5. Pembuangan air kotor air limbah
6. Rumah hewan ternak kandang dll
Sedangkan masalah kesehatan lingkungan di negara berkembang pada umumnya lima hal yaitu Adnani, 2001:
1. Masalah sanitasi jamban jamban.
2. Penyediaan air minum.
3. Perumahan housing.
4. Pembuangan sampah.
5. dan pembuangan air limbah air kotor.
2.3. Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia Widyati, 2002.
Beberapa manfaat dapat kita rasakan apabila kita menjaga sanitasi di lingkungan kita, misalnya Widyati, 2002:
1. Mencegah penyakit menular.
2. Mencegah kecelakaan.
3. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap.
4. Menghindari pencemaran.
5. Mengurangi jumlah persentase sakit.
6. Lingkungan menjadi bersih, sehat, dan nyaman.
2.4. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada
pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia
jamban, pembuangan sampah tempat sampah dan pembuangan air limbah Achmadi, 2008.
2.5. Pembuangan Kotoran ManusiaTinja
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuh ini berbentuk tinja faeces, air seni urine dan CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan Notoatmodjo, 2003.
Tinja merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia untuk berkontak karena sifatnya yang menimbulkan kesan jijik pada setiap orang dan bau
yang sangat menyengat. Tinja juga merupakan bahan yang sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lainnya, misalnya anjing, ayam, dan
tikus, karena mengandung bahan-bahan yang dapat menjadi makanan hewan itu Suparmin, 2002.
Komposisi tinja manusia terdiri dari Chandra, 2007: 1.
Zat padat 2.
Zat organik 3.
Zat anorganik
Karakteristik tinja yang mencakup kuantitas dan kualitas dipengaruhi terutama oleh kebiasaan makan, kondisi kesehatan, kondisi psikologik, kehidupan agama, serta
tingkat sosial ekonomi dan kebudayaan yang mempengaruhi kebiasaan hidup, termasuk dalam hal kebiasaan menggunakan air pembersih dari manusia penghasil
tinja tersebut Suparmin, 2002.
2.5.1. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia feces adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara
Notoatmodjo, 2007. Berikut ini skema mata rantai penularan penyakit dari tinja Widyati, 2002:
Air Tangan
Lalat Tanah
Gambar 2.2. Mata Rantai Penularan Penyakit dari Tinja
Tinja Sumber
Infeksi Makanan
Sayurbuah Penderitaan
baru
Dari gambar tersebut perlu dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin agar transmisipemindahan penyakit tidak terjadi dan dapat dihindarkan. Dengan
mengisolasi tinja sedini mungkin maka penyebab penyakit tidak dapat mencapai pejamupenderita baru Widyati, 2002.
Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat
mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne
disease akan mudah berjangkit Chandra, 2007. Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran
secara tidak baik adalah Chandra, 2007: 1.
Pencemaran tanah, pencemaran air, dan kontaminasi makanan Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal
dari feses hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa, dan cacing dan masuk bersama air atau makanan, atau terbawa oleh mulut
oleh jari-jari yang tercemar. Sekali ditelan, sebagian besar di antara mereka berkembang di saluran makanan dan diekskresikan bersama feses. Tanpa
sanitasi yang memadai, mereka dapat memasuki ke badan air yang lain, yang selanjutnya dapat menginfeksi orang lain. Banyak organisme-
organisme kelompok enterik ini dapat bertahan dalam waktu lama di luar badan. Mereka dapat bertahan di limbah manusia dan kadang-kadang di
dalam tanah dan ditularkan ke air serta bahan makanan. Organisme yang lebih tahan dapat ditularkan secara mekanis oleh lalat Widiati, 2001.
2. Perkembangbiakan lalat.
Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain Notoatmodjo, 2007:
Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja faecal-borne- diseases sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya
pada kotoran kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang
mengalami penguraian. Lalat itu hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran dan organisme hidup pada tubuhnya yang berbulu,
termasuk bakteri yang masuk ke saluran pencernaannya, dan sering meletakkannya di makanan manusia. Pada iklim panas, prevalensi penyakit
yang dapat ditularkan melalui tinja biasanya lebih tinggi karena, pada saat ini, lalatnya paling banyak dan paling aktif Suparmin, 2002.
1. Tifus
Tifus merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyebabnya adalah Salmonella typhi, dengan reservoir adalah manusia. Gejala utama adalah
panas yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3 minggu rata-rata 2 minggu setelah infeksi. Penularan dapat terjadi dari
orang ke orang, atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri. Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun
urine, memasuki lingkungan dan berkesempatan menyebar Slamet, 2007.
2. Disentri
Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica, suatu protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan
lendir. Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan dehidrasi. Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata,
sehingga seringkali menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti asbes hati, radang otak, dan
perforasi usus. Amoebiasis ini seringkali menyebar lewat air dan makanan yang terkontaminasi tinja dengan kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh
lalat. Karena amoeba membentuk kista yang tahan lama di dalam lingkungan di luar tubuh, maka penularan mudah terjadi dengan menyebarnya kista-kista
tersebut Slamet, 2007. 3.
Kolera Penyakit Kolera disebabkan oleh Vibrio cholerae. Kolera adalah penyakit
usus halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps
dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui. Orang
dewasa dapat meninggal dalam waktu setengah sampai dua jam, disebabkan dehidrasi. Reservoir bakteri kolera adalah manusia yang menderita penyakit,
sedangkan penularan dari orang ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat, air, serta makanan dan minuman Slamet, 2007.
4. Schistosomiasis
Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing daun yang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan
kandung kemih. Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang, dan lain- lain hewan penderita Schistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari
tubuh penderita bersama urine ataupun tinja. Untuk dapat hidup terus telur itu harus berada di perairan, menetas menjadi larva miracidium dan untuk
dapat berubah menjadi larva yang infektif, maka ia harus masuk ke dalam tubuh siput air. Miracidium di dalam siput berubah menjadi larva cercaria,
keluar dari tubuh siput, berenang bebas di perairan. Larva ini dapat memasuki kulit orang sehat, yang kebetulan berada di air tersebut misalnya
di sawah. Larva kemudian ikut dengan peredaran darah, memasuki paru- paru, kemudian ke hati di mana ia menjadi dewasa dan kemudian bermigrasi
ke dalam pembuluh darah balik sekitar usus ataupun kandung kemih. Jumlah telur cacing yang banyak akan mendesak dinding pembuluh darah sehingga
robek dan terjadi perdarahan. Gejala 4-6 minggu setelah infeksi berupa kencing dan berak darah. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian yang
langsung, tetapi menimbulkan kelemahan karena terjadinya perdarahan. Komplikasi-komplikasi dapat terjadi, yakni rusaknya jaringan hati sehingga
terjadi cirrhosis atrofis dan kadang-kadang cacing dapat ikut dengan peredaran darah ke dalam otak dan menimbulkan kerusakan. Cacing ini
sudah banyak menyebabkan kerugian dan penderitaan, karena pengobatannya kurang efesien, pemberantasan terhadap cacing sulit
dilaksanakan, karena spektrum reservoirnya yang luas, dan meninggalkan banyak cacat dan kelemahan Slamet, 2007.
5. Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengantanpa darah danlendir dalam tinja Mansjoer, 2002. Penyebab diare dapat
dikelompokkan dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan makanan, malabsorpsi, alergi, dan immunodegesiensi Widoyono, 2008.
Penyakit diare sebagian besar 75 disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan
mekanisme berikut Widiyono, 2008: a. Melalui air yang merupakan media penularan utama diare. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air
minum yang sudah tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat
disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan. b. melalui tinja yang terkontaminasi. Tinja yang sudah terkontaminasi mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat
menularkaan penyakit diare kepada orang yang memakannya.
6. Bermacam-macam cacing gelang, kremi, tambang, pita
Penyakit cacing tambang hookworm disease adalah suatu infeksi saluran usus oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari manusia yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah
yang lembabbasah dan menembus kulit, biasanya kulit
kaki Suparmin, 2002.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain Chandra, 2007:
1. Agens penyebab penyakit
2. Reservoir
3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial
4. Cara penularan ke pejamu baru
5. Pejamu yang rentan sensitif.
Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi. Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitasi barrier.
2.5.2. Jamban
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau
tanpa leher angsa cemplung yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya Proverawati, 2012. Jamban keluarga adalah suatu
fasilitas pembuangan tinja bagi suatu keluarga Depkes, 2009.
2.5.3. Tujuan Penggunaan Jamban
Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, menyebutkan bahwa jamban sehat adalah suatu
fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.
Tujuan Penggunaan Jamban adalah sebagai berikut Firmansyah, 2009: 1.
Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau 2.
.
3. Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitamya.
2.5.4. Jenis-Jenis Jamban
Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, tifus, kecacingan, penyakit saluran
pencernaan, penyakit kulit dan keracunan.
Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Jamban, ada 3 yaitu Suparmin, 2002:
1 Teknik yang menggunakan jamban tipe utama, yaitu:
a. Jamban Cubluk
Dengan perhatian sedikit pada penempatan dan konstruksi, jenis jamban itu tidak akan mencemari tanah ataupun mengontaminasi air permukaan serta
air tanah. Tinja tidak akan dapat dicapai oleh lalat apabila lubang jamban selalu tertutup. Rumah jamban yang baik akan membantu mencegah
masuknya sinar matahari ke dalam lubang. Dengan jamban cubluk, tidak akan terjadi penanganan langsung tinja. Bau dapat diabaikan dan tinja
biasanya tidak terlihat. Jamban cubluk mudah direncanakan, digunakan,
dan tidak memerlukan pengoperasian. Masa penggunaannya bervariasi, dari 5 sampai 15 tahun, tergantung pada kapasitas lubang dan penggunaan
bahan pembersih yang dimasukkan ke dalamnya. Keuntungan yang utama dari jenis jamban itu adalah dapat dibuat dengan biaya rendah, dapat dibuat
di setiap tempat di dunia, dapat dibuat oleh keluarga dengan sedikit atau tanpa bantuan dari luar, dan dapat dibuat dengan bahan yang tersedia. Jenis
jamban ini mempunyai sedikit kelemahan, tapi dapat berperan utama dalam pencegahan penyakit yang disebarkan melalui tinja.
b. Jamban Air
Jamban air merupakan modifikasi jamban yang menggunakan tangki pembusukan, yang berasal dari Amerika serikat kira-kira sembilan puluh
tahun yang lalu. Apabila tangkinya kedap air, maka tanah, air tanah, serta air permukaan tidak akan terkontaminasi. Lalat tidak akan tertarik pada isi
tangki, tidak ada bau, ataupun kondisi yang tidak sedap dipandang. Jenis jamban itu dapat dibangun di dekat rumah. Tinja dan lumpur bersama-sama
dengan batu, batang kayu, kain bekas, dan sampah lain yang mungkin terbuang ke dalamnya akan tertumpuk dalam tangki. Jamban air
memerlukan penambahan air setiap hari agar dapat beroperasi sebagimana mestinya. Air itu biasanya berasal dari air yang digunakan untuk pembersih
anus dan untuk pembersih lantai jamban, serta pipa atau corong pemasukan tinja. Jenis jamban ini memerlukan sedikit pemeliharaan dan merupakan
jenis instalasi yang permanen. Jamban ini lebih mahal pembuatannya dibandingkan dengan jamban cubluk.
c. Jamban Leher Angsa
Jamban leher angsa atau jamban tuang siram yang menggunakan sekat air bukanlah jenis instalasi pembuangan tinja yang tersendiri, melainkan lebih
merupakan modifikasi yang penting dari slab atau lantai jamban biasa. Lantai dengan sekat air dapat dipasang di atas lubang pada jamban cubluk
atau di atas tangki air pada jamban air. Apabila digunakan dan dipelihara secara semestinya, sekat air akan mencegah masuknya lalat ke dalam
lubang dan keluarnya bau. Perangkap kecil pada sekat air tidak akan menahan tisu pembersih yang dibuang ke dalamnya. Lantai dengan sekat
air digunakan secara luas di kawasan Asia Tenggara yang kebanyakan penduduknya menggunakan air sebagai bahan pembersih anus.
2 Teknik yang Menggunakan Jamban Tipe yang Kurang Dianjurkan
a. Jamban Bor
Jamban bor bored-hole latrine, jamban keranjang bucket latrine, jamban parit trench latrine, dan jamban gantung overhung privy kurang
dianjurkan penggunaannya karena berbagai risiko pencemaran dan penularan penyakit yang dapat ditimbulkannya. Jamban bor merupakan
variasi dari jamban cubluk yang lubangnya dibuat dengan cara dibor. Lubangnya mempunyai penampang melintang yang lebih kecil, dengan
diameter sama dengan diameter mata bor yang digunakan 10-30 cm dan lebih dalam. Dengan demikian, kapasitasnya jauh lebih kecil daripada
jamban cubluk biasa dan masa penggunaannya pun lebih pendek. Karena kedalamannya dapat mencapai 6 m, lubang akan menembus air tanah dan
mudah mencemarinya. Jamban itu tidak mencemari tanah dan air permukaan, dan mencegah penanganan tinja segar. Bahaya lalat menigkat
karena terjadi pencemaran di permukaan dinding lubang bagian atas yang tepat di bawah lubang. Keruntuhan dinding lubang sering menjadi masalah
yang gawat pada jamban bor. Jamban bor murah dan mudah pembuatannya apabila tersedia peralatan yang diperlukan. Jamban itu digunakan secara
luas di banyak wilayah di dunia, terutama di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Jamban bor merupakan variasi dari cubluk, perbedaanya hanya
penampang melintang lubangnya kecil. b.
Jamban Keranjang Jamban keranjang, atau jamban kotak, atau jamban kaleng banyak
digunakan pada masa lalu di Eropa, Amerika, Australia, dan masih digunakan di banyak negara di Afrika, Asia Tenggara, dan Fasifik Barat.
Namun, penggunaanya semakin berkurang. Meskipun secara teoritis dan dengan pengawasan yang efesien jamban keranjang dapat digunakan secara
higienis, pengalaman di mana-mana menunjukkan bahwa pada kenyataannya tidaklah demikian. Sistem jamban keranjang biasanya
menarik lalat dalam jumlah yang sangat besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jamban
keranjang sangat memungkinkan penanganan tinja segar. Akibat penggunaan jenis jamban itu, selalu ada bahaya terjadi pencemaran tanah,
air permukaan, dan air tanah. Penggunaan jenis jamban itu biasanya menimbulkan bau serta pemandangan yang tidak sedap. Meskipun biaya
awal penggunaan jamban keranjang tidak mahal, namun biaya operasinya, setelah beberapa tahun, menjadikannya tipe instalasi yang paling mahal.
Jamban itu hanya dianjurkan pemakaiannya di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman. Meskipun demikian, di daerah itu tetap harus
dikembangkan peggunaan jamban kompos. c.
Jamban Parit Jamban parit biasa digunakan di beberapa daerah Afrika, di daerah
perkemahan, dan dalam keadaan darurat. Jenis jamban itu dapat digunakan secara saniter atau sangat tidak saniter, tergantung pada kepatuhan pemakai
pada ketentuan yang harus diperhatikan atau dilaksanakannya. Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi,
terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan. Karena berpotensi menimbulkan berbagai kerugian, jamban parit
tidak dianjurkan untuk digunakan. Lubang di atas tanah yang digunakan pada jamban parit biasannya berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 30 x
30 cm dan kedalaman 40 cm. Tanah hasil galian ditumpuk di sekitar lubang. Diharapkan pemakai mau melemparkan tanah itu untuk menutup
tinja yang telah dibuangnya. d.
Jamban Gantung Jamban gantung sering digunakan di daerah yang sering atau secara berkala
tertutup air, terutama air laut, atau di daerah pasang surut. Teknik itu diterapkan di perkampungan nelayan di pinggir pantai, di beberapa tempat
lainnya. Kriteria pembuangan tinja saniter seperti disebutkan di atas tidak
diterapkan secara taat asas. Faktor terpenting yang harus diperhatikan adalah kadar garam air penerima, kedalamannya, dan derajat pengenceran
yang mungkin dicapai. Jenis jamban itu hanya dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai pilihan terakhir pada keadaan yang tidak biasa.
3 Teknik yang Menggunakan Jamban untuk Situasi Khusus
a. Kakus Kompos digunakan di daerah yang penduduknya suka membuat
kompos dari campuran tinja dan sampah organik jerami, limbah dapur, potongan rumput, dan sebagainya di jamban yang digunakan. Untuk
membuatnya, diperlukan dua atau lebih lubang sehingga biayanya lebih besar daripada jamban biasa. Bila dibuat dan dioperasikan tidak secara
semestinya, jamban itu dapat menarik lalat yang akan bertelur pada bahan isian. Masalah bau dapat timbul dari penggunaan jamban kompos. Jamban
kompos mudah pembuatannya, tetapi memerlukan pengoperasian dan pemeliharaan. Karena lubang digunakan secara bergantian, penanganan
bahan isian dapat diusahakan seminimal mungkin dan dilakukan setelah selesai proses dekomposisi dan penyusutan oleh bakteri anaerob. Produk
akhir seperti humus stabil, aman, dan merupakan pupuk tanaman yang baik.
b. Jamban Kimia merupakan instalasi pembuangan tinja yang efesien dan
memenuhi semua kriteria jamban saniter tersebut di atas, kecuali satu yaitu yang berhubungan dengan biaya. Teknik pembuangan tinja dengan jamban
kimia dapat dikatakan mahal, baik biaya awal maupun pengoperasiannya. Keuntungan utama dari jamban kimia adalah dapat ditempatkan di dalam
rumah. Jamban itu sering digunakan di rumah dan sekolah di daerah yang tingkat ekonominya memungkinkan, serta pada sarana transportasi jarak
jauh, baik darat, laut maupun udara. c.
Jamban Kolam banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, terutama di daerah yang penduduknya banyak mengusahakan kolam atau tambak
ikan. Orang yang menggunakan jamban itu memanfaatkan tinja yang dibuangnya secara langsung untuk makanan ikan yang dipeliharanya.
d. Jamban Gas Bio merupakan instalasi pembuangan tinja yang memberikan
keuntungan ganda. Apabila dibuat, dioperasikan, dan dipelihara sebagaimana mestinya dengan memperhatikan persyaratan sanitasi
pembuangan tinja, teknik pembuangan tinja itu akan mencegah penularan penyakit saluran pencernaan. Selain itu, teknik yang sama akan
menghasilkan dua bahan yang bermanfaat, yakni gas bio yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kompos yang berguna untuk menyuburkan
tanaman. Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain sebagai
berikut Notoatmodjo, 2007: 1
Jamban Cemplung, Kakus Pit Latrine Jamban Cemplung ini sering kita jumpai di daerah pedesaan di Jawa. Tetapi
sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Sehingga serangga mudah masuk, dan bau
tidak bisa dihindari. Di samping itu, karena tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka jamban itu akan penuh oleh air. Hal lain yang perlu
diperhatikan di sini adalah bahwa kakus cemplung itu tidak boleh terlalu dalam. Sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya.
Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu
dan atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.
2 Jamban Cemplung Berventilasi Ventilasi Improved Pit Latrine = VIP
Latrine Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap,
yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.
3 Jamban Empang Fishpond latrine
Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam sistem jamban empang ini terjadi daur-ulang recyling, yakni tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan
dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya. Jamban empang ini mempunyai fungsi yaitu di samping
mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga dapat menambah protein bagi masyarakat menghasilkan ikan.
4 Jamban Pupuk The Compost Privy
Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Di samping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang
dan sampah, daun-daunan.
Prosedurnya adalah sebagai berikut: a.
Mula-mula membuat jamban cemplung biasa. b.
Di lapisan bawah sendiri ditaruh sampah daun-daunan. c.
Di atasnya ditaruh kotoran dan kotoran binatang kalau ada tiap-tiap hari. d.
Setelah ± 20 inchi, ditutup lagi dengan daun-daunan sampah, selanjutnya ditaruh kotoran lagi.
e. Demikian selanjutnya sampai penuh.
f. Setelah penuh ditimbun tanah, dan membuat jamban baru.
g. Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakan pupuk tanaman
5 Septic tank
Latrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini yang
dianjurkan. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, di mana tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Di dalam tanki ini
tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yaitu:
a. Proses Kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar 60-70 zat-zat padat akan mengendap di dalam tanki sebagai “sludge”. Zat-zat
yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam
tanki tersebut. Lapisan ini disebut “scum” yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan di bawahnya, yang memungkinkan bakteri-
bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.
b. Proses Biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam sludge dan scum.
Hasilnya, selain terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septic tank tidak
cepat penuh. Kemudian cairan “enfluent” sudah tidak mengandung bagian- bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. cairan enfluent ini
akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan.
2.5.5. Cara Memilih Jenis Jamban
Cara memilih jenis jamban adalah Proverawati, 2012: 1.
Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air 2.
Jamban tangki septikleher angsa digunakan untuk: a.
Daerah yang cukup air b.
Daerah yang padat penduduk, karena dapat menggunakan “multiplelatrine” yaitu satu lubang penampungan tinjatangki septik
digunakan oleh beberapa jamban satu lubang dapat menampung kotorantinja dari 3-5 jamban
c. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotorantinja hendaknya
ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang.
2.5.6. Syarat-Syarat Jamban Sehat
Menurut Depkes RI 2007 dalam Sitinjak 2011, jamban yang memenuhi syarat adalah:
1. Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah dan air permukaan
2. Cukup terang
3. Tidak menjadi sarang serangga nyamuk, lalat, lipan, dan kecoa
4. Selalu dibersihkan agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap
5. Cukup lobang angin
6. Tidak menimbulkan kecelakaan
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan menurut Ehlers dan Steel adalah Entjang, 2000:
a. Tidak boleh mengotori tanah permukaan.
b. Tidak boleh mengotori air permukaan.
c. Tidak boleh mengotori air dalam tanah.
d. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau
perkembang biakan vektor penyakit lainnya. e.
Kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain. f.
Pembuatannya mudah dan murah.
Agar persyaratan ini dapat terpenuhi maka perlu diperhatikan antara lain Entjang, 2000 :
a. Sebaiknya jamban tertutup, artinya bangunannya terlidung dari panas hujan,
serangga dan binatang lain juga terlindung dari pandangan orang. b.
Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat serta tempat berpijak yang kuat.
c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pemandangan, tidak menimbulkan bau. d.
Sedapat mungkin disedikan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.
e. Sebaiknya letak jamban dari sumber air bersih adalah kurang lebih 10
meter. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut Notoatmodjo, 2003: 1.
Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut. 2.
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya. 3.
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya. 4.
Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang lainnya.
5. Tidak menimbulkan bau.
6. Mudah digunakan dan dipelihara maintanance.
7. Sederhana desainnya.
8. Murah.
9. Dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut Notoatmodjo, 2003:
1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari
panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang privacy dan sebagainya.
2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak
yang kuat dan sebagainya. 3.
Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebaginya.
4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas
pembersih. Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri atas Entjang, 2000:
1. Rumah kakus: agar pemakai terlindung.
2. Lantai kakus: sebaiknya ditembok agar mudah dibersihkan.
3. Slab tempat kaki memijak waktu si pemakai jongkok.
4. Closet lubang tempat faeces masuk.
5. Pit sumur penampungan faeces cubluk.
6. Bidang resapan.
2.5.7. Pemeliharaan Jamban
1. Cara Memelihara Jamban Sehat Firmansyah, 2009:
2. Lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan air
3. Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan
bersih
4.
Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat
5.
Tidak ada serangga kecoa, lalat dan tikus yang berkeliaran
6.
Tersedia alat pembersih sabun, sikat dan air bersih
2.5.8. Penentuan Letak Jamban
Bila ada kerusakan segera diperbaiki.
Dalam penetuan letak jamban ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantung pada Nhyar, 2010:
1. Keadaan daerah datar atau lereng; Bila daerahnya berlereng, kakus atau
jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15
meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dari letak sumur. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang sering
digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban diatas lobang dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi pada
waktu banjir. 2.
Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam 3.
Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur.
4. Arah aliran air tanah
Faktor tersebut di atas merupakan faktor yang mempengaruhi daya peresapan tanah. Di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan lokasi
jamban berkisar antara 8 sd 15 meter atau rata-rata 10 meter. Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan
Nhyar, 2010: 1.
Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa di atasnya, maka
jarak tidak boleh kurang dari 15 meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dari letak sumur.
2. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang sering
digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban diatas lobang dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi pada
waktu banjir. 3.
Mudah dan tidaknya memperoleh air.
2.6. Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok Notoatmodjo, 2003:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan health maintance
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek. a.
Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
c. Perilaku gizi makanan dan minuman.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking behavior. 3.
Perilaku kesehatan lingkungan Adalah sebagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang
mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan
tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.
Becker 1979 membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan membedakannya menjadi tiga, yaitu Notoatmodjo, 2005:
1. Perilaku sehat healthy behavior
Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain
Notoatmodjo, 2005: a.
Makan dengan menu seimbang appropriate diet. b.
Kegiatan fisik secara teratur dan cukup. c.
Tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan narkoba.
d. Istirahat yang cukup.
e. Pengendalian atau manajemen stres.
f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.
2. Perilaku sakit Illnes behavior
Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit danatau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya,
untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.
3. Perilaku peran orang sakit the sick role behavior
Menurut Becker, hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran sakit.
Perilaku peran orang sakit ini antara lain: a.
Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. b.
Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan.
c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasihat-
nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya. d.
Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. e.
Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.
2.6.1. Domain Perilaku
Berdasarkan pembagian domain perilaku Bloom dikembangkan 3 tingkatan ranah perilaku sebagai berikut Notoatmojdo, 2005:
1. Pengetahuan knowledge
Pengetahuan adalah penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan sebagainya.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran telinga, dan indera penglihatan mata. Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan, yaitu Notoatmodjo, 2005:
a. Tahu know
Tahu diartikan hanya sebagi recall memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa jamban
adalah tempat membuang air besar.
b. Memahami comprehension
Memahami suatu objek buka sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c.
Aplikasi application Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi lain.
d. Analisis analysis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan danatau memisahkan, kemudian mencari hubungan antar komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat membedakan, atau
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis synthesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada.
f. Evaluasi evaluation
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. 2.
Sikap atitude Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya.
Menurut Allport 1954 sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu: a.
Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek. b.
Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian terkandung di dalamnya faktor emosi orang tersebut terhadap
objek. c.
Kecenderungan untuk bertindak trend to behave, artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka tindakan. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-
tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: a.
Menerima receiving Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan objek.
b. Menanggapi responding
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai valuing
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan
orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.
d. Bertanggung jawab responsible
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakini.
3. Tindakan atau Praktik Practice
Tingkat-tingkat Praktik Notoatmodjo, 2007: a.
Persepsi Perception Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. b.
Praktik terpimpin guided response Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah indikator praktik tingkat dua. c.
Praktik secara mekanisme mechanism Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
d. Adopsi adoption
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi
kebenaran tindakannya tersebut.
2.6.2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Menurut Green dalam Notoatmodjo 2005, ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan baik individu maupun masyarakat, yaitu:
a. Faktor-faktor pemudah predisposing factor, yaitu faktor-faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Adapun yang menjadi faktor pemudah dalam penelitian ini adalah: pengetahuan, sikap, pekerjaan,
pendidikan, penghasilan, budaya. b.
Faktor-faktor pendukung enabling factor, adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yaitu sarana dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Adapun yang menjadi faktor pendukung dalam penelitian ini adalah: jarak rumah dari
tempat pembuangan tinja, dan biaya. c.
Faktor-faktor pendorong reinforcing factor, adalah faktor-faktor yang mendorong atau mempercepat terjadinya perilaku. Adapun yang menjadi
pendorong dalam penelitian ini adalah: perilaku petugas kesehatanperan petugas kesehatan.
2.7. Upaya Pengadaan Jamban
2.7.1. Upaya Oleh Pemerintah
a. STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan Depkes RI, 2008.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Tanggal 9 September 2008, Nomor 852MenkesSKIX2008 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
sanitasi total adalah kondisi suatu komunitas yang telah mencapai lima pilar Rye, 2010 :
1. Tidak Buang Air Besar BAB sembarangan Stop BABS
2. Mencuci tangan pakai sabun CTPS
3. Mengelola air minum dan makanan yang aman
4. Mengelola sampah dengan benar
5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman
Prinsip pembiayaan dalam kegiatan STBM adalah meniadakan subsidi bagi masyarakat untuk penyediaan fasilitas sarana sanitasi dasar, yang meliputi
sarana buang air besar jamban, sarana tempat cuci tangan TCT, sarana pengelolaan air minum rumah tangga, sarana tempat pembuangan sampah
TPS, dan sarana pembuangan air limbah SPAL.
Pokok-pokok pembiayaan STBM dilaksanakan melalui Rye, 2010: 1
Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi secara mandiri.
2 Mengembangkan solidaritas sosial gotong royong.
3 Menyediakan subsidi diperbolehkan, apabila untuk pembangunan fasilitas
sanitasi komunal. Untuk daerah pedesaan dilakukan upaya peningkatan perilaku higienis dan
peningkatan akses sanitasi dasar jamban keluarga melalui kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM Biro Kepegawaian Setjen Kemenkes RI,
2011. b.
PNPM Program Nasional Pemberdayan Masyarakat Mandiri Perdesaan PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat
penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program
Pengembangan Kecamatan PPK, yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan
bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. Visi PNPM
Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses
sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut
untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah: 1 peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; 2 pelembagaan
sistem pembangunan partisipatif; 3 pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal; 4 peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana
sosial dasar dan ekonomi masyarakat; 5 pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, 2008.
Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan, strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan rumah tangga
miskin RTM sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa.
Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong
kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Tujuan khususnya meliputi Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia,
2008: a.
Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. b.
Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal.
c. Mengembangkan kapasitas pemerintah desa dalam memfasilitasi
pengelolaan pembangunan partisipatif.
d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang
diprioritaskan oleh masyarakat. e.
Melembagakan pengelolaan dana bergulir. f.
Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerja Sama Antar Desa BKAD
g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya
penanggulangan kemiskinan perdesaan. Melalui program pembangunan yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi
oleh masyarakat ini, warga dapat melestarikan kegiatan dan bahkan melahirkan inovasi sehingga memunculkan kegiatan pengembangannya yang
bermanfaat terutama bagi masyarakat miskin. Selain membantu dalam penyediaan sarana air besih, juga mampu mengatasi persoalan lain dengan
mengembangkan kegiatan pendukung untuk meningkatkan kesehatan lingkungan di desa melalui penyediaan jamban keluarga Anonimous, 2010.
c. Program Pekan Sanitasi
Pekan Sanitasi adalah pekan di mana masyarakat yang belum memiliki jamban dan sarana air bersih, dapat melaksanakan pembangunan jamban dan
sarana sanitasi secara serentak. Pekan Sanitasi merupakan bagian dari kegiatan Gerakan Jum’at Bersih GJB yang dicanangkan tahun 1994,
Gerakan Jum’at Bersih ini bertujuan untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui kegiatan keagamaan dan sosial. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan cakupan pemanfaatan jamban dan air bersih untuk melindungi masyarakat dari ancaman penyakit menular terutama diare.
Khususnya untuk meningkatkan jumlah keluarga yang memiliki jamban dan sarana air bersih, meningkatkan jumlah keluarga yang memanfaatkan dan
memelihara kebersihan jamban dan memelihara sarana air bersih, meningkatkan jumlah keluarga yang mampu melakukan upaya rehidrasi oral
URO dan terapi rumah tangga untuk penderita diare. Pelaksanaan Pekan Sanitasi harus didukung secara gencar dengan kegiatan kampanye dan
penyuluhan kegiatan melalui jalur media elektronik dan non elektronik untuk mendapatkan dukungan politis dari semua pihak, untuk terciptanya suasana
dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan kampanye dan penyuluhan ini akan dilaksanakan sebelum hari H dan setelah hari H pada setiap tahapan Maret,
Juli dan November. Pada tahap awal Pekan Sanitasi dilaksanakan di daerah kerjasama RI-UNICEF, tahap berikutnya akan dilaksanakan seluruh Indonesia
Syafei, 2009.
2.7.2. Upaya Oleh Masyarakat
a. Dana Sehat
Untuk mencapai derajat kesehatan optimal diperlukan berbagai upaya sebagai peran dari masyarakat. Salah satu upaya adalah dana sehat. Dana Sehat
merupakan kegiatan masyarakat secara gotong royong dalam mengumpulan dana untuk membantu anggotanya dalam upaya pemeliharaan kesehatan. Dana
sehat tidak hanya digunakan untuk kesehatan, tapi juga digunakan untuk perbaikan rumah, membangun jamban, sumber air bersih dan sebagainya
Syafrudin, 2011.
Manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya dana sehat adalah Anonimous, 2012:
1. Adanya biaya untuk pelayanan kesehatan
2. Proses pelayanan kesehatan akan lebih baik
3. Adanya dana yang cukup untuk menunjang pembangunan kesehatan di
daerahnya 4.
Terjalin hubungan yang lebih baik dan rasa kebersamaan. Suatu cara pengumpulan premi dari anggota sangat bervariasi antara dana
sehat yang satu dengan yang lain: 1.
Berupa Uang. Pola ini mudah diterima bagi kelompok masyarakat yang sudah maju atau sering berhubungan dengan dunia luar, meskipun
demikian cara pengumpulannya cukup bervariasi. 2.
Berupa Barang. Pembayaran premi dengan dalam bentuk barang, antara lain hasil pertanian, perkebunan yang dikonversi dalam bentuk nilai uang
3. Dari Sisa Hasil Premi. Premi ini hanya dimiliki dengan peserta yang
bergabung dengan koperasi. Karena pada akhir tahun koperasi menghitung Sisa Hasil Usaha SHU kemudian atas kesepakatan anggota sebagian dana
dari SHU digunakan untuk membayar premi. 4.
Berupa Tenaga atau Upah Kerja. Premi dibayar dengan memberikan jasa dalam bentuk tenaga seseorang yang diberi upah, upah tersebut dibayarkan
ke Kas Dana Sehat.
Adapun prinsip penyelenggaraan dana sehat yaitu Anonimous, 2012: 1.
Ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat 2.
Didasarkan pada peran serta masyarakat 3.
Mengupayakan pelayanan kesehatan yang bersifat paripurna 4.
Mengusahakan terselenggaranya suatu pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan
5. Mengusahakan terselenggaranya suatu perkumpulan iuran atau premi
6. Mengusahakan keterlibatan masyarakat melalui musyawarah mufakat dan
senantiasa mengutamakan kepentingan peserta dan berusaha memberikan rasa aman dan puas.
b. Arisan Jamban
Masyarakat desa menyelenggarakan arisan jamban untuk mempercepat pembangunan jamban di setiap rumah warga desa. Melalui arisan tersebut
maka pembangunan jamban bagi warga yang belum memiliki lebih cepat terealisasi dan dananya tidak terlalu memberatkan warga Yayasan Insan
Sembada, 2010. Masyarakat membentuk kelompok arisan jamban keluarga, dimana setiap kelompok beranggotakan beberapa rumah tangga. Iuran
bulanannya ditetapkan berapa per bulan dengan demikian dalam sebulan terkumpul biaya untuk membangun satu jamban. Jika warga mendapat arisan
jamban, maka dananya itu dipakai untuk membangun jamban keluarga. Misalnya, diawali dengan membentuk sejumlah kelompok arisan jamban
keluarga di mana setiap kelompok beranggotakan sepuluh rumah. Iuran bulanannya adalah empat puluh ribu rupiah per rumah dengan demikian dalam
sebulan terkumpul empat ratus ribu rupiah yang cukup untuk membangun satu jamban sederhana Syam, 2011.
2.8. Kerangka Konsep
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Faktor Pemudah
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Penghasilan
4. Pengetahuan
5. Sikap
6. Budaya
Faktor Pendukung
1. Jarak Rumah dari
Tempat Pembuangan Tinja
2. Biaya
Faktor Pendorong
1. Peran Petugas
Kesehatan
Tidak Tersedianya Jamban Keluarga
Upaya Pengadaan Jamban
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu untuk memperoleh gambaran tentang faktor tidak tersedianya jamban keluarga dan
upaya pengadaannya di Desa Pargarutan Tonga.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Pargarutan Tonga Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan.
Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Dari hasil observasi awal, ditemukan bahwa di Desa Pargarutan Tonga ini ketersediaan jamban keluarganya masih sangat rendah, sehingga cocok
dilakukan penelitian. 2.
Di daerah tersebut belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai bulan April-Juni 2012.
3.3. Informan Penelitian
Informan adalah keluarga yang tidak memiliki jamban keluarga di Desa Pargarutan Tonga. Pada penelitian ini jumlah informan ada 14 orang. Pemilihan
informan dilakukan berdasarkan tempat pembuangan tinja. Dimana pada Desa Pargarutan Tonga tersebut ada tiga tempat pembuangan tinja, yaitu: parit, sungai, dan
WC umum. Jadi perwakilan informan dari tiap tempat pembuangan tinja akan diwawancarai. Cara mendapatkan informan dengan menggunakan teknik penarikan
bola salju Snowball Sampling, yaitu informan yang awalnya berjumlah kecil berkembang semakin banyak.
Informan awalpertama adalah tokoh masyarakat yang tidak memiliki jamban keluarga. Informan awal ini membuang tinjanya di parit. Setelah peneliti
mewawancarai informan pertama secara mendalam, kemudian peneliti menanyakan kepada informan pertama siapa informan berikutnya dan seterusnya. Proses baru
berakhir bila peneliti tidak lagi menemukan sesuatu yang baru dari wawancara. Dari ke 14 orang informan yang berhasil diwawancarai, 7 orang informan membuang
tinjanya di WC umum, 6 orang informan membuang tinjanya di parit, dan 1 orang informan lagi membuang tinjanya di sungai.
3.4. Metode Pengumpulan Data