Pembelajaran Sastra Deskripsi Teoritis

sastra diharapkan dapat mencapai tingkat kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang lain, dan khalayak sekitar.

2. Pembelajaran Menulis

Menulis tidak sekadar aktivitas fisik, tetapi juga ekspresi diri dalam kendali hati dan otak yang menuntut latihan berkesinambungan dan terpola secara sistematis. Setiap orang sejatinya adalah penulis yang mampu menulis apa pun. Penulis yang baik pasti merupakan pembaca yang baik pula, tetapi pembaca yang baik belum tentu sebagai penulis yang baik. Oleh sebab itu, menulis menuntut pengorbanan berupa latihan secara berkesinambungan dan terpola, sedangkan menjadi seorang pembaca yang baik meminta pengorbanan yang tidak sebesar keinginan mewujudkan diri sebagai penulis yang baik Awi, 2011:3-4. Lasa 2009:15 menyatakan menulis tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan intelektual dan kemasyarakatan. Sebab, dalam pelaksanaan kegiatan menulis diperlukan bentuk ekspresi ide, pikiran, dan gagasan yang dituangkan ke dalam media tulis. Melalui tulisan-tulisan itulah pikiran-pikiran tersebut dapat dibaca dan dipahami orang lain. Oleh karena itu, menulis merupakan ekspresi diri yang dapat dilakukan setiap orang segampang ngomong. Graves Lasa, 2009:17 menyatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan pikiran atau ide yang rumit dan menuntut proses analisis dan sintesis pada banyak tahap pemikiran. Ada juga yang menyatakan jika penulis-penulis berbakat mendasarkan tulisan mereka pada ide dan inspirasi yang kuat. Bagi orang seperti ini, menulis tidak banyak memerlukan waktu. Ia hanya mementingkan ide sampai datangnya perasaan untuk menulis. Sejalan dengan itu, Hainston mengemukakan magic touch theory teori sentuhan magis yaitu teori yang menyatakan bahwa seorang penulis menggerakkan tangannya untuk menulis karena adanya sentuhan magis yang datang tiba-tiba Kusnawan, 2004:28; Lasa, 2009:36. Proses menulis memerlukan kreativitas dan harus memiliki naluri bahasa yang kuat, lincah, dan efektif. Hal tersebut sebenarnya merupakan seni mengekspresikan ide melalui tulisan, seperti halnya aktivitas berenang yang diibaratkan oleh Sobary Sayuti, 2009:3 seseorang bisa saja menguasai berbagai teori tentang renang, namun puluhan bahkan ratusan teori tidak akan membuat ia bisa berenang tanpa ia pernah menceburkan diri ke air, lalu terus menerus berlatih sehingga ia bisa mahir berenang. Menulis pun demikian, ia menuntut kemampuan untuk mengorganisasikan ide-ide kreatifnya untuk menyusun menjadi karya yang baik. Supaya kegiatan menulis dapat berjalan dengan baik seorang guru harus mulai mengenalkan karya-karya sastra. Salah satu cara yang baik untuk mendorong peserta didik berlatih menulis adalah dengan memberikan tema yang bersifat umum agar dapat dikembangkan sendiri oleh para peserta didik berdasarkan pengamatan dan pengalaman mereka. Kemahiran menulis dapat dimiliki jika senantiasa aktif dan rutin melatih jari untuk menulis dan mengasah kepala kita untuk menuangkan ide- ide. Kebiasaan menulis bisa diawali dengan menulis buku harian dan membuat target dalam sehari harus menulis apapun itu. Seiiring dengan kemauan kita untuk mengasahnya, maka kita akan mudah melakukan aktivitas menulis Sayuti, 2009:4.

3. Pembelajaran Menulis Dongeng