Peta Konsep Uraian Materi

34 GMB besarnya selalu tetap, namun arahnya selalu berubah, dan arah kecepatan selalu menyinggung lingkaran. Artinya, arah kecepatan v selalu tegak lurus dengan garis yang ditarik melalui pusat lingkaran ke titik tangkap vektor kecepatan pada saat itu. Benda bergerak melingkar beraturan dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini. Gambar 2.3 Gerak Melingkar Beraturan Dari gambar di atas dapat dituliskan persamaannya sebagai berikut: Persamaan 2.3a Persamaan 2.3b Persamaan 2.3c b Gerak Melingkar Berubah Beraturan Seperti pada pembahasan gerak lurus, pada gerak melingkar juga dikenal gerak melingkar berubah beraturan GMBB. Jika perubahan percepatan searah dengan kecepatan, maka kecepatannya akan meningkat. Jika perubahan percepatannya berlawanan arah dengan kecepatan, maka kecepatannya menurun. Pada gerak melingkar berubah beraturan GMBB, kecepatan linear dapat berubah secara beraturan. Hal ini menunjukkan adanya besaran yang berfungsi untuk mengubah kecepatan. Besaran tersebut adalah percepatan tangensial at, yang arahnya dapat sama atau berlawanan dengan arah kecepatan linear. Gerak melingkar berubah beraturan dari suatu benda dapat dilihat pada gabar 2.4 di bawah ini. θ v 35 Gambar 2.4 Gerak Melingkar Berubah Beraturan Dari gambar di atas dapat di tuliskan persamaannya sebagai berikut: Persamaan 2.4a Persamaan 2.4b Persamaan 2.4c Persamaan 2.4d Persamaan 2.4e

6. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian terkait dengan miskonsepsi, diantaranya: a. Prof. Dr. Almahdi Ali Alwan 2011 dalam jurnalnya yang berjudul “Misconception of Heat and Temperature Among Physics Students”, mengidentifikasi empat konsep utama dari suhu dan panas termodinamika bahwa siswa ditemukan masalah dengan : konsepsi panas, konsepsi suhu, perpindahan panas, dan perubahan suhu, konsepsi tentang Sifat termal bahan, juga titik didih air 100°C, dan titik leleh dari Zinc pada 420 °C. Temuan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memegang miskonsepsi pada suhu dan panas. b. Beyza Karadeniz Bayrak 2013 dalam jurnal yang berjudul “Using Two-Tier Test to Identify Primary Students’ Conceptual Understanding and Alternative Conceptions in Acid Base”, menunjukkan bahwa siswa menemukan kesulitan tentang pemahaman konseptual dan mereka memiliki beberapa miskonsepsi ar ar ar ar v v v v 36 terkait dalam asam-basa. Pada tahap pertama siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar, namun siswa tidak dapat menjelaskan alasan mereka memilih jawaban tersebut pada tahap kedua. c. Choksin Tanahoung, Ratchapak Chitaree, dan Chernchok Soankwan 2010 dalam jurnal yang berjudul “Probing Thai Freshmen Science Students’ Conceptions of Heat and Temperature Using Open-Ended Questions: a Case Study”, menunjukkan bahwa siswa yang menulis tanggapan memiliki beberapa kesalahpahaman umum dan spesifik pada tingkat pemahaman. Kebanyakan siswa tidak dapat memberikan alasan yang benar untuk jawaban mereka. d. Cengiz Tusyuz 2009 dalam jurnal yang berjudul “Development of two-tier diagnostic instrumen and assess students’ understanding in chemistry”, menunjukkan bahwa uji dua tingkat efektif dalam menentukan kesalahpahaman siswa dan juga dapat digunakan sebagai alternatif untuk tes pilihan ganda tradisional untuk penilaian dan evaluasi alternatif prestasi siswa. e. Fakhruddin, Azizahwati, dan Yelfi Rahmi 2012 dalam jurnal yang berjudul “Analisis Penyebab Miskonsepsi Siswa Pada Pelajaran Fisika Di Kelas XII SMAMA Kota Duri”, menyatakan bahwa 80 dari sampel berkontribusi terhadap miskonsepsi siswa yang disebabkan indikator pemikiran asosiatif. 83 dari sampel berkontribusi terhadap miskonsepsi siswa yang disebabkan indikator pemikiran humanistik. 12 dari sampel berkontribusi terhadap miskonsepsi sebagian yang disebabkan indikator alasan yang tidak lengkap. 86 dari sampel berkontribusi terhadap miskonsepsi siswa yang disebabkan indikator intuisi yang salah. 85 dari sampel berkontribusi terhadap miskonsepsi siswa yang disebabkan indikator tahap perkembangan kognitif dan 70 dari sampel berkontribusi terhadap miskonsepsi siswa yang disebabkan indikator kemampuan siswa. f. Karunia Prihantini Putri dan Rinaningsih, S.Pd., M.Pd 2013 dalam jurnal yang berjudul “Pengembangan Tes Diagnostik Materi Teori Mekanika Kuantum Dan Ikatan Kimia”, menunjukkan bahwa tes diagnostik materi Teori Mekanika Kuantum dan Ikatan Kimia yang dikembangkan telah memenuhi 37 kelayakan dan dinyatakan sangat layak dari segi validitas isi sebesar 83,65 dan dari segi validitas bahasa sebesar 89,72. Sedangkan hasil penelitian kesensitifan tes diagnostik ditampilkan dalam bentuk ketuntasan belajar pada peta diagnostik kesulitan belajar siswa dan pada tabel analisis kesulitan belajar berupa uraian deskriptif. g. Eko Setyadi K. 2012 dalam jurnalnya “Miskonsepsi Tentang Suhu dan Kalor Pada Siswa Kelas 1 Di SMA Muhammadiyah Purworejo, Jawa Tengah”, menunjukkan bahwa terdapat miskonsepsi tentang suhu dan kalor pada diri siswa sebesar 63,7 yang termasuk dalam kriteria miskonsepsi tinggi, sedangkan tingkat penguasaan materi pokok bahasan suhu dan kalor sebesar 36,3 yang termasuk dalam kategori tingkat penguasaan rendah. h. Indah Rizki Anugrah 2013 dalam skripsi yang berjudul “Mengungkap Miskonsepsi Topik Stoikiometri Pada Siswa Kelas X Melalui Tes Diagnostik Two-Tier”, menunjukkan bahwa intsrumen tes diagnostik two-tier memiliki keunggulan dibandingkan dengan instrumen pilihan ganda biasa, karena tes two-tier dapat mengungkap alasan di balik opsi yang dipilih siswa dan dapat mengurangi tingkat error. i. Dwi Anti Prapti Siwi 2013 dalam skripsi yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VIII pada Konsep Sistem Pencernaan dan Pernapasan”, menunjukkan bahwa penyebab miskonsepsi pada siswa berasal dari pemahaman siswa, metode pembelajaran guru serta buku referensi.

B. Kerangka Pikir

Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Setelah pembelajaran dilakukan, guru perlu mengetahui efektivitas dan efisiensi dari semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran melalui evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran dapat dilakukan melalui tes tertulis. Namun, selama ini tes yang dilaksanakan oleh sebagian besar guru hanya terpaku pada hasil belajar siswa, tanpa mencari tahu kesulitan belajar yang dialami siswanya. Sehingga perbaikan yang dilakukan pun 38 tidak tepat sasaran. Jika hal tersebut berlanjut akan menimbulkan kesalahan pemahaman pada diri siswa. Kesalahan pemahaman konsep oleh siswa secara konsisten akan mempengaruhi efektivitas proses belajar selanjutnya dari siswa yang bersangkutan. Jika siswa secara terus-menerus memiliki konsep-konsep yang tidak tepat, maka akan menimbulkan masalah belajar di masa yang akan datang. Salah satu masalah yang akan timbul adalah terjadinya miskonsepsi pada diri siswa. Miskonsepsi merupakan kesalahan pemahaman suatu peristiwa atau konsep tertentu yang dialami seseorang akibat dari konsep yang sudah dibangunnya tidak sesuai dengan pengertian ilmiah para ahli dalam bidang itu. Miskonsepsi dapat disebabkan karena beberapa hal seperti kesalahan dari siswa sendiri, kesalahan dari guru ketika menjelaskan pelajaran, kesalahan dari buku teks yang digunakan, kesalahan konteks, dan kesalahan dari metode mengajar yang digunakan oleh guru saat pembelajaran. Miskonsepsi akan mempengaruhi pemahaman siswa dalam menyelesaikan persoalan yang relevan, oleh karena itu miskonsepsi harus segera di atasi. Untuk mengatasi persoalan tersebut terlebih dahulu perlu diidentifikasi letak miskonsepsi yang terjadi agar penanganan yang dilakukan tepat sasaran. Dengan demikian, diperlukan alat yang dapat mengidentifikasi letak miskonsepsi siswa. Alat diagnostik yang dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa adalah melalui tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para siswa dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya letak kesalahan pemahaman konsep pada siswa, guru dengan segera dapat mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Melalui tes diagnostik ini dapat diketahui tentang konsep- konsep yang telah dipahami dan yang belum dipahami oleh siswa. Tes diagnostik yang dapat digunakan salah satunya adalah tes diagnostik pilihan ganda dua tingkat. Tes ini memiliki keunggulan di bandingkan yang lain, karena dalam tes ini selain siswa mengerjakan butir tes yang mengungkapkan konsep tertentu siswa juga harus mengungkapkan alasan kenapa memilih jawaban

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI IKATAN KIMIA.

13 38 36

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA.

1 18 43

PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENDIAGNOSIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI GAYA ANTARMOLEKUL.

0 3 32

PROFIL MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI HIDROKARBON MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT.

9 40 34

PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT.

16 34 25

PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS X PADA MATERI HIDROKARBON.

2 6 32

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI IKATAN KIMIA - repository UPI S KIM 0905689 title

0 1 4

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA - repository UPI S KIM 0900589 Title

0 0 7

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI TERMOKIMIA - repository UPI S KIM 0908862 Title

2 10 3

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA DUA TINGKAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA WAJIB SISWA MAN 1 MAKASSAR

0 1 135