kerapatan dan berat jenis. Selain itu kerapatan kayu dipengaruhi factor spesies, laju pertumbuhan, umur pohon setelah menghasilkan kayu, dan letak kayu
Haygreen dan Bowyer 1989 Kadar zat terbang adalah persen kandungan zat-zat yang mudah menguap
yang hilang pada pemanasan 950
o
C yang terkandung pada arang terhadap berat kering dan bebas air. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan,
yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang Haygreen dan Bowyer 1982.
Kadar abu didefinisikan sebagai berat sisa yang tertinggal, dinyatakan sebagai persen terhadap berat bahan air setelah pembakaran pada suhu tinggi
dengan tersedianya oksigen yang melimpah. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama
abu dalam beberapa kayu tropis ialah kalsium, kalium, magnesium, dan silica. Dalam abu persen kandungan mineral terhadap berat kayu kering oven masing-
masing dapat lebih rendah dari 0.2 atau bahkan lebih dari 1. Galat dalam penetapan kadar abu dapat disebabkan oleh hilangnya klorida logam alkali dan
garam-garam amonia serta oksidasi tidak sempurna pada karbonat dari logam alkali tanah Achmadi 1990.
Besarnya kandungan karbon terikat ditentukan oleh besarnya nilai kadar abu dan kadar zat terbang dimana semakin besar kandungan kadar zat terbang dan
kadar abu maka makin rendah kandungan karbon terikat yang ada dalam kayu tersebut. Kadar abu merupakan kadar oksida logam yang tersisa pada pemanasan
yang tinggi yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Sedangkan kadar zat terbang merupakan
kandungan zat-zat yang mudah menguap atau hilang pada suhu pemanasan 950ºC yang tersusun dari senyawa alifatik, terfana dan fenolik.
2.4 Bahan Organik Mati
Bahan organik mati mencakup kayu mati yang masih tegak berdiri, kayu mati yang sudah tumbang, tunggul atau tunggak nekromassa dan serasah. Kayu
mati yang masih berdiri diperlakukan seperti pohon hidup dengan memperhatikan tingkat dekomposisinya. Kayu mati dengan diameter •10 cm diambil sampelnya
dengan metode pemanenan kuadrat seperti halnya pohon. Sedangkan untuk serasah dan kayu mati dengan diameter 10 cm dilakukan pengumpulan sample
dengan metode pemanenan kuadrat. Berikut adalah tabel tingkat dekomposisi untuk kayu mati tumbang atau roboh.
Tabel 3 Kelas dekomposisi kayu mati tumbang dan ciri-ciri pengenalnya
Kelas Dekomp
osisi Struktur Tekstur
Bagian yang Membusuk
Warna kayu
Akar yang menginvasi
Cabang dan ranting
1 Segar, baru
tumbang, kayu bulat utuh.
Utuh, tidak membusuk
Warna asli
Tidak ada Cabang ada,
ranting masih menyatu dan
mempunyai kulit yang
kencang
2 Segar Nyaris
utuh, lunak atau
hampir membusuk
tetapi tidak bisa dilepas-kan
dengan tangan Warna
asli Tidak ada
Cabang ada, bebrapa
ranting terlepas, yang
masih ada mempunyai
kulit yang terlepas
3 kayu bagian
dalam segar, potongan dapat
menahan beratnya sendiri
Keras, potongan berukuran besar,
bagian luar kayu dapat dilepas
dengan tangan atau tidak ada
Coklat kemerah
an atau warna
asli Hanya pada
kayu bagian luar
Cabang yang ada tidak bias
dilepas dengan tangan
4 Bagian dalam
kayu membusuk, potongan tidak
bisa menahan beratnya sendiri
tetapi bisa mem- pertahankan
bentuknya Lunak,potongan
kecil, paku logam dapat di
tekan dengan tangan hingga
bagian tengah kayu
Kemera han atau
coklat muda
Hampir ke- seluruhan
Cabang yang masih ada bisa
di lepas dengan tangan
5 Tidak ada,
potongan tidak lagi dapat mem-
pertahankan bentuknya,
tersebar di tanah Lunak, berupa
serbuk ketika kering
Merah coklat
sampai coklat
tua Hampir ke-
seluruhan Cabang yang
masih ada umumnya
sudah membusuk
Sumber : Woodall Monleon 2008
Kayu Mati merupakan semua biomasa kayu mati, baik yang masih tegak mati berdiri dan tunggak, rebah maupun di dalam tanah dengan diameter lebih
≥10 cm. Pohon mati berdiri adalah pohon berkayu yang mempunyai batang jelas, berdiri di atas
tanah dengan tinggi
minimal 5 meter.
Tunggak adalah bagian pangkal batang yang ditinggalkan setelah
penebangan. Tinggi tunggak
pada pohon-pohon rimba sekitar 60-80 cm terkadang karena kondisi lapangan, tinggi tunggak bisa sekitar 40 cm bahkan ada yang mencapai 1 m atau lebih.
Dalam garis besar kerusakan kayu yang timbul pada nekromassa disebabkan oleh 3 hal antara lain akibat penyusutan kayu, serangan jamur
pembusuk, dan bahan kimia di dalam kayu zat ekstraktif. Sedangkan faktor pelapukan yang berperan pada perubahan yang terjadi di permukaan kayu
nekromassa yaitu radiasi sinar matahari ultra violet, sinar tampak, dan infra merah, air embun, hujan, salju, dan kelembaban, suhu, dan oksigen. Secara
alami tanaman memiliki waktu pelapukan yang lambat, misalnya untuk non legum membutuhkan waktu lebih dari 24 bulan 2 tahun, sementara untuk
tanaman legum adalah 12 bulan Santoso 2011. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-
ranting yang terletak di atas permukaan tanah, serasah juga dikenal dengan istilah nekromasa tak berkayu yang dibedakan menjadi serasah kasar dan serasah halus.
Serasah kasar mencakup ranting-ranting dan dedaunan yang masih utuh yang tergeletak di permukaan tanah, sedangkan serasah halus berupa bahan organik
lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran lebih dari 2 mm. Sedangkan produksi serasah adalah berat dari seluruh bagian material yang mati
yang diendapkan di permukaan tanah pada suatu waktu. Serasah didefinisikan sebagai tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan
berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk mengalami dekomposisi berubah menjadi humus bunga tanah, dan
akhirnya menjadi tanah. Kayu mati yang ukurannya 2 mm dan diameternya 10 cm dikategorikan sebagai serasah. Serasah umumnya diestimasi biomassanya
dengan metode pemanenanpengumpulan. Serasah bisa saja dipilahkan lagi menjadi lapisan atas dan bawah. Lapisan atas disebut serasah yang merupakan
lapisan di lantai hutan yang terdiri dari guguran daun segar, ranting, serpihan kulit
kayu, lumut dan lumut kerak mati, dan bagian-bagian buah dan bunga. Lapisan dibawah serasah disebut dengan humus yang terdiri dari serasah yang sudah
terdekomposisi dengan baik Sutaryo 2009. Menurut Sunarto 2003 dekomposisi dapat didefinisikan sebagai
penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika yang dipandang sebagai reduksi komponen-komponen
organik menjadi berat molekul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang
menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati.
Menurut Nybakken 1993 terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu 1 proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang
terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, 2 penghawaan wathering merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor
fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air dan 3 aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang
melakukan proses dekomposisi. Laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan komposisi bahan kimia, baik pada serasah maupun lingkungan.
Kecepatan dekomposisi serasah daun hingga dapat menyatu ke dalam tanah juga tergantung pada faktor fisik dan jenis tumbuhan itu sendiri. Pada
komunitas tumbuhan tertentu, produksi serasah akan tinggi sedangkan kecepatan pelapukan serasah akan berlangsung lambat. Dalam hal ini, serasah dapat
terakumulasi pada permukaan tanah sampai kedalaman beberapa centimeter Dix and Webster 1995.
Kualitas serasah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya.
Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila
dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila
dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas
serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah dekomposisi. Semakin lambat proses pelapukan maka keberadaan serasah di permukaan tanah menjadi
lebih lama. Setiadi 1989 menyatakan bahwa proses dekomposisi organik di dalam
tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Adanya variasi produksi serasah antara lain dipengaruhi oleh kerapatan tajuk dan persaingan dalam
mendapatkan cahaya. Peningkatan suhu tanah dapat merangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk mempercepat laju proses mineralisasi
perombakan bahan organik menjadi CO
2
.
Perbandingan potensi karbon tersimpan pada bahan organik mati nekromasa dan serasah dengan penelitian lain pada tipe hutan dan lokasi berbeda
yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan potensi karbon bahan organik mati pada berbagai tipe
hutan
No Tipe Hutan
Potensi Karbon tonCha Peneliti
Nekromasa Serasah 1 Hutan Kerangas Lahan Gambut,
Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat
- 2.77
Onrizal 2004
2 Hutan Rakyat Agroforestri, Ciamis
Jawa Barat pada umur rata-rata tegakan 1 - 12 tahun
1.15 4.84
Yudhistira 2006
3 Hutan Alam, Papua
Maulana 2009
a. Hutan Pegunungan Rapat 19.29
1.65 b. Hutan Pegunungan Sedang
12.87 2.11
c. Hutan Perbukitan Rapat 15.01
1.98 d. Hutan Perbukitan Sedang
14.68 2.45
e. Hutan Dataran Rendah Rapat 14.81
3.02 f. Hutan Dataran Rendah Sedang
9.2 1.87
g. Hutan Rawa Rapat 17.43
1.86 h. Hutan Rawa Sedang
14.52 1.8
i. Non-Hutan Kelapa Sawit 1.41
4 Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar, Sumatra Selatan
12.90 1.80
Widyasari 2010
5 Hutan Tanaman Kayu Serat Lahan
Gambut, PT RAPP Riau Yuniawati
2011 a. KU 0
14.68 0.32
b. KU 5 -
2.72 Keterangan : - = tidak dilakukan penelitian pada nekromasa
BAB III METODOLOGI