Analisis Data Hasil Tes Tertulis
62
dalam memilih alasan. Siswa yang salah menjawab soal disebabkan mereka salah menggunakan rumus, namun mereka memahami bahwa kelajuan benda pada
sumbu-x selalu tetap, sedangkan pada sumbu-y selalu berubah. Berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa siswa, mereka menjawab salah dikarenakan pada
saat mengerjakan soal tersebut mereka lupa bahkan ada yang tidak tahu harus memakai rumus apa, sehingga mereka mencoba-coba dengan menggunakan
rumus yang mereka ingat. Untuk siswa yang menjawab benar namun alasan salah, sebagian besar
siswa memilih opsi B pada pilihan alasan, yaitu kelajuan benda pada sumbu-x selalu berubah, sedangkan pada sumbu-y selalu tetap. Alasan yang benar adalah
kelajuan benda pada sumbu-x selalu tetap, sedangkan pada sumbu-y selalu berubah. Mereka masih belum memahami perbedaan antara kecepatan pada
sumbu-x dengan kecepatan pada sumbu-y. Soal nomor 4, hanya 20 siswa yang paham konsep, 77,5 siswa
mengalami miskonsepsi, dan 2,5 siswa tidak paham konsep. Siswa yang mengalami miskonsepsi sudah menjawab soal dengan benar, namun mereka salah
dalam memilih alasan. Sebagian besar siswa memilih opsi B pada pilihan alasan, yaitu tinggi maksimum dicapai ketika kecepatan benda di puncak maksimum.
Seperti halnya pada soal nomor 2, mereka beranggapan bahwa kecepatan benda pada saat di puncak adalah maksimum. Sehingga mereka berfikir bahwa
ketinggian maksimum adalah ketinggian yang dicapai ketika kecepatan benda di puncak maksimum. Padahal yang seharusnya adalah ketinggian maksimum
dicapai ketika kecepatan benda di puncak sama dengan nol. Karena kecepatan benda ketika di puncak pada gerak parabola adalah sama dengan nol.
Soal nomor 10, hanya 22,5 siswa paham konsep dan sisanya 77,5 siswa mengalami miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi sudah
menjawab soal dengan benar, hanya saja mereka salah dalam memilih alasan. Pada soal ini siswa diminta untuk menghitung perbandingan kecepatan benda
berdasarkan gambar grafik gerak parabola, yaitu pada saat benda berada pada posisi no. 2 ketika benda naik dan no. 4 ketika benda turun jika ditinjau pada
63
sumbu-x. Jawaban mereka sudah benar, yaitu 1:1, namun alasan mereka masih salah.
Sebagian besar siswa memilih opsi A pada pilihan alasan, yaitu posisi no. 2 dan 4 berada pada ketinggian yang sama. Alasan yang benar adalah kecepatan
benda pada sumbu-x selalu tetap. Mereka memilih alasan tersebut karena mereka melihat bahwa posisi benda pada no. 2 maupun no. 4 berada pada ketinggian yang
sama, sehingga kecepatannya pun akan sama. Mereka tidak memperhatikan gerak yang berlaku pada sumbu-x. Pada sumbu-x pada gerak parabola berlaku gerak
lurus beraturan, sehingga pada saat di posisi manapun kecepatannya selalu sama, yaitu
.
Jika dilihat dari indikator konsep yang diujikan seperti pada tabel 4.5, soal nomor 2,3 dan 4 terdapat pada indikator yang sama, yaitu menganalisis vektor
posisi, kecepatan dan percepatan gerak parabola. Sedangkan soal nomor 10 terdapat pada indikator merumuskan hubungan posisi, kecepatan dan percepatan
gerak parabola. Berdasarkan tabel 4.5 perhitungan persentase miskonsepsi berdasarkan
indikator atau sub pokok bahasan, rata-rata terbesar siswa yang mengalami miskonsepsi terdapat pada indikator menganalisis vektor pisisi, kecepatan dan
percepatan gerak parabola dengan besar persenatse rata-rata 66. Dan persentase miskonsepsi terbesar kedua dengan persentase rata-rata 46,5 terdapat pada
indkator merumuskan hubungan posisi, kecepatan dan percepatan gerak parabola. Sedangkan untuk indikator menganalisis vektor kecepatan pada gerak
melingkar dan indikator merumuskan hubungan posisi sudut, kecepatan dan percepatan pada gerak melingkar persentase rata-rata yang mengalami
miskonsepsi di bawah 40. Untuk indikator menganalisis vektor kecepatan pada gerak melingkar yang mengalami miskonsepsi persentase rata-ratanya sebesar
30,83. Dan untuk indikator merumuskan hubungan posisi sudut, kecepatan dan percepatan pada gerak melingkar persentase rata-rata miskonsepsinya sebesar
34,375. Berdasarkan tabel 4.5, rata-rata persentase miskonsepsi secara keseluruhan
pada konsep gerak dua dimensi yang terdiri dari gerak parabola dan gerak
64
melingkar sebesar 44,25. Indikator yang paling banyak mengalami miskonsepsi terdapat pada indikator pertama, yaitu menganalisis vektor posisi, kecepatan dan
percepatan gerak parabola. Dan pada indikator kedua, yaitu merumuskan hubungan posisi, kecepatan dan percepatan gerak parabola. Jika dilihat dari
tingkat kognitifnya, miskonsepsi terjadi pada jenjang kognitif C2, C3 dan C4. Hal ini berarti siswa mengalami miskonsepsi pada tingkat memahami, mengaplikasi
dan menganalisis. Miskonsepsi terjadi karena banyak hal. Secara garis besar penyebab
miskonsepsi pada siswa dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini, yaitu kesalahan dari siswa sendiri, kesalahan dari guru ketika menjelaskan pelajaran,
kesalahan dari buku teks yang digunakan, kesalahan konteks, dan kesalahan dari metode mengajar yang digunakan oleh guru saat pembelajaran. Miskonsepsi
dalam bidang fisika paling banyak berasal dari diri siswa sendiri. Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain:
prakonsepsi atau konsep awal siswa, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasioning yang tidak lengkapsalah, intuisi yang salah, tahap perkembangan
kognitif siswa, kemampuan siswa, dan minat belajar siswa.
57
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakhruddin, dkk. didapatkan bahwa, pada umumnya siswa mengalami miskonsepsi pada pelajaran fisika
disebabkan oleh pemikiran asosiatif rata-rata berkontribusi sebesar 80, pemikiran humanistik 83, alasan yang tidak lengkap 12, intuisi yang salah
86, tahap perkembangan kognitif 85 dan kemampuan siswa 70 sedangkan minat belajar siswa tidak memberikan kontribusi atau memicu terhadap terjadinya
miskonsepsi siswa.
58
Miskonsepsi yang terjadi tidak dapat dibiarkan terlalu lama, karena akan menghambat siswa dalam mempelajari pelajaran selanjutnya. Setelah diketahui
letak miskonsepsi yang terjadi, guru dapat dengan segera memberikan perbaikan
57
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, Jakarta: Grasindo, 2005, h. 34.
58
Fakhruddin, Azizahwati dan Yelfi Rahmi, Analisis Penyebab Miskonsepsi Siswa pada Pelajaran Fisika di Kelas XII SMAMA Kota Duri, Jurnal Pendidikan Matematika volume 3
nomor 1, 2012, hal. 87.
65
untuk mengatasi miskonsepsi tersebut. Guru dapat mengelompokkan siswa yang mengalami kesulitan yang sama dalam satu kelompok untuk diberi perlakuan
yang sama pula, sedangkan untuk yang sudah tuntas guru juga dapat memilih perlakuan yang sesuai dengan meneruskan pembelajaran ketingkat selanjutnya.
Hal ini sesuai dengan teori Nana Sukmadinata dan Thomas tentang kegiatan perbaikan yang dapat dilakukan dengan berbagai metode dan perlakuan yang
berbeda tergantung dari analisis kesulitan dan perkembangan belajar siswa, antara lain pengajaran konsep ulang, penyederhanaan kosep, studi kasus, atau aplikasi ke
tingkat yang lebih tinggi baik dengan cara diskusi kelompok, pemberian PR, atau pemanfaatan media pengajaran lainnya.
59