Keragaan Usahatani Caisin di Desa Citapen

60

5.4 Keragaan Usahatani Caisin di Desa Citapen

5.4.1 Proses Kegiatan Usahatani Caisin

Usahatani caisin yang dilakukan oleh para petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng menurut hasil wawancara dan kondisi di lokasi penelitian terdiri dari beberapa tahapan budidaya, yaitu persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman penyulaman, penyiangan, penyiramanpengairan, pengendalian hama dan penyakit, dan panen.

1. Persiapan Lahan

Lahan untuk tanam caisin yang digunakan petani responden dapat berupa lahan tegalan ataupun lahan sawah bekas tanaman padi. Penggunaan lahan sawah akan lebih menguntungkan karena kandungan air dan kegemburan tanah masih tinggi, sehingga seringkali tanaman caisin tidak membutuhkan proses penyiraman. Persiapan lahan untuk caisin dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah untuk menanam caisin dapat dilakukan dengan cara mencangkul dan mengaduk tanah dengan tujuan agar tanah menjadi gembur sehingga dapat menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman caisin. Pengolahan tanah dibarengi dengan pemberian pupuk kandang, kemudian tanah diaduk dengan cangkul dan digemburkan dengan menggunakan garpu lalu didiamkan atau diistirahatkan selama tujuh hari agar tanah tersebut matang. Tujuan dari pengadukan dan pembalikan tanah adalah untuk memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah. Setelah tanah diistirahatkan selama tujuh hari maka selanjutnya tahap pembuatan bedengan. b. Pembuatan Bedengan Setelah tanah dicampur dengan pupuk kandang dan diitirahatkan, maka selanjutnya adalah pembuatan bedengan. Menurut Wahyudi 2010, ukuran bedengan yang seharusnya digunakan untuk menanam caisin memiliki lebar 100- 110 centimeter, lebar selokan 40-50 centimeter, dan tinggi bedengan 17-20 centimeter. Berdasarkan wawancara dan kondisi di lapangan, rata-rata ukuran bedengan yang digunakan petani responden adalah lebar 100-120 centimeter, lebar selokan 40-50 centimeter, sedangkan tinggi pada musim hujan adalah 40-50 61 centimeter dan tinggi pada musim kemarau adalah 30-40 centimeter. Jika dilihat terdapat perbedaan ukuran tinggi menurut Wahyudi 2010 dengan kondisi di lapangan. Hal ini dikarenakan umumnya ukuran tinggi bedengan yang digunakan petani tersebut juga akan digunakan untuk menanam tanaman lain seperti cabai, buncis, ketimun, dan tanaman lainnya yang membutuhkan ukuran bedengan yang lebih tinggi untuk penggunaan turus dan perakaran tanaman. Selain itu, adanya perbedaan tinggi bedengan antara musim hujan dan kemarau tersebut adalah untuk menghindari pengikisan tanah pada saat musim hujan, karena tanah akan tersapu oleh air hujan. Oleh karena itu, tinggi bedengan saat musim hujan umumnya akan lebih tinggi dibanding musim kemarau. Namun, terdapat beberapa petani responden yang membuat tinggi bedengan sebesar 10-20 centimeter dan lebar selokan sebesar 20-30 centimeter. Tinggi bedengan ini biasanya digunakan oleh petani responden yang menanam caisin secara monokultur. Ketika petani ingin menanam tanaman lain seperti cabai, ketimun, dan buncis maka tinggi bedengan akan ditambah dengan cara mencangkul selokan dan menimbun tanahnya ke atas permukaan bedengan sehingga tinggi bedengan semula akan lebih tinggi. Secara lebih jelas, bentuk dan ukuran bedengan serta pengaturan lubang tanam dengan pola tanam monokultur dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Ukuran Bedengan Usahatani Caisin pada Pola Tanam Monokultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Untuk petani responden yang menggunakan pola tanam monokultur, setelah tahap pembuatan bedengan langsung dilanjutkan dengan proses pengapuran terlebih dahulu sebelum proses tanam benih. Sehingga pada pola Disesuaikan luasan lahan 20-30 cm 100-120 cm 10-20 cm O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O Jarak antar lubang 20 x 20 cm 62 tanam monokultur biasanya tidak terdapat proses pembuatan lubang tanaman utama sehingga seluruh bedengan dapat dimanfaatkan untuk menanam caisin Gambar 9. Gambar 9. Usahatani Caisin dengan Pola Tanam Monokultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Sedangkan, untuk petani responden yang menggunakan pola tanam polikultur, setelah pembentukan bedengan selanjutnya pembuatan lubang tanam bagi tanaman utama, seperti cabai, mentimun, dan buncis. Lubang utama memiliki diameter 30 x 30 centimeter dengan kedalaman sekitar 6-10 centimeter Gambar 10. Gambar 10. Usahatani Caisin dengan Pola Tanam Polikultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Jarak antara lubang tanaman utama sekitar 60 x 80 centimeter. Jarak tanam antar lubang ini akan dimanfaatkan untuk menanam caisin, dimana jarak antara lubang tanam caisin sekitar 20 x 20 centimeter. Jarak antar lubang tanam yang berlaku bagi tanaman utama dan tanaman caisin ini berdasarkan Standar Operasional Prosedur SOP yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian dan 63 Kehutanan Kabupaten Bogor. Namun pada pelaksanaan di lapangan petani tidak terpaku pada jarak tanam tersebut, khususnya bagi tanaman caisin umumnya ditanam pada jarak yang lebih rapat, yakni 10 x 20 centimeter. Secara lebih jelas, bentuk dan ukuran bedengan serta pengaturan lubang tanam dengan pola tanam polikultur dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Ukuran Bedengan Usahatani Caisin pada Pola Tanam Polikultur di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 c. Pengapuran Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada pola polikultur setelah pembuatan bedengan dan pembuatan lubang tanam bagi tanaman utama, maka dilakukan proses pengapuran dengan menabur kapur pertanian pada lubang tanam dan menabur pada sela-sela lubang tanam pada jarak antar lubang tanaman untuk media tumbuh caisin. Sedangkan pada pola monokultur pemberian kapur disebar diseluruh luasan bedengan. Pada saat pemberian kapur untuk area tanam caisin umumnya tanah sedikit diaduk atau dibalik untuk memecah agregat tanah. Setelah pemberian kapur, tanah didiamkan selama 7-14 hari agar kapur tersebut meresap dan pH tanah sudah mencapai keseimbangan sehingga siap untuk menjadi media tanam. Penggunaan kapur bertujuan untuk meningkatkan derajat keasaman atau pH tanah yang rendah. Pemberian jumlah kapur disesuaikan dengan kondisi tanah masing-masing responden.

2. Penanaman

Penanaman caisin dapat ditanam dengan dua cara. Pertama, penanaman menggunakan bibit caisin yang diperoleh dari kegiatan penyemaian benih di Disesuaikan luasan lahan 40-45 cm 100-120 cm 30-50 cm Jarak antar lubang 20 x 20 cm o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o 64 polibag yang kemudian akan dipindah ke lahan ketika bibit berumur 18-20 hari Wahyudi 2010. Cara kedua, penanaman caisin dilakukan dengan menanam langsung benih caisin pada lubang tanam ataupun penebaran benih pada lahan dengan membuat larikan garis tebar. Kegiatan penanaman yang dilakukan oleh para petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng dilakukan melalui cara kedua, yaitu menanam langsung benih caisin pada lahan tanpa dilakukan persemaian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena pertimbangan penghematan waktu dan penghematan biaya tenaga kerja karena akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan persemaian. Menurut hasil wawancara langsung dengan para petani responden, sebagian besar petani responden mengatakan bahwa penanaman menggunakan benih langsung akan menghasilkan output dengan kualitas dan kuantitas yang sama dengan menanam benih yang disemai terlebih dahulu. Namun, terdapat pula beberapa petani responden yang menyebutkan bahwa penanaman menggunakan benih yang disemai terlebih dahulu pada dasarnya akan menghasilkan output yang lebih berkualitas dengan pertumbuhan yang seragam antar tanaman serta pengaturan jarak tanam yang baik sehingga pertumbuhan antar tanaman tidak akan terganggu. Namun, seluruh petani responden tetap menggunakan cara kedua menanam benih langsung dengan alasan pertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya. Penanaman menggunakan benih langsung yang dilakukan oleh para petani responden dapat dilakukan dua sistem tanam, yaitu sistem tanam tugal dan sistem tanam larik. Sistem tanam tugal adalah menanam benih caisin pada lubang tanam yang berukuran lebar 1-2 centimeter dan kedalaman lubang tanam 2-4 centimeter. Pembuatan lubang tanam ini biasanya hanya menggunakan bambu atau kayu kecil. Jarak antar lubang berkisar antara 10-20 centimeter antar tanaman. Setiap satu lubang biasanya diisi 3-5 biji benih, dimana tidak semua benih yang ditanam pada satu lubang tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman. Jadi, pada saat kegiatan penanaman, pekerja membuat lubang dengan bambu kemudian langsung meletakkan beberapa benih pada lubang kemudian lubang langsung ditutup menggunakan pupuk kandang dan dicampur dengan tanah. 65 Sedangkan sistem tanam larik adalah menanam benih caisin pada garis larikan yang berukuran 90-110 centimeter atau disesuaikan dengan ukuran lebar bedengan. Pembuatan garis larikan biasanya menggunakan cangkul dengan kedalaman 4-5 centimeter. Jadi, pada saat kegiatan penanaman, pekerja membuat garis larikan kemudian langsung menebar benih pada garis larikan tersebut dengan jumlah yang tidak menentu selanjutnya larikan ditutup dengan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah.

3. Pemupukan Susulan

Pemupukan susulan adalah kegiatan pemberian pupuk kimia ketika tanaman berumur 10-15 hari setelah tanam HST. Jenis pupuk kimia yang diberikan untuk tanaman caisin adalah pupuk urea. Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen N berkadar tinggi yang sangat diperlukan tanaman jenis daun-daunan. Nitrogen termasuk unsur yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk urea merupakan jenis pupuk kimia yang memiliki kandungan N tertinggi dibanding jenis pupuk lainnya, yaitu sebesar 46- 47 nitrogen. Tanaman caisin memerlukan kandungan unsur hara N yang lebih banyak pada musim kemarau karena pada musim ini pertumbuhan tanaman caisin rentan terhadap cuaca panas yang akan menimbulkan penyakit pada daun. Pemberian pupuk urea dengan cara disebar pada setiap tanaman caisin atau di sela-sela tempat tumbuhnya tanaman caisin. Berdasarkan kondisi di lapangan dan hasil wawancara dengan para petani responden alasan petani hanya menggunakan pupuk urea karena tanaman caisin cukup hanya diberikan pupuk urea saja untuk pertumbuhan tanaman daun, jika diberikan terlalu banyak jenis pupuk lain maka hasil yang diperoleh akan berkualitas buruk. Contohnya, pemberian pupuk KCL pada tanaman caisin menurut petani akan menghasilkan batang caisin yang terlalu rapuh dan renyah sehingga kurang diminati konsumen, sedangkan pupuk TSP ataupun pupuk SP-36 tidak diberikan pada tanaman caisin karena kedua pupuk ini berfungsi besar untuk pertumbuhan buah, sedangkan tanaman caisin tidak memiliki buah. Oleh karena itu, bagi pertumbuhan tanaman caisin cukup dengan pemberian pupuk urea. Fungsi pupuk urea bagi tanaman caisin, antara lain : 66 a. Membuat daun tanaman lebih hijau, rimbun, dan segar. Unsur nitrogen pada pupuk urea juga membantu tanaman memiliki banyak zat hijau daun chlorophyl sehingga tanaman akan lebih mudah melakukan proses fotosintesis. b. Mempercepat pertumbuhan tanaman, seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, dan cabang tanaman. c. Menambah kandungan protein didalam tanaman 10 . Berdasarkan fungsi urea tersebut menunjukkan bahwa pupuk urea merupakan pupuk terbaik bagi tanaman caisin yang mengutamakan pertumbuhan batang dan daun. Sama halnya menurut penelitian yang dilakukan oleh Widiyazid 1998, bahwa tanaman caisin cukup diberikan pupuk urea untuk pertumbuhannya karena unsur N sebagai unsur makro yang banyak dibutuhkan untuk tanaman caisin, sedangkan unsur lainnya dapat dipenuhi dari unsur hara yang terdapat pada tanah dan pupuk kandang. Pemupukan susulan menggunakan pupuk urea dilakukan rata-rata 3-4 kali per periode tanam dengan jeda waktu dalam setiap pemberian sekitar 15-20 hari. Banyaknya pemberian ini disesuaikan dengan berapa hari masa panen caisin hingga habis dalam satu periode tanam, karena masing-masing petani memiliki perbedaan jumlah periode potongpanen tanaman caisin.

4. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman caisin dilakukan setelah tanaman caisin sudah berumur 14-20 HST. Pemeliharaan dilakukan selama masa pertumbuhan hingga masa panen habis. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lokasi penelitian, pemeliharaan tanaman caisin meliputi, penyulaman, penyiangan, penyiramanpengairan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. a. Penyulaman Kegiatan penyulaman dilakukan melalui pengamatan pada pertumbuhan setiap tanaman yang rusak ataupun mati. Tidak semua benih yang ditanam pada lubang tanam atau larikan tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman. Sehingga 10 Mas Pary. Mengapa Petani Kita Selalu Menggunakan Urea Pada Tanaman. http:www.gerbangpertanian.com201005mengapa-petani-kita-selalu-menggunakan.html. [26 Juli 2011] 67 terdapat kegiatan penyulaman pada tanaman yang tidak tumbuh ataupun mati dengan memilih dan memindahkan satu pohon caisin pada lubang tanam yang memiliki lebih dari satu pohon yang tumbuh ke lubang tanam yang kosong. Pemindahan atau penyulaman ini dilakukan ketika tanaman caisin sudah berumur 20 HST. b. Penyiangan Kegiatan penyiangan dilakukan dengan membersihkan lahan sekitar tumbuhnya tanaman caisin, yaitu dengan memotong dan mencabut rumput atau tanaman liar yang akan menyerap unsur hara tanah dan menjadi tempat berkembang biaknya hama ulat Wahyudi 2010. Umumnya kegiatan penyiangan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyulaman dengan tujuan agar dapat menghemat biaya tenaga kerja. Jadi, penyiangan dapat dilakukan ketika tanaman sudah berumur 20 HST. c. Penyiramanpengairan Kegiatan penyiraman atau pengairan umumnya dilakukan para petani responden ketika musim kemarau ataupun intensitas hujan yang jarang terjadi, sekitar hanya 1-2 minggu sekali. Petani responden yang menanam pada lahan sawah atau dekat dengan lahan persawahan biasanya lebih jarang melakukan penyiraman karena adanya resapan air pada tanah sehingga tanah menjadi lebih lembab. Sedangkan pada lahan tanam di daerah pegunungan lebih membutuhkan kegiatan penyiraman karena letaknya yang tinggi dan keadaan tanah yang lebih kering ketika terkena sinar matahari. Intensitas penyiraman yang dilakukan petani responden umumnya seminggu tiga kali. Sumber air yang digunakan petani untuk kegitan penyiraman ini berasal dari selokan air atau parit yang dialirkan menggunakan selang ke selokan bedengan sehingga air akan mudah meresap ke tanah. d. Pengendalian Hama dan Penyakit Menurut Wahyudi 2010, hama dan penyakit yang umumnya menyerang tanaman caisin, yaitu hama ulat tanah, berbagai jenis ulat daun, penyakit busuk daun, dan penyakit akar gada. Pengendalian hama ulat dapat dilakukan dengan menggunakan fungisida untuk mencegah hama dan menggunakan insektisida untuk memberantas hama. Sedangkan penyakit pada caisin dapat dicegah dengan 68 cara melakukan penyiangan secara teratur dan melakukan pergiliran tanaman untuk memutus rantai hidup fungi. Sama halnya dengan kondisi yang terjadi di lapangan bahwa hama yang sering menyerang tanaman caisin adalah ulat tanah, ulat daun, dan kutu loncat. Gambar 12. Hama Kutu Loncat yang Menyerang Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Sementara itu, penyakit yang sering menyerang adalah penyakit busuk daun yang disebabkan cuaca antara hujan dan panas yang terjadi secara bergantian dalam satu hari serta terjadinya penyakit akar gada yang ditunjukkan dengan perakaran yang membengkak seperti benjolan sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Sedangkan adanya serangan ulat daun umumnya mengakibatkan daun menjadi berlubang Gambar 13. Jika populasi ulat daun semakin meningkat maka daun tidak hanya akan berlubang, tetapi akan habis dan hanya tersisa batang caisin. Gambar 13. Kerusakan Berlubang Daun Caisin Akibat Adanya Serangan Ulat Daun pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Untuk memberantas hama ulat dan kutu loncat, para petani responden menggunakan insektisida, seperti curachron, kardan, lanet, ataupun decis. 69 Sedangkan untuk fungisida, petani responden menggunakan jenis fungisida antrakol. Penyemprotan pestisida ini dilakukan ketika tanaman caisin sudah berumur 5-10 HST. Banyaknya kegiatan penyemprotan tergantung banyaknya hama yang menyerang, namun rata-rata petani responden melakukan penyemprotan sebanyak 4-6 kali dalam satu periode tanam dengan waktu penyemprotan seminggu sekali. Namun, jika kondisi populasi hama tinggi maka penyemprotan dilakukan 3-4 hari sekali. Dalam satu kali penyemprotan petani responden menggunakan sprayer yang berukuran 14 liter, dengan takaran untuk pestisida cair seperti curachron dan decis, yaitu satu tutup botol obat tersebut, sedangkan untuk pestisida padat seperti antrakol, kardan, dan lanet umumnya petani responden menggunakan takaran satu sendok makan per jenis obat tersebut. Obat-obat yang sudah ditakar ini kemudian dicampur dengan air sebanyak 14 liter serta ditambahkan pupuk daun, yaitu gandasil D, dengan takaran satu sendok makan. Pupuk daun ini berfungsi untuk menambah warna hijau daun pada tanaman sehingga daun akan lebih terlihat segar.

5. Panen

Waktu panen yang dilakukan oleh petani responden umumnya berkisar 33- 40 HST. Pada kondisi petani responden di lapangan dalam satu periode tanam, petani akan melakukan 2-3 kali panen atau pemotongan tanaman di setiap satu pohon tanaman caisin, dalam jeda waktu antara panen sekitar 10-14 hari. Waktu panen biasanya dilakukan petani responden pada pagi hari, sekitar pukul 08.00. Hasil panen rata-rata para petani responden per periode tanam per hektar pada musim hujan adalah sebanyak 18.068,50 kilogram, sedangkan pada musim kemarau adalah sebanyak 12.640,51 kilogram. Perbedaan jumlah panen ini tentunya disebabkan perbedaan musim. Tanaman caisin akan lebih baik pertumbuhannya pada musim hujan sehingga akan menghasilkan output yang lebih tinggi, sedangkan pada musim kemarau tanaman akan mudah terserang hama dan penyakit sehingga cenderung akan mengurangi hasil panen sekitar 10- 50 persen dari panen optimalnya. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan pisau atau sabit dengan memotong batang bagian bawah sekitar 3-5 centimeter diatas batang terbawahnya, sehingga tetap meninggalkan sisa untuk pertumbuhan 70 selanjutnya. Hasil panen usahatani caisin petani responden di Desa Citapen dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Hasil Panen Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011

5.4.2 Penggunaan Sarana Produksi Caisin

Sarana produksi merupakan hal yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu kegiatan usahatani untuk menghasilkan suatu keluaran output. Sarana produksi yang digunakan petani caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng terdiri dari lahan, benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pestisida cair, pestisida padat, pupuk daun, tenaga kerja, dan peralatan usahatani.

1. Penggunaan Lahan

Lahan merupakan sarana produksi yang harus dimiliki untuk dapat menjalankan usahatani caisin, karena lahan adalah tempat dimana petani dapat menjalankan kegiatan usahatani. Kepemilikan lahan yang digunakan oleh para petani responden untuk menggarap caisin berbeda-beda, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa, lahan bagi hasil, serta lahan milik orang lain dimana petani hanya sebagai penggarap saja. Rata-rata penggunaan lahan garapan untuk caisin, yaitu sebesar 0,528 hektar, hal ini berarti rata-rata petani responden mengelola caisin di tanah berlahan sempit yakni dibawah atau sama dengan 0,5 hektar.

2. Penggunaan Benih

Benih yang baik adalah salah satu faktor yang sangat menentukan produksi caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng. Benih yang digunakan petani responden berbentuk butiran-butiran kecil berwarna coklat kehitaman. Tanaman caisin pada dasarnya dapat ditanam langsung dari benih ataupun dapat ditanam 71 melalui bibit yang sudah berumur ± 12 hari, dimana bibit tersebut diperoleh melalui proses penyemaian benih di media polibag. Namun, untuk menghemat waktu dan biaya, khususnya biaya tenaga kerja maka para petani responden memilih untuk menanam langsung benih di lahan garapan daripada harus melakukan pembibitan terlebih dahulu. Varietas benih caisin yang digunakan petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan benih lokal yang tidak bermerek dan dijual dalam bentuk kiloan. Harga beli benih caisin rata-rata sebesar Rp 113.428,57 per kilogram. Umumnya para petani responden membeli benih dari Gapoktan Rukun Tani denga harga yang lebih murah dibandingkan harga di pasarantoko. Benih caisin lokal yang dijual Gapoktan Rukun Tani tersebut diperoleh dari salah satu sentra produksi benih caisin di Jawa Barat, yaitu Cipanas. Alasan para petani menggunakan benih caisin lokal daripada benih bermerek, seperti varietas Tosakan merek Panah Merah, karena harga benih lokal lebih terjangkau dan hasil produksi caisin dari benih lokal lebih dapat diterima dan digemari oleh pasarkonsumen. Varietas Tosakan kurang diminati pasarkonsumen karena produksi bunganya berlebihan dan batangnya yang terlalu panjang dan besar sehingga beratnya bobot caisin tersebut dikarenakan besarnya bobot batang. Berbeda dengan benih lokal yang memiliki lebar daun yang cukup, panjang daun yang tidak terlalu panjang, dan bunga tanaman yang tidak mudah berbunga. Menurut Widiyazid 1998 kebutuhan benih caisin per hektar sebanyak dua kilogram dengan jarak tanam 10 x 15 centimeter, sedangkan menurut Wahyudi 2010 kebutuhan benih caisin per hektar hanya sebanyak 0,5 kilogram dengan jarak tanam 25 x 25 centimeter, dimana dalam satu lubang hanya berisi satu bibit. Pada kondisi dilapangan rata-rata penggunaan benih yang dipakai petani responden per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 2,5 kilogram dengan jarak tanam rata-rata 10 x 20 centimeter, dimana pada satu lubang tanam diisi dengan 3-5 biji benih.

3. Penggunaan Pupuk Kandang

Pupuk kandang digunakan oleh petani responden untuk menjaga kesuburan tanah karena banyak mengandung bahan organik sebagai unsur hara yang dibutuhkan tanah. Pupuk kandang berfungsi antara lain untuk memperbaiki 72 struktur tanah sehingga menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar, memperbaiki kehidupan biologi tanah menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin, dan mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dilakukan dua kali dalam satu periode tanam. Proses pemupukan pupuk kandang untuk tanaman caisin yang pertama diberikan pada tanah ketika pengolahan lahan awal dengan cara disebar kemudian diaduk dengan tanah atau tanah dibalikkan. Untuk pemberian kedua adalah ketika proses penanaman yang digunakan untuk menutup lubang tanaman yang hanya berdiameter 1-2 centimeter yang telah diisi dengan benih caisin. Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi, kambing, dan ayam. Petani responden dapat memperoleh pupuk kandang yang sudah kering dan berbentuk kompos di Gapoktan Rukun Tani. Namun, umumnya untuk menghemat biaya usahatani, petani responden langsung membeli kotoran kandang yang masih mentahbasah di peternakan terdekat dengan harga yang relatif murah. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 6.662,20 kilogram.

4. Penggunaan Kapur

Kapur pertanian atau dolomit berguna untuk menaikkan pH tanah atau meningkatkan derajat keasaman tanah. Penggunaan kapur bagi tiap petani responden beragam, disesuaikan dengan keadaan tanahnya. Kondisi tanah petani responden di Desa Citapen memiliki pH 4,5-7,0, sedangkan kondisi pH tanah yang optimum untuk tanaman caisin menurut Wahyudi 2010 adalah pH 6,0-6,8. Oleh karena itu, bagi petani yang memiliki tanah dengan pH rendah, maka penggunaan kapur akan lebih banyak. Menurut Wahyudi 2010, untuk menaikkan satu point pH tanah diperlukan dua ton kapur pertanian dolomit. Kebutuhan kapur pertanian menurutnya pada lahan seluas satu hektar adalah sebanyak 1.000 kg. Pada kondisi di lapangan, rata-rata penggunaan kapur untuk luasan lahan satu hektar baik pada musim kemaru ataupun musim hujan adalah sebanyak 963,17 kg. Aplikasi penggunaan kapur dilakukan saat penyiapan lahan awal sekitar 7-14 hari sebelum benih ditanam di lahan garapan. Adanya senggang waktu antara 73 pemberian kapur dengan penanaman benih dilakukan agar tanah yang diberi kapur tersebut matang terlebih dahulu dan tanah sudah mencapai pH yang sesuai.

5. Penggunaan Pupuk Urea

Pupuk urea merupakan jenis pupuk kima yang mengandung Nitrogen N berkadar tinggi yang sangat diperlukan tanaman jenis daun-daunan. Dari sejumlah 35 petani responden tersebut, seluruh petani menggunakan jenis pupuk urea ini untuk menanam caisin. Menurut para petani responden, penggunaan pupuk urea sudah mencukupi untuk kebutuhan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman caisin. Penggunaan jenis pupuk kimia lain seperti TSP dan KCL tidak akan menambah pertumbuhan caisin menjadi lebih baik. Berdasarkan pengalaman-pengalaman para petani responden jika terlalu banyak menggunakan jenis pupuk kimia, seperti pemberian pupuk KCL pada tanaman caisin menurut petani akan menghasilkan batang caisin yang terlalu rapuh dan renyah sehingga kurang diminati konsumen, sedangkan pupuk TSP ataupun pupuk SP-36 tidak diberikan pada tanaman caisin karena kedua pupuk ini berfungsi besar untuk pertumbuhan buah, sedangkan tanaman caisin tidak memiliki buah. Rata-rata kebutuhan pupuk urea pada musim hujan per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 533,95 kilogram, sedangkan pada musim kemarau kebutuhannya sebanyak 563,24 kilogram. Perbedaan jumlah penggunaan pupuk urea ini menurut beberapa petani responden dikarenakan tanaman caisin memerlukan kandungan unsur hara N yang lebih banyak pada musim kemarau, karena pada musim ini pertumbuhan tanaman caisin rentan terhadap cuaca panas yang akan menimbulkan penyakit pada daun. Menurut Wahyudi 2010, kebutuhan pupuk urea untuk luas lahan satu hektar adalah sebanyak 300 kg. Selain pupuk urea, budidaya tanaman caisin menurutnya juga membutuhkan pupuk lainnya seperti pupuk SP-36 dengan kebutuhan per hektar sebanyak 150 kg dan pupuk KCL dengan kebutuhan per hektar sebanyak 150 kg.

6. Penggunaan Pestisida Cair

Pestisida cair yang digunakan adalah jenis insektisida. Terdapat dua jenis pestisida cair yang sering digunakan petani responden, yaitu curachron dan decis, yang kedunya ini berfungsi untuk memberantas adanya hama kutu loncat. Masing- 74 masing petani responden menggunakan pestisida cair dengan jenis yang berbeda- beda sesuai kebutuhan dan keinginan petani untuk membeli, namun diketahui bahwa sebanyak 34 petani responden memilih untuk menggunakan curachron daripada decis. Pestisida cair dijual dalam bentuk cairan dalam botolan yang bermerek. Perbedaan penggunaan input antara musim kemarau dan musim hujan sebagian besar terletak pada perbedaan jumlah penggunaan pestisida. Rata-rata pada musim kemarau kebutuhan akan pestisida akan meningkat, hal ini dikarenakan pada musim kemarau populasi hama akan meningkat dan penyakit pada tanaman pun akan mudah menyerang. Kebutuhan rata-rata pestisida cair pada musim hujan per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 3,66 liter, yang terdiri dari curachron sebanyak 2,91 liter, sedangkan decis sebanyak 0,75 liter. Sedangkan pada musim kemarau kebutuhan rata-rata pestisida cair setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 4,64 liter, yang terdiri dari curachron sebanyak 3,39 liter dan decis 1,25 sebanyak liter. Pestisida cair jenis curachron yang umumnya digunakan oleh petani responden adalah curachron yang berukuran 500 mililiter Gambar 15. Gambar 15. Pestisida Cair Curachron yang Digunakan Untuk Memberantas Hama pada Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011

7. Penggunaan Pestisida Padat

Pestisida padat yang digunakan adalah jenis fungisida dan percampuran antara insektisida dan fungisida. Terdapat tiga jenis pestisida padat yang sering digunakan petani responden, yaitu kardan dan lanet yang berfungsi sebagai fungisida dan insektisida pemberantas hama, sedangkan antrakol sebagai 75 fungisida pencegah hama dan mengandung vitamin bagi pertumbuhan caisin. Pestisida padat jenis antrakol yang umumnya digunakan oleh petani responden adalah antrakol yang berukuran 500 mililiter Gambar 16. Gambar 16. Pestisida Padat Antrakol yang Digunakan Untuk Mencegah Hama pada Tanaman Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Masing-masing petani responden menggunakan pestisida dengan jenis yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan keinginan petani untuk membeli. Pestisida padat umumnya berfungsi untuk mencegah dan memberantas adanya hama ulat daun dan ulat tanah. Pestisida padat dijual dalam bentuk bubuk dan bungkusan yang bermerek. Sama halnya seperti pestisida cair, kebutuhan pestisida padat pada musim kemarau juga lebih banyak daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau populasi hama akan meningkat dan penyakit pada tanaman pun akan mudah menyerang. Kebutuhan rata-rata pestisida padat pada musim hujan per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 6,95 kilogram, yang terdiri dari kardan sebanyak 1,20 kilogram, lanet sebanyak 1,78 kilogram, dan antrakol sebanyak 3,97 kilogram. Sedangkan rata- rata kebutuhan pestisida padat ada musim kemarau per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 8,33 kilogram, yang terdiri dari kardan sebanyak 1,38 kilogram, lanet sebanyak 2,07 kilogram, dan antrakol sebanyak 4,88 kilogram.

8. Penggunaan Pupuk Daun

Kandungan unsur hara pada pupuk daun identik dengan kandungan unsur hara pada pupuk majemuk. Bahkan pupuk daun sering lebih lengkap karena 76 ditambah oleh beberapa unsur mikro. Pupuk daun berguna untuk menambah warna hijau daun caisin sehingga konsumen akan lebih tertarik untuk membeli karena terlihat terlihat lebih segar. Selain untuk menambah warna hijau daun, pupuk daun juga memiliki manfaat untuk menambah zat-zat yang dibutuhkan tanaman sehingga pertumbuhan tanaman lebih subur. Pupuk daun yang biasa digunakan untuk tanaman caisin adalah Gandasil D atau Gandasil Daun yang berbentuk bubuk padat. Pemberian pupuk daun ini dilakukan dengan cara dicampur dengan air, dimana perbandingan antara pupuk daun dan air, yaitu 1 sendok makan pupuk daun berbanding 14 liter air ukuran sprayer. Sebagian besar petani responden melakukan penyemprotan pupuk daun dibarengi dengan penyemprotan pestisida cair ataupun padat dengan cara dicampur dalam satu sprayer. Rata-rata kebutuhan pupuk daun per periode tanam setelah dikonversi per hektar adalah sebanyak 2,51 kilogram.

9. Penggunaan Tenaga Kerja

Proses produksi caisin yang dilakukan petani responden meliputi persiapan lahan, penanaman, pemupukan susulan, penyemprotan pestisida dan pupuk daun, dan pemanenan. Penggunaan tenaga kerja pada setiap proses kegiatan produksi berbeda-beda, disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani caisin adalah tenaga kerja orangmanusia, yang terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penggunaan tenaga kerja dapat berasal dari dalam keluarga TKDK maupun tenaga kerja luar keluarga TKLK. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani caisin ini menggunakan satuan Hari Orang Kerja HOK, dimana tenaga kerja laki-laki melakukan aktivitas selama delapan jam per hari, sedangkan tenaga kerja wanita melakukan aktivitas selama enam jam per hari. Pembayaran upah tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena adanya perbedaan kapasitas pekerjaan yang dibebankan. Upah yang diberikan setiap satu hari kerja, yaitu sebesar Rp 20.000 untuk pria dan Rp 15.000 untuk wanita atau Rp 20.000 setara Hari Kerja Pria HKP. Tenaga kerja wanita disetarakan dengan tenaga kerja laki-laki berdasarkan perbandingan jam kerjanya, yaitu enam jam berbanding delapan jam sehingga wanita setara 0,75 HKP. Penggunaan rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani responden 77 dalam satu periode tanam yang dikonversi per hektar adalah sebanyak 324,75 HOK yang terdiri dari 223,70 HOK TKLK dan 101,05 HOK TKDK. Berdasarkan penggunaan input usahatani caisin yang telah dijelaskan diatas, jumlah kebutuhan input fisik usahatani caisin dan jumlah produksi output caisin pada saat musim hujan dan musim kemarau secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Kebutuhan Fisik Input Usahatani Caisin dan Jumlah Output yang Dihasilkan per Hektar per Periode Tanam di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Komponen Satuan Musim Hujan Musim Kemarau Jumlah Produksi Kg 18.068,498 12.640,513 1. Benih Kg 2,50 2,50 2. Pupuk kandang Kg 6.662,20 6.662,20 3. Kapur Kg 963,17 963,17 4. Pupuk urea Kg 533,95 563,24 5. Pestisida cair Lit er 3,66 4,64 6. Pestisida padat Kg 6,95 8,33 7. Pupuk Daun Kg 2,51 2,51 8. Tenaga Kerja HOK 324,75 324,75 Pada musim hujan kebutuhan pupuk urea sebanyak 533,95 kilogram, sedangkan pada musim kemarau kebutuhan urea sebanyak 563,24 kilogram, sehingga terdapat peningkatan kebutuhan sebesar 5,48 persen. Peningkatan kebutuhan ini disebabkan karena saat musim kemarau tanaman lebih rentan terhadap hama dan penyakit sehingga tanaman membutuhkan unsur N yang lebih tinggi untuk menjaga ketahahan fisik tanaman agar tanaman tetap dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, pada musim kemarau umumnya petani responden menggunakan pestisida baik cair maupun padat dalam jumlah yang lebih banyak daripada penggunaan saat musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau tersebut tanaman caisin lebih rentan terhadap penyakit, seperti penyakit akar gada. Gejala penyakit ini berupa tanaman yang layu pada siang hari dalam cuaca yang selalu 78 panas, namun pada pagi harinya tanaman dapat terlihat segar, dengan kondisi ini pertumbuhan tanaman akan terhambat karena dapat menyerang perakaran tanaman. Kemudian, pada musim kemarau populasi hama akan meningkat karena hama mudah berkembang biak dan mudah untuk berpindah dari satu tanaman ke tanaman lainnya, sebaliknya pada musim hujan populasi hama cenderung berkurang karena air hujan akan menyulitkan hama seperti kutu loncat dan ulat daun untuk hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu, saat musim kemarau kebutuhan pestisida cair dan pestisida padat akan lebih banyak. Pada musim hujan kebutuhan total pestisida cair sebanyak 3,66 liter, sedangkan pada musim kemarau sebanyak 4,64 liter, sehingga terdapat peningkatan kebutuhan sebesar 26,65 persen. Untuk pestisida padat, kebutuhan pada musim hujan sebanyak 6,95 kilogram, sedangkan pada musim kemarau sebanyak 8,34 kilogram, sehingga terdapat peningkatan kebutuhan sebesar 20,03 persen. Kondisi cuaca yang panas dan kering saat musim kemarau pada akhirnya sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan petani. Meningkatnya populasi hama saat musim kemarau menjadi sumber risiko produksi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada musim kemarau risiko produksi yang ada lebih tinggi daripada musim hujan karena telah mempengaruhi atau menurunkan jumlah produksi.

10. Penggunaan Peralatan Usahatani

Dalam usahatani caisin diperlukan beberapa peralatan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan usahatani tersebut. Peralatan yang digunakan antara lain, cangkul, garpu, sprayer, sabit, dan drum plastik. Cangkul dan garpu digunakan dalam kegiatan pengolahan tanah untuk membalikkan dan menggemburkan tanah. Sprayer merupakan alat penyemprot pestisida yang berukuran 14 liter. Sabit digunakan untuk kegiatan penyiangan dan panen. Drum plastik digunakan untuk media percampuran pestisida, pupuk daun, dan air, kemudian hasil percampuran ini dimasukkan dalam sprayer dan siap dilakukan penyemprotan pada tanaman caisin. Dalam analisis usahatani, biaya alat-alat pertanian ini dihitung sebagai biaya penyusutan peralatan dibebankan ke dalam biaya yang diperhitungkan. Biaya penyusutan peralatan para petani responden pada usahatani caisin per 79 periode tanam adalah sebesar Rp 22.954,72, dimana satu periode adalah dua bulan masa tanam. Secara rinci nilai penyusutan peralatan usahatani caisin dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Caisin per Periode Tanam di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 No Jenis Peralatan Umur Ekonomis Tahun Jumlah Unit Harga Rpunit Total Biaya Rp Biaya Penyusutan Rptahun Biaya Penyusutan Rpperiode tanam 1 Cangkul 3 2 54.571.43 90.432,65 27.052,50 4.508,75 2 Garpu 4 2 50.142,86 78.795,92 19.421,53 3.236,92 3 Sprayer 5 1 222.857,14 248.326,53 52.358,00 8.726,33 4 Sabit 3 2 28.285,71 58.187,76 22.379,91 3.729,98 5 Drum plastic 3 1 57.571,43 57.571,43 16.516,39 2.752,73 Jumlah 143.313,19 22.954,72 80 VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan model GARCH 1,1 untuk mengetahui nilai variance produksi yang menunjukkan risiko produksi. Model tersebut akan menghasilkan nilai variance produksi yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan produksi dan persamaan variance produksi. Untuk melihat permodelan yang telah diperoleh maka terlebih dahulu dilakukan evaluasi model dugaan berdasarkan hasil output program Eviews 6 yang telah diperoleh. Hasil pendugaan model GARCH terhadap persamaan fungsi produksi rata-rata dan variance produksi pada komoditas caisin secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Lampiran 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 61,54 persen. Nilai koefisien determinasi R 2 tersebut memiliki arti bahwa sebear 61,54 persen dari keragaman atau variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 38,46 persen dapat dijelaskan oleh komponen error atau faktor-faktor lain yang ada diluar model. Faktor-faktor lain tersebut seperti, adanya hama dan penyakit serta ketidakpastian cuaca. Dengan nilai R 2 sebesar 61,54 persen artinya model tersebut sudah mampu menjelaskan pengaruh penggunaan input terhadap produksi dan pengaruh risiko produksi musim sebelumnya terhadap risiko produksi musim tertentu. Risiko produksi musim sebelumnya ditunjukkan oleh error kuadrat musim sebelumnya ε 2 t-1 dan variance error musim sebelumnya σ 2 t-1 . Sedangkan risiko produksi musim tertentu ditunjukkan oleh variance error musim tertentu σ 2 t . Evaluasi model dugaan selain berdasarkan nilai koefisien determinasi R 2 juga dilakukan uji signifikansi model dugaan menggunakan uji F untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas caisin. Berdasarkan uji F menghasilkan nilai F-hitung sebesar 4,21, maka nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yakni sebesar 2,04, dimana nilai F-tabel berasal dari F 9, 70-9-1 = 8, 60 . Selain itu, nilai PF- statistic sebesar 0.000023 lebih kecil dari α lima persen. Oleh karena nilai F- hitung lebih besar dari F-tabel dan nilai PF-statistic lebih kecil dari nilai α, maka kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam 81 usahatani caisin secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi dan variance produksi caisin pada taraf nyata lima persen.

6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Caisin