Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

4 dan kemampuan ini dibutuhkan siswa ketika mereka berinteraksi dan berkomunikasi dalam masyarakat yang pluralis Ratih, 2012. Oleh sebab itu pendidikan adalah media yang dapat memperbaiki setiap individu untuk menjadi manusia yang demokratis dan menghargai perbedaan yang ada. Melalui pendidikanlah diharapkan individu juga memahami, menghormati serta menghargai keanekaragaman serta mampu untuk mensosialisasikan kepada lingkungan sekitarnya, dengan begitu pendidikan multikultural secara perlahan akan dimengerti dan dipahami. Dalam Undang-Undang SISDIKNAS tujuan pendidikan multikultural ialah menanamkan sifat simpatik, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan kultur berbeda. Dalam hal ini pendidikan menjadi peran penting untuk menciptakan pendidikan berwawasan multikultural. Pada dasarnya multikultural itu bisa menimbulkan perpecahan jika masing-masing individu mementingkan egonya tanpa berfikir dengan rasional, tetapi multikultural juga dapat memberikan kekuatan-kekuatan yang dapat membangun kehidupan bermasyarakat yang selalu hidup rukun secara berdampingan. Pendidikan sangat diperlukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang nantinya bisa digunakan untuk menghadapi multikultral itu sendiri, artinya melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan yang nantinya individu dapat berfikir rasional serta dapat menghadapi masa depan yang memiliki ilmu pengetahuan yang semakin maju. Dalam penanaman nilai multikultural atau kebhinnekaan sekolah mempunyai peran besar, karena masyarakat mempercayakan sepenuhnya pada 5 pendidikan formal. Bulan September 2010 siswa kelas IV sebuah SD swasta ternama di kota Lawang terjadi kekerasan, ketika siswa tersebut sedang mengerjakan pekerjaan rumah PR di kelas sambil memainkan pensilnya, tiba tiba dipukul oleh guru kelasnya sampai memar dirahang kanannya Rid, 2010. Pada bulan Maret 2014 terungkap adanya tindak kekerasan disekolah dasar, dimana seorang siswa kelas 1 di SD Inpres Tamalanrea V Makassar dikeroyok oleh 3 orang temannya sendiri. Kejadian tersebut justru terjadi ketika jam istirahat sekolah di halaman sekolah. Korban sempat kritis selama lima hari sebelum akhirnya meninggal dunia Andi, 2014. Bulan April 2014 kekerasan yang dilakukan guru terhadap muridnya terjadi lagi. Seorang siswi kelas 3 Sekolah Dasar di Karang Malang Kudus Jawa Tengah, siswa tersebut mengaku trauma setelah digigit gurunya karena tidak mengerjakan PR saat pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan Ahmad Rodli, 2014 Sekolah memang berperan penting dalam mendidik siswanya, apalagi kejadian tersebut terjadi di lingkungan sekolah. Sekolah harus bisa memberikan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai positif terhadap siswanya seperti adanya pendidikan multikultural, karena ketika siswa berada di lingkungan sekolah menjadi tanggung jawab pihak sekolah dalam mengawasi dan membimbing siswa. Kurangya kesadaran pihak sekolah dalam memahami pendidikan multikultural bisa menjadikan sebuah masalah atau konflik. Maka pentingnya pendidikan multikultural diberikan yaitu agar tidak terjadi tindak kekerasan maupun konflik. Konsep pendidikan multikultural 6 harus dimiliki disetiap pendidikan formal, karena seiring arus globalisasi dampak yang ditimbulkan menyebabkan lunturnya budaya lokal, mudahnya masyarakat meniru budaya dari luar. Seperti pola makan, pola berpakaian, pola tingkah laku, serta pergaulannya. Hal yang demikian harus diperbaiki dengan adanya pendidikan multikultural di sekolah. Karena jalur pendidikan formal dipercaya masyarakat dalam mendidik masyarakatnya. Untuk itu akan dilakukan penelitian di pendidikan formal yaitu di SD Model Kabupaten Sleman. Berdasarkan hasil observasi di SD Model memiliki visi “Terwujudnya pendidikan yang berkualitas, berlandaskan budaya bangsa dan berwawasan global”. Dilihat dari visi tersebut dengan adanya wawasan global menjadikan siswanya untuk memiliki pengetahuan yang luas serta mampu untuk bersaing secara global, selain itu tidak dipungkiri adanya arus globalisasi memungkinkan budaya dari luar akan mudah masuk yang mengakibatkan lunturnya budaya lokal. Kondisi Kebhinnekaan yang ada di SD Model yaitu memiliki keberagaman dan kondisi heterogen seperti siswa yang berasal dari Papua, Palu, Bali, Sumatera, dan kecamatan sekitar, selain itu ada siswa yang merupakan pindahan dari Australia, bahkan di sekolah ini juga terdapat keberagaman agama seperti Islam, Hindu, Kristen, dan Katolik. Bahasa yang digunakan dalam keseharian yaitu menggunakan bahasa inggris, bahasa indonesia dan bahasa ibu. Adanya perbedaan bahasa ibu yang digunakan belum tentu semua warga sekolah mengerti antara satu dengan yang lain. Selanjutnya 7 di SD Model Kabupaten Sleman juga sering mendapat kunjungan dari mahasiswa luar negeri dan juga ada mahasiswa yang melakukan Praktik Kerja Lapangan PPL. Di SD Model belum ada pengintegrasian pendidikan multikultural ke semua mata pelajaran. Belum ada sosialisasi dari pihak terkait menjadi salah satu penyebab belum maksimalnya pendidikan multikultural di SD Model. Pentingnya pendidikan multikultural atau kebhinnekaan di berikan di SD Model karena kondisi sekolah yang memiliki keragaman baik budaya, agama, serta bahasa, selain itu seringnya kunjungan dari luar negeri juga menjadi alasan pentingnya pendidikan multikultural ditanamkan di SD Model Kabupaten Sleman. Selain itu sebagai sekolah percontohan di Kabupaten Sleman, SD Model sering mendapat kunjungan dari luar negeri sehingga pendidikan multikultural penting untuk dilaksanakan di SD Model, karena sekolah ini sebagai sekolah percontohan diharapkan penanaman pendidikan multikultural di SD Model dapat dijadikan contoh bagi sekolah lainnya. Untuk itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai keberagaman yang ada di SD Model melalui pendidikan multikultural kebhinnekaan. 8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, antara lain : 1. Masyarakat mempercayakan penuh kepada sekolah dalam memperoleh pendidikan. 2. Tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dasar. 3. Kurangnya kesadaran pihak sekolah dalam memahami multikultural. 4. Pengintegrasian nilai-nilai multikultural dalam setiap mata pelajaran belum maksimal. 5. Kurangnya sosialisasi pendidikan multikultural di SD Model Kabupaten Sleman.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka peneliti membatasi masalah pada implementasi pendidikan multikultural kebhinnekaan yang ada di SD Model Kabupaten Sleman.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana implementasi pendidikan multikultural kebhinnekaan yang ada di SD Model Kabupaten Sleman? 2. Apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung penerapan pendidikan multikultural kebhinnekaan di SD Model Kabupaten Sleman? 3. Bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural kebhinnekaan di SD Model Kabupaten Sleman? 9

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui penerapan pendidikan multikultural kebhinnekaan yang ada di SD Model Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung penerapan pendidikan multikultural kebhinnekaan yang ada si SD Model Kabupaten Sleman. 3. Untuk mengetahui solusi yang diberikan dalam mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural kebhinnekaan di SD Model Kabupaten Sleman. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang bermanfaat mengenai penerapan pendidikan multikultural kebhinnekaan di SD Model Kabupaten Sleman, selain itu juga menambah kajian pengetahuan bagi Program Studi Kebijakan Pendidikan, Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan. 2. Secara Praktis a. Bagi Sekolah Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan masukan dan gagasan bagi pihak sekolah dalam pelaksanaan pendidikan multikultural kebhinnekaan di SD Model Kabupaten Sleman. 10 b. Bagi Peneliti Adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai penerapan pendidikan multikultural kebhinnekaan. c. Bagi masyarakat, diharapkan mampu memberikan informasi terkait pendidikan multikultural kebhinnekaan. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Implementasi Kebijakan Pendidikan

1. Hakikat Kebijakan Pendidikan

Kebijakan merupakan sebuah rekayasa sosial social engineering. Sebagai sebuah rekayasa sosial, maka kebijakan dirumuskan oleh pemerintah. Rumusan kebijakan ini tentunya secara esensial sesuai dengan permasalahan yang ada Sudiyono, 2007: 1. Menurut James E. Anderson, kebijakan dimaknai sebagai serangkaian tindakan yang memiliki tujuan yang diikuti oleh seseorang atau sekelompok pelaku terkait dengan permasalahan tertentu Sudiyono, 2007: 4. Kebijakan pendidikan memiliki dua makna yaitu kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik dan kebijakan pendidikan sebagai bagian dari kebijakan publik. Pemahaman kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik digali dari ciri-ciri kebijakan publik. Adapun ciri-ciri kebijakan sebagai kebijakan publik, yaitu: a. Kebijakan tersebut dibuat oleh negara atau lembaga yang berkaitan dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. b. Kebijakan ditujukan untuk mengatur kehidupan bersama. c. Mengatur masalah bersama. d. Memberikan manfaat bagi masyarakat, dan untuk mencapai tujuan bersama H.A.R. Tilaar Riant Nugroho, 2009: 264-265.