Koalisi Presidensial Coalitional Presidentialism
39
komprehensif, Jose Antonio Cheibub menjabarkannya potensi peluang deadlock dan dominasi oposisi dalam sistem presidensialisme pada gambar berikut:
32
Gambar II.C.1 Peluang
deadlock dan Dominasi Oposisi dalam Sistem Presidensial
Sumber: Cheibub, Minority Presidents, Deadlock Situations, 21. Melalui gambar diatas, dapat dipahami bahwa power sharing terutama pada
jajaran kabinet menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan untuk menghindari terjadinya deadlock antara eksekutif dan legislatif. Sehingga apabila presiden
sedikit melakukan power sharing, maka akan sedikit pula mendapatkan dukungan di legislatif atau opposition dominates. Oleh karenanya, disinilah pentingnya
koalisi presidensial guna eksekutif bisa mengamankan agenda serta program kerjanya dihadapan legislatif sebagaimana yang dipaparkan oleh Paul Chaisty
sebelumnya. Seperti yang kutip Hanan, buku yang ditulis oleh T. J Power dan M. Taylor
mengatakan koalisi presidensial adalah pilihan untuk mengimbangi dampak pemecah belah institutional antara eksekutif dan legislatif dengan mendukung
32
José Antonio Cheibub, ―Minority Presidents, Deadlock Situations, and the Survival of Presidential Democracies,
‖ Yale University, 3.
40
adanya kemampuan presiden untuk melakukan sikap akomodatif terhadap legislatif, yang nantinya akan menentukan berhasil atau tidaknya sistem
presidensialisme multipartai ini akan berjalan.
33
Menjadi complicated jika eksekutif gagal membangun koalisi presidensial atau tidak mencapai dukungan
single majority 50 +1 di legislatif sehingga berujung pada kondisi divided government dan memiliki potensi deadlock seperti yang ilmuan politik
khawatirkan secara umum. Selain itu, dalam pendekatan koalisi presidensial, dikenal konsep
„presidential toolbox’ yang dimaksudkan pada kondisi bahwa kekuasaan presiden tidak terbatas pada kewenangan formal terkait sumber daya kelembagaan seperti
menyusun program kerja, menyusun kabinet tetapi juga memiliki kewenangan informal seperti membangun konsolidasi dalam sistem bagi-bagi rezeki spoils
system guna mencapai feedback koalisi dan memperoleh dukungan di lembaga legislatif seperti yang terjadi di kawasan Amerika Latin.
34
Dalam pendekatan ini, maka sikap Presiden yang kompromistis menjadi penting untuk melancarkan
relasi eksekutif dan legislatif, setidaknya mencapai batas single majority 50+1 dukungan pemerintah di legislatif. Oleh karenanya koalisi menjadi hal yang
penting dalam sistem presidensialisme-multipartai. Dibawah ini adalah bagan yang penulis rancang guna mempermudah pemahaman mengenai periodesasi
sistem presidensialisme seperti yang dirumuskan oleh Robert Elgie.
33
T. J Power dan M. Taylor, ―Accountability Institutions and Political Corruption in
Brazil, ‖ dalam Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Upaya
Mencari Format Demokrasi yang Stabil dan Dinamis dalam Konteks Indonesia Bandung: Penerbit Mizan, 2014, 69.
34
Chaisty, Cheeseman dan Power, ―Rethinking The Presidentialism Debate,‖ 7-8.
41
Gambar II.C.2 Tiga Gelombang Studi Presidensialisme
Sumber: Elgie, From Linz to Tsabelis.
42
Selain itu, mengenai keabsahan adanya koalisi dalam sistem presidensial, penulis merujuk pada studi Djayadi Hanan yang menunjukan bahwa koalisi dalam
sistem presidensial adalah fenomena yang sama seringnya dalam sistem parlementer. Seperti penelitian Jose Antonio Cheibub, ketika menganalisis semua
negara demokratis pada 1970-2004 ditemukan bahwa koalisi pemerintahan terjadi sekitar 39 dalam sistem parlementer dan 36,3 dalam sistem presidensial.
35
Selain itu menurut Cheibub, Przeworski Saiegh bahwa hampir sebanyak 50 pemerintahan akan melakukan koalisi dengan partai lain apabila partai presiden
tidak memiliki kekuatan mayoritas di legislatif. seperti yang dikutip dari artikelnya.
“It turns out that government coalitions occur in more than one half of the situations in which
the president’s party does not have a majority.” Diterjemahkan penulis: Pada gilirannya, koalisi pemerintahan itu akan
terjadi lebih dari setengah 50 dari situasi dimana partai presiden tidak memiliki kekuatan mayoritas.
36
Hal tersebut yang menurut Hanan, keberadaan koalisi bukanlah faktor pembeda antara sistem presidensialisme dan parlementer, melainkan koalisi adalah watak
dari sistem multipartai.
37
Sehingga mekanisme koalisi adalah sarana bagi terbentuknya hubungan antara eksekutif dan legislatif untuk membangun tindakan
kerjasama dan mengurangi tingkat kegaduhan seperti yang diasumsikan oleh banyak teoritisi sebelumnya yang pesimis dengan kombinasi sistem
35
Jose Antonio Cheibub, ―Presidentialism, Parlementarism and Democracy,‖ dalam Hanan,
Menakar Presidensialisme Multipartai, 229.
36
Jose Antonio Cheibub, Adam Przeworski dan Sebastian M. Saiegh, ―Government
Coalitions and Legislative Success Under Presidentialism and Parlementarism ,‖ British Journal of
Political Science, Vol 34, No 04, Oktober 2004: 565.
37
Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai, 230.
43
presidensialisme multipartai.
38
Meskipun begitu, Cheibub tetap berpandangan bahwa koalisi dalam sistem presidensial seringkali tidak solid daripada sistem
parlementer.
39
Namun, penulis juga menyadari bahwa koalisi dalam sistem presidensial bisa berprospek pada kerjasama politik dan juga adanya peluang untuk
meninggalkan postur koalisi. kemungkinan tersebut dilandasi oleh beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk menentukan solid atau tidak tidaknya suatu
koalisi, David Altman merumuskannya sebagai berikut: 1 afinitas ideologis antara presiden atau kepala koalisi dengan kelompok partai politik lainnya, 2
Penilaian rakyat terhadap kepala koalisi atau presiden 3 afiliasi psikologis atau kedekatan partai politik terhadap partai pimpinan koalisi 4 pertimbangan
terhadap pemilihan umum di masa mendatang 5 keadilan insentif dalam perjanjian koalisi.
40
Sehingga, penulis sepakat dengan Cheibub bahwa koalisi dalam sistem presidensial seringkali tidak stabil dibanding sistem parlementer dan
memungkinkan partai berpindah koalisi di tengah periode pemerintahan berlangsung.
38
Banyak teoritisi yang menilai kombinasi antara sistem presidensialisme dan sistem multipartai akan melahirkan kegaduhan tingkat tinggi dan berpotensi deadlock. Beberapa publikasi
diantaranya adalah Scott Mainwaring, ―Presidentialism, Multiparty System and Democracy: The
Dificult Equation ,‖ The Hellen Kellogg Institute for Insternational Studies Published, 1990, Juan
Linz, ―The Perils of Presidentialism,‖ Journal of Democracy, Vol 1, No 1, 1990, Alfred Stephan
dan Cindy Skach, ―Presidentialism and Parliamentarism in Comparative Prespective,‖ World
Politics, Vol 46, No 1, 1993, Mathew Shugart dan John Carey, President and Assemblies : Constitutional Design and Electoral Dynamic Cambridge: Cambridge University Press, 1992.
39
Jose Antonio Cheibub dan Fernando Limongi, ―Democratic Institutions and Regime
Survival: Parliamentary and Presidential Democracies Reconsidered ,‖ Forthcoming in Annual
Review of Political Science, 2002, 4.
40
David Altman, ―The Politics of Coalition Formation and Survival in Multiparty
Presidential Democraties ,‖ The International Journal for the Study of Political Parties and
Political Organizations, Vol 6. No 3, Sage Publications, 2000: 259.
44
Meskipun pendekatan ini eksis dalam studi presidensialisme di kawasan Amerika Latin,
41
penulis akan mencoba menggunakan pendekatan koalisi presidensial ini untuk menganalisis faktor terjadinya divided government serta
relasi eksekutif - legislatif pada pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla sebagai
hasil dalam Pemilihan Umum 2014.