dalam bidangnya, seperti Dr Soemitro Djojohadikusumo, dr. J. Leimena, dan KH. A. Wahid Hasyim. Karena itu Kabinet Natsir disebut sebagai
Zaken Kabinet.
19
2. Pemetaan Politik Luar Negeri
Beberapa keberhasilan yang dicapai dalam kabinet Natsir yang perlu dicatat adalah pemetaan politik luar negeri Indonesia yang bebas
aktif dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB yang ke 60 pada 28 September 1950.
20
Akan tetapi, tidak banyak yang tahu bahwa orang yang pertama merintis dan melaksanakannya adalah Natsir saat dia menjadi
Perdana Menteri.
21
Dalam hal ini Ridwan Saidi, menjelaskan bahwa Natsir sudah melihat perlunya dibangun Gerakan Non Blok dan dia memandang Inter
Asia Conferense dapat menjadi embrio ke arah itu, yang disebutnya “Third Power Policy
”. Namun, usulan itu tidak disepakati oleh peserta konferensi. Barulah setelah konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955, pemikiran
Natsir tersebut dapat terealisasi dengan dibentuknya Gerakan Non Block GNB. Jadi, sebenarnya Natsir telah menggagas perlunya GNB jauh
sebelum GNB itu berdiri, walaupun dengan nama lain.
22
19
Endang Saifuddin Anshari , Piagam Jakarta 22 Juni 1945, h.123.
20
M.Dzulfikriddin, Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia, h.84.
21
Ibid,. h.83.
22
Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, h.66.
3. Konsep Ekonomi dan Pembangunan
Salah satu program yang dinilai bagus dari Kabinet Natsir adalah di bidang ekonomi dan pembangunan. Antara lain adalah adanya dua ahli
ekonomi Indonesia terkemuka saat itu, yakni Syafruddin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan serta Soemitro Djojohadikusumo sebagai
Menteri Perdagangan dan Perindustrian.
23
Kabinet Natsir terkenal dengan program pembangunan ekonomi dan industri yang disebut Soemitro Plan. Sasaran program itu menurut
Nugroho Notosusanto, dipusatkan pada pembangunan industri, seperti pabrik semen, percetakan, pabrik karung, dan pemintalan. Hasil-hasil
Soemitro Plan itu dijelaskan lebih perinci oleh Yusuf Abdullah Puar, sebagai berikut:
24
a. Mengadakan reorganisasi Bank Rakyat Indonesia, sehingga dapat
membantu kegiatan-kegiatan baru di bidang perdagangan dan produksi dalam negara.
b. Mendirikan bank baru, yaitu Bank Industri Negara untuk membiayai
pembangunan yang bersifat jangka panjang. Sekarang bank ini bernama Bank Pembangunan Indonesia Bapindo.
c. Dapat meletakkan petunjuk-petunjuk untuk mendirikan perusahaan-
perusahaan baru dalam memajukan industri kecil di daerah-daerah
23
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin 1956-1965, h.18.
24
Yusuf Abdullah Puar, Mohammad Natsir 70 Tahun Kenang-kenangan Hidup dan Perjuangan, h.67.
pertanian, seperti pengolahan kulit, pembuatan payung, batu bata, tegel dan keramik.
d. Juga untuk pembangunan industri menengah dan besar, seperti
percetakan, remiling getah, pabrik semen, pabrik kertas, dan pabrik pupuk.
25
Selain itu, menurut Moedjanto dan Poerwantana, karena terjadinya Perang Korea yang berakibat barang-barang ekspor Indonesia mendapat
pasaran yang baik di dunia. Sehingga pemerintah memiliki devisa luar negeri yang cukup besar. Semua itu telah meningkatkan kemampuan
Kabinet Natsir dalam mengendalikan inflasi dengan cara liberalisasi sistem impor serta mengandalikan perbaikan-perbaikan yang subtansial
bagi kondisi ekonomi negara secara menyeluruh.
26
4. Integrasi dan Konvergensi Pendidikan
Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, Natsir melangkah ke arah lebih jauh lebih penting, lebih bermakna dan lebih berdampak jangka
panjang, yaitu integrasi di bidang pendidikan. Kabinet Natsir tampil sebagai pendorong terjadinya proses kenvergensi pendidikan umum dan
pendidikan agama di Tanah Air. Dalam hal ini Natsir sengaja memilih Dr Bahder Djohan, seorang intelektual berpendidikan Barat yang memiliki
kepekaan keagamaan, sebagai Menteri Pengajaran dan Kebudayaan PP dan K. Sedangkan untuk jabatan Menteri Agama, dipilihnya KH A Wahid
25
Ibid., h.86.
26
A. Hasyimi, Semangat Merdeka: 70 Tahun Menempuh Jalan Pergolakan dan Perjuangan Kemerdekaan Jakarta:Bulan Bintang, 1985, h.383.
Hasyim, seorang Kiai yang memiliki pengetahuan umum yang luas.
27
Melalui kedua menteri itu Kabinet Natsir meletakkan dasar gagasan bahwa pendidikan umum harus ditambah dengan pelajaran agama dan
pendidikan agama harus dilengkapi dengan pelajaran ilmu pengetahuan umum. Hal itu tertuang dalam Peraturan Bersama melalui SK Menteri PP
dan K No 1432Kab dan SK Menteri Agama No K1651 Tahun 1951 tanggal 20 Januari 1951.
28
a. Di sekolah-sekolah rakyat, pendidikan agama mulai diberikan di kelas
IV sebanyak 2 jam pelajaran seminggu. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama mulai diberikan
pada kelas I SR, dengan alokasi waktu tidak melebihi 4 jam pelajaran seminggu.
b. Di sekolah lanjutan pertama atau tingkat atas, pendidikan agama
diberikan sebanyak 2 jam dalam seminggu. c.
Pendidikan agama diberikan menurut agama murid dan baru diberikan pada suatu kelas sedikitnya 10 orang murid yang menganut suatu
agama, dengan ketentuan bahwa murid-murid yang menganut agama lain dari agama yang diajarkan pada suatu waktu, boleh meninggalkan
kelas selama jam pelajaran itu. d.
Guru agama dilarang mengajarkan segala sesuatu yang mungkin menyinggung perasaan orang yang menganut agama lain.
27
Adam Malik, Mengabdi Republik Jakarta: Gunung Agung, 1978, h.218.
28
Mahmud Yunus , Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta:Mutiara Sumber Widya, 1992, h.297.