10
pola contohaturan. Anak-anak yang belajar konsep tertentu dihadapkan pada sejumlah contoh dan noncontoh konsep tersebut. Melalui proses diskriminasi dan
abstraksi, mereka menetapkan suatu aturan yang menentukan kriteria untuk konsep itu.
2 Asimilasi Konsep
Anak-anak dihadapkan dengan lebih banyak konsep yang harus dipelajari setelah mereka masuk sekolah melalui asimilasi konsep. Berlawanan dengan
pembentukan konsep yang bersifat induktif, asimilasi konsep bersifat deduktif. Menurut Ausubel 1968, dalam proses ini anak-anak diberi nama konsep dan
atribut konsep itu. Ini berarti mereka akan belajar arti konseptual baru dengan memperoleh penyajian atribut-atribut kriteria konsep, kemudian mereka akan
menghubungkan atribut-atribut ini dengan gagasan-gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka.
Dalam memperoleh konsep melalui asimilasi, orang yang belajar harus sudah memperoleh definisi formal mengenai konsep tersebut. Menurut Rosser
1984, suatu definisi formal suatu kata menunjukkan kesamaan dengan konsep tertentu dan membedakan kata itu dari konsep-konsep lain. Sesudah definisi itu
disajikan, konsep itu dapat diilustrasikan dengan memberikan contoh atau deskripsi verbal contoh.
23
Walaupun kedua bentuk belajar konsep ini efektif, pembentukan konsep lebih lama daripada asimilasi konsep. Dengan mempertimbangkan bahwa begitu
banyak konsep yang harus dipelajari siswa selama sekolah, penggunaan berlebihan metode penemuan hendaknya dibatasi.
c. Pencapaian Konsep
Konsep berkembang melalui satu seri tingkatan. Tingkatan-tingkatan itu mulai dengan hanya mampu menunjukkan suatu contoh suatu konsep hingga
dapat sepenuhnya menjelaskan atribut-atribut konsep. Klausmeier 1977 mengemukakan empat tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini muncul
dalam urutan yang intervarian. Empat tingkat pencapaian konsep menurut
23
Ibid., h. 65.
11
Klausmeier adalah tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikasi, dan tingkat formal yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
24
1 Tingkat konkret
Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret apabila orang tersebut mengenal suatu benda yang telah dihadapinya. Untuk mencapai konsep
tingkat konkret, siswa harus dapat memperlihatkan benda itu dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya.
Selanjutnya, ia harus menyajikan benda itu sebagai suatu gambaran mental dan menyimpan gambaran mental itu.
2 Tingkat identitas
Pada tingkat identitas, seseorang akan mengenal suatu objek: 1 sesudah selang waktu tertentu; 2 bila orang itu mempunyai orientasi ruang spatial
orientation yang berbeda terhadap objek itu; atau 3 bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indra yang berbeda. Selain ketiga operasi yang dibutuhkan
untuk pencapaian tingkat konkret, yaitu: memperhatikan, mendiskriminasi, dan mengingat, siswa harus dapat mengadakan generalisasi untuk mengenal
bahwa dua atau lebih bentuk yang identik dari benda yang sama adalah anggota dari kelas yang sama. Ada ahli psikologi yang menggunakan istilah-
istilah yang berbeda untuk menunjukkan dua tingkat pencapaian konsep ini. Gagne 976 menggunakan istilah diskriminasi untuk tingkat konkret dan
generalisasi dari diskriminasi untuk tingkat identitas. 3
Tingkat klasifikasi Pada tingkat klasifikasi, siswa mengenal persamaan equivalence dari dua
contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Walaupun siswa itu tidak dapat menentukan kriteria atribut ataupun menentukan kata yang dapat mewakili
konsep itu, ia dapat mengklasifikasikan contoh dan noncontoh konsep, sekalipun contoh dan noncontoh itu mempunyai banyak atribut yang mirip.
Operasi mental tambahan yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikasi ialah mengadakan generalisasi bahwa dua atau lebih contoh sampai
batas-batas tertentu itu ekuivalen. Dalam operasi mental ini siswa berusaha
24
Ibid., h. 70.
12
untuk mengabstraksi kualitas-kualitas yang sama yang dimiliki oleh subjek- subjek itu.
4 Tingkat formal
Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Kita dapat menyimpulkan bahwa
siswa telah mencapai suatu konsep pada tingkat formal bila siswa itu dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep itu dalam atribut-atribut
kriterianya, mendiskriminasi dan memberi nama atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh dan
noncontoh konsep.
2. Miskonsepsi dalam Pembelajaran Fisika
a. Definisi Miskonsepsi
Sejak kecil sebelum masuk pendidikan formal siswa sudah mulai membangun pemahamannya sendiri mengenai suatu peristiwa tertentu. Namun,
ketika siswa membangun pemahamannya itu belum tentu mereka membangun pemahamannya secara benar dan akurat. Siswa kadang hanya mempercayai
dengan apa yang mereka lihat. Ketika siswa menerima pengetahuan mengenai suatu peristiwa tertentu dan ternyata tidak sesuai dengan pemahaman awalnya,
siswa berusaha untuk membangun kembali pemahamannya yang baru, dengan menghubungkan pemahaman awal yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan
yang baru dia dapatkan. Namun, terkadang siswa salah dalam menarik kesimpulan, sehingga memunculkan kesalahan pemahaman yang akhirnya
menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan kesalahan pemahaman suatu peristiwa atau
konsep tertentu yang dialami seseorang akibat dari konsep yang sudah dibangunnya tidak sesuai dengan pengertian ilmiah para ahli dalam bidang itu.
Miskonsepsi dapat berupa konsep awal yang salah dan kesalahan dalam