif.


(33)

4) Market externality; bagaimana dapat meminimalkan market externalities yang negatif dan meningkatkan yang positif.

5) Conservation, berkaitan dengan isu-isu antara lain ekolabeling dan greenpeace.

6) Price flexibelity, dalam kaitan bagaimana penyesuaian atau perubahan harga dengan adanya perubahan biaya (Winandi, 2009).

Hammond dan Dahl (1977) menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu sebagai berikut:

1) Pendekatan fungsi (Functional Approach), terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan grading, pengangguran risiko, pembiayaan dan informasi pasar).

2) Pendekatan kelembagaan (Institutional Approach), terdiri dari pedagang, pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang memberikan fasilitas tataniaga.

3) Pendekatan perilaku (Behavioural Approach), merupakan kelengkapan dari kedua fungsi di atas yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga. Terdiri dari pendekatan input-output, power

dan adaptive behaviour sistem.

3.1.6. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini muncul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin

pemasaran. Lembaga pemasaran ini dapat digolongkan menurut penguasaannya terhadap komoditi yang dipasarkan dan bentuk usahanya.

Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjualbelikan lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) lembaga yang tidak memiliki tetapi menguasai benda, seperti agen perantara atau makelar; (2) lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang dipejualbelikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak,


(34)

eksportir dan importir; (3) lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi - komoditi pertanian yang diperjualbelikan, seperti perusahaan - perusahaan penyedian fasilitas-fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan penentu kualitas produk pertanian atau surveyor (Sudiyono, 2002).

Saluran pemasaran merupakan sekelompok lembaga yang ada diantara berbagai lembaga yang mengadakan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota-anggota kelompok terdiri atas beberapa pedagang dan beberapa agen, maka ada sebagian yang ikut memperoleh nama dan bagian yang lain tidak. Tidak perlu setiap saluran memiliki pedagang. Alasannya adalah bahwa hanya pedagang saja yang dianggap tepat sebagai pemilik untuk memindahkan barang. Dalam hal ini, distribusi fisik merupakan kegiatan yang penting (Swastha, 1999).

3.1.7. Analisis Margin Pemasaran

Menurut Winandi (2009), pengertian margin pemasaran sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran; pengertian margin ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani

gap (briding the gap) antara pasar di tingkat petani (farmer) dengan pasar di tingkat eceran (retailer).

Margin pemasaran dibagi kedalam dua alternatif, yaitu:

1) Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen. 2) Merupakan harga dari kumpulan jasa - jasa pemasaran sebagai akibat adanya

aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem pemasaran tersebut. (Tomek dan Robinson, 1990 dalam Winandi (2009).

Definisi pertama menjelaskan secara sederhana bahwa margin pemasaran adalah perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga yang diterima petani (Pf) dengan demikian margin pemasaran adalah M = Pr – Pf. Pengertian yang kedua lebih bersifat ekonomi dan definisi ini lebih tepat, karena memberikan pengertian adanya nilai tambah (added value) dari adanya kegiatan pemasaran dan juga mengandung pengertian dari konsep

“derived supply” dan “derived demand” (Gonarsyah, 1997; Tomek dan Robinson, 1990; Cremer dan Jensen, 1991 dalam Winandi (2009). Pengertian dari derived demand ini diartikan sebagai permintaan turunan dari “primary demand” yang dalam hal ini adalah

permintaan dari konsumen akhir, sedangkan derived demandnya adalah permintaan dari pedagang perantara (grosir atau eceran) ataupun dari perusahaan pengolah (processors)


(35)

kepada petani, sedangkan derived supply adalah penawaran di tingkat pedagang eceran yaitu merupakan penawaran turunan di tingkat petani (primary supply).

Konsep primary dan derived demand dan supply dapat dilihat pada Gambar 1.

Harga (P)

Sr = Derived Supply

Pr Sf = Primary Supply

Pf Dr = Derived Demand

Df = Derived Demand

Qr,f Jumlah (Q)

Gambar 1. Marketing Margin

(Sumber : Tomek and Robinson, 1990; diacu dalam Winandi 2009)

Keterangan : Pr : harga di tingkat pengecer Sr : penawaran di tingkat pengecer Dr : permintaan di tingkat pengecer Pf : harga di tingkat petani

Sf : penawaran di tingkat petani Df : permintaan di tingkat petani

Qr, f : jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Menurut Swastha (1999) salah satu fungsi harga yang penting dalam saluran pemasaran adalah untuk menentukan sejumlah laba. Saluran pemasaran ditinjau sebagai satu kelompok atau satu tim operasi, maka margin dapat dinyatakan sebagai suatu pembayaran yang diberikan kepada mereka atas jasa - jasanya. Margin merupakan suatu imbalan, atau harga atas suatu hasil kerja. Apabila ditinjau sebagai pembayaran atas jasa - jasa, margin

menjadi suatu elemen yang penting dalam strategi penyaluran.

3.1.8. Efisiensi Tataniaga


(36)

Salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu sistem tataniaga telah bekerja efisien dalam suatu struktur pasar tertentu dengan melakukan analisis terhadap biaya dan margin

tataniaga serta analisis terhadap penyebaran harga dari tingkat produsen hingga ke tingkat eceran (konsumen), untuk melihat besarnya sumbangan pedagang perantara sebagai penyumbang antara produsen ke konsumen. Tingkat efisiensi tataniaga juga dapat diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).

3.1.9. Gambaran Umum Caisin (brasica rapa cv)

Caisin memiliki nama latin brasica rapa cv, termasuk ke dalam kategori Divisi

Sprematophyta, Kelas Angiospermae, Sub Kelas Dicotyledonia, Ordo Papavorales, Famili:

Brassicaceae. Kegiatan budidaya caisin ini dimulai dari persemaian, transplanting, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharan dan panen (Susila, 2006).

Caisin memiliki keunggulan dalam hal serat pangan. Serat dibutuhkan tubuh untuk menurunkan kadar kolesterol dan gula darah. Saluran pencernaan, serat akan mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol). Semakin tinggi konsumsi serat, akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh. Hal tersebut secara otomatis akan mengurangi kadar kolesterol. Selain untuk mengendalikan kolesterol, serat pada caisin juga sangat berguna mencegah diabetes melitus dan terjadinya kanker kolon.

Kandungan mangan pada caisin juga termasuk dalam kategori excellent. Mangan sangat esensial untuk proses metabolisme tubuh, sedangkan triptotan merupakan protein utama penghubung antar saraf dan pengatur pola kebiasaan (neurobehaviour) yang berdampak kepada pola makan, kesadaran, persepsi atas rasa sakit dan pola tidur. Caisin memiliki kalsium yang sangat baik. Kalsium merupakan salah satu mineral terpenting yang dibutuhkan tubuh. Konsumsi kalsium kurang dari kebutuhan dapat menyebabkan rapuhnya integritas tulang dan osteoporosis di usia dini, terutama pada wanita.1

3.1.10.Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN)

Kelompok tani merupakan kumpulan petani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan

1

Cahanar dan Suhanda. 2006. Khasiat sayuran sawi.


(37)

keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan bangsa. Sedangkan Gapoktan adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha (Kementrian Pertanian, 2010).

3.2.Kerangka Pemikiran Operasional

Usahatani caisin di Desa Citeko Kecamatan Cisarua terdiri dari dua macam, yaitu petani yang tergabung kedalam anggota Gapoktan Bunga Wortel dan petani non anggota Gapoktan Bunga Wortel. Keragaan usahatani antara petani anggota dan non anggota Gapoktan akan memiliki perbedaan. Petani yang tergabung dalam Gapoktan relatif akan lebih mudah dalam mengakses teknologi, modal dan pasar. Perbedaan keragaan usahtani tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan usahatani caisin.

Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan, kemudian dilakukan analisis R/C rasio untuk mengetahui apakah usahatani caisin yang dilakukan oleh petani anggota dan non anggota dapat menguntungkan atau tidak. Jika usahatani tersbut menguntungkan, maka petani dapat mengambil keputusan untuk melanjutkan usahatani tersebut, sedangkan apabila mengalami kerugian maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan usahatani caisin.

Salah satu cara untuk memperoleh keuntungan dari usahatani caisin adalah dengan memasarkan hasil produksi caisin. Sistem tataniaga yang efisien akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar sistem tataniaga dapat berjalan seefisien mungkin maka petani harus memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis farmer’s share, analisis margin tataniaga dan analisis keuntungan biaya. Selanjutnya, hasil dari analisis pendapatan usahatani dan tataniaga caisin dapat memberikan keterangan bagi petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel untuk memilih alternatif pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan usahatani caisin. Kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.


(38)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

3.2.1. Definisi Operasional

Definisi operasional dari beberapa istilah dalam kerangka pemikiran operasional diantaranya:

1) Usahatani: seluruh proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang yang menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain di samping bermotif mencari keuntungan. Salah satu untuk mengetahui efisiensi usahatani adalah dengan rasio penerimaan biaya (R/C Rasio) (Soeharjo dan Patong 1973 dalam skripsi Zalukhu, 2009).

2) Tataniaga: semua kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987).

Analisis Usahatani Caisin Analisis Tataniaga

Caisin Budidaya Caisin Petani Anggota dan Non Anggota

Gapoktan Bunga Wortel

Analisis R/C Rasio

Evaluasi Usahatani Caisin

Analisis Saluran Tataniaga dan Analisis structure, conduct, performance

(S-C-P)

Efisiensi Tataniaga: - Analisis Farmer’s

share

- Analisis Margin

Tataniaga - Analisis

Keuntungan Biaya

Analisis Efisiensi Tataniaga

Pengambilan Keputusan Budidaya Caisin


(39)

3) Gapoktan: kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha (Kementrian Pertanian, 2010).

4) Petani: perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroinsdustri, pemasaran dan jasa penunjang (Kementrian Pertanian, 2010).

5) Tumpangsari: suatu sistem tanam campuran (polyculture) yang terdiri dari dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal tanam, dalam waktu yang bersamaan. (Kementrian Pertanian, 2010).

6) Pedagang Pengumpul: lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi - komoditi pertanian yang dipejualbelikan, biasanya membeli dari beberapa petani yang kuantitasnya tidak terlalu besar kemudian menjualnya ke pedagang besar atau pedagang pengecer (Sudiyono, 2002).

7) Pedagang Pengecer: lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang dipejualbelikan, pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran terakhir yang akan memasarkan produk langsung ke konsumen (Sudiyono, 2002).

8) Margin tataniaga: perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran, satuannya adalah Rupiah/Kilogram (Winandi, 2009).

9) Farmer’s Share: perbandingan harga yang dibayar konsumen terhadap harga produk yang diterima oleh petani satuannya adalah Rupiah/Kilogram (Limbong dan Sitorus, 1987).

10) Lembaga Tataniaga: badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya (Sudiyono, 2002).

11) Saluran Tataniaga: sekelompok lembaga yang ada diantara berbagai lembaga yang mengadakan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan (Sudiyono, 2002).

12) Fungsi Tataniaga: fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan

grading, penanggungan risiko, pembiayaan dan informasi pasar) (Hammond and Dahl 1977 dalam Winandi, 2009).

13) Struktur Pasar: tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan antara pembeli dan penjual yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Winandi, 2009).

14) Perilaku Pasar: seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing (Winandi, 2009).


(40)

15) Rasio Keuntungan Biaya: besarnya keuntungan yang diterima oleh lembaga pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran yang dikeluarkan (Limbong dan Sitorus, 1987). 16) Efisiensi Operasional: kegiatan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan

rasio dari output-input pemasaran. Rasio efisiensi pemasaran dapat dilihat dari (1) perubahan sistem pemasaran dengan mengurangi biaya perlakuan pada fungsi-fungsi pemasaran tanpa mengubah manfaat/kepuasan konsumen; (2) meningkatkan kegunaan output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran (Winandi, 2009).


(41)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut salah satu daerah sentra produksi sayuran caisin yang potensial di Kabupaten Bogor, walaupun masih perlu perbaikan dan pengembangan. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret-April 2011 bertepatan dengan musim hujan (curah hujan relatif tinggi).

4.2.Jenis Data yang dikumpulkan

Dalam analisis usahatani dan tataniaga sayuran caisin, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani serta lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat seperti pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Data ini kemudian diolah untuk kepentingan analisa lebih lanjut. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura Kementrian Pertanian, Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Penyuluh, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor serta literatur - literatur lain yang terkait dengan judul penelitian.

4.3.Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Petani caisin yang berada di Desa Citeko Kecamatan Cisarua seluruhnya berjumlah 100 orang petani. Jumlah petani yang telah bergabung dengan Gapoktan Bunga Wortel adalah sebanyak 75 orang dan 25 orang petani non anggota Gapoktan. Jumlah petani yang dijadikan responden dicari dengan mengggunakan tabel penarikan sampel Yamane dapat dilihat pada Tabel 6. Dengan menggunakan tingkat ketepatan/presisi ± 10 persen dan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan P = 0,5. Maka jumlah sampel yang diambil dari 100 populasi adalah sebanyak 51 sampel.


(42)

Tabel 6. Tabel Penarikan Sampel Yamane

Ukuran Populasi Ukuran Sampel (n) untuk Presisi (e) sebesar (persen):

± 5 ± 7 ± 10

100 81 67 51

125 96 78 56

150 110 86 61

175 122 94 64

200 134 101 67

225 144 107 70

Sumber: Soeryanto, ES (2008)

Teknik pengambilan sampel petani non anggota dengan menggunakan sensus kepada 25 orang petani. Sedangkan pengambilan sampel petani anggta dengan menggunakan metode

simple random sampling (SRS). SRS dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 26 orang secara acak. Pengacakan dilakukan dengan cara membuat nomor mulai dari 1 sampai dengan 75. Kemudian dikocok sebanyak 26 kali, setiap angka yang keluar disesuaikan dengan nomor dari daftar nama petani anggota Gapoktan Bunga Wortel.

Responden berikutnya adalah pedagang caisin yang terlibat dalam pemasaran caisin dari petani ke konsumen. Untuk penentuan sampel lembaga-lembaga tataniaga dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling, yaitu dengan mengikuti alur tataniaga caisin yang dominan di daerah penelitian mulai dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel yang menjalankan usahatani caisin sampai dengan pedagang pengecer.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data yang digunakan adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisis data secara kualitatif, yaitu menganalisis mengenai usahatani sayuran caisin, saluran tataniga, fungsi-fungsi tataniaga yang terjadi di setiap lembaga pemasaran baik pada caisin yang berasal dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel, serta menganalisis mengenai struktur dan perilaku pasar. Sedangkan analisis data secara kuantitatif digunakan untuk mencari margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya.


(43)

4.4.1. Analisis Usahatani

Analisis usahatani pada petani caisin anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel dilakukan untuk mengetahui pendapatan bersih. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran kotor usahatani. Perhitungan usahatani menggunakan persamaan :

P = TP – (Bt + Bd)

Dimana : P = Pendapatan bersih usahatani (Rupiah) TP = Total penerimaan usahatani (Rupiah) Bt = Biaya tunai (Rupiah)

Bd = Biaya diperhitungkan (Rupiah) (Sumber: Soekartawi et al, 1986)

Penerimaan sering disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm income), merupakan nilai produk total usahatani dalam periode tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara jumlah produk dijual maupun tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual produk tersebut. Sementara itu pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).

4.4.2. Analisis R/C Rasio

Efisiensi usahatani antara petani anggota dan non anggota gapoktan dapat dilihat dari rasio pendapatan terhadap biaya. Rasio pendapatan terhadap biaya merupakan perbandingan antara total penerimaan yang diperoleh dari setiap satuan uang yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yaitu analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C rasio diformulasikan sebagai berikut :


(44)

(Rasio atas biaya total) = �

(Rasio atas biaya tunai) = �

= +

Dimana : TP = Total penerimaan usahatani (Rupiah) BT = Biaya Total (Rupiah)

Bt = Biaya tunai (Rupiah)

Bd = Biaya diperhitungkan (Rupiah) (Sumber: Soekartawi et al, 1986)

4.4.3. Analisis Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga sayuran caisin di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dilakukan mulai dari petani-pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen dengan menghitung persentase pasokannya. Jalur tataniaga yang terbentuk akan menggambarkan peta saluran tataniaga. Semakin panjang saluran tataniaga, maka semakin tinggi juga margin tataniaga yang terjadi. Analisis saluran tataniaga dilakukan dengan mengamati lembaga-lembaga tataniaga yang berperan dalam menyalurkan sayuran caisin yang berasal dari petani anggota dan non anggota Gapoktan Bunga Wortel sampai dengan ke konsumen. Selain itu menganalisis peta saluran tataniaga yang terbentuk.

4.4.4. Analisis Lembaga Tataniaga

Analisis lembaga tataniaga untuk mengetahui fungsi-fungsi tataniaga yang terjadi di setiap lembaga tataniaga. Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengevaluasi biaya tataniaga. Selain itu dapat diketahui perbandingan biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran. Perbandingan biaya tersebut terdapat hubungan diantara lembaga tataniaga.

Fungsi tataniaga diamati melalui kegiatan pokok yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga dalam proses penyaluran sayuran caisin dari petani ke konsumen. Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas dapat dilihat pada Tabel 7 (Kohls dan Uhl 1990 dan 2002 dalam Winandi 2009).


(45)

Tabel 7. Fungsi-Fungsi Tataniaga yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasaran Tataniaga Caisin

Fungsi Tataniaga

Lembaga Tataniaga

Petani Pedagang

Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Fungsi pertukaran:

Pembelian atau pengumpulan dan penjualan Fungsi Fisik:

Fungsi penyimpanan atau gudang, pengangkutan dan fungsi pengolahan

Fungsi Fasilitas:

Fungsi standarisasi, pembiayaan, penaggungan risiko dan intelejen pemasaran

Sumber: (Kohls dan Uhl 1990 dan 2002 dalam Winandi 2009)

4.4.5. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Analisis struktur pasar untuk mengetahui jenis struktur pasar sayuran caisin yang ada di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Apakah termasuk kedalam pasar persaingan sempurna, pasar monopolistik atau pasar oligopoli. Untuk mengetahui struktur pasar sayuran caisin dapat dilakukan pengamatan terhadap jumlah lembaga tataniaga, kemudahan untuk masuk kedalam pasar, sifat produk dan sistem informasi pasar seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik Struktur Pasar Karakteristik Pasar

Sturktur Pasar Persaingan Sempurna

Monopolistik Oligopoli Murni

Oligopoli Diferensiasi

Monopoli Jumlah pembeli

dan penjual

Banyak Banyak Sedikit Sedikit Satu

Sifat Produk Standarisasi homogen

Diferensiasi Standar Diferensiasi Unik

Keluar masuk

pasar

Mudah Relatif Mudah Sulit Sulit Sulit

Pengendalian harga

Tidak ada Tergantung

tingkat perbedaan Cenderung stabil Cenderung stabil Ada Lembaga tataniaga

Sumber : Dahl dan Hammond, (1977)

Analisis perilaku pasar dilakukan dengan melihat strategi pemilihan yang ditempuh baik penjual ataupun pembeli dalam penentuan harga dan sistem promosi yang dilakukan oleh penjual. Selain itu dapat dianalisis melalui pembayaran harga dan sistem kerjasama yang terjalin diantara lembaga pemasaran sayuran caisin.


(1)

Lampiran 4

. Daftar Nama Responden Petani Caisin Non Anggota Gapoktan Bunga Wortel

No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Utama

Pekerjaan Sampingan

Jumlah Keluarga Laki - Laki Perempuan

1 Tisna 40 SD Petani - 2 1

2 Elis 77 SD Petani - 1 1

3 Mista 45 SD Petani - 1 1

4 Usman 60 SD Petani - 3 1

5 Mada 45 SD Petani - 1 2

6 H. Abidin 60 SD Petani - 3 1

7 Ojeh 60 SD Petani - 2 3

8 Edi 55 SMP Petani - 2 2

9 Aep 45 SD Petani - 2 1

10 Empay 40 SMP Petani - 2 2

11 Apud 55 SD Petani - 1 1

12 Aja 55 SD Petani - 3 2

13 Hendra 40 SMP Petani Jaga Villa 1 1

14 Tafsir 40 SD Petani - 3 1

15 Asep 45 SD Petani - 2 1

16 Agus 55 SD Petani - 4 1

17 Apud 59 SD Petani - 2 1

18 Ade S 60 SD Petani - 2 1

19 Agus 63 SD Petani - 2 3

20 Patah 70 SD Petani - 3 2

21 Iwan S 45 SD Petani - 1 1

22 Apan 42 SMP Petani - 2 1

23 Iyus 45 SD Petani - 1 3

24 Dedi S 50 SD Petani - 2 2


(2)

Lampiran 4.

Penyusutan Alat

Alat Petani Caisin Anggota Gapoktan dengan Metode Garis

Lurus

Peralatan pertanian

Umur Pemakaian

(tahun)

Jumlah Nilai awal Penyusutan Penyusutan per Tahun

Penyusutan per Periode

Nilai akhir Cangkul 10 1 37.692 3.769 377 54 - Garpu 8 1 38.333 4.792 599 86 - Golok 9 1 23.654 2.628 292 42 - Parang 10 1 15.200 1.520 152 22 - Sprayer (plastik) 7 1 256.250 33.036 4.719 674 25.000

Jumlah 371.129 45.745 6.139 877 25.000

Lampiran 5.

Penyusutan Alat

Alat Petani Caisin Non Anggota Gapoktan dengan Metode

Garis Lurus

Peralatan pertanian

Umur Pemakaian

(tahun)

Jumlah Nilai awal Penyusutan Penyusutan per Tahun

Penyusutan per Periode

Nilai akhir

Cangkul 10 1 38.000 3.860 386 55 -

Garpu 8 1 38.750 4.844 605 86 -

Golok 9 1 23.800 2.644 294 42 -

Parang 10 1 15.000 1.500 150 21 -

Sprayer (plastik) 7 1 258.333 33.333 4.672 680 25.000


(3)

Lampiran 6.

Daftar Nama Responden Penjual Caisin

N

o Nama Desa

Kecamata n Jenis Kela min Us ia Pendidi kan Jumla h Kelua rga Berdagang Sebagai Pengala man (th) Volum e (Kg/H ari) 1 Ace Citeko Cisarua L 51 SMA 8

Pedagang

Pengumpul 7 2550

2 Entan

g Citeko Cisarua L 45 SD 5

Pedagang

Pengumpul 5 200

3 Fajar

Cibeurue

m Cisarua L 45 SMP 4

Pedagang

Besar 15 90

4 Mans yur Megamen dung Megamen

dung L 35 SD 4

Pedagang

Pengecer 2 30

5 Ika

Warung Jambu

Bogor

Barat P 37 SMA 4

Pedagang

Besar 7 300

6 Umar Ciheuleut

Bogor

Timur L 42 SD 4

Pedagang


(4)

Lampiran 7.

Fungsi Pembelian Caisin oleh Penjual

Kode KK Nama

Pihak penjual/ Daerah Asal

Asal

penjual* Jumlah (kg)

Presentase (%)

Harga beli (Rp/kg)

Total Biaya (Rp) DD LD

1 Ace

H. Rosipah/ Citeko

1 350 14 1100

385.000 H. Oom/ Citeko 1 450 18 1100 495.000 Panca/ Citeko 1 500 20 1100 550.000 Acep/ Citeko 1 400 16 1100 440.000 Boneng/ Citeko 1 450 18 1100 495.000 H. Daeng/

Citeko

1 400 16 1100

440.000 Subtotal 6 2550 100 1100 2.805.000

2 Entang

Jaenudin/ Citeko 1 100 50 1000 100.000 Dadang/ Citeko 1 50 25 1000 50.000 Mansur/ Citeko 1 50 25 1000 50.000 Subtotal 3 200 100 1000 200.000 3 Fajar Entang/Citeko 1 90 100 1250 112.500 4 Mansyur Boneng/ Citeko 1 30 100 1300 39.000 5 Ika Ace/ Citeko 1 300 100 1600 480.000 6 Umar Ika/ Pasar KTU 1 5 100 2200 11.000


(5)

Lampiran 8.

Fungsi Penjualan Caisin oleh Penjual

Kode

KK Nama Pihak pembeli/ Daerah Asal

Asal Pembeli* Jumlah (kg)

Presentase (%)

Harga Jual (Rp/kg)

DD LD

1 Ace

Ika/ Pasar TU 1 300 11,76 1600

Ani/ Pasar TU 1 250 9,80 1600

Tutih/ Pasar TU 1 300 11,76 1600

Yakub/ Pasar TU 1 250 9,80 1600

Siti/ Pasar TU 1 750 29,41 1600

Piah/ Pasar TU 1 700 27,45 1600

Subtotal 6 2550 100 1600

2 Entang

Ika/ Pasar Cisarua 1 50 25 1300

Nina/ Pasar Cisarua 1 60 30 1300

Fajar/ Pasar Cisarua 1 90 45 1300

Subtotal 3 200 100 1300

3 Fajar Pengecer/ Konsumen di Cisarua 1 90 100 1600

4 Mansyur Konsumen di Cisarua 1 30 100 2000

5 Ika Pedagang Eceran 1 300 100 2200

6 Umar Konsumen di Bogor Baru 1 5 100 3900


(6)

Lampiran 19.

Foto

Foto Penelitian di Lapangan

a.

Pengolahan tanah

b. Wawancara dengan Petani