Fungsi Legislasi dalam Pembahasan RUU
110
menjadi undang-undang. Seperti dalam laporan yang dilakukan oleh Ketua Komisi II DPR-RI, Rambe Kamarul Zaman dalam Rapat Paripurna tanggal 20
Januari 2015. ―Secara umum apa yang dihasilkan di dalam Rapat Kerja Komisi II dengan
Pemerintah yang diwakili oleh Mendagri, Menkumham, dan DPD-RI dalam dua hari kemarin sudah mencapai kesepakatan bahwa secara prinsip fraksi-
fraksi menerima Perpu No 1 dan 2 Tahun 2014 untuk disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna Masa sidang II Tahun Sidang 2014-
2015 ini.‖
41
Dengan adanya proses dan lobby yang cukup berlarut akhirnya seluruh fraksi menyepakatinya
Perppu ini dan secara otomatis menganulir UU Pilkada melalui DPRD yang disahkan DPR pada 25 September 2014 lalu. Setelah disahkan,
sejumlah fraksi di DPR mengusulkan revisi atas Undang-Undang tentang Pilkada langsung tersebut. Usulan untuk melakukan revisi juga ditanggapi dingin oleh
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pihak yang menerbitkan Perpu tersebut asal revisi tersebut tidak mengubah substansi dari Pilkada langsung.
42
Begitu juga yang dipaparkan oleh Mendagri, Tjahjo Kumolo dalam pandangan yang
dibacakan usai pengesahan Perppu tersebut mengatakan bahwa pemerintah membuka diri untuk membahas perubahan-perubahan yang diperlukan bersama
DPR.
43
41
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Pembahasan Tingkat II tentang Pengambilan Keputusan tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No 22 tahun
2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan Penetapan Perppu No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah menjadi Undang-Undang Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 13 Februari 2015, 31.
42
―SBY Sebut Revisi UU Pilkada,‖ Detik, 21 Januari 2015.
43
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Pembahasan Tingkat II tentang Pengambilan Keputusan tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No 22 tahun
2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan Penetapan Perppu No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah menjadi Undang-Undang, 45.
111
Setelah ditetapkan Pilkada secara langsung, sejumlah perubahan diberlakukan mulai dari penghapusan uji publik hingga penetapan paket kepala
daerah dan wakilnya.
44
Proses saling interaksi ditunjukan untuk mendapatkan kesepahaman bersama dalam dinamika RUU Pilkada. Sampai pada pembahasan
di Badan Legislatif Baleg, seluruh fraksi di DPR menyetujui RUU tentang Revisi UU Pilkada hasil pembahasan Panitia Kerja Panja Baleg. Hal tersebut
diputuskan dalam Rapat Pleno Baleg yang dipimpin oleh Sareh Wiyono pada tanggal 9 Februari 2015 untuk dibawa ke proses selanjutnya melalui Rapat
Paripurna dan terjadi kesepakatan.
45
Interaksi antara eksekutif dan legislatif juga berlangsung secara harmoni tak ada potensi deadlock. Interaksi harmoni tersebut
juga ditujukan oleh anggota Fraksi Golkar, Mujib Rahmat, saat Sidang Paripurna tanggal 17 Februari 2015.
―Setelah mengikuti seluruh proses pembahasan tahapan-tahapannya dengan serius, dan memperhatikan kesepakatan di tingkat 1 di Komisi serta laporan
dari ketua komisi II, dengan mengucapkan bismillahi rohmanirahoim, Fraksi Partai Golkar menerima dan menyetujui 2 RUU inisiatif DPR
tersebut menjadi Undang-Undang.
‖
46
44
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Pembahasan Tingkat II Pengambilan Keputusan tentang RUU Perubahan atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No 1
Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU dan RUU Perubahan atas UU No 2 Tahun 2015 Tentang Perppu No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi UU Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 17 Februari 2015, 27-28.
45
Laporan Singkat Rapat Pleno Badan Legislasi Baleg DPR-RI, Pengambilan Keputusan Harmonisasi RUU Tentang Perubahan atas UU No 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu No
1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang Serta RUU Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Usulan Komisi II Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 9 Februari 2015, 5.
46
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang RUU Perubahan atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi Undang-Undang dan RUU Perubahan atas UU No 2 Tahun 2015 Tentang Perppu No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi
Undang-Undang Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 17 Februari 2015, 33.
112
Selain itu, pembahasan mengenai RUU perubahan atas UU No.2 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No 2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah
sebagai dampak dari hasil pembahasan RUU tentang perubahan Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Sehingga UU Pemda ini adalah penyesuaian dari UU
Pilkada. Seperti yang dilaporkan oleh Ketua Komisi II DPR-RI, Rambe Kamarul Zaman.
―Penyesuaian pertama diawali dengan perubahan judul yang diubah menjadi RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemda,
alasannya karena materi yang diubah dalam Perppu No.2 Tahun 2014 yang ditetapkan menjadi UU No.2 Tahun 2015 hanya terkait dengan satu pasal
tentang kewenangan DPRD dalam memilih kepala daerah yang dihapus
.‖
47
Beberapa materi yang harus disesuaikan dengan hasil pembahasan RUU tentang Perubahan Atas UU No.1 Tahun 2015 adalah terkait dengan peran wakil kepala
daerah akibat diputuskannya bahwa pilkada diikuti oleh pasangan calon yang terdiri atas kepala daerah dan wakil kepala daerah. Selain itu, RUU Pemda ini
mencoba merumuskan agar hubungan antara kepala daerah dan wakilnya berjalan harmonis hingga akhir masa jabatan, sehingga diatur adanya kewajiban bagi wakil
kepala daerah menandatangani fakta integritas serta melakukan tugasnya bersama kepala daerah hingga akhir masa jabatan. Pembahsan dalam revisi UU ini juga
tidak memakan banyak waktu dan berakhir pada kepuasan bersama win-win solution antara eksekutif dan legislatif.
47
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang RUU Perubahan atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
menjadi Undang-Undang dan RUU Perubahan atas UU No 2 Tahun 2015 Tentang Perppu No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi
Undang-Undang, 29-30.
113
b Revisi UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Undang-Undang ini merupakan salah satu yang menjadi titik islah antara Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih yang sebelumnya sempat
berseteru dengan adanya dualisme pimpinan DPR. Sebelumnya, DPR periode 2009-2014 telah melakukan revisi terhadap UU No 27 Tahun 2009 Tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD MD3. Yang didalam revisi tersebut memuat perubahan dalam pasal 84 bahwa pimpinan DPR tidak secara otomatis dikuasai oleh partai
pemenang pemilu tetapi dipilih melalui mekanisme demokratis. Proses perubahan dari UU No 27 Tahun 2009 menjadi UU No 17 Tahun 2014 kental dengan nuansa
kepentingan politik. Bahkan, pembelahan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat adalah buah dari desain yang tertuang dalam perubahan Undang-
Undang tersebut. Revisi dari UU No 27 Tahun 2009 berjalan alot dan diwarnai perdebatan
dari masing-masing fraksi yang terpolarisasi sebagai dampak dukungan Pilpres 2014. Salah satu perdebatan yang terjadi saat itu adalah terkait waktu pelaksanaan
Rapat Paripurna yang dilakukan sehari sebelum Pemilihan Presiden 2014. Salah satu peserta Rapat Paripurna Erik Satrya Wardhana dari Fraksi Hanura
menyampaikan: ―Tadi saya bicara dengan Pak Wakil Ketua, Pak Imam. Jadi sistem
presidensial multipartai dimanapun selalu deadlock. Yang bisa berjalan relatif efektif sampai dengan saat ini cuma Indonesia. Pertanyaannya
kenapa? Karena di Indonesia ada kompromi-kompromi yang terlembaga dan tak terlembaga. Nah ruang kompromi ini yang harusnya kita ciptakan. Kalau
pengambilan keputusan kita paksakan sekarang tidak ada ruang kompromi. Saya khawatir deadlock. Kalau pun tidak deadlock, itu tadi. Ada proses
pelembagaan, suasana, nilai yang tidak baik. Oleh karena itu saya usulkan
114
agar proses pengambilan keputusan ini ditunda sampai selesai Pilpres dan karena Pilpres itu nanti di masa reses, maka setelah reses pada masa sidang
berikutnya. ‖
48
Rapat Paripurna berjalan dengan perdebatan diantara masing-masing kelompok, seperti yang dilontarkan oleh Eva Kusuma Sundari dari Fraksi PDI-P dalam Rapat
Paripurna yang mengatakan: ―Saya sangat menyesalkan bahwa bukannya kita makin dewasa tapi
kemudian hanya kepentingan sesaat pilpres itu yang membuat suasana kita terbelah dan kemudian tidak meninggalkan nilai-nilai yang harusnya justru
kita matangkan dan kita kembangkan. Jadi saya protes terhadap draft Undang-Undang ini karena tidak membawa kebaikan tapi justru mudaratnya
banyak terutama apa yang kita inginkan sebagai praktek parlemen yang makin akutabel, makin berkeinginan dan makin menunjukan kepribadian itu
hilang semua.‖
49
Setelah terjadi perdebatan yang alot, akhirnya Rapat Paripurna diiirngi keputusan walkout dari fraksi PDI-P, Hanura dan PKB.
50
Meskipun terjadi walkout, Rapat Paripurna revisi UU no 27 Tahun 2009 menjadi UU No 17 Tahun 2014 tetap
disahkan. Sehingga berdasarkan aturan baru ini membuat Koalisi Merah Putih tidak mengalami kesulitan dalam merebut kursi pimpinan DPR-RI seperti yang
sudah dijelaskan dalam bab III. Namun, menurut Saldi Isra, pilihan untuk menguasai pimpinan DPR tak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai strategi
membangun check and balance dengan pemerintah, tetapi juga seperti hendak
48
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang Pembicaraan Tingkat IIPengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No 27
Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 8 Juli 2014, 58.
49
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang Pembicaraan Tingkat IIPengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No 27
Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 8 Juli 2014, 53.
50
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang Pembicaraan Tingkat IIPengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No 27
Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, 102.
115
melembagakan pembelahan pola hubungan kedua lembaga.
51
Selain itu langkah politik Koalisi Merah Putih untuk menguasai pimpinan DPR pada satu kelompok
telah menghadirkan pembelahan di internal DPR, dengan pengelompokan yang tercipta setelah pilpres, terjadi kebuntuan secara permanen yang ditandai dengan
munculnya pimpinan DPR versi Koalisi Indonesia Hebat. Disfungsi DPR hampir dua bulan lebih sejak dilantik adalah dampak dari revisi UU No 27 Tahun 2019
menjadi UU No 17 Tahun 2014. Setelah melalui proses panjang, akhirnya UU No 17 Tahun 2014 tentang
MD3 di revisi kembali seiring dengan membaiknya hubungan diantara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih.
52
Dalam pembahasan di Pansus UU MD3 yang diketuai oleh Saan Mustofa tersebut, pasal-pasal yang sempat menjadi
perdebatan adalah pasal 74 ayat 3 - 6 dan pasal 98 ayat 7 - 9 yang memuat hak DPR dan sanksi administratif yang diberikan kepada pejabat negara. Namun,
semua fraksi akhirnya sepakat pasal tersebut dihapus.
53
Setelah melalui rapat di Pansus, akhirnya Revisi UU No 17 Tahun 2014 berhasil disahkan dalam Rapat
Paripurna DPR dengan hasil akhir win-win solution seperti yang dikatakan oleh
51
Saldi Isra, ―Revisi UU MD3,‖ Kompas, 26 November 2014.
52
Membaiknya hubungan antara Koalisi Merah Putih dengan Koalisi Indonesia Hebat terjadi pada tanggal 17 November 2014. Dalam pertemuan informal yang dilakukan oleh Hatta
Rajasa yang mewakli Koalisi Merah Putih dan Pramono Anung mewakili Koalisi Indonesa Hebat, kedua kubu sepakat untuk islah dengan syarat dilakukan revisi terhadap UU MD3 dan juga
ketersediannya posisi untuk Koalisi Indonesia Hebat untuk Alat Kelengkapan Dewan AKD DPR-
RI. Lihat, ―Islah DPR Diteken dengan 5 Butir Kesepakatan,‖ Tempo, 17 November 2014 http:www.tempo.coreadnews20141117078622484Islah-DPR-Diteken-dengan-5-Butir-
Kesepakatan. Diakses pada 20 April 2015.
53
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang Pembicaraan Tingkat IIPengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No 17
Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 5 Desember 2014, 24-25.
116
Menteri Hukum dan HAM, Yassona Laoly yang mewakili Presiden dalam Rapat Paripurna tanggal 5 Desember 2014.
―Kami sampaikan kepada Pimpinan serta Anggota Dewan yang terhormat. Kami ucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-
tingginya atas segala niat baik, perhatian, dan kontribusi selama
berlangsungnya pembahasan RUU ini.‖
54
Meskipun dalam prosesnya Revisi UU MD3 ini terjadi kegaduhan-kegaduhan, namun dalam akhir pembahasannya, kedua kubu sepakat untuk mengambil jalan
islah dan kompromi yang membuat relasi antara eksekutif-legislatif bisa berjalan. Kompromi tersebut yang menurut William R Liddle sebagai salah satu kelebihan
dari sistem presidenlisme di Indonesia bila dibandingkan dengan negara lain.
55
Meskipun kompromi itu terjadi dalam struktur kelembagaan yang mengalami divided government.
c Pengangkatan Kapolri
Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 11 ayat 1 UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI, bahwa dalam pengangkatan calon Kapolri, Presiden harus
mendapatkan persetujuan dari DPR. Meskipun kerapkali, aturan ini dinilai berpolemik karena tidak sesuai dengan mekanisme sistem presidensialisme murni
dan cenderung mengkooptasi hak prerogatif Presiden yang seharusnya ditentukan secara sendiri tanpa adanya campur tangan DPR dalam proses pengangkatan
Kapolri. Dalam penelitian ini, penulis sengaja memasukan kasus pengangkatan Kapolri sebagai bagian dari interaksi eksekutif dan legislatif dalam klasifikasi
54
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang Pembicaraan Tiingkat IIPengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No 17
Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, 28.
55
Wawancara dengan William R Liddle.
117
fungsi legislasi karena ini menyangkut persoalan implementasi Undang-Undang yang wajib dilaksanakan oleh Presiden dalam menjalankan tugasnya.
Relasi eksekutif-legislatif dalam proses pengangkatan Kapolri menjadi perhatian publik karena calon Kapolri yang diusulkan oleh Presiden dalam surat
nomor: R01Pres012015 pada tanggal 9 Januari 2015 yakni Budi Gunawan berstatus sebagai tersangka oleh KPK.
56
Dalam rapat yang dilakukan di Komisi III DPR dibentuk Tim Kecil yang bertugas untuk mempersiapkan tahapan uji
kelayakan dan kepatutan terhadap Budi Gunawan yang terdiri dari wakil-wakil fraksi yakni Aziz Syamsyuddin Ketua Fraksi Golkar, Desmond Junaidi Mahesa
Fraksi Gerindraunsur Pimpinan, Benny Karman Fraksi Demokratunsur Pimpinan, Mulfahcri Harahap Fraksi PANunsur Pimpinan, Junimart Girsang
Fraksi PDI-P, John Kenedy Azis Fraksi Golkar, Sufmi Dasco Ahmad Fraksi Gerindra, Ruhut Sitompul Fraksi Demokrat, Muslim Ayub Fraksi PAN,
Irmawan Fraksi PKB, Aboe Bakar Alhabsyi Fraksi PKS, Asrul Sani Fraksi PPP, Patrice Rio Capella Fraksi Nasdem dan Sarifuddin Sudding Fraksi
Hanura.
57
Dalam rapat tersebut, terjadi perdebatan apakah dilanjutkan atau tidak pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri yang berstatus tersangka
oleh KPK. Dalam rapat tersebut, selurih fraksi menyetujui untuk diproses lebih
56
―Akhirnya KPK Jadikan Budi Gunawan Tersangka,‖ Tempo, 13 Januari 2015 http:www.tempo.coreadnews20150113063634558Akhirnya-KPK-Jadikan-Budi-Gunawan-
Tersangka Diunduh pada 4 Mei 2015.
57
Risalah Resmi Rapat Paripurna DPR-RI, Tentang Pembicaraan Tingkat IIPengambilan Keputusan terhadap Hasil Pembahasan Calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia KAPOLRI
Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR-RI, 15 Januari 2015, 35.
118
lanjut kecuali Fraksi Partai Demokrat.
58
Bedasarkan rapat tersebut, Komisi III menyetujui usulan Presiden untuk mengangkat Komjen Budi Gunawan sebagai
Kapolri dan memberhentikan Jendral Sutarman sebagai Kapolri. Kasus tersebut membuktikan bahwa relasi antara eksekutif dan legislatif berjalan dengan baik
tanpa diiringi dengan deadlock, meskipun publik sempat dikejutkan dengan pemberian status tersangka kepada Komjen Budi Gunawan oleh KPK namun hal
itu tidak mengganggu DPR untuk menyetujui usulan Presiden. Meskipun Budi Gunawan sudah disahkan oleh DPR sebagai Kapolri,
Presiden melakukan tinjauan ulang tentang pengangkatan tersebut, mengingat publik banyak yang bersikap antipati terhadap usulan Presiden tersebut. Seriring
berjalannya waktu, Presiden memutuskan untuk membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan dan mengangkat calon Kapolri baru yakni Komjen Badrodin Haiti,
sebagaimana yang dimaksud dalam surat Presiden No R-16Pres022015 tertanggal 18 Februari yang diajukan kepada DPR.
59
Pembatalan pelantikan Komjen Budi Gunawan ini yang membuat anggota DPR, Bambang Soesatyo
mempertanyakan dan menujukan sikap protes terhadap keputusan Presiden tersebut, mengingat usulan presiden tersebut sudah disetujui dalam Rapat
Paripurna DPR.
60
Meskipun Presiden membatalkan Komjen Budi Gunawan yang
58
Laporan Komisi III DPR-RI, Hasil Pembahasan dan Persetujuan Mengenai Pengangkatan dan Pemberhentian Kapolri pada Rapat Paripurna DPR-RI Jakarta: Sekretariat
Jenderal DPR-RI, 15 Januari 2015, 2.
59
Laporan Komisi III DPR-RI, Hasil Pembahasan dan Persetujuan Mengenai Pengangkatan dan Pemberhentian Kapolri pada Rapat Paripurna DPR-RI Jakarta: Sekretariat
Jenderal DPR-RI, Kamis, 16 April 2015, 1.
60
―F-Golkar: Jika Jokowi Tak Lantik Budi Gunawan, Tamparan Keras bagi DPR,‖ Kompas,
6 Februari
2015 http:nasional.kompas.comread2015020611314831F-
Golkar.Jika.Jokowi.Tak.Lantik.Budi.Gunawan.Tamparan.Keras.bagi.DPR Diunduh pada 4 Mei 2015.
119
telah melalui persetujuan dalam Rapat Paripurna DPR, usulan Presiden terkait calon Kapolri baru yakni Komjen Pol. Badrodin Haiti tetap disetujui dalam Rapat
Paripurna DPR tanggal 16 April 2015, yang sebelumnya sudah dibahas melalui pembicaraan tingkat 1 di Komisi III pada tanggal 8 April 2015.
61
Meskipun terjadi tarik-menarik antara Presiden dan DPR dalam proses pengangkatan Kapolri,
kedua lembaga tersebut tetap bisa membuat kesepakatan bersama. Sehingga berbeda dengan asumsi teoritik yang sebagaimana dijelaskan pada bab II, dalam
konteks Indonesia, divided government yang terjadi tidak menyulitkan eksekutif dan legislatif untuk mencapai kesepakatan bersama. Pada bagian selanjutnya,
penulis akan menjelaskan pendekatan yang bisa menjelaskan mengapa divided government di Indonesia tidak berakhir dengan kebuntuan. Penjelasan ini
berdasarkan proses-proses yang terjadi dalam perumusan kebijakan.