Potensi Serasah Pada Setiap Kondisi Hutan berdasarkan Tingkat Dekomposisi

akibat kematian alami dan buatan, sehingga total volume nekromasa tertinggi terdapat pada logged over area sebesar 145.1 m3ha dan terendah terdapat pada primary forest sebesar 55.3 m3ha. Berdasarkan total volume nekromasa dari setiap kondisi hutan yang diakibatkan oleh kematian alami dan buatan, maka total volume rata-rata dari semua kondisi hutan adalah 99.0 m 3 ha dimana rata-rata volume nekromasa yang mati akibat faktor alami adalah sebesar 45.9 m 3 ha dan akibat kematian buatan sebesar 53.2 m 3 ha. Berdasarkan hasil persentase dari total volume nekromasa, dimana kematian alami pada LOA memiliki nilai tertinggi dan terendah terdapat pada degraded forest . Sedangkan persentase nekromasa yang diakibatkan oleh kematian buatan berturut turut mulai dari yang tertinggi adalah pada degraded forest , LOA, secondary forest, dan primary forest. Persentase nekromasa yang mengalami kematian buatan dari setiap kondisi hutan merupakan persentase kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan oleh kegiatan pemanenan hutan dan pembukaan lahan hutan seperti pada degraded forest. Potensi nekromassa yang ditemukan berbeda-beda dari setiap kondisi hutan. Besar kecilnya potensi volume nekromasa dipengaruhi oleh dimensi pohon mati tersebut yaitu diameter dan panjang kayunya. Kondisi hutan sekunder dan hutan terdegradasi memiliki jumlah nekromassa yang banyak dibandingkan hutan bekas tebanganLOA Tabel 2 dengan nilai total volume nekromassa lebih rendah dibandingkan total volume nekromassa pada LOA. Hal tersebut dikarenakan pohon-pohon mati yang ditemukan pada hutan sekunder dan hutan terdegradasi memiliki dimensi pohon diameter dan panjang nekromassa yang kecil. Sedangkan pada LOA, nekromassa yang sering ditemukan memiliki dimensi yang besar. Pohon-pohon komersil yang berdiameter besar banyak yang ditinggalkan di petak tebangan karena memiliki gerowong pada kayunya seperti jenis Meranti. Semakin besar diameter pohon maka semakin besar pula volumenya.

5.3 Potensi Serasah Pada Setiap Kondisi Hutan berdasarkan Tingkat Dekomposisi

Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu sebagai lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan bahan- bahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan. Serasah dibedakan dalam dua dekomposisi yaitu serasah kasar dan serasah halus. Perbandingan rata- rata produksi serasah yang diambil dari 3 kali ulangan dari 4 kondisi hutan gambut disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Perbandingan rata-rata produksi serasah kasar dan halus dari 4 kondisi hutan gambut No Kondisi Hutan Produksi Serasah tonha Rata-rata tonha Serasah Kasar Serasah Halus 1 Primary forest 15 14.67 14.83 2 LOA 16 9.33 12.67 3 Secondary forest 9.33 4.33 6.83 4 Degraded forest 13.33 5 9.17 Rata-rata tonha 13.42 8.33 10.88 Produksi serasah kasar dan halus pada tanah gambut berbeda-beda tergantung dengan kondisi hutannya. Pada primary forest, tingginya kerapatan pohon memungkinkan lebih banyaknya daun atau ranting yang gugur, sehingga memiliki produksi serasah lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi hutan lainnya. Serasah halus banyak terdapat pada kondisi hutan primer karena kondisi serasah yang tercampur dengan tanah gambut dan mengandung air karena sebagian besar lahan gambut hutan primer merupakan lahan basah sehingga mempercepat laju dekomposisi. Pada logged over areaLOA, secondary forest, dan degradded Forest, banyak terdapat serasah kasar dalam bentuk daun, ranting, dan kulit pohon, karena kondisi lahannya sudah mengalami kegiatan pemanenan hutan. Rata-rata produksi serasah kasar dan halus primary forest cenderung lebih besar 14.83 tonha dibandingkan dengan logged over area 12.67 tonha, secondary forest 6.83 tonha dan degraded forest 9.17 tonha. Berdasarkan dekomposisinya, produksi rata-rata serasah kasar lebih besar dibandingkan serasah halus dari setiap kondisi hutan yaitu sebesar 13.42 tonha, sedangkan serasah halus sebesar 8.33 tonha sehingga rata-rata produksi serasah dari setiap kondisi hutan adalah 10.88 tonha. Produksi serasah pada setiap kondisi hutan sangat dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik dan kerapatan tajuk pohon. Kerapatan tajuk pada logged over area, secondary forest, dan degraded forest lebih rendah dibandingkan dengan primary forest sehingga cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan bekas tebangan, hutan sekunder, dan hutan terdegradasi lebih besar dibanding hutan primer. Kondisi tersebut mengakibatkan suhu tanah lantai hutan meningkat. sehingga hal ini mempercepat aktivitas dekomposer di dalam proses perombakan serasah tersebut. Adanya kandungan serasah yang tinggi memberikan implikasi bahwa akumulasi serasah juga mampu menyemat CO 2 dari udara akibat aktifitas mikrobia dan fauna tanah, sekaligus turut membantu peningkatan bahan organik tanah sehingga C dari ekosistem dapat dipendam dalam tanah.

5.4 Kadar Air