Peran Natsir di Konstituante

Natsitr hendak mendirikan Negara Islam Indonesia. Ada pula yang menyatakan bahwa Natsir tidak mengakui Pancasila sebagai dasar Negara dan hendak menggantinya dengan Islam. Tuduhan-tuduhan itu terus terlontarkan meskipun dia telah wafat. Misalnya, oleh R.William Liddle, “Ide Negara Islam ini tetap hidup, meskipun diungkapkan secara hati- hati.” 38 Sebenarnya tuduhan-tuduhan terhadap Natsir itu tidak akan keluar jika dipahami konteks sejarahnya. Memang benar bahwa Natsir pernah berusaha menjadikan Islam sebagai dasar Negara untuk menggantikan Pancasila yang saat itu sedang berlaku, sebagaimana diuraikan di muka. Tapi yang mesti dipahami bahwa perjuangan untuk menjadikan Islam atau Pancasila, bahkan Sosialisme dan Komunisme sekalipun adalah sesuatu yang legal dan sah dilakukan pada saat itu.. Bahkan, lembaga untuk memperjuangkan ide-ide itupun dibentuk secara resmi melalui pemilu 1955, yaitu Majelis Konstituante. Harus diingat pula bahwa yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, bukan hanya Nastir dan Masyumi, melainkan juga ada politisi dari NU 91 orang, PSII 16 Orang, Perti 7 Orang dan beberapa partai kecil lainnya sehingga jumlah pendukung Islam sebagai dasar negara ada 230 orang. 39 Walaupun pada akhirnya Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 dan UUD 1945 dengan Pancasila sebagai dasar Negara dinyatakan berlaku kembali, tidaklah beralasan untuk terus menerus menuduh Natsir dan para politisi Islam masa itu sebagai kelompok yang anti- 38 R.William Liddle, “Skriptualisme Media Dakwah: Suatu Bentuk Pemikiran dan Aksi Politik Islam Masa Orde Bar u”, Jurnal Ulumul Quran, nomor 3 volume IV, Tahun 1993, h.57. 39 M. Dzulfikriddin, Mohammad Natsir Dalam Sejarah Politik Indonesia, h. 119. Pancasila. Harus juga diingat bahwa “Dekrit itu telah diterima secara aklamasi oleh DPR hasil pemilu 1955, termasuk wakil-wakil golongan Islam yang merupakan 45 persen dari seluruh anggota DPR”. 40 Meskipun tidak dapat menerima cara dekrit itu dikeluarkan, karena ia adalah bentuk dari suatu tindakan yang otoriter dan diktator, bukan hasil musyawarah, 41 Masyumi menyetujui isi dekrit itu. Kenyataan sejarah pula yang membuktikan bahwa Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya banyak menyalahi dan melanggar UUD 1945 yang dia berlakukan sendiri. Sebaliknya, Natsir bersama tokoh-tokoh Masyumi yang berusaha memperingatkan Soekarno untuk bertindak sesuai dengan UUD 1945, malah diteror dan diintimidasi sehingga tidak lagi merasa aman untuk tinggal di Ibu Kota Jakarta. Oleh sebab itulah, ketika Konstituante dibubarkan, Natsir sudah tidak lagi berada di tengah-tengah para anggota majelis yang terhormat itu. Sejak akhir 1957, Natsir telah hijrah ke Sumatera bersama keluarga dan beberapa tokoh Masyumi lainnya. 42

D. Peran Natsir Saat dalam Tahanan Politik

Tahun 1946 Natsir mendirikan partai MASYUMI Majelis Syura Muslimin Indonesia yang dipimpinnya sampai tahun 1957. Natsir juga pernah menjabat sebagai menteri penerangan 1946-1949. Pada waktu itu Natsir 40 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan dalam Konstituante, h.180. 41 Lukman Hakim, Perjalanan Mencari Keadilan dan Persatuan: Biografi Dr. Anwar Harjono, SH Jakarta: Media Dakwah , 1993, h.192. 42 Seri Buku Tempo Natsir, Politik Santun di antara Dua Rezim, h.64. berhasil membujuk Sjafruddin Prawiranegara dan Jenderal Sudirman untuk kembali ke Jogja dan menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno Hatta karena tersinggung atas kesepakatan Roem Royen. Natsir juga melunakkan hati Daud Beureuh untuk bergabung dengan Sumatera Utara. Pada waktu Natsir menjadi perdana Menteri 1950-1951, Indonesia bergabung dalam PBB. 43 Hanya saja karena sikapnya yang kritis menyebabkan Soekarno memecat Natsir. Apalagi pada waktu itu Soekarno sudah mulai mendekat dengan China melalui Partai Komunis Indonesia. Puncaknya, dari tahun 1962- 1966 Natsir menjadi tahanan politik orde lama. Hal ini merupakan lanjutan dari perdebatan panjang M. Natsir dengan golongan nasionalis melalui majalah pembela Islam. M. Natsir yang pada awalnya begitu mendukung nasionalisme bahkan cukup sering menghadiri orasi Soekarno, berubah menjadi mengkritik kelompok ini karena sikap mereka yang mulai merendahkan Islam. Misalnya, pernyataan Dr. Sutomo yang mengatakan bahwa pergi ke Digul lebih baik daripada pergi naik haji ke Makkah. 44 Tahun 1960 Masyumi dibubarkan oleh presiden Soekarno. Pembubaran ini disebabkan karena ikutsertaannya M. Natsir dalam pemberontakan pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia PRRI di Sumatera Barat, yang disebabkan karena tidak sepaham dengan kebijakan yang dilakukan oleh presiden Soekarno yang tidak berpegang kepada UUD 45. Serta semakin kuatnya pengaruh PKI dalam semua kebijakan yang 43 http:rakyatjabarnews.blogspot.com201408sejarah-pemikiran-politik-mohammad.html 44 Ibid. dikeluarkan Soekarno. 45 Lantaran itu pula jasa-jasa besar Natsir seolah tertelan oleh sejarah. Padahal keterlibatannya dalam pembentukkan PRRIPermesta tidak berdiri sendiri dan mempunyai relevansi yang dapat dipahami. 46 Ketika terlibat PRRI yang dianggap sebagai perlawanan politik atas sentralisme kekuasaan dan pelanggaran konstitusi oleh Soekarno justru nasionalisme Natsir diperlihatkan. Pasalnya, bila Natsir tidak memiliki nasionalisme, dia dengan mudah bisa pergi ke luar negeri dan mengasingkan diri di banyak negara di mana tokoh-tokoh di negara-negara itu akan menyambutnya dengan gembira. Tapi Natsir bukan Karl Marx 1818-1883, Jean-Jacques Rousseau 1712-1778, atau Imam Khomeini, yang kabur dari negaranya dan meminta perlindungan asing untuk eksis dan kemudian come back ke negaranya. 47 Menurut Mochtar Lubis, kalau kita mau menilai sejarah secara jujur dan objektif, sebenarnya Natsir dan kawan-kawan lebih dahulu melakukan koreksi terhadap Orde Lama, jauh sebelum Orde Baru melakukannya. Orde Baru mengoreksi Orde Lama lemah, sedangkan Nastir justru melakukannya ketika Orde Lama berada di puncak kekuasaan. Dalam konteks ini sulit membantah kehadiran sosok Natsir sebagai pejuang demokrasi yang konsisten, meskipun akhirnya dia menjadi “pejuang terluka” dan dituduh 45 Solihin, “Natsir dan PRRI,” Artikel diakses pada 27 Maret 2015, dari http:solihinnet.wordpress.com20130530 . 46 Lukman Hakim, M. Natsir di Panggung Sejarah Republik, h.141. 47 Nurbowo , “Bercermin pada Masyumi”, artikel diakses pada 28 Maret 2015 dari http:www.suara-islam.com 11 April 2014. sebagai pemberontak oleh penguasa negara yang pernah dia perjuangkan. 48 Natsir menjadi tahanan politik rezim Soekarno selama empat tahun empat bulan dari Januari 1962 hingga 1966. Natsir dan teman-teman ditahan bukan karena keterlibatannya dalam aksi PRRI Permesta, karena peristiwa itu telah diampuni pemerintah dengan pemberian amnesti. Mereka ditahan karena dipandang membahayakan politik Presiden Soekarno, terutama terhadap ide Demokrasi Terpimpin. Mereka juga dinilai kontra revolusi dan kontra Nasakom. 49 Natsir dan kawan-kawan seperjuangannya ditangkap dan dijadikan tahanan politik oleh Soekarno dengan tirani Demokrasi Terpimpinnya dan dukungan komunis PKI. Raganya terkurung di balik tembok penjara, tetapi jiwa dan keyakinan politik mereka tetap bebas dan terpatri kukuh. Zaman beredar dan musim berganti, Soekarno pun jatuh menyusul gagalnya pemberontakan PKI. Sebaliknya Natsir semakin mencuat dan harum namanya di hati sanubari kaum Muslim, tidak hanya di Indonesia, tetapi di dunia internasional. 50 Sebab, dalam statusnya sebagai tahanan politik, Natsir berkontribusi sangat besar pada permulaan Orde Baru. Waktu itu pemerintahan Soeharto berupaya memulihkan hubungan diplomatik dengan Malaysia yang memburuk akibat konfrontasi „Ganyang Malaysia‟ di masa presiden pertama. Namun, duta islah RI selalu ditolak mentah-mentah oleh Malaysia. Mengatasi 48 M. Dzulfikriddin, Mohammad Natsir Dalam Sejarah Politik Indonesia, h.144. 49 Lukman Hakiem, Pemimpin Pulang: Rekaman Peristiwa Wafatnya M.Natsir, h.149. 50 Ibid,. h.150.