IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL(KEBHINNEKAAN) DI SD MODEL KABUPATEN SLEMAN.

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL (KEBHINNEKAAN) DI SD MODEL KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Desi Ristiya Widiya Astuti NIM 10110244017

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan , entah mereka

menyukainya atau tidak” (Aldus Huxley)

“Berusaha dengan maksimal diiringi dengan do’a dan tidak ada kata menyerah” (Penulis)


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta anugerah-Nya, karya ini ku persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Mudi Harjito dan Ibu Sri Lestari yang selalu mencurahkan kasih sayang, cinta, dukungan, do’a serta pengorbanannya baik moril, materiil maupun spriritual sehingga penulis berhasil menyusun karya tulis ini.

2. Kakak tersayang yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, perhatiannya sampai sekarang ini.

3. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. 4. Agama, Nusa, dan Bangsa.


(7)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL(KEBHINNEKAAN) DI SD MODEL KABUPATEN SLEMAN

Oleh

Desi Ristiya Widiya Astuti NIM 10110244017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan implementasi pendidikan multikultural dalam aspek pemahaman, interaksi dan strategi pembelajaran di SD Model Kabupaten Sleman.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Subjek penelitian meliputi kepala sekolah, guru, dan siswa. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan kajian dokumen. Keabsahan data menggunakan trianggulasi sumber dan teknik. Analisis data menggunakan teknik analisis model interaktif Hubberman & Milles yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Implementasi pendidikan multikultural dilihat dari aspek; (a) Pemahaman pendidikan multikultural sudah dimiliki kepala sekolah dan guru; (b) Interaksi yang terjadi sangat komunikatif antara kepala sekolah, guru, dan siswa; (c) Nilai-nilai pendidikan multikultural

ditanamkan melalui kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas; (d) Strategi pembelajaran melalui pembiasaan rutin dan pembiasaan terprogram

serta pengintegrasian ke dalam mata pelajaran, 2) Faktor pendukung meliputi sikap saling menghormati dan menghargai yang timbul dari dalam siswa, komunikasi yang baik, sarana dan prasarana, latar belakang budaya siswa yang beragam, sosialisasi, serta dukungan dari lembaga pemerintah. Faktor penghambat meliputi guru kesulitan mengintegrasikan nilai multikultural pada mata pelajaran tertentu, motivasi siswa masih kurang, kurangnya dukungan orang tua; 3) Solusi dalam mengatasi faktor penghambat yaitu diskusi dengan guru lainnya, pemberian teguran dan diberi solusi serta diadakan open house.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang sangat melimpah, sehingga penulis masih diberikan kesempatan, kekuatan, kesabaran dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model Kabupaten Sleman” ini, dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terwujud tanpa dukungan dan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam mensukseskan penyusunan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas dalam belajar di kampus tercinta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk keperluan menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan pengesahan hasil Tugas Akhir Skripsi.

4. Ibu Dr. Mami Hajaroh, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Prodi Kebijakan Pendidkan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menyetujui skripsi ini.

5. Ibu Dr. Rukiyati, M. Hum, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan, nasehat dan bantuannya selama ini.

6. Bapak Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum dan Bapak Petrus Priyoyuwono, M. Pd, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini, atas bimbingan, dukungan, bantuan dan kesabarannya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(9)

7. Bapak/Ibu seluruh Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya selama masa studi.

8. Ibu Yuliati Indarsih, M. Pd, selaku Kepala Sekolah beserta segenap tenaga pendidik dan kependidikan di SD Model Kabupaten Sleman yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Bapak dan Ibu tercinta (Mudi Harjito dan Sri Lestari), Kakak dan Adikku Muari Budi Santoso dan Aditya Anang Fauzi beserta segenap keluargaku di Sleman dan di Klaten, yang telah memberikan dorongan, dukungan dan do’a selama menyelesaikan skripsi ini baik dari segi moral maupun spiritual.

10. Adi Bakti, Elva, Vety, Kusnanik, Dian, Pipit, Ferisya, Aryva serta teman-teman Prodi Kebijakan Pendidikan angkatan 2010 yang selalu memberi semangat.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka segala saran, kritik, dan masukan yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis dan umumnya bagi semua pembaca.

Yogyakarta, 09 September 2014 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Implementasi Kebijakan Pendidikan ... 11

1. Hakikat Kebijakan Pendidikan ... 11

2. Hakikat Implementasi Kebijakan Pendidikan ... 13

3. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pendidikan ... 15

B. Pendidikan ... 17


(11)

2. Fungsi Pendidikan ... 18

3. Tujuan Pendidikan ... 20

C. Pendidikan Multikultural ... 21

1. Pengertian Pendidikan Multikultural ... 21

2. Ciri-ciri Pendidikan Multikultural ... 25

3. Tujuan Pendidikan Multikultural ... 26

D. Kebhinnekaan ... 27

1. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika ... 27

2. Pengertian Kebhinnekaan... 28

3. Nilai-Nilai yang Dikembangkan dalam Kebhinnekaan ... 29

E. Sekolah Dasar... 30

F. Penelitian yang Relevan ... 31

G. Kerangka Berpikir ... 33

H. Pertanyaan Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Subjek Penelitian ... 38

C. Setting Penelitian ... 39

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

E. Instrumen Penelitian... 41

F. Teknik Analisis Data ... 44

G. Keabsahan Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SD Model Kabupaten Sleman ... 48

1. Visi dan Misi SD Model Kabupaten Sleman ... 48

2. Sejarah SD Model Kabupaten Sleman ... 50

3. Lokasi dan Keadaan SD Model Kabupaten Sleman ... 52


(12)

B. Hasil Penelitian ... 61

1. Impelementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 64

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 79

3. Solusi untuk Menanggulangi Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 82

C. Pembahasan ... 84

1. Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 84

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 96

3. Solusi untuk Menanggulangi Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 101

4. Keterbatasan Penelitian ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian ... 36 Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif ... 45 Gambar 3. Struktur Organisasi SD Model ... 60 hal


(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi ... 42

Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 43

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Dokumentasi ... 44

Tabel 4. Kondisi Peserta Didik Tahun Ajaran 2013/2014 ... 53

Tabel 5. Data Kepegawaian SD Model Kabupaten Sleman ... 55

Tabel 6. Data Kependidikan SD Model Kabupaten Sleman ... 56

Tabel 7. Data Penunjang Akademik dan Non Akademik ... 58

Tabel 8. Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 94

Tabel 9. Ringkasan Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 99

Tabel 10. Ringkasan Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ...101

Tabel 11. Ringkasan Solusi dalam Menanggulangi Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan) di SD Model ... 102


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian ... 112

Lampiran 2. Catatan Lapangan ... 116

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 122

Lampiran 4. Pedoman Observasi ... 125

Lampiran 5. Pedoman Dokumnetasi ... 126

Lampiran 6. Transkip Wawancara ... 127

Lampiran 7. Dokumen Foto ... 148


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda-beda mulai dari suku, budaya, agama, ras dan juga etnis. Seiring dengan kemajuan zaman tidak dapat dipungkiri bahwa arus globalisasi membawa nilai-nilai negatif yang akan menimbulkan perpecahan, dikarenakan masing-masing individu tidak mau menerima keberagaman yang ada disekitarnya. Sebagai warga negara yang baik hendaknya selalu menjunjung tinggi perbedaan, selain itu juga harus saling menghormati dan menghargai untuk menciptakan kedamaian. Adanya konflik diberbagai daerah ditimbulkan karena masyarakat kurang memahami adanya keanekaragaman, disini peran pendidikan sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai perbedaan dan keanekaragaman yang ada. Untuk itu pendidikan tidak memandang latar belakang dari masing-masing individu karena setiap individu berhak untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan memang tidak dapat dipisahkan dari manusia.

Dalam Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Pasal 4 ayat 1, ”Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.

Jadi pendidikan benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan menghargai serta menghormati segala perbedaan yang ada didalam diri setiap individu.


(17)

Pendidikan tidak hanya sekedar dilihat dari prosesnya akan tetapi pendidikan merupakan suatu tempat dimana dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai serta berbagai hal yang pada awalnya tidak mengetahui menjadi mengerti. Pendidikan diharapkan menjadi tempat untuk melahirkan generasi bangsa yang memiliki potensi yang lebih baik lagi.

Setiap individu butuh akan pendidikan dan berusaha keras untuk mewujudkannya karena didalam pendidikan itu sendiri menjadi sebuah modal untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas baik. Maka dari itu perlu adanya desain pendidikan yang digunakan untuk mempersiapkan agar kualitas pendidikan itu menjadi lebih layak lagi untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Pada umumnya sebagian besar masyarakat mempercayakan pendidikan ke jalur formal. Sekolah merupakan tempat yang tepat untuk memperoleh ilmu pengetahuan meskipun pengetahuan tidak hanya didapat di sekolah saja. Sebagai tempat menuntut ilmu yang dipercayakan oleh masyarakat sekolah harus mendesain pembelajaran yang memang benar-benar bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia, agar masing-masing individu bisa memanfaatkan ilmu yang diperoleh dengan sebaik mungkin.

Pendidikan multikultural penting ditanamkan di Indonesia karena kondisi masyarakat yang heterogen mulai dari suku, budaya, dan bahasa. Diharapkan dengan adanya pendidikan multikultural dapat mendidik setiap individu sedini mungkin agar dapat memahami, menghormati dan menghargai multikultural. Sekolah merupakan tempat yang tepat untuk melaksanakan pendidikan


(18)

multikultural. Dengan begitu permasalahan yang berkaitan dengan keanekaragaman dapat minimalisir dan diatasi.

Belum ada mata pelajaran khusus mengenai pendidikan multikultural, akan tetapi bisa diintegrasikan kesetiap mata pelajaran. Selain multikultural juga ada kebhinnekaan yang dimiliki negara Indonesia. Disamping pendidikan multikultural yang merupakan adopsi dari negara lain juga harus ada penyeimbang agar budaya lokal tidak tergeser oleh budaya negara lain. di Indonesia sendiri memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang menjadikan berbagai perbedaan tidak menjadi masalah yang serius. Oleh karena itu semboyan bhineka tunggal ika merupakan pemersatu perbedaan serta keanekaragaman yang ada dari setiap individu. Istilah multikultural dan kebhinnekaan memiliki makna yang sama, sehingga untuk lebih mudah memahami yaitu lebih banyak menggunakan istilah multikultural.

Pendidikan harus bisa mentranfer ilmu pengetahuan yang berbasis budaya, karena sebagai warga Indonesia yang memiliki beragam suku, dan budaya diharapkan mampu untuk memiliki konsep pendidikan multikultural atau kebhinnekaan dimana dapat mengembangkan potensi alam, tradisi, budaya, kearifan lokal serta sikap atau pola hidup. Hal tersebut diberikan untuk memberikan dorongan atau menanamkan kesadaran siswanya agar menghargai orang, budaya, kepribadian serta agama lain.

Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan dalam sambutannya :

“Pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan sebagai pendidikan yang diselenggaarakan secara demokratis, non diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultur dan kemajemukan bangsa. Pengetahuan, sikap,


(19)

dan kemampuan ini dibutuhkan siswa ketika mereka berinteraksi dan berkomunikasi dalam masyarakat yang pluralis (Ratih, 2012).

Oleh sebab itu pendidikan adalah media yang dapat memperbaiki setiap individu untuk menjadi manusia yang demokratis dan menghargai perbedaan yang ada. Melalui pendidikanlah diharapkan individu juga memahami, menghormati serta menghargai keanekaragaman serta mampu untuk mensosialisasikan kepada lingkungan sekitarnya, dengan begitu pendidikan multikultural secara perlahan akan dimengerti dan dipahami.

Dalam Undang-Undang SISDIKNAS tujuan pendidikan multikultural ialah menanamkan sifat simpatik, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan kultur berbeda. Dalam hal ini pendidikan menjadi peran penting untuk menciptakan pendidikan berwawasan multikultural.

Pada dasarnya multikultural itu bisa menimbulkan perpecahan jika masing-masing individu mementingkan egonya tanpa berfikir dengan rasional, tetapi multikultural juga dapat memberikan kekuatan-kekuatan yang dapat membangun kehidupan bermasyarakat yang selalu hidup rukun secara berdampingan. Pendidikan sangat diperlukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang nantinya bisa digunakan untuk menghadapi multikultral itu sendiri, artinya melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan yang nantinya individu dapat berfikir rasional serta dapat menghadapi masa depan yang memiliki ilmu pengetahuan yang semakin maju.

Dalam penanaman nilai multikultural atau kebhinnekaan sekolah mempunyai peran besar, karena masyarakat mempercayakan sepenuhnya pada


(20)

pendidikan formal. Bulan September 2010 siswa kelas IV sebuah SD swasta ternama di kota Lawang terjadi kekerasan, ketika siswa tersebut sedang mengerjakan pekerjaan rumah (PR) di kelas sambil memainkan pensilnya, tiba tiba dipukul oleh guru kelasnya sampai memar dirahang kanannya (Rid, 2010).

Pada bulan Maret 2014 terungkap adanya tindak kekerasan disekolah dasar, dimana seorang siswa kelas 1 di SD Inpres Tamalanrea V Makassar dikeroyok oleh 3 orang temannya sendiri. Kejadian tersebut justru terjadi ketika jam istirahat sekolah di halaman sekolah. Korban sempat kritis selama lima hari sebelum akhirnya meninggal dunia (Andi, 2014).

Bulan April 2014 kekerasan yang dilakukan guru terhadap muridnya terjadi lagi. Seorang siswi kelas 3 Sekolah Dasar di Karang Malang Kudus Jawa Tengah, siswa tersebut mengaku trauma setelah digigit gurunya karena tidak mengerjakan PR saat pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (Ahmad Rodli, 2014)

Sekolah memang berperan penting dalam mendidik siswanya, apalagi kejadian tersebut terjadi di lingkungan sekolah. Sekolah harus bisa memberikan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai positif terhadap siswanya seperti adanya pendidikan multikultural, karena ketika siswa berada di lingkungan sekolah menjadi tanggung jawab pihak sekolah dalam mengawasi dan membimbing siswa. Kurangya kesadaran pihak sekolah dalam memahami pendidikan multikultural bisa menjadikan sebuah masalah atau konflik. Maka pentingnya pendidikan multikultural diberikan yaitu agar tidak terjadi tindak kekerasan maupun konflik. Konsep pendidikan multikultural


(21)

harus dimiliki disetiap pendidikan formal, karena seiring arus globalisasi dampak yang ditimbulkan menyebabkan lunturnya budaya lokal, mudahnya masyarakat meniru budaya dari luar. Seperti pola makan, pola berpakaian, pola tingkah laku, serta pergaulannya. Hal yang demikian harus diperbaiki dengan adanya pendidikan multikultural di sekolah. Karena jalur pendidikan formal dipercaya masyarakat dalam mendidik masyarakatnya. Untuk itu akan dilakukan penelitian di pendidikan formal yaitu di SD Model Kabupaten Sleman.

Berdasarkan hasil observasi di SD Model memiliki visi “Terwujudnya pendidikan yang berkualitas, berlandaskan budaya bangsa dan berwawasan global”. Dilihat dari visi tersebut dengan adanya wawasan global menjadikan siswanya untuk memiliki pengetahuan yang luas serta mampu untuk bersaing secara global, selain itu tidak dipungkiri adanya arus globalisasi memungkinkan budaya dari luar akan mudah masuk yang mengakibatkan lunturnya budaya lokal.

Kondisi Kebhinnekaan yang ada di SD Model yaitu memiliki keberagaman dan kondisi heterogen seperti siswa yang berasal dari Papua, Palu, Bali, Sumatera, dan kecamatan sekitar, selain itu ada siswa yang merupakan pindahan dari Australia, bahkan di sekolah ini juga terdapat keberagaman agama seperti Islam, Hindu, Kristen, dan Katolik. Bahasa yang digunakan dalam keseharian yaitu menggunakan bahasa inggris, bahasa indonesia dan bahasa ibu. Adanya perbedaan bahasa ibu yang digunakan belum tentu semua warga sekolah mengerti antara satu dengan yang lain. Selanjutnya


(22)

di SD Model Kabupaten Sleman juga sering mendapat kunjungan dari mahasiswa luar negeri dan juga ada mahasiswa yang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PPL).

Di SD Model belum ada pengintegrasian pendidikan multikultural ke semua mata pelajaran. Belum ada sosialisasi dari pihak terkait menjadi salah satu penyebab belum maksimalnya pendidikan multikultural di SD Model. Pentingnya pendidikan multikultural atau kebhinnekaan di berikan di SD Model karena kondisi sekolah yang memiliki keragaman baik budaya, agama, serta bahasa, selain itu seringnya kunjungan dari luar negeri juga menjadi alasan pentingnya pendidikan multikultural ditanamkan di SD Model Kabupaten Sleman. Selain itu sebagai sekolah percontohan di Kabupaten Sleman, SD Model sering mendapat kunjungan dari luar negeri sehingga pendidikan multikultural penting untuk dilaksanakan di SD Model, karena sekolah ini sebagai sekolah percontohan diharapkan penanaman pendidikan multikultural di SD Model dapat dijadikan contoh bagi sekolah lainnya. Untuk itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai keberagaman yang ada di SD Model melalui pendidikan multikultural (kebhinnekaan).


(23)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, antara lain :

1. Masyarakat mempercayakan penuh kepada sekolah dalam memperoleh pendidikan.

2. Tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dasar.

3. Kurangnya kesadaran pihak sekolah dalam memahami multikultural.

4. Pengintegrasian nilai-nilai multikultural dalam setiap mata pelajaran belum maksimal.

5. Kurangnya sosialisasi pendidikan multikultural di SD Model Kabupaten Sleman.

C.Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka peneliti membatasi masalah pada implementasi pendidikan multikultural (kebhinnekaan) yang ada di SD Model Kabupaten Sleman.

D.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana implementasi pendidikan multikultural (kebhinnekaan) yang ada di SD Model Kabupaten Sleman?

2. Apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung penerapan pendidikan multikultural (kebhinnekaan) di SD Model Kabupaten Sleman? 3. Bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan dalam implementasi


(24)

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui penerapan pendidikan multikultural (kebhinnekaan) yang

ada di SD Model Kabupaten Sleman.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung penerapan pendidikan multikultural (kebhinnekaan) yang ada si SD Model Kabupaten Sleman.

3. Untuk mengetahui solusi yang diberikan dalam mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural (kebhinnekaan) di SD Model Kabupaten Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang bermanfaat mengenai penerapan pendidikan multikultural (kebhinnekaan) di SD Model Kabupaten Sleman, selain itu juga menambah kajian pengetahuan bagi Program Studi Kebijakan Pendidikan, Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan.

2. Secara Praktis a. Bagi Sekolah

Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan masukan dan gagasan bagi pihak sekolah dalam pelaksanaan pendidikan multikultural (kebhinnekaan) di SD Model Kabupaten Sleman.


(25)

b. Bagi Peneliti

Adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai penerapan pendidikan multikultural (kebhinnekaan).

c. Bagi masyarakat, diharapkan mampu memberikan informasi terkait pendidikan multikultural (kebhinnekaan).


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.Konsep Implementasi Kebijakan Pendidikan

1. Hakikat Kebijakan Pendidikan

Kebijakan merupakan sebuah rekayasa sosial (social engineering). Sebagai sebuah rekayasa sosial, maka kebijakan dirumuskan oleh pemerintah. Rumusan kebijakan ini tentunya secara esensial sesuai dengan permasalahan yang ada (Sudiyono, 2007: 1).

Menurut James E. Anderson, kebijakan dimaknai sebagai serangkaian tindakan yang memiliki tujuan yang diikuti oleh seseorang atau sekelompok pelaku terkait dengan permasalahan tertentu (Sudiyono, 2007: 4).

Kebijakan pendidikan memiliki dua makna yaitu kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik dan kebijakan pendidikan sebagai bagian dari kebijakan publik. Pemahaman kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik digali dari ciri-ciri kebijakan publik. Adapun ciri-ciri kebijakan sebagai kebijakan publik, yaitu:

a. Kebijakan tersebut dibuat oleh negara atau lembaga yang berkaitan dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

b. Kebijakan ditujukan untuk mengatur kehidupan bersama. c. Mengatur masalah bersama.

d. Memberikan manfaat bagi masyarakat, dan untuk mencapai tujuan bersama (H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, 2009: 264-265).


(27)

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil dari perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat dalam kurun waktu tertentu ( H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, 2009: 140).

Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan bukanlah hal yang abstrak akan tetapi dapat diimplementasikan. Kebijakan pendidikan merupakan pilihan dari berbagai alternatif kebijakan sehingga dalam praktiknya perlu dilihat output dari kebijakan tersebut. Melihat kenyataan bahwa proses pendidikan terjadi dalam masyarakat dengan berbagai aspek kehidupan seperti aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, maka suatu kebijakan pendidikan adalah suatu kajian dari berbagai pakar ( H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, 2009: 143).

Kebijakan pendidikan merupakan keputusan berupa pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan (Arif Rohman, 2009: 109).

Dalam perumusan kebijakan pendidikan, maka seorang perumus kebijakan harus mempertimbangkan komponen suatu kebijakan pendidikan. Dalam komponen kebijakan pendidikan mengandung lima hal penting, yaitu: tujuan (goal), rencana (plans), program (programme), keputusan (decision), serta dampak (effects) suatu kebijakan (Arif Rohman, 2009:119).


(28)

Maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan merupakan suatu keputusan yang dibuat oleh pemerintah sebagai reaksi untuk menangani dan menyelesaikan permasalahan pendidikan yang terjadi di dalam masyarakat dengan menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan yang ada dimasyarakat, dan keputusan yang diambil merupakan solusi untuk mencapai tujuan dan peningkatan mutu pendidikan.

2. Hakikat Implementasi Kebijakan Pendidikan

Implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam mengoperasikan suatu program. Implementasi bukan sekedar melaksanakan kesepakatan yang sudah ada, akan tetapi kegiatan yang sudah terencana dan benar-benar harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Lebih jelasnya M. Grindle mengemukakan implementasi merupakan proses implementasi yang mencakup tugas-tugas dalam membentuk ikatan yang memungkinkan kearah kebijakan yang dapat direalisasikan sebagai hasil dari aktivitas pemerintah (Arif Rohman, 2009: 134).

Van Meter dan Van Horn mengemukakan gagasan teorinya tentang implementasi dengan menyampaikan enam variabel. Keenam variabel tersebut meliputi: (1) standar dan tujuan kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komunikasi; (4) interorganisasi dan aktivitas pengukuhan; (5) karakteristik agen pelaksana; (6) kondisi sosial, ekonomi dan politik serta karakter pelaksana (Arif Rohman, 2009: 137).

Implementasi kebijakan menurut Steward dan Lester bahwa ada dua pendekatan untuk memahami implementasi, yaitu: 1) Pendekatan top- down,


(29)

pendekatan ini adalah pendekatan yang dilakukan secara tersentralisasi, pendekatan ini dimulai dan diputuskan oleh aktor di tingkat pusat. Pendekatan ini bertitik toleak dari perspektif bahwa keputusan telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan dan harus dilaksanakan oleh birokrat-birokrat atau administrator pada level bawahnya; 2) Pendekatan bottom up, pendekatan ini adalah pendekatan yang menyoroti pelaksanaan kebijakan yang terformulasi dan inisiasi warga masyarakat setempat melalui argumentasi bahwa masalah dan persoalan yang terjadi di level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga setempat (Alifuddin, 2011: 14).

Selanjutnya Menurut Charles O. Jones (Arif Rohman, 2009: 135), implementasi adalah suatu aktivitas yang ditujukan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar dalam mengoperasikan program tersebut yaitu:

a. Pengorganisasian, meliputi pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan.

b. Interpretasi, suatu aktivitas dalam menafsirkan agar suatu program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan.

c. Aplikasi, kegiatan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran atau yang lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.


(30)

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan cara dalam melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan cara tersebut sebagai penentu keberhasilan dalam suatu kebijakan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pendidikan Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang sangat menentukan, dan menjadi bagian terpenting karena semua kebijakan yang sudah diambil selalu pada tahap implementasi.

Arif Rohman (2009: 147-149) menyatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan dalam proses implementasi, yaitu:

a. Faktor yang terletak pada rumusan kebijakan. Dalam hal ini menyangkut jelas atau tidaknya rumusan kalimat, tujuananya tepat atau tidak, sasarannya tepat atau tidak, mudah difahami atau tidak, mudah diinterpretasi atau tidak, dan terlalu sulit dilaksanakan atau tidak. Seperti dikemukakan oleh Oberlin Silalahi bahwa pembuat kebijakan harus terlebih dahulu mencapai beberapa konsensus diantara mereka mengenai tujuan-tujuan, serta informasi yang cukup untuk mencapai tujuan.

b. Faktor yang terletak pada personil pelaksana yaitu menyangkut tingkat pendidikan, pengalaman, motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan kerjasama dari para pelaku pelaksana kebijakan tersebut, termasuk latar belakang


(31)

budaya, bahasa, serta ideologi kepartaian dari masing-masing personil pelaksana.

c. Faktor yang terletak pada sistem organisasi pelaksana yang menyangkut jaringan sistem, hierarki kewenangan masing-masing peran, model distribusi pekerjaan, gaya kepemimpinan dari pemimpin organisasinya, aturan main organisasi, terget masing-masing tahap yang ditetapkan, model monitoring yang dipakai, serta evaluasi yang dipilih.

Sedangkan Sabatier dan Mazmania (Sudiyono, 2007: 90-100) mengemukakan adanya kondisi yang dapat mendukung agar implementasi dapat dilaksanakan dengan optimal, diantaranya:

a. Program harus mendasarkan diri pada sebuah kajian teori yang terkait dengan perubahan perilaku kelompok sasaran guna mencapai hasil yang telah ditetapkan. Kebanyakan pengambilan atau perumusan kebijakan didasarkan pada teori sebab akibat. Teori ini terdiri dua bagian. Bagian pertama adanya keterkaitan antara pencapaian dengan tolok ukur atau hasil yang diharapkan. Bagian kedua khusus mengenai cara pelaksanaan kebijakan yang didapat dilakukan oleh kelompok sasaran.

b. Undang-undang tidak boleh ambigu atau bermakna ganda. Dalam hal ini pemerintah harus mengkaji ulang produk-produk hukum. Sasaran kebijakan harus memiliki derajat ketepatan dan kejelasan, dimana keduanya berlaku secara internal maupun dalam keseluruhan program yang dilaksanakan oleh pihak pelaksana.


(32)

c. Para pelaku kebijakan harus memiliki kemampuan manajerial, politis dan berkomitmen terhadap tujuan yang akan dicapai. Para pemimpin dan perumus kebijakan dapat mengambil langkah baik pada ranah merencanakan sebuah peraturan guna meningkatkan isi dan keterdukungan pemimpin terhadap pencapaian undang-undang.

d. Program harus didukung oleh para pemangku kepentingan (perumus undang-undang).

e. Prioritas umum dari sasaran perundang-undangan tidak signifikan direduksi oleh waktu dengan adanya kebijakan yang sangat darurat pada publik, atau perubahan keadaan sosial ekonomi yang sesuai dan didasarkan pada teori perundang-undangan secara teknis ataupun memperoleh dukungan politik.

B.Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada tahun 1973, dikemukakan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan didalam maupun diluar sekolah, dan berlangsung seumur hidup.

Dalam buku Choirul Mahfud (2006: 33) Ki Hadjar Dewantara mengemukakan bahwa pendidikan pada umumnya adalah suatu daya upaya


(33)

dengan tujuan memajukan pertumbuhan budi pekerti pikiran, dan tubuh anak.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran atau suasana pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat luas.

Mortimer J. Adler menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses yang hendak mengembangkan kemampuan manusia (bakat, dan kemampuan yang diperoleh). Kemampuan bakat merupakan faktor dasar, sedangkan kemampuan yang diperoleh merupakan faktor ajar sebagai konsekuensi dari interaksi individu dengan lingkungannya (Choirul Mahfud, 2006: 33).

Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan hal penting yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap apa yang terjadi disekitarnya. Selain itu juga merupakan suatu pembentukan karakter dan kepribadian yang baik dan memiliki kemampuan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain. 2. Fungsi Pendidikan

Menurut kamus wikipedia fungsi dan tujuan pendidikan menurut para ahli yaitu fungsi pendidikan menurut Horton dan Hunt dan tujuan menurut David Pepenoe (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan). Fungsi pendidikan


(34)

menurut Horton Hunt lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata sebagai berikut:

a. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.

b. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.

c. Melestarikan kebudayaan.

d. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi. Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:

a. Transmisi (pemindahan) kebudayaan. b. Memilih dan mengajarkan peranan sosial. c. Menjamin integrasi sosial.

d. Sekolah mengajarkan corak kepribadian. e. Sumber inovasi sosial.

Dalam bukunya Dwi Siswoyo (2008: 79) fungsi pendidikan terhadap masyarakat ada dua, yaitu:

a. Fungsi Preserveratif artinya dilakukan dengan melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat.

b. Fungsi direktif yang dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan sosial, sehingga dapat mengantisipasi masa depan.

Jadi dari fungsi diatas bisa dikatakan bahwa fungsi pendidikan pendidikan yaitu mentranfer ilmu pengetahuan yang pada dasarnya untuk


(35)

mencerdaskan anak didiknya baik dalam sosial, budaya, ekonomi guna mendapat kehidupan yang layak.

3. Tujuan pendidikan

Menurut M.J. Langeveld dalam bukunya Dwi Siswoyo, dkk. (2008: 81) ada enam tujuan pendidikan yaitu: a) Tujuan umum, total, dan akhirnya adalah suatu kedewasaan yang mampu untuk hidup dengan pribadi mandiri; b) Tujuan khusus pada pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal, seperti usia, jenis kelamin, inteligensi, bakat, minat, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan, dan juga sebagainya; c) Tujuan tak lengkap yang menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia misalnya aspek psikologis, biologis, dan sosiologis; d) Tujuan sementara yang artinya bahwa pendidikan mempunyai tujuan sementara, apabila tujuan sementara tersebut sudah tercapai akan diganti dengan tujuan lainnya; e) Tujuan intermedier yang merupakan tujuan perntara bagi tujuan lainnya yang pokok; f) Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai saat-saat tertentu dan seketika.

Tujuan pendidikan atau belajar sepanjang hidup bukan sekedar pengembangan sumber daya manusia untuk pencapaian keberhasilan ekonomi, atau terbebasnya masyarakat dari kemiskinan tetapi tujuan yang lebih humanistik peningkatan kualitas diri dan kehidupan lingkungan, pengembangan diri yang komplit, original dan mandiri. Tujuan pembentukan masyarakat belajar sepanjang hidup dapat juga dikatakan


(36)

untuk mewujudkan kehidupan individu dan masyarakat yang sehat, berkeadilan, dan kreatif.

Pada intinya tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya untuk memperbaiki taraf hidup untuk menjadi lebih baik lagi serta meningkatkan kualitas hidup manusia dengan nilai-nilai yang sudah ada. Dengan nilai-nilai yang diajarkan melalui pendidikan maka kehidupan manusia akan lebih terarah menjadi lebih baik lagi.

C.Pendidikan Multikultural

1. Pengertian Pendidikan Multikultural

Dalam bukunya Ainul Yaqin, 2005: 23, Montalto, 1978 dan Gollnick dan Chinn, 1998 berpendapat bahwa pendidikan multikultural bertujuan agar populasi mayoritas memiliki sikap toleran terhadap imigran baru.

Sedangkan menurut pendapat Andersen dan Cusher, bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan yang merangkum tentang keragaman kebudayaan (Choirul Mahfud, 2006: 167).

Kemudian James Bank mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color, artinya pendidikan multikultural akan mengeksplorasi suatu perbedaan yang ada sebagai suatu anugrah serta mengajarkan bagaimana menyikapi perbedaan tersebut dengan adanya toleransi. Sejalan dengan hal tersebut Muhamein berpendapat bahwa pendidikan multikultural diartikan sebagai pendidikan yang memiliki


(37)

keragaman kebudayaan untuk merespon adanya perubahan masyarakat secara keseluruhan (Choirul Mahfud, 2006: 168).

Ahli lain, Sleeter dan Grant ( 2007, 2009 ) dan Smith ( 1998 ) mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan secara holistik memberikan kritikan dan menunjukkan kelemahan, kegagalan dan diskriminasi yang terjadi di dalam pendidikan (Zamroni, 2011: 144).

Menurut H.A.R Tilaar (2004: 182) ada tipologi pendidikan multikultural yang berkembang, yaitu:

a. Peserta didik memiliki budaya yang lain (culture difference), artinya peserta didik berada dalam transisi dari berbagai kelompok budaya ke dalam mainstream budaya yang ada.

b. Hubungan Manusia (human relation), untuk membantu peserta didik dari kelompok-kelompok tertentu dapat bergabung atau mengikuti peserta didik yang lain dalam kehidupan sosial.

c. Single group studies, program ini mengajarkan hal-hal untuk memajukan pluralisme yang tidak menekan adanya perbedaan stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.

d. Pendidikan multikultural, merupakan reformasi pendidikan yang menyediakan kurikulum atau materi pembelajaran yang menekan pada perbedaan individu dalam bahasa, dan aspek budaya yang dimiliki.


(38)

e. Pendidikan Multikultural yang sifatnya rekonstruksi sosial yang bertujuan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan kultural dan menantang ketimpangan-ketimpangan sosial yang ada dalam masyarakat. Menurut H.A.R Tilaar (2004: 185-190) pendidikan multikultural mempunyai dimensi sebagai berikut:

a. Right to culture dan identitas budaya lokal. Multikultural meskipun didorong oleh hak asasi manusia tetapi karena adanya arus globalisasi maka diarahkan kepada hak akan kebudayaan. Adanya gerakan reformasi dan lahirnya identitas suatu komunitas dikhawatirkan muncul identitas suku bangsa yang akan membahayakan perkembangan rasa keIndonesiaan. Lahirnya identitas kesukuan merupakan perkembangan budaya mikro yang memerlukan masa transisi yang seakan-akan melorotnya rasa kebangsaan dan persatuan Indonesia. Sedangkan identitas budaya makro merupakan budaya Indonesia yang sedang menjadi dimana harus terus menurus dibangun untuk membangun suatu masyarakat madani berdasarkan kebudayaan Indonesia. Pendidikan multikultural di Indonesia haruslah diarahkan kepada terwujudnya masyarakat madani ditengah-tengah kekuatan kebudayaan global.

b. Kebudayaan Indonesia yang menjadi, artinya merupakan suatu Weltanschauung yang merupakan pegangan dari setiap insan dan setiap identitas budaya mikro Indonesia. Hal tersebut merupakan sistem nilai yang baru dimana memerlukan suatu proses perwujudan melalui proses dalam pendidikan nasional. Oleh karena itu dalam maraknya identitas


(39)

kesukuan perlu ditekannya suatu sistem nilai baru. Sebagai sistem baru atau paradigma baru dalam suatu sistem perlu diarahkan pada pengembangan konsep negara-bangsa yaitu NKRI yang didasarkan pada kebudayaan dari berbagai suku bangsa di Indonesia.

c. Konsep pendidikan multikultural normatif, yaitu konsep pendidikan multikultural yang deskriptif yang hanya mengakui adanya pluralitras budaya dari suku-suku bangsa di Indonesia. Tidak hanya itu saja tetapi juga mempunyai tugas untuk mewujudkan kebudayaan Indonesia yang dimiliki oleh suatu negara-bangsa. Konsep pendidikan normatif adalah konsep yang dapat mewujudkan cita-cita tersebut. Namun untuk mewujudkannya tidak boleh jatuh pada kekeliruan masa lalu yang menjadikan konsep pendidikan multikultural normatif sebagai suatu paksaan dengan menghilangkan keanekaragaman budaya lokal, tetapi pendidikan multikultural normatif justru memperkuat identitas suatu suku yang dapat menyumbangkan bagi terwujudnya suatu kebudayaan Indonesia yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia. Konsep pendidikan multikultural normatif dengan sendirinya akan menjadi tuntunan asas hak asasi manusia dan menjadi hak untuk mempunyai dan mengambangkan budaya sendiri.

d. Pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial, dimana upaya untuk melihat kembali kehidupan sosial yang dewasa ini. Salah satu masalah yang timbul akibat berkembangnya rasa kedaerahan, identitas kesukuan dari perorangan atau suku bangsa Indonesia yang


(40)

dapat menimbulkan pergeseran horisontal dan menjadikan konflik. Akhirnya pendidikan multikultural yang awalnya memperdalam akan rasa identitas kesukuan yang kemudian secara terbuka mengenal dan mengerti akan nilai-nilai sosial budaya dan agama dari susku-suku lain yang bersatu dalam pluralitas suku-suku yang beragam.

e. Pendidikan multikultural di Indonesia memerlukan pedagogik baru. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru maka pedagogik tradisional tidak dapat lagi digunakan. Pedagogik baru yang dibutuhkan yaitu pedagogik pemberdayaan, dan pedagogik kesetaraan sesama manusia dalam kebudayaan yang beragam.

f. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika berbangsa. TAP/MPR RI Tahun 2001 No. VI dan VII mengenai visi misi Indonesia masa depan serta etika kehidupan berbangsa perlu dijadikan pedoman yang sangat berharga dalam mengembangkan konsep pendidikan multikultural.

2. Ciri-Ciri pendidikan Multikultural

Dalam buku Choirul Mahfud (2006: 179) pendidikan multikultural memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya.

b. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).


(41)

c. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis)

d. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lain. 3. Tujuan Pendidikan Multikultural

Tujuan Multikultural memiliki tujuan awal dan akhir, tujuan awalnya yaitu membangun wacana pendidikan multikultural dikalangan guru, dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan pendidikan. Sedangkan tujuan akhirnya adalah agar peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi peserta didik juga diharapkan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap domokratis, pluralis, dan humanis (Ainul Yaqin, 2005: 26).

Sedangkan Menurut Clive Back tujuan pendidikan multikultural adalah:

”(a).Teaching ethnic” student about their own ethnic culture, including perhaps, heritage language instruction; and (b) Teaching all student about various tradisional cultures,at home and abroad. While such studies can be pursuit in a variety of ways, what is unsually missing is systematic treatment of fundamental issues of cultur and ethnicity; (c) Promoting acceptance of ethnic diversity in society (d) Showing that people of differents religions, races,national background and so on are equel worth (e) Fostering full acceptance and equitable treatment of the etnic sub-cultures associated with different religions, race, national background,etc.in one’s own country and in other parts of the world; (f) Helping student to works toward more adequate cultural form, for themselves and for society. (Ngainun Naim dan Achmad Sauqi 2008 : 52-53)

Tujuan pendidikan multikultural diarahkan kepada pengajaran kepada peserta didik etnik tertentu tentang kebudayaan yang dimiliki, selain itu juga peserta didik diajari tentang keanekaragaman budaya tradisional baik


(42)

didalam atau diluar negeri seperti pembelajaran yang mengambil isu-isu tentang budaya dan etnik dalam suatu masyarakat. Kemudian Mempromosikan penerimaan adanya perbedaan keanekaragaman etnik dalam masyarakat. Dengan perbedaan agama, ras, suku kebangsaan setiap individu memiliki kebebasan yang sama. Menunjukkan penerimaan secara penuh dengan menyeimbangkan budaya sub etnik dengan perbedaan agama, ras, suku kebangsaan dalam satu negara dan di bagian negara yang lain di dunia. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk menyesuaikan bentuk budaya, untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat.

Dari beberapa tujuan diatas dikatakan bahwa pendidikan multikultural berusaha untuk menerima perbedaan yang ada didalam diri manusia dengan menyajikan kemasan pendidikan yang mampu menjadi karakter dalam diri manusia itu sendiri.

D.Kebhinnekaan

1. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali olehMpu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empat belas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; Sutasoma yang berbunyi: “Bhinna ika, tan hana dharma mangrwa,” yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tidak ada pengabdian yang mendua.”


(43)

Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam sembilan pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keanekaragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian. Apabila kita ingin bersatu, persoalan pokoknya bukanlah menghilangkan perbedaan.

Dengan demikian Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUD. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu dipahami dengan baik. (Dwi ari, dkk, 2013: 8-9)

2. Pengertian Kebhinnekaan

Dalam Pasal 36A UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika memilili arti berbeda-beda tetap satu. Sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia kebhinnekaan berasal dari kata bi-ne-ka yang berarti beragam; beranebi-ne-karagam.

Lawrence Blum (2001: 16) menyatakan:

“Kebhinnekaan meliputi sebuah pemahaman, penghargaan, dan penilaian terhadap kebudayaan-kebudayaan orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan-kebudayaan tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan tertentu dapat mengekpresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri”

Bhineka artinya keragaman yaitu perbedaan budaya, adat istiadat, agama, suku, dan ras yang dimiliki bangsa Indonesia. Keragaman inilah


(44)

yang menjadi dasar persatuan. Prinsip kebhinnekaan ditegaskan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah dengan cara menghormati, mengakui dan mengembangkan susunan asli pemerintahan bangsa Indonesia yang dituangkan dalam desentralisasi. Sehingga mewujudkan bangsa Indonesia yang memiliki keragaman dalam persatuan dan kesatuan dari perbedaan (Hanif Nurcholis, 2007: 118).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kebhinnekaan merupakan suatu kesetaraan budaya dimana kesetaraan tersebut tidak menjadikan satu budaya saja akan tetapi banyak suku dan budaya dipertahankan oleh masing-masing daerahnya. Kebhinnekaan mencegah terjadinya konflik karena didalam kebhinnekaan tersebut memiliki nilai-nilai yang berasal dari Pancasila.

3. Nilai-Nilai yang Dikembangkan Dalam Kebhinnekaan

Nilai-nilai kebhinnekaan bersumber dari pancasila, pancasila merupakan dasar Negara dan sebagi ideologi Negara. Menurut Tilaar (2004: 312) profil manusia Indonesia baru tertera dalam Pancasila sebagai berikut:

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana nilai tersebut mengandung nilai religius, nilai etika dan nilai moral sumber nilai tersebut berasal dari agama yang dihayati oleh masayarakat selain itu juga kebudayaan daerah.

b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap, nilai yang ada yaitu adanya HAM, sikap toleransi, kerukunan hidup antar warga dan agama, kerjasama untuk kemakmuran dan perdamaian diwujudkan melalui


(45)

c. Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai saling menghargai perbedaan, kemauan untuk bersatu, menghormati simbol-simbol negara, dan rasa bangga sebagai orang Indonesia. Hal ini diwujudkan dengan menggunakan bahasa Indonesia melaui sistem pendidikan dan persekolahan dengan pendidikan multikultural.

d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengandung nilai-nilai demokrasi, populis (tidak memihak kepentingan rakyat).

e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang memiliki nilai rasa solidaritas sosial dan kerjasama dalam menanggulangi masalah.

E.Sekolah Dasar

Pada sekolah dasar usia anak dimulai dari umur 6-13 tahun, pada masa ini anak sudah matang untuk bersekolah. Artinya anak sudah siap memasuki sekolah dasar. Pada masa ini merupakan pengalaman baru bagi anak dikarenakan anak akan melakukan penyesuaian dengan lingkungan sekolah. Pertama kali masuk sekolah anak akan memiliki peubahan sikap, nilai dan juga perilaku.

Diusia ini anak juga akan mengalami perkembangan, diantaranya :

1. Perkembangan fisik yang mana masih stabil berbeda antara satu anak dengan anak yang lain.


(46)

2. Perkembangan kognitif menurut piaget mengemukakan konsep yang dimiliki masih samar-samar, mampu memecahkan masalah yang aktual, logis, dan rasa ego yang berkurang.

3. Perkembangan bahasa yang nampak pada perbendaharaan kata dan tata bahasa.

4. Perkembangan Moral merupakan kemampuan anak untuk memahami normadan etika yang berlaku.

5. Perkembangan Emosi yang memiliki peran penting dan berpengaruh terhadap fisik.

6. Perkembangan Sosial, perkembangan emosi dan sosial saling berpengaruh dan berimbas kepada tingkah laku sosial yang dimiliki anak (Rita Eka dkk, 2008: 103-108).

F. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Farida Hanum dan Setya Raharja tentang Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural Di Sekolah Dasar Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut. (1) Keberagaman kultur di 15 SD yang di-assess, ada yang kompleks dan ada yang tidak kompleks. SD di perkotaan lebih beragam kulturnya dibanding SD di pinggiran atau pedesaan. Dari 15 sekolah tersebut memungkinkan jika diambil 5 SD untuk implemantasi pembelajaran multikultural pada tahap penelitian berikutnya, dengan mempertimbangkan


(47)

heterogenitas kultur, kemampuan dan antusiasme guru dan kepala sekolah, serta keterwakilan setiap kabupaten/kota, yaitu: SDN Bangirejo 1, SDN Samirono, SDN Sekarsuli I, SDN Nanggulan I, dan SDN Wonosari I. (2) Sebagian besar guru, kepala sekolah, dan komite sekolah belum mengetahui tentang pembelajaran multikultural, bahkan asing dengan istilah pembelajaran multikultural. (3) Kemampuan guru dalam memahami multikultural dapat meningkat setelah ada sosialisasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil pencermatan yang dilakukan pada guru setelah pelaksanaan sosialisasi. (4) Pembelajaran multikultural diberikan terpadu dengan pembelajaan Ilmu Pengetahuan Sosial (PKPS), sehingga draf model pembelajarannya dinamakan “Pembelajaran Multikultural Terpadu Menggunakan Model” (PMTM). (5) Model manajemen sekolah yang disarankan dan disepakati serta yang mungkin dilaksanakan untuk menunjang implementasi pembelajaran multikultural di sekolah berprinsip pada esensi manajemen berbasis sekolah dengan penekanan pada layanan dan fasilitasi pembelajaran multikultural, sehingga dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah dan Multikultural (MBS-MK). (6) Draf modul pembelajaran multikultural yang berhasil disusun telah disesuaikan dengan kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (PKPS) SD, namun masih merupakan rintisan yang harus ditindaklanjuti untuk penyempurnaan sampai layak dan dapat diterima dan laksanakan oleh sekolah.

Penelitian lain menurut hasil penelitian dari Ichsan yang berjudul Pendidikan Multikultural di SMP N 5 Makassar skripsi pada tahun 2010 yaitu pola dan penerapan pendidikan multikultural di SMP tersebut sudah berjalan,


(48)

seperti guru yang sudah menjalankan tugasnya mendidik siswanya tidak hanya wilayah kognitif saja akan tetapi jua afektif, psikomotorik yaitu sikap saling menghargai, toleransi, terbuka dalam berfikir, membangun kepercayaan, dan saling membutuhkan. Selanjutnya penerapan pendidikan multikultural memiliki tiga pola yang dinamakan kegiatan intrakurikuler, kegiatan ektrakurikuler dan metode pembelajaran.

Mencermati beberapa hasil penelitian tersebut akan dijadikan perbandingan dengan penelitian ini. Melalui penelitian ini akan mendeskripsikan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi pendidikan multikultural (kebhinnekaan) melalui pemahaman, interaksi, penanaman nilai-nilai dan strategi pembelajaran serta faktor pendukung, faktor penghambat dan solusi dalam menangani faktor penghambat.

G.Kerangka Berpikir

Belakangan ini muncul adanya tindak kekerasan yang terjadi di sekolah dasar baik itu antara teman sebaya atau guru dengan siswanya. Hal itu dipicu karena kesalahpahaman, tidak adanya sikap saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain. Peran pendidikan sangat penting untuk mengarahkan agar perbedaan yang ada menjadi sebuah kekuatan untuk dikembangkan lagi. Sekolah merupakan tempat yang tepat dalam memperoleh pendidikan, meskipun demikian didalam sekolah ini memiliki kendala tentang adanya penerapan pendidikan multikultural karena belum ada mata pelajaran khusus mengenai pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural


(49)

seharusnya dipahami dan juga dimengerti oleh pendidik dan juga peserta didiknya. Selain itu juga meskipun belum secara khusus ada kebijakan tentang pendidikan multikultural setidaknya sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan multikultural kesetiap mata pelajaran. Keberagaman yang ada di sekolah mulai dari agama, bahasa daerah, dan budaya bisa melahirkan konflik-konflik. Selain adanya pendidikan multikultural di Indonesia sendiri memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, dimana merupakan pemersatu bangsanya. Berangkat dari kebhinnekaan yang sudah ada, sekolah mengupayakan warga sekolahnya untuk saling toleransi, meskipun toleransi saja tidak cukup untuk menciptakan lingkungan yang harmonis. Adanya keberagaman yang ada di sekolah memerlukan nilai-nilai kebhinnekaan yang berasal dari Pancasila selain nilai-nilai multikultural. Keduanya saling berkaitan dan mendukung untuk menjadikan manusia bersikap positif tanpa ada konflik.

Pendidikan ditujukan untuk membenahi kualitas sumber daya manusia untuk lebih baik lagi. Pendidikan multikultural dalam konteks kebhinnekaan diberikan untuk memahami perbedaan yang ada serta mengajarkan untuk menyikapi perbedaan tersebut. Dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai, kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan multikultural juga merupakan transformasi pendidikan yang memberikan kritikan dan menunjukan kelemahan, kegagalan dan diskriminasi yang terjadi dalam pendidikan. Selain itu pendidikan multikultural memiliki


(50)

tujuan yaitu agar peserta didik tidak hanya memahami dan menguasi materi pelajaran akan tetapi juga mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.

Dalam pelaksanaannnya tentunya ada beberapa faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan multikultural (kebhinnekaan). Selanjutnya juga ada solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ada supaya pendidikan multikultural (kebhinnekaan ) dapat berjalan dengan baik.


(51)

Adapun kerangka pikirnya sebagai berikut :

Gambar. 1. Kerangka Berfikir Penelitian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat 1

Implementasi Pendidikan Multikultural (Kebhinnekaan)

Kepala Sekolah

Guru Siswa

Strategi Penerapan Pendidikan Multikultural (kebhinnekaan)

Faktor Penghambat Faktor Pendukung


(52)

H.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pemahaman mengenai pendidikan multikultural (kebhinnekaan)?

2. Bagaimana interaksi yang dibangun melalui pendidikan multikultural (kebhinnekaan)?

3. Bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural (kebhinnekaan)? 4. Bagaimana strategi pembelajaran pendidikan multikultural (kebhinnekaan)? 5. Dukungan apa yang diberikan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural? 6. Hambatan apa yang dihadapi dalam penerapan pendidikan multikultural? 7. Solusi apa yang digunakan dalam mengatasi hambatan yang ada dalam


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha mendekripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Menurut Bodgan dan Taylor (Moleong, 2002: 4) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang teretentu melalui perilaku yang diamati. Dalam penelitian ini telah diamati unsur-unsur multikultural dalam sekolah dimana sudah dilakukan pengamatan terhadap kejadian yang ada sekolah tersebut serta mendiskripsikan keterangan-keterangan data yang didapat dari wawancara saat penelitian. Dengan adanya penelitian ini telah diperoleh hasil mengenai implementasi pendidikan multikultural yang ada di SD Model Kabupaten Sleman.

B.Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dipandang memiliki pemahaman mengenai situasi yang ada di lingkungan sekolah yang diteliti. Hal ini dilakukan agar memiliki keefektifan waktu, tenaga, dan biaya. Informan didapatkan melalui key informant. Key informant dalam penelitian ini peneliti menemui pertama kali di SD Model Kabupaten Sleman adalah Kepala Sekolah. Berdasarkan dari informasi tersebut, maka peneliti menemukan tentang kondisi dan situasi yang ada di sekolah tersebut terutama dalam hal multikultural.


(54)

Karakteristik subjek atau informan pada penelitian ini adalah: 1. Berjenis laki-laki atau perempuan.

2. Mengetahui tentang pendidikan multikultural (kebhinekaan). 3. Berinteraksi langsung dengan siswanya.

Pada penelitian ini, informan berjumlah 9 orang. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka peneliti menggali informasi langsung dari kepala sekolah SD Model serta beberapa guru dari masing-masing tingkat kelas sebagai orang yang memberikan proses belajar mengajar di dalam kelas serta siswa.

Subjek penelitian yaitu kepala sekolah, guru, serta siswa sebagai informan untuk memperoleh data tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan multikultural yang ada disekolahan tersebut.

C.Setting Penelitian

Penelitian ini sudah dilaksanakan di SD Model Kabupaten Sleman yang berada di Blotan Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta. Adapun alasan dipilihnya SD Model Kabupaten Sleman sebagai setting penelitian ini karena SD Model merupakan SD yang dijadikan percontohan di Kabupaten Sleman serta kondisi siswanya yang memiliki keragaman menjadi daya tarik tersendiri karena berbeda dari sekolah pada umumnya yang biasanya kondisi siswanya homogen.

Dengan kondisi di atas mempermudah peneliti dalam menemukan dan mendapatkan data informasi yang dibutuhkan mengenai implementasi pendidikan multikultural (kebhinekaan) di SD Model Kabupaten Sleman.


(55)

Untuk memperoleh informasi tentang implementasi pendidikan multikultural (kebhinekaan) di SD Model Kabupaten Sleman, peneliti mengamati langsung dengan melakukan penelitian di SD Model kabupaten Sleman.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian karena sebagai alat untuk mengumpulkan atau mendapatkan data. (Sugiyono, 2011: 308). Data dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat berbagai informasi yang mereka saksikan selama penelitian. Kegiatan observasi dalam penelitian ini meliputi pencatatan secara sitematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan (Jonathan, 2006: 224).

Observasi dalam penelitian ini untuk mengamati unsur pendidikan multikultural dalam bentuk fasilitas dan alat penunjang maupun dari segi pembelajaran serta interaksi yang ada dalam proses pembelajaran.

2. Wawancara

Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu. Sumber data yang paling utama dalam penelitian kualitatif adalah manusia dalam posisi narasumber atau informan. Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data di perlukan metode wawancara. Dalam wawancara digunakan pedoman


(56)

wawancara yaitu dilakukan dengan menemui informan. Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah dan guru mengenai pendidikan multikultural.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya instrumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah hidup, biografi, peraturan, dan kebijakan. Sedangkan yang berbentuk gambar foto, sketsa dan video (Sugiono, 2011: 329).

E.Instrumen Penelitian

Penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Selain itu peneliti akan melengkapi data dan membandingkan data yang didapat melalui observasi dan juga wawancara (Sugiyono, 2011: 307).

Dalam penelitian ini sendiri instrumen utamanya peneliti sendiri yang menetapkan fokus penelitian, pemilihan informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menganalisis data, penafsirkan data dan membuat kesimpulan dari hasil penelitian. Peneliti langsung terjun kelapangan dalam pengambilan data dengan menggunakan pedoman observasi, wawancara dam juga dokumentasi.


(57)

1. Pedoman Observasi

Dalam penelitian ini observasi untuk mengamati unsur pendidikan multikultural dalam bentuk fasilitas dan alat penunjang maupun dari segi pembelajaran serta interaksi yang ada dalam proses pembelajaran.

Adapun kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aspek yang

diamati

Komponen Indikator yang dicari Sumber Data

Implementasi Pendidikan Multikultural

Profil Sekolah • Keadaan lingkungan sekolah. • Keadaan bangunan sekolah. Pengamatan Peneliti Pendidikan Multikultural (Kebhinekaan)

• Sarana dan Prasarana pendidikan Multikultural. • Metode

Pembelajaran • Pendukung dan

penghambat pendidikan multikultural • Interaksi dan

perilaku warga sekolah.

Pengamatan Peneliti

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara berisi tentang pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara secara garis besar dan dikembangkan untuk mendapatkan suatu gambaran subjek dan pemaparan gejala yang tampak dalam suatu fenomena.


(58)

Adapun kisi-kisi pedoman wawancara sebagai berikut: Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara

Aspek yang dikaji

Komponen Indikator yang dicari Sumber data

Implementasi pendidikan Multikultural Pendidikan Multikultural (Kebhinekaan) • Pemahaman tentang pendidikan multikultural. • Kebijakan mengenai pendidikan multikultural. • Dukungan terhadap pelaksanaan pendidikan multikultural dalam kebhinekaan. • Pelaksanaan pendidikan multikultural. • Strategi Pembelajaran pendidikan multikultural. • Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan pendidikan Multikultural. • Faktor Pendukung pelaksanaan pendidikan multikultural. • Upaya yang

dilakukan sekolah dalam mengatasi

• Kepala Sekolah • Guru


(59)

3. Dokumentasi

Cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip, foto, video, audio dll

Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi

Aspek yang dicari Komponen Indikator yang dicari Sumber Data

Implementasi Pendidikan Multikultural

Profil Sekolah • Sejarah Sekolah • Visi & misi

sekolah • Data Kepegawaian • Data Kesiswaan • Gedung • Dokumen • Foto-foto Pendidikan Multikultural • Dokumentasi kegiatan dalam belajar-mengajar. • Fasilitas dalam

menunjang pendidikan Multikultural.

F. Teknik Analisis Data

Metode analisis yaitu mengolah data yang telah terkumpul dalam suatu penelitian untuk memperoleh hasil sesuai dengan apa yang dicapai dalam penelitian. Mengungkap data apa yang masih perlu dicari serta menemukan informasi baru serta kesalahan apa yang harus diperbaiki.


(60)

Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif sebagaimana diungkapkan Miles dan Huberman (1984: 20).

Gambar 2. Analisis Data Interaktif

Proses analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu: 1. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan.

2. Reduksi Data

Memfokuskan data yang mengarah untuk memecahkan masalah, penemuan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian. Selanjutnya menyederhanakan dan menyusun secara sistematis dan menjabarkan hal-hal penting dari hasil temuan dan dimaknai. Pada proses reduksi data, mengambil temuan data yang berkenaan dengan

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan / Verifikasi

Penyajian Data


(61)

masalah penelitian saja. Sedangkan data yang tidak berkaitan dengan pervmasalahan penelitian dibuang. Dengan demikian reduksi data digunakan untuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang tidak penting, sehingga memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat berupa bentuk tulisan atau kata-kata, gambar, grafik dan tabel. Tujuan sajian data adalah untuk menggabungkan informasi sehingga dapat menggambarkan keadaan yang terjadi. Dalam hal ini, agar peneliti tidak kesulitan dalam penguasaan informasi baik secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian, maka peneliti harus membuat naratif, matrik atau grafik untuk memudahkan penguasaan informasi atau data tersebut. 4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan selama proses penelitian berlangsung seperti halnya proses reduksi data, setelah data terkumpul cukup memadai maka selanjutnya diambil kesimpulan sementara, dan setelah data benar-benar lengkap maka diambil kesimpulan akhir.

Sejak awal penelitian, peneliti mencari makna data yang telah terkumpul. Untuk itu perlu mencari hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, serta melakukan hipotesis ketika melakukan penelitian. Kesimpulan yang diperoleh mula-mula akan diragukan akan tetapi dengan bertambahnya data baik dari hasil wawancara maupun dari hasil observasi dan dengan


(62)

diperolehnya keseluruhan data hasil penelitian seperti dokumen terkait. Kesimpulan–kesimpulan itu harus diklarifikasikan selama penelitian berlangsung.

G.Keabsahan Data a. Trianggulasi Data

Dalam bukunya Sugiyono (2011: 372-374) trianggulasi data digunakan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Trianggulasi data yang digunakan peneliti ada 2 macam, yaitu:

1. Trianggulasi Sumber

Trianggulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan yang spesifik.

2. Trianggulasi Teknik

Trianggulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Maksud teknik yang berbeda disini kebenaran dicek melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Profil SD Model Kabupaten Sleman

1. Visi dan Misi SD Model kabupaten Sleman

Sekolah Dasar (SD) Model Kabupaten Sleman merupakan tempat untuk menyelenggarakan layanan pendidikan yang berlandaskan budaya. SD Model merupakan sekolah percontohan yang berada dibawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Adapun tujuan didirikannya SD Model yaitu untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berlandaskan budaya bangsa dan wawasan global. Visi dari SD Model Kabupaten Sleman merupakan wawasan dan arahan bagi sekolah yang berkesinambungan dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Sleman yaitu “Terciptanya Pendidikan yang berkualitas berlandaskan budaya”, adapun Visi dari SD Model yaitu “Terwujudnya Pendidikan Yang Berkualitas Berlandaskan Budaya Bangsa dan Berwawasan Global.” Adapun indikator-indikator dari visi tersebut sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan pendidikan yang akuntabel, sustainabel, partisipasi warga sekolah dan stakeholder.

b. Semua warga sekolah mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dan berakhlak mulia,

c. Memiliki kondisi tubuh yang prima dan bersemangat tinggi, d. Memiliki prestasi akademik dan non akademik,


(64)

f. Mampu mengatasi masalah secara efektif,

g. Mampu mengembangkan potensi untuk meraih prestasi dan berdaya saing tinggi.

Sedangkan Misi dari SD Model Kabupaten Sleman yaitu:

a. Melaksanakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan.

b. Melaksanakan pembelajaran berbasis teknologi informasi c. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

d. Melaksanakan pembelajaran agama secara efektif

e. Melaksanakan manajemen sekolah secara akuntabel dan sustainabel. f. Menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan kondusif. g. Memfasilitasi pengembangan potensi diri.

h. Menumbuhkan jiwa yang kompetetitif.

i. Mengaplikasikan nilai-nilai budaya jawa dalam kehidupan sehari-hari. j. Menggunakan bahasa internasional dalam pembelajaran math, science,

bahasa inggris dan teknologi informasi

Untuk Mewujudkan Visi dan Misi SD Model Kabupaten Sleman memiliki arah dan tujuan sebagai berikut:

a. Mewujudkan sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai kehidupan dan berwawasan lingkungan.

b. Siswa memilki keimanan, ketaqwaan dan budi pekerti luhur. c. Siswa memiliki kessehatan jasmani dan rohani yang prima. d. Siswa cerdas, kreatif dan inovatif.


(65)

e. Siswa menguasai teknologi infornasi dan komunikasi. f. Siswa memiliki kemandirian dan jiwa sosial yang tinggi. 2. Sejarah SD Model Kabupaten Sleman

Sekolah Dasar (SD) Model Kabupaten Sleman merupakan salah satu sekolah unggulan di Kabupaten Sleman. Berawal dari tekad bupati Sleman Ibnu Subiyanto yang ingin membuat sekolah dasar yang dijadikan sebagai sekolah percontohan. Nama “Model” tidak boleh diubah karena kata “Model” itu sendiri memiliki arti contoh (percontohan). Proyek pembangunan dilakukan di bawah naungan pemerintah pusat selanjutnya diserahkan Pemda Sleman.

SD Model Kabupaten Sleman berdiri sejak 1984 dan baru diresmikan pada tahun 2008 terletak di wilayah padukuhan Blotan Kelurahan Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta. Kepala sekolah pada waktu itu yaitu ibu Dra. Umi Puji Lestari dimana pada saat itu kepala sekolah masih merangkap jabatan sebagai pegawai dinas pendidikan. Setelah kurang lebih 8 bulan beliau ditarik ke pihak dinas dan akhirnya belum ada kepala sekolah pengganti di SD ini. Selanjutnya pada tahun 2009 sekolah ini memiliki kepala sekolah baru yaitu ibu Dra. Rahayu Setyaningsih, M.Pd. dan karena masa jabatan hanya 5 tahun serta ada pergantian kepala sekolah pada akhir Juli 2013 digantikan oleh ibu Yuliati Indarsih, M.Pd. idealisme sekolah model ini adalah dari Sleman Yogyakarta membangun SD berwawasan global dalam Sistem Pendidikan Nasional.


(66)

SD Model Kabupaten Sleman adalah sekolah percontohan dibawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Sebagai sekolah model/percontohan, secara konseptual dikandung harapan bahwa hasil perintisannya akan mengimbas ke sekolah lain, secara alami dan ataupun dengan rencana perekayasaan khusus. Secara spesifik, sesuai dengan Keputusan Bupati Sleman Nomor 185/ Kep.KDH/A/2008 Tentang Pendirian Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Model, bahwa Sekolah ini didirikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar yang berlandaskan budaya bangsa dan wawasan global. Pendidikan di SD Model diselenggarakan secara terpadu untuk mendekatkan pola pembelajaran dan fasilitasi proses transisi pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar.

SD Model kini genap berusia 6 tahun. Tentu saja selama 6 tahun, tantangan, dinamika, tumbuh dan berkembangnya SD Model sampai menjadi seperti sekarang ini melalui perjuangan dan kerja keras seluruh komponen yang ada di sekolah. Kerjasama yang harmonis dan sinergis antar komponen sekolah, dukungan dan partisipasi orang tua murid yang sangat tinggi, serta perhatian pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah yang ada di daerah, masyarakat sekitar dan dunia industri memberi warna tersendiri bagi tumbuh dan berkembangnya SD Model menjadi sekolah yang benar-benar Model. Tahun ini SD Model baru akan meluluskan siswanya pertama kali setelah 6 tahun pendirian SD ini.


(67)

3. Lokasi dan Keadaan SD Model Kabupaten Sleman

Sekolah ini menempati area seluas 5 Ha, yang terdiri atas bangunan gedung, taman, playground, dan lapangan. SD Model Kabupaten Sleman diadakan dalam kerangka Sistem Pendidikan Nasional dengan tujuan sebagai sebuah rintisan SD di Sleman dengan orientasi mutu yang berwawasan global, serta sebagai pusat pengembangan mutu yang mampu memberikan imbas ke sekolah dan masyarakat di lingkungan Sleman dan Yogyakarta pada umumnya. SD ini terletak di selatan jalan menghadap ke utara. Sebelah barat SD terdapat lapangan sepak bola milik kelurahan wedomartani, sebelah selatan berbatasan dengan rumah penduduk Blotan kemudian sebelah timur SD masih lahan kosong yang ditumbuhi pohon-pohon. SD Model memang jauh dari keramaian, bahkan bisa dikatakan kalau SD ini terletak di kawasan desa.

4. Sumber Daya yang Dimiliki SD Model Kabupaten Sleman

SD Model Kabupaten Sleman merupakan sekolah percontohan yang berada dibawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Sekolah ini memiliki banyak prestasi di bidang akademik maupun non akademik dengan dukungan dari berbagai sumber daya yang berkualitas baik segi peserta didik, tenaga pendidik, dan ditunjang dengan sarana prasarana. Berikut adalah sumber daya yang dimiliki oleh SD Model Kabupaten Sleman, yaitu: a. Data Peserta Didik

Peserta didik atau siswa merupakan komponen yang paling utama dalam memajukan mutu sekolah. Sekolah merupakan tempat untuk membina


(68)

minat bakat, potensi yang dimiliki peserta didik. Peserta didik diberikan kesempatan dan kebebasan dalam pencapaian dan pengembangan potensi yang dimiliki.

Tabel 4 : Kondisi Peserta Didik Tahun Ajaran 2013/2014

Sumber : Dokumen Profil SD Model Kabupaten Sleman

Dari data di atas dapat diketahui bahwa kondisi siswa yang memiliki perbandingan yang tidak jauh antara siswa laki-laki dan juga perempuan, selain itu juga keragaman dari segi agama dari agama Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu. Hal ini membuktikan bahwa sekolah ini memiliki daya tarik tersendiri dengan jumlah siswa yang seimbang antara laki-laki dan perempuan serta keragaman agama juga dapat kita temui di SD Model Kabupaten Sleman.

Kelas Jml.

Kelas L P

Tahun 2013/2014

Islam Kristen Katholik Hindu Jml

I 3 43 39 77 3 2 83

II 3 37 37 67 1 5 1 74

III 3 33 30 51 3 8 1 63

IV 3 30 36 57 1 7 1 66

V 3 28 36 52 4 6 2 64

IV 3 26 40 57 3 6 66


(69)

b. Data Kepegawaian

Tenaga guru atau tenaga pengajar adalah guru-guru PNS yang berprestasi di Kabupaten Sleman dengan terlebih dahulu dilakukan seleksi yang ketat, sehingga memiliki kompetensi profesionalisme sebagai berikut :

1) 100% sarjana yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. 2) Berkepribadian pendidik anak usia SD, menguasai tugas-tugas

perkebangan anak sesuai dengan usia/tingkat perkebangannya, dan cara-cara mendidik yang tepat, baik secara individual, kelompok, maupun klasikal.

3) Penguasaan yang tinggi atas bidang studi atau kandungan isi pendidikan, dengan berbagai improvisasi dan inovasi, di atas standar pelayanan minimal.

4) Penguasaan strategi pendidikan dan pembelajaran non konvensional, kontekstual.

5) Memiliki sikap kerja profesional yang tak mudah puas dengan apa yang telah dicapai.

6) Terampil memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 7) Terampil melakukan komunikasi personal dan profesional


(1)

TRANSKIP WAWANCARA DENGAN GURU YANG TELAH DIREDUKSI

Hari/Tanggal : Selasa, 2 Juni 2014 Pukul : 08.20 – 08.50 WIB

Tempat : SD MODEL KABUPATEN SLEMAN

Informan : IR

Tema : Implementasi Pendidikan Multikultural

1. Peneliti : Apa yang bapak/ibu ketahui tentang pendidikan multikultural (kebhinnekaan)?

Bpk IR : Kami terbuka terhadap segala macam perbedaan baik agama suku maupun ras. Multikultural yaitu dengan menghormati perbedaan dan menganggap perbedaan sebagai pelangi dan memperkaya keragaman di sekolah kami ini. Dan kami anggap bukan perbedaan malah sebagai sarana dalam arti bertukar untuk mengembangkan membawa sekolah ini lebih maju.

2. Peneliti : Bagaimana tanggapan bapak/ibu mengenai keberagaman yang ada di sekolah ini?

Bpk IR : Kita anggap saja kita ini satu keturunan saja, kita harus menekankan untuk saling menghormati karena kita satu Indonesia tidak boleh saling meenjelek-jelekkan.

3. Peneliti : Bagaimana upaya dalam mewujudkan kebhinnekaan dengan kondisi yang beragam?

Bpk IR : Yaitu dengan menanamkan nilai-nilai supaya warga sekolah juga dapat berdampingan tanpa ada konflik yang berkaitan dengan adanya perbedaan.

4. Peneliti : Nilai-nilai apa sajakah yang diberikan dalam pendidikan multikultural dalam konteks menuju kebhinnekaan?

Bpk IR : Nilai-nilai yang ada dalam pancasila, kemudian juga sikap budaya antri, mencintai lingkungan, dan juga tanggung jawab.

5. Peneliti : Bagaimana cara penanaman nilai-nilai tersebut kepada siswa? Bpk IR : Dengan melakukan pembiasaan seperti berdo’a, kegiatan TPA

selain itu dalam pembelajaran juga diterangkan nilai-nilai tersebut dalam pelajaran PKn dan Agama.

6. Peneliti : Perlukah nilai-nilai tersebut diberikan kepada warga sekolah?

Bpk IR : Sangat perlu sekali ditanamkan, agar warga sekolah lebih bisa menghargai satu sama lain dan tidak ada masalah dengan perbedaan.


(2)

Bpk IR : Dengan pembiasaan seperti kegiatan TPA, berdo’a sebelum dan sesudah pembelajaran.

10. Peneliti : Adakah hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pendidikan multikultural?

Bpk IR : Untuk saat ini mungkin pemahaman guru aja mengenai multikultural dalam artian kebhinnekaan.

11. Peneliti : Bagaimana dukungan yang diberikan dalam rangka penerapan pendidikan multikultural di sekolah ini?

Bpk IR : Dengan selalu menekankan sikap saling menghargai dalam keberagaman supaya tidak terjadi konflik.

12. Peneliti : Bagaimana interaksi antara guru dengan siswanya ketika proses pembelajaran?

Bpk IR : Guru tiak pernah membedakan antara satu anak dengan anak yang lain, semuanya sama disini mencari ilmu bersama-sama.

13. Peneliti : Bagaimana upaya bapak/ibu dalam mengatasi kendala yang ada? Bpk IR : Guru harus mengikuti pelatihan mengenai pendidikan multikultural

atau kebhinnekaan supaya juga nantinya dapat diberikan ilmunya kepada siswanya.

14. Peneliti : Apa harapan bapak/ibu terhadap adanya pendidikan multikultural? Bpk IR : Harapan saya semoga dengan adanya pendidikan multikultural

dalam konteks kebhinnekaan dapat menjadikan sekolah lebih baik lagi dengan berbagai keragaman.


(3)

Lampiran 7. Dokumen Foto

SD Model Kabupaten Sleman tampak depan

Upacara Bendera setiap hari senin di SD Model Kabupaten Sleman dimana menunjukkan pembiasaan rutin yang dilakukan setiap hari senin dan hari tertentu. Selain itu juga nilai nasionalisme yang ditanamkan melalui upacara bendera


(4)

Kegiatan Pembelajaran di dalam kelas SD Model Kabupaten Sleman. Tampak seorang guru di depan yang sedang menerangkan dan guru pembantu yang yang ikut membantu siswa yang sedang mengalami kesulitan.

Prestasi yang dimiliki SD Model Kabupaten Sleman sebagai bentuk penghargaan sebagai sekolah yang menunjukkan memiliki prestasi yang banyak, dan prestasi didapat dari berbagai lomba sesuai minat bakat siswa. Sehingga di SD Model terbukti memfasilitasi siswa dari berbagai kegiatan yang diminati.


(5)

Peringatan hari Kartini di SD Model Kabupaten Sleman. Terlihat bahwa pakaian yang dipakai sesuai dengan daerah asal. Jadi di SD Model siswanya memiliki latar belakang yang berbeda dari suku, bahasaibu, serta agama.

Makan bersama saat jam istirahat di SD Model Kabupaten Sleman. Semua siswa berkumpul menjadi satu tanpa ada rasa membeda-bedakan.

Kegiatan menyulam merupakan salah satu kegiatan yang diminati siswa.

Antusias siswa saat mahasiswa PPL dari Australia datang. Terjadi


(6)

Menyiram tanaman sebelum masuk kelas merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap jam istirahat sesuai dengan jadwal piket. Siswa belajar bertanggung jawab, dan juga mencintai lingkungan.

Kondisi ruang kelas di SD Model Kabupaten Sleman. Ruang kelas dibuat nyaman, dengan fasilitas yang memadai serta hiasan yang menarik sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tidak membosankan.