Potensi Nekromassa Pada Setiap Kondisi Hutan berdasarkan Tingkat Dekomposisi

jenis tumbuhan yang satu sama lainnya saling tumpang tindih dan beriteraksi satu sama lain. Kerapatan individu pohon primary forest lebih besar dibandingkan dengan logged over area , secondary forest, dan degraded forest. Hal ini dikarenakan pohon-pohon di hutan primer belum mengalami gangguan yaitu kegiatan pemanenan hutan sehingga nekromassa yang ditemukan di hutan primer pun akibat kematian alami angin, busuk batang, patah cabang, dan hama penyakit. Selain itu jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi hutan lainnya yang telah mengalami kegiatan pemanenan hutan. Sedangkan jenis-jenis nekromassa dominan yang ditemukan pada keempat kondisi hutan rawa gambut adalah jenis Meranti Shorea sp., Medang Cinnamomum sp., Milas Parastemon urophyllum, Balam Palaquium spp., Kelat Cryptocarya sp., Timah-timah Llex cymosa, dan Suntai Palaquium walsurifolium

5.2 Potensi Nekromassa Pada Setiap Kondisi Hutan berdasarkan Tingkat Dekomposisi

Volume nekromasa yang diakibatkan oleh kematian alami dan buatan berdasarkan tingkat dekomposisi pada setiap kondisi hutan gambut dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Volume nekromassa berdasarkan tingkat dekomposisi dari setiap kondisi hutan gambut No Kondisi Hutan Tidak lapuk m3ha Setengah Lapuk m3ha Lapuk m3ha Total volume m3ha Persentase A B A B A B A B Total A B 1 PF 2.8 0 38.6 0 13.9 55.3 0 55.3 30.2 2 LOA 17.3 72.8 48.6 2.7 2.2 1.4 68.1 76.9 145.1 37.1 36.2 3 SF 18.0 37.7 27.6 1.2 14.5 0.9 60.0 39.8 99.8 32.7 18.7 4 DF 0 49.3 0 45.4 0 1.2 0.0 95.9 95.9 45.1 Total 38.2 159.8 114.7 49.3 30.6 3.5 183.5 212.6 396.1 100 100 Rata-rata 12.7 53.3 38.2 16.4 10.2 1.2 61.2 70.9 99.0 Keterangan : A = Kematian alami, B = Kematian buatan Nekromasa yang sering dijumpai pada primary forest adalah dalam kondisi alami sehingga untuk tingkat dekomposisinya sebagian besar dalam kondisi setengah lapuk dan lapuk. Sedangkan pada LOA, secondary forest, dan degraded forest , nekromassa yang sering dijumpai adalah dalam kondisi alami dan diakibatkan oleh kegiatan pemanenan hutan, sehingga memiliki tingkat dekomposisi tidak lapuk, setengah lapuk, dan lapuk Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jumlah jenis nekromassa yang ditemukan di setiap kondisi hutan, primary forest memiliki jumlah yang paling sedikit yaitu 16 jenis dibandingkan dengan kondisi hutan lainnya dengan tingkat dekomposisi yang banyak ditemukan dalam kondisi kayu setengah lapuk dengan total volume yang lebih besar daripada lapuk dan tidak lapuk. Hal tersebut dikarenakan pohon-pohon tersebut mati secara alami dan belum terjadinya kegiatan pemanenan hutan yang dapat merusak vegetasi pohon lainnya sehingga dapat meningkatkan jumlah nekromassa yang ditemukan pada suatu kondisi hutan. Pada logged over area dan secondary forest pohon mati yang paling banyak ditemukan pada tingkat dekomposisi tidak lapuk akibat kematian buatan. Sedangkan pada degraded forest, total volume nekromasa mulai dari yang tertinggi berturut-turut yaitu pada dekomposisi tidak lapuk, setengah lapuk, dan lapuk. Sebagian besar nekromasa yang ditemukan pada degraded forest mengalami kematian secara buatan yaitu akibat penebangan. Pada logged over area memiliki total volume tidak lapuk akibat kematian buatan paling banyak yaitu sebesar 72.8 m 3 ha. Hal tersebut dikarenakan oleh banyak terdapat jalan ongkak yang masih baru dan banyaknya kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatatan pemanenan hutan. Pada secondary forest nekromasa yang sering ditemukan dalam kondisi tidak lapuk buatan sebesar 37.7 m 3 ha. Dilihat dari tahun tebang tahun 1984 yang sudah cukup lama, seharusnya banyak ditemukan nekromassa dalam kondisi setengah lapuk dan lapuk. Hal ini dikarenakan terjadinya penebangan pohon- pohon yang diameter besar pada kondisi hutan sekunder. Pohon-pohon tersebut dibuat balok-balok dan papan kayu untuk dijadikan bahan baku pembuatan bantalan rel sebagai jalan angkutan kayu pada loko lori dan untuk keperluan membuat pondok para pekerja petak. Total volume nekromasa akibat kematian alami dan buatan tertinggi terdapat pada logged over area sebesar 68.1 m3ha dan 76.9 m3ha sedangkan kematian alami terendah terdapat pada degraded forest dan kematian buatan pada primary forest dengan nilai volume nol 0 artinya tidak ditemukan nekromasa akibat kematian alami dan buatan, sehingga total volume nekromasa tertinggi terdapat pada logged over area sebesar 145.1 m3ha dan terendah terdapat pada primary forest sebesar 55.3 m3ha. Berdasarkan total volume nekromasa dari setiap kondisi hutan yang diakibatkan oleh kematian alami dan buatan, maka total volume rata-rata dari semua kondisi hutan adalah 99.0 m 3 ha dimana rata-rata volume nekromasa yang mati akibat faktor alami adalah sebesar 45.9 m 3 ha dan akibat kematian buatan sebesar 53.2 m 3 ha. Berdasarkan hasil persentase dari total volume nekromasa, dimana kematian alami pada LOA memiliki nilai tertinggi dan terendah terdapat pada degraded forest . Sedangkan persentase nekromasa yang diakibatkan oleh kematian buatan berturut turut mulai dari yang tertinggi adalah pada degraded forest , LOA, secondary forest, dan primary forest. Persentase nekromasa yang mengalami kematian buatan dari setiap kondisi hutan merupakan persentase kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan oleh kegiatan pemanenan hutan dan pembukaan lahan hutan seperti pada degraded forest. Potensi nekromassa yang ditemukan berbeda-beda dari setiap kondisi hutan. Besar kecilnya potensi volume nekromasa dipengaruhi oleh dimensi pohon mati tersebut yaitu diameter dan panjang kayunya. Kondisi hutan sekunder dan hutan terdegradasi memiliki jumlah nekromassa yang banyak dibandingkan hutan bekas tebanganLOA Tabel 2 dengan nilai total volume nekromassa lebih rendah dibandingkan total volume nekromassa pada LOA. Hal tersebut dikarenakan pohon-pohon mati yang ditemukan pada hutan sekunder dan hutan terdegradasi memiliki dimensi pohon diameter dan panjang nekromassa yang kecil. Sedangkan pada LOA, nekromassa yang sering ditemukan memiliki dimensi yang besar. Pohon-pohon komersil yang berdiameter besar banyak yang ditinggalkan di petak tebangan karena memiliki gerowong pada kayunya seperti jenis Meranti. Semakin besar diameter pohon maka semakin besar pula volumenya.

5.3 Potensi Serasah Pada Setiap Kondisi Hutan berdasarkan Tingkat Dekomposisi