Pemetaan Politik Luar Negeri

Hasyim, seorang Kiai yang memiliki pengetahuan umum yang luas. 27 Melalui kedua menteri itu Kabinet Natsir meletakkan dasar gagasan bahwa pendidikan umum harus ditambah dengan pelajaran agama dan pendidikan agama harus dilengkapi dengan pelajaran ilmu pengetahuan umum. Hal itu tertuang dalam Peraturan Bersama melalui SK Menteri PP dan K No 1432Kab dan SK Menteri Agama No K1651 Tahun 1951 tanggal 20 Januari 1951. 28 a. Di sekolah-sekolah rakyat, pendidikan agama mulai diberikan di kelas IV sebanyak 2 jam pelajaran seminggu. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama mulai diberikan pada kelas I SR, dengan alokasi waktu tidak melebihi 4 jam pelajaran seminggu. b. Di sekolah lanjutan pertama atau tingkat atas, pendidikan agama diberikan sebanyak 2 jam dalam seminggu. c. Pendidikan agama diberikan menurut agama murid dan baru diberikan pada suatu kelas sedikitnya 10 orang murid yang menganut suatu agama, dengan ketentuan bahwa murid-murid yang menganut agama lain dari agama yang diajarkan pada suatu waktu, boleh meninggalkan kelas selama jam pelajaran itu. d. Guru agama dilarang mengajarkan segala sesuatu yang mungkin menyinggung perasaan orang yang menganut agama lain. 27 Adam Malik, Mengabdi Republik Jakarta: Gunung Agung, 1978, h.218. 28 Mahmud Yunus , Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta:Mutiara Sumber Widya, 1992, h.297. e. Bahan pelajaran agama ditetapkan oleh Kemenag setelah disetujui oleh Kementrian PP dan K. Sejak saat itu pendidikan agama secara resmi diajarkan di sekolah- sekolah umum, baik negeri maupun swasta, mulai dari SD sampai SLTA, termasuk sekolah kejuruan. Dengan Peraturan Bersama itu, Kabinet Natsir telah menyelamatkan kehidupan negara dan bangsa dari paham sekuler. 29 Dalam perjalanan waktu, ternyata keputusan Kabinet Natsir dalam bidang pendidikan ini diperkuat oleh pemerintah RI dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian usaha mengintegrasikan sistem pendidikan nasional ini juga merupakan warisan monumental Natsir 30 Karena ide Natsir tentang integrasi nasional tidak lah terbatas pada segi struktur kenegaraan yang berupa terwujudnya Negara Kesatuan RI saja, tetapi juga meliputi bidang pendidikan.

C. Peran Natsir di Konstituante

Dalam rangkaian sidang-sidang Majelis Konstituante, terutama ketika membahas tentang dasar Negara, Natsir termasuk tokoh utama dalam perdebatan yang membagi para anggota majelis kepada dua kelompok: Islam dan Pancasila. Sebagai seorang Muslim dan pemimpin Masyumi, partai Islam terbesar saat itu, baginya tak ada pilihan lain sebagai dasar Negara, kecuali Islam yang melandasi kehidupan Individual, bermasyarakat, dan bernegara. 29 Syafiq A Mughni, Hasan Bandung:Pemikir Islam Radikal Surabaya: Bina Ilmu, 1994, h.69. 30 Anwar Harjono, Indonesia Kita: Pemikiran berwawasan Iman-Islam, h.210.