Riwayat Intelektual Mohammad Natsir

Setelah selesai Mohammad Natsir sebenarnya mempunyai kesempatan untuk meneruskan pendidikannya ke Rechts Hogeschool Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, atau ke Handels Hogeschool Sekolah Tinggi Ekonomi di Rotterdam dengan beasiswa dari pemerintah Belanda, karena nilai-nilai akhir yang diraihnya sangat baik. Akan tetapi, tawaran dari pemerintah Belanda tersebut semuanya ditolak dan memilih menjadi guru agama dan jurnalis. Disamping untuk meneruskan kajian kegamaanya kepada ustad Ahmad Hasan. 17 Seorang Ulama berpaham radikal dan menjadi tokoh utama organisasi Persatuan Islam Persis di Bandung yang mengajarkan kepada Mohammad Natsir agar selalu memajukan Pendidikan umat Islam, misalnya dengan menggunakan Ijtihad. Karena itulah ia kemudian menekuni dunia pendidikan dengan mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Pendis di Bandung dengan menerapkan metode pendidikan barat agar umat Islam dapat berhasil dunia akhirat. 18 Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, selain bekerja sebagai guru, Natsir juga menjadi Jurnalis. Sebagai jurnalis, dia bekerja sama dengan Hassan menerbitkan majalah Pembela Islam. Majalah itu memberikan kesempatan kepada Natsir untuk mengeluarkan pendapatnya tentang Islam dan pembaruan. Dalam tulisan-tulisannya, Natsir memakai nama samaran Is. 19 Selain itu, Natsir juga mengirimkan karangan-karangannya ke Pandji Islam 17 Mohammad Natsir, Dunia Islam dari Masa ke Masa Jakarta: Pustaka Panji Mas,1982, h.x. 18 Deliar Noer, Gerakan Modenisme Islam di Indonesia 1900-1942, h.101. 19 Anwar Harjono, Indonesia Kita: Pemikiran Berwawasan Iman-Islam Jakarta: Gema Insani Press, 1995, h.210. dan Pedoman Masjarakat, dua majalah mingguan Islam terkemuka saat itu yang terbit di Medan. Di sini, Natsir memakai nama samaran A. Muchlis. 20 Tulisan-tulisan Natsir dalam tiga media Islam itu membuatnya dikenal dan diperhitungkan sebagai tokoh muda yang dapat diharapkan umat Islam Indonesia pada masa mendatang. Tidak mengherankan, bila pada gilirannya Mohammad Natsir mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nilai-nilai Ke-Islaman yang pada akhirnya menjadi sebuah landasan dimana beliau mengaktualisasikan nilai-nilai Ke-Islaman ke dalam tataran Praktis. Latar belakang tersebut telah mengantarkan Natsir tumbuh sebagai seorang yang memiliki pemahaman Islam yang kuat, pendidikan Barat yang memadai, dan pendidikan politik yang cukup. Menurut pengakuannya ada tiga guru yang mempengaruhi alam pemikirannya, perilaku kegamaan dan politiknya yaitu Ahmad Hassan, Agus Salim, dan Ahmad Syurkati. 21 A Hassan pendiri Persatuan Islam Persis berpengaruh membentuk Natsir teguh menganut prinsip tauhid doktrin monotheisme Islam. Cara berpikirnya yang selalu berorientasi syariah dan pendekatan legal formalistik juga pada segi- segi tertentu merefleksikan pengaruh Hassan yang memang seorang ahli hukum Islam. 22 Melalui syaikh Ahmad Syurkati, Natsir mengenal pemikiran modernis Islam seperti Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh, Ibnu 20 “Mohammad Natsir”, dalam Lukman Hakim, dkk, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jilid II Jakarta:Ciptaka Adi Pustaka, 1990, h.48. 21 Yusuf Abdullah Puar, Mohammad Natsir 70 Tahun , kenang-kenangan Hidup dan Perjuangan, h.5. 22 Ahmad Suhelmi, Dari Kanan Islam Hingga Kiri Islam, h.38. Taimiyyah, Ibnu Al Qoyyim, Amir Ali, Syibli Nu‟mani, Ahmad Khan dan Jamaluddin Al-Afghani. Agus Salim berjasa membentuk orientasi politik Natsir dan mendidik memahami persoalan politik kaum pergerakan, keahlian debat, berpolemik dan cita-cita demokrasi. 23

C. Posisi Mohammad Natsir diantara para pemikir Islam pada masanya

Ia diakui sebagai tokoh handal sebagai Pemikir, Intelektual, Pujangga, dan Negarawan. Ia tidak hanya terampil menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan, namun ia juga bertindak secara nyata. Buktinya selain pernah mengetuai Jong Islamiten Bond JIB Bandung, 1928-1932, Natsir pernah pula aktif di Partai Islam Indonesia PII dan PERSIS. Di dunia pendidikan, Natsir sempat mendirikan Pendidikan Islam Pendis di Bandung, sebuah bentuk pendidikan Islam modern yang bernafas agama. Di Pendis ini, Natsir menjadi direktur selama 10 tahun, sejak 1932. 24 Kemudian, Tatkala RI dinyatakan kembali sebagai Negara kesatuan pada 17 Agustus 1950, Bung Karno menunjuk M.Natsir sebagai Perdana Menteri pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia karena terkesan oleh pandangan jauh dan strategis Natsir melalui Mosi Integral Natsir. 25 Natsir dilantik sebagai PM oleh Presiden Soekarno pada 7 september 1950 di Istana 23 Ibid,. h.38. 24 Anwar Harjono, Indonesia Kita: Pemikiran berwawasan Iman-Islam, h.10. 25 Nurcholis Madjid , “Kita Kenang Pak Natsir”, Pandji Masyarakat, Nomor 748, 1-10 Maret 1993, h.20. Yogyakarta 26 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 9 tahun 1950. 27 Secara Formal, itulah puncak karir Natsir sebagai politikus. Sebagai Perdana Menteri, Natsir memimpin kabinet dalam masa peralihan yang penuh tantangan berat dan menuntut penyelesaian secara tepat dan arif. Walaupun Natsir selalu ‟menghendaki‟ agama sebagai ideologi negara, akan tetapi ia berusaha menampilkan semangat ke-Islaman-nya dengan wajah terbuka dan lebih luwes. Ia adalah seorang politisi profesional diantara banyak pemikir. 28 Kiprah Natsir sebagai seorang tokoh intelektual, politikus, pemimpin negara maupun tokoh dunia Islam yang terkemuka di abad ini tak pernah selesai menjadi buah pembicaraan. Padahal dari segi asal-usul dan fisiknya, Natsir hanyalah orang biasa, dengan temperamen yang lemah lembut, bicara penuh sopan santun, dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman bicaranya. Berkat jasanya yang besar di dalam bidang Akademik, Mohammad Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa di bidang Politik Islam dari Universitas Islam Libanon Tahun 1967, kemudian menerima gelar Doktor Honoris Causa di bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan gelar Doktor Honoris causa dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia di Tahun 1991. 29 26 Yusuf Abdullah Puar, Mohammad Natsir 70 Tahun , kenang-kenangan Hidup dan Perjuangan, h.126. 27 Tridah Bangunan, dkk, Susunan dan Program Kabinet-Kabinet RI 1945-1998, Jakarta:DPP Karya Pembangunan,1993 h.38. 28 G. H. Jansen, Islam Militan , Penerjamah:Armahedi Mahzar Bandung: Pustaka, 1983, h.231, 272. 29 Lukman Hakiem, dkk, Refleksi seabad Mohammad Natsir, h.379. Oleh karena pengabdiannya yang tidak mengenal lelah di dalam dakwah dan pelayanan kepada umat pada Puncaknya, Mohammad Natsir mendapat penghargaan Jaizat Al-Malik Faisal Al-Alamiyat The International King Faisal Award dari Lembaga Hadiah Internasional Malik Faisal yang berkedudukan di Riyadh pada 1980, bersama Syaikh Hasan Al-Nadwi, seorang ulama besar dari Lucknow, India, atas pengabdian dan pengkhidmatan keduanya kepada Islam dan umatnya. 30 Natsir memperoleh piagam, medali emas, dan uang sebesar 100 ribu riyal. Uang sebanyak itu tidak dinikmatinya sendiri, tetapi diserahkan ke kasir DDII untuk dibagikan kepada seluruh karyawan di setiap biro dan unit DDII. 31 Itulah kesederhanaan Natsir. Tak salah penghargaan itu diberikan kepadanya sebagai penghormatan terhadap reputasi dan dedikasi Natsir yang tidak kecil bagi umat. Hal itu juga sedikit banyak telah mengharumkan nama bangsa Indonesia di dunia Internasional, khususnya di Dunia Islam. Namun dibalik temperamennya yang lemah lembut dan mudah tersenyum itu, sosok pribadi Natsir ialah ibarat batu karang yang kokoh. Ia termasuk seorang yang teguh memegang prinsip, walau dalam berhubungan dengan orang-orang lain, ia terkesan terbuka dan malahan cenderung kompromistik, sejauh kemungkinan kompromi-kompromi itu memang dapat dicapai tanpa mengorbankan prinsip-prinsip yang diyakininya 32 Mohammad Natsir telah tiada, tetapi meninggalkan keteladanan moral kepemimpinan, keteladanan dan karya- karya yang tidak ternilai harganya. 30 Akmal Stanzah, “Natsir, Syafruddin, Kasman, Noer Ali, Soleh Iskandar, Pahlawan Nasional?” , Pandji Masyarakat, Nomor 824, 11-20 April 1995, h.18. 31 Lukman Hakim, Pemimpin Pulang : Rekaman Peristiwa Wafatnya M.Natsir Jakarta: Yayasan Piranti Ilmu,1993, h.125. 32 Anwar Harjono, Indonesia Kita: Pemikiran berwawasan Iman-Islam, h. 217.

D. Pengaruh Pemikiran Mohammad Natsir di Indonesia

Mohammad Natsir dikenal sebagai seorang pemikir, pemimpin politik Indonesia dan salah seorang tokoh dunia Islam di abad ke-20. 33 Ia juga diakui sebagai tokoh intelektual, Pujangga, dan Negarawan yang tidak hanya terampil menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan, dan ia juga bertindak secara nyata. 34 Oleh karena itu, maka tak heran jika Natsir banyak mendapat penghargaan maupun kritikan baik dari tokoh ataupun lembaga baik level nasional maupun internasional. Antara lain adalah:

1. Dianggap sebagai Tokoh Anti Pancasila

Oleh karena Natsir sangat intens mengkaji dan menawarkan gagasan persatuan agama dengan negara, ditambah dengan sikap politiknya yang sangat transparan menawarkan Islam sebagai dasar negara di Majelis Konstituante lembaga negara yang dibentuk melalui pemilihan umum 1955 untuk menyusun konstitusi, nama Natsir dilekatkan kepada cita-cita pembentukan Negara Islam, bahkan distigmakan sebagai tokoh yang anti-Pancasila. 35 Memang benar bahwa Natsir pernah berusaha menjadikan Islam sebagai dasar Negara untuk menggantikan Pancasila yang saat itu sedang berlaku, sebagaimana diuraikan di muka. Namun, mesti dipahami bahwa 33 Ajib Rosidi, M. Natsir:Sebuah Biografi, h.45. 34 Anwar Harjono, Indonesia Kita: Pemikiran berwawasan Iman-Islam, h.10. 35 AM Fatwa, “Pemikiran M Natsir dan Kontribusinya dalam Pembangunan Negara Kesatuan ”, Artikel diakses pada 27 Maret 2015 dari https:docs.google.comdocument.