Karakteristik Petani Responden Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

50 Berdasarkan kelas kemampuannya Poktan Pondok Menteng termasuk ke dalam kelompok tani tingkat lanjut dan sudah terdaftar di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Poktan Pondok Menteng sudah beberapa kali menerima bantuan dari pemerintah yang disalurkan melalui Gapoktan Rukun Tani, seperti bantuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP, dimana bantuan untuk para petani sayuran dan tanaman pangan berupa penyediaan saprodi dengan harga lebih murah daripada di pasaran dan dapat dibayarakan setelah hasil panen terjual. Selain itu, untuk upaya peningkatan pendapatan petani, Poktan Pondok Menteng juga pernah ikut serta dalam kegiatan pengembangan usaha agribisnis hortikultura, tanaman pangan, dan peternakan terpadu melalui pemanfaatan dana Counterpart Fund Second Kennedy Round CF-SKR pada tahun 2008. Selain menerima bantuan-bantuan tersebut, Poktan Pondok Menteng juga sering menerima kunjungan dari luar kota maupun luar negeri, baik dalam rangka studi banding ataupun hanya sekedar belajar dan penelitian. Poktan Pondok Menteng sebagai salah satu kelompok tani di Gapoktan Rukun Tani sudah dapat menunjukkan eksistensinya dengan terus berjalannya kelompok tani ini hingga saat ini. Sehingga Poktan Pondok Menteng bukan hanya sekedar nama tetapi merupakan wadah bagi pengembangan usaha para petani pedesaan.

5.3 Karakteristik Petani Responden

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan caisin dan tergabung dalam Kelompok Tani Pondok Menteng. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi umur, tingkat pendidikan, status usaha, luas lahan garapan, pengalaman bertani dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani caisin terutama dalam melakukan teknik budidaya caisin yang nantinya akan berpengaruh pada produksi yang dihasilkan oleh petani tersebut.

5.3.1 Umur

Umur petani responden di daerah penelitian ini berkisar antara 27-65 tahun. Persentase umur tertinggi, yaitu sebesar 51,43 persen berada pada kelompok umur 30 – 40 tahun yang berjumlah 18 orang. Persentase umur 51 terendah sebesar 5,71 persen berada pada kelompok umur yang kurang dari 30 tahun dan pada kelompok umur yang lebih dari 61 tahun yang berjumlah masing- masing dua orang. Rincian sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Kelompok Umur Tahun Jumlah Responden Orang Persentase 1 30 2 5,71 2 30 – 40 18 51,43 3 41 – 50 7 20,00 4 51 – 60 6 17,15 5 61 2 5,71 Total 35 100,00 Apabila ditinjau berdasarkan umur responden dapat dilihat pada Tabel 11 tersebut bahwa sebagian besar petani responden berada pada usia produktif, yaitu umur 30-40 tahun. Umumnya, orang-orang yang masih berusia produktif memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan usahanya karena pada usia tersebut terdapat dorongan kebutuhan yang tinggi. Selain itu, petani responden pada usia produktif tersebut lebih memilih untuk bertani dengan tujuan untuk mengembangkan sektor pertanian di Desa Citapen dan menjadikan profesi bertani sebagai pekerjaan utama untuk mencari penghasilan. Untuk responden yang berusia di atas 41 tahun hingga petani yang telah berusia lanjut lebih dari 50 tahun masih tetap berusahatani. Petani responden tersebut menganggap bertani merupakan mata pencaharian pokok yang telah turun temurun. Termasuk responden yang berumur dibawah 30 tahun tahun memilih untuk bertani caisin karena pekerjaan tersebut merupakan profesi turun temurun dari orangtuanya yang telah mampu mendatangkan penghasilan bagi keluarganya.

5.3.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani yang dijadikan responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan 52 yang diikuti oleh petani tersebut masih rendah. Ditinjau dari tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh responden maka dapat digolongkan atas beberapa kategori. Berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh maka proporsi terbesar adalah petani caisin yang tamat dari Sekolah Dasar SD, yaitu sebesar 71,43 persen. Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Orang Persentase 1 Tamat SDsederajat 25 71,43 2 Tamat SLTPsederajat 4 11,43 3 Tamat SLTAsederajat 5 14,28 4 Perguruan Tinggi D2 1 2,86 Total 35 100,00 Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa mayoritas petani responden merupakan tamatan dari SD, hal ini dikarenakan keluarga petani tidak memiliki banyak biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, umumnya pada saat masih bersekolah dasar dan berusia diatas delapan tahun, mereka sudah membantu orangtuanya bertani. Hal ini yang mendorong para petani tamatan SD untuk tidak melanjutkan pendidikan dan memilih bekerja membantu orangtua untuk bertani. Jadi, kemampuan petani responden yang tamatan SD untuk bertani sebagian besar merupakan pengalaman yang telah dilakukan langsung dilapangan. Berbeda dengan petani responden yang berasal dari tamatan SLTA dan perguruan tinggi, dimana ilmu usahatani dan manajemen usahatani tidak hanya berdasarkan pengalaman tetapi juga ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku pendidikan tersebut.

5.3.3 Status Usaha

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menjadikan bertani sebagai pekerjaan atau mata pencaharian utama,yaitu sebanyak 31 orang atau 88,57 persen dan sisanya sebanyak tiga orang atau 8,57 persen menjadikan 53 berdagang sebagai pekerjaan utama dan satu orang atau 2,86 persen menjadikan PNS Pegawai Negeri Sipil sebagai pekerjaan utamanya. Adapun mata pencaharian sampingan yang dimiliki oleh sebagian besar petani responden yang berprofesi utama sebagai petani adalah berdagang, beternak, tukang ojek, wirausaha, dan buruh bangunan Petani responden yang berprofesi sebagai petani tersebut, baik berupa pekerjaan utama ataupun sampingan dapat dikategorikan lagi ke dalam empat kategori, yaitu petani pemilik, petani penyewa, petani pengelola, dan petani penyakap. Pertama, petani pemilik adalah petani yang menggarap lahan miliknya sendiri, sehingga hasil panen dan biaya usahatani sepenuhnya menjadi tanggungannya. Kedua, petani penyewa merupakan petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan melakukan sewa lahan milik orang tersebut, dimana harga sewa tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak. Ketiga, petani pengelola merupakan petani yang menggarap lahan milik orang lain, yaitu lahan milik Pak. Suharto mantan presiden Indonesia yang mana lahan tersebut adalah lahan di daerah pegunungan yang tidak dimanfaatkan oleh pemilik. Petani pengelola dapat menggunakan lahan tersebut secara cuma-cuma tanpa dipungut bayaran sehingga hanya mengeluarkan biaya usahatani, namun telah mendapat izin yang sah dari keluarga pemilik dengan tujuan untuk mensejahterahkan warga Desa Citapen. Keempat, petani penyakap merupakan petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan cara melakukan bagi hasil dari hasil panennya nanti. Besarnya persentasi bagi hasil atau total penerimaan tersebut adalah sebesar 40 persen untuk penggarap petani dan 60 pesen untuk pemilik lahan.

5.3.4 Pengamalan Bertani

Pengalaman bertani dapat menentukan keberhasilan usahatani caisin dan juga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani caisin. Petani yang telah lama bertani umumnya lebih memiliki banyak pengalaman dalam usahatani caisin sehingga lebih mampu dalam memperoleh produktivitas yang tinggi dibandingkan petani yang baru bertani dan kurang pengalaman. Pengalaman petani responden pada usahatani caisin di Poktan Pondok Menteng berkisar antara 1-41 tahun terakhir. Pada umumya petani responden melakukan usahatani caisin secara turun temurun, sehingga mempunyai 54 pengalaman yang cukup lama. Persentase terbesar pada pengalaman bertani caisin antara 1-15 tahun, yaitu sebanyak 22 orang atau 62,86 persen dari total petani responden. Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani caisin dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Pengalaman Bertani Tahun Jumlah Responden Orang Persentase 1 1 – 15 22 62,86 2 16 – 30 8 22,85 3 31 – 45 5 14,29 Total 35 100,00

5.3.5 Luas Lahan Usahatani Caisin

Petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng memiliki luas total lahan yang diusahakan untuk bertani cukup beragam, yaitu antara 0,06-5,00 hektar dengan rata-rata luas lahan sebesar 1,57 hektar. Adapun luas lahan yang pernah diusahakan untuk bertani caisin, yaitu antara 0,02-1,50 hektar dengan rata-rata luas lahan sebesar 0,53 hektar. Persentase tertinggi, yaitu sebesar 68,57 persen merupakan responden yang telah mengusahakan caisin di lahan seluas kurang dari 0,5 hektar sebanyak 24 orang. Sedangkan persentase terendah adalah petani responden yang telah mengusahakan caisin dilahan seluas lebih dari satu hektar sebanyak satu orang. Secara rinci karakteristik petani caisin yang dilihat berdasarkan luasan lahan garapan dapat dilihat pada Tabel 14. Luas lahan usahatani caisin juga dapat terkait dengan tanaman utama yang sering ditanam. Keadaan yang terjadi di lapangan bahwa sebanyak 20 orang atau sebesar 57,14 persen menjadikan caisin sebagai komoditas utama yang ditanam. Sedangkan 15 orang lainnya atau sebesar 42,86 persen menjadikan caisin sebagai komoditas sampingan, sedangkan komoditas utamanya adalah cabai, buncis, padi, kacang panjang ataupun komoditas lainnya. Petani yang menjadikan caisin sebagai komoditas utama disebabkan karena biaya usahatani caisin lebih rendah daripada komoditas lainnya. Selain itu, caisin dapat ditanam secara tumpangsari 55 dimana biaya keuntungan caisin sudah dapat menutupi biaya operasional komoditas lain yang ditanam secara bersamaan, khususnya biaya operasional cabai yang tinggi. Tabel 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Luas Lahan Usahatani Caisin Ha Jumlah Responden Orang Persentase 1 ≤ 0,5 24 68,57 2 0,51-1,00 10 28,57 3 1,00 1 2,86 Total 35 100

5.3.6 Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan petani responden dikategorikan menjadi tiga, yaitu lahan milik sendiri, lahan bukan milik sendiri, dan lahan campuran, yaitu dari seluruh total lahan yang diusahakan sebagian milik sendiri dan sebagian lagi bukan milik sendiri. Jumlah petani responden yang memiliki status lahan milik sendiri sebanyak 8 orang atau 22,86 persen dari total responden. Status lahan milik sendiri ini terdiri dari lahan pembelian sendiri ataupun warisan turun temurun milik keluargaorangtua. Status lahan bukan milik sendiri, yaitu sebanyak 16 orang atau 45,71 persen dari total responden. Status lahan bukan milik sendiri ini terdiri dari lahan sewa, bagi hasil, dan pengelola. Kemudian jumlah petani responden yang memiliki status lahan campuran ada sebanyak 11 orang atau 31,43 persen dari total respoden. Status lahan campuran ini terdiri dari gabungan antara lahan milik sendiri dan bagi hasil, lahan milik sendiri dan sewa, lahan sewa dan pengelola, serta lahan sewa dan bagi hasil. Status kepemilikan lahan petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15 tersebut bahwa petani responden yang menggarap lahan bukan milik sendiri lebih tinggi daripada yang menggarap lahan milik sendiri, khususnya penggarapan lahan sewaan paling banyak dilakukan petani responden, yaitu sebanyak sembilan orang atau sebesar 25,71 persen. 56 Penggarapan lahan bukan milik sendiri ini disebabkan karena sebagian besar petani responden tersebut tidak mempunyai banyak modal untuk membeli lahan ataupun tidak memiliki lahan pribadi keluarga. Adapun biaya sewa lahan dari berbagai kepemilikan tersebut sangat beragam. Harga sewa lahan per hektar per tahun mulai dari Rp 4.000.000,- hingga Rp 8.000.000,-. Perbedaan harga ini disesuaikan dengan lokasi lahan dan penentuan harga antara pemilik lahan dengan petani responden. Tabel 15. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Status Kepemilikan Lahan Jumah Responden orang Persentase 1 Milik Sendiri 8 22,86 Sub Total 8 22,86 2 Bukan Milik Sendiri a. Sewa 9 25,71 b. Bagi Hasil 3 8,57 c. Pengelola 4 11,43 Sub Total 16 45,71 3 Campuran a. Milik Sendiri dan Bagi Hasil 2 5,71 b. Milik Sendiri dan Sewa 6 17,15 c. Sewa dan Pengelola 2 5,71 d. Sewa dan Bagi Hasil 1 2,86 Sub Total 11 31,43 Total 35 100

5.3.7 Pola Tanam Usahatani

Terkait dengan pola tanam selama satu tahun pada tahun 2010 menunjukkan bahwa petani responden mengusahakan lahannya dengan pola tanam yang berbeda-beda tetapi masih tetap menanam komoditas caisin sebagai salah satu komoditas unggulan. Komoditas caisin yang ditanam oleh petani responden dapat dilakukan dengan pola tanam monokultur ataupun polikultur tumpangsari. Pola tanam monokultur, yaitu menanam satu jenis tanaman pada 57 lahan dan pada waktu yang sama. Petani responden yang menanam secara monokultur sebanyak 15 orang atau sebanyak 42,86 persen dari total petani responden. Sedangkan pola tanam polikultur, yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Pola tanam polikultur yang biasa diterapkan adalah sistem tumpangsari dengan komoditas lain, seperti cabai, buncis, kacang panjang, jagung, ataupun tanaman lainnya. Petani responden yang menanam secara polikultur sebanyak 20 orang atau sebanyak 57,14 persen dari total petani responden. Berdasarkan kategori pola tanam antara polikultur dan monokultur tersebut dapat diklasifikasikan lagi dalam dua kategori berdasarkan penggunaan lahan, yaitu penggunaan seluruh total lahan dan penggunaan sebagian dari total lahan. Klasifikasi petani responden berdasarkan pola tanam dan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Klasifikasi Petani Responden Berdasarkan Pola Tanam dan Penggunaan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Klasifikasi Pola Tanam Penggunaan lahan Jumlah Total Seluruh Total Lahan Sebagian dari Total Lahan Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase Monokultur 2 13,33 13 86,67 15 100 Polikultur 6 30 14 70 20 100 Dalam penelitian ini kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 33 orang dari total petani responden telah melakukan diversifikasi cabang usahatani, dalam arti setiap musim diusahakan lebih dari satu tanaman sayuran, baik itu secara polikultur tumpangsari pada seluruh total lahan yang dimiliki, polikultur tumpangsari pada sebagian dari total lahan yang dimiliki, maupun secara monokultur pada sebagian dari total lahan yang dimiliki, dimana sisa lahannya ditanam jenis sayuran lainnya. Salah satu tujuan petani responden melakukan penanaman dengan komoditas yang berbeda pada persil yang sama maupun pada persil yang berbeda adalah untuk mengatasi adanya kegagalan, seperti risiko 58 produksi. Selain itu, diversifikasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi ataupun menutupi biaya operasional yang tinggi pada satu jenis sayuran dengan keuntungan yang diperoleh jenis sayuran lainnya. Pola tanam yang diterapkan oleh petani responden di Desa Citapen terdiri dari beberapa jenis pola tanam. Berikut ini dua jenis pola tanam yang umumnya diterapkan oleh petani responden pada musim tanam tahun 2010. Pertama, pola tanam secara monokultur yang dilakukan pada lahan seluas satu hektar dari bulan Januari hingga bulan Desember Gambar 6. Gambar 6. Pola Tanam Monokultur Komoditas Sayuran pada Lahan yang Diusahakan oleh Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010 Gambar 6 menunjukan bahwa pada umumnya komoditas caisin ditanam pada bulan April hingga Mei. Pada bulan tersebut intensitas hujan masih tergolong tinggi. Komoditas caisin lebih baik pertumbuhannya pada saat tingkat hujan relatif lebih tinggi atau lebih sering daripada tingkat kekeringannya. Hal ini disebabkan tanaman caisin membutuhkan cukup banyak air bagi pertumbuhannya, meskipun air yang terus menggenang juga tidak akan baik bagi pertumbuhan caisin. Waktu penanaman komoditas caisin umumnya dilakukan setelah penanaman komoditas mentimun. Hal ini dikarenakan tanaman mentimun juga merupakan tanaman musim penghujan yang membutuhkan banyak air bagi pertumbuhannya. Penerapan pola tanam yang umum dilakukan oleh petani responden sudah mengikuti prinsip teknik budidaya tanaman, yaitu lahan yang sudah ditanami satu jenis tanaman maka untuk musim tanam berikutnya sebaiknya lahan bekas satu jenis tanaman tersebut tidak boleh ditanami kembali oleh tanaman yang sama Timun Caisin Cabai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Luas 1 Ha Bulan 59 ataupun dengan tanaman yang masuk dalam famili yang sama. Hal tersebut didasarkan pada alasan bahwa lahan yang sudah ditanami oleh tanaman yang sama atau dalam kelas yang sama secara berturut-turut setiap musim tanam maka siklus hidup hama dan penyakit tidak akan terputus. Oleh karena itu, satu cara para petani menekan serangan hama dan penyakit adalah dengan menanam tanaman yang berbeda pada setiap musimnya. Tanaman caisin selain dapat ditanam secara monokultur, juga dapat ditanam dengan pola tanam polikultur. Adapun pola tanam polikultur yang dilakukan pada lahan seluas satu hektar dari bulan Januari hingga bulan Desembar tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Pola Tanam Polikultur Komoditas Sayuran pada Lahan yang Diusahakan oleh Petani Responden di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010 Gambar 7 menunjukan bahwa komoditas caisin dapat ditanam dengan cara tumpangsari dengan komoditas lain. Sebagian besar petani menanam caisin yang ditumpangsarikan dengan komoditas cabai. Sistem tumpangsari tersebut dilakukan pada saat tanaman caisin telah ditanam dan berumur 10 hingga 14 hari, kemudian tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat ditanam dilahan. Hal ini dilakukan karena biaya operasional cabai yang tinggi sehingga untuk mengurangi beban biaya tersebut akan ditutupi dengan adanya keuntungan dari penjualan tanaman caisin yang mana biaya operasional caisin tersebut tergolong rendah. Untuk satu musim tanam cabai sekitar 5-7 bulan hanya dapat melakukan tumpangsari dengan caisin sebanyak satu kali meskipun masa tanam caisin hanya selama dua bulan. Hal ini selain untuk memutus siklus hama dan penyakit juga untuk mengistirahatkan tanah agar tidak terlalu berlebihan dalam penggunaannya. Timun Caisin Caisin + Cabai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Luas 1 Ha Bulan 60

5.4 Keragaan Usahatani Caisin di Desa Citapen