Pekerjaan Informan Penghasilan Informan Pengetahuan Informan

keluarga dari kajian uji Chi Square. Sejalan juga dengan penelitian Sari 2011 yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepemilikan jamban keluarga.

5.1.2. Pekerjaan Informan

Hasil penelitian diperoleh bahwa pekerjaan informan yang paling banyak adalah petani yaitu 10 orang, sedangkan yang paling sedikit adalah ibu rumah tangga dan pedagang masing-masing ada 1 orang. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pekerjaan informan adalah petani. Sesuai dengan keadaan demografi Desa Pargarutan Tonga tersebut, yang merupakan daerah pertanian, sehingga pekerjaan penduduk umumnya bekerja sebagai petani. Pekerjaan informan yang lebih banyak sebagai petani akan berhubungan pada pendapatan keluarga. Hasil wawancara dengan informan diperoleh bahwa informan yang bekerja sebagai petani memiliki penghasilan di bawah Upah Minimum Kabupaten UMK Tapanuli Selatan.

5.1.3. Penghasilan Informan

Hasil penelitian diperoleh bahwa penghasilan informan berbeda-beda, penghasilan paling tinggi yaitu Rp.2.000.000,-bulan 2 orang, dan paling rendah Rp.300.000,-bulan 1 orang. Menurut pengamatan peneliti, penghasilan informan masih rendah karena dari 14 orang informan, 12 orang diantaranya memiliki penghasilan di bawah Upah Minimum Kabupaten UMK Tapanuli Selatan yaitu Rp.1.250.000,-bulan. Bila dilihat dari kondisi tersebut, bisa saja penghasilan informan yang rendah ini menjadi penyebab tidak tersedianya jamban keluarga. Mengingat biaya pembuatan jamban yang mahal, dan informan tidak bisa menjangkaunya. Hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Pargarutan Tonga, sebagian besar informan menggunakan penghasilan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga informan tidak bisa menyisihkan penghasilan mereka untuk membuat jamban. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi 2002 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan kepemilikan jamban keluarga dari kajian uji Chi Square. Sejalan juga dengan penelitian Sari 2011 yang mengatakan bahwa status ekonomi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepemilikan jamban keluarga.

5.1.4. Pengetahuan Informan

Pengetahuan informan, yaitu segala sesuatu yang diketahui informan tentang jamban keluarga yang meliputi pengertian jamban keluarga, jenis-jenis jamban, fungsi jamban, jenis jamban yang paling baik, syarat-syarat jamban sehat, penyakit yang dapat ditularkan lewat kotoran manusia, apakah jamban bisa memutus mata rantai penularan penyakit, kenapa jamban bisa membahayakan kesehatan, bahaya kesehatan akibat pembuangan kotoran yang sembarangan, jarak septic tank dengan sumber air bersih, dan dimana seharusnya buang air besar.

5.1.4.1. Pengertian Jamban Keluarga

Hasil penelitian keseluruhan informan mengatakan bahwa jamban keluarga itu adalah tempat untuk membuang kotoran manusia, baik buang air besar dan buang air kecil milik keluarga sendiri. Berdasarkan jawaban informan tersebut, dapat diketahui bahwa keseluruhan informan sudah mengetahui pengertian jamban keluarga. Peneliti berasumsi bahwa walaupun tingkat pendidikan formal ke 14 informan berbeda tapi mereka sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan jamban keluarga. Hal ini disebabkan karena walaupun informan tidak memiliki jamban keluarga sendiri namun mereka sudah mengenal dan pernah melihat jamban sebelumnya, sehingga dapat menjawab pengertian dari jamban. Sejalan dengan pengertian jamban menurut Proverawati 2012 yang menyatakan bahwa jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa cemplung yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.

5.1.4.2. Pengetahuan tentang Jenis-Jenis Jamban

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa 5 orang informan mengatakan bahwa jenis-jenis jamban adalah jamban jongkok, jamban duduk, dan jamban kolam, kemudian 1 orang informan I-4 mengatakan WC umum, kolam, jongkok, dan duduk. Menurut pengamatan peneliti, dari jawaban informan tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan informan tentang jenis-jenis jamban masih kurang baik, hal tersebut mungkin saja disebabkan karena rata-rata tingkat pendidikan informan yang SMP. Pendidikan formal tingkat SMP tidak diajarkan tentang jenis-jenis jamban keluarga. Informan mengetahui jenis jamban leher angsa, dan jamban kolam karena informan lebih sering melihat kedua jenis jamban itu. Menurut Suparmin 2001 jenis-jenis jamban itu adalah: 1 teknik pembuangan tinja dengan sistem jamban jamban cubluk, jamban air, jamban leher angsa, 2 teknik yang menggunakan jamban tipe yang kurang dianjurkan jamban bor, jamban keranjang, jamban parit, jamban gantung, 3 teknik yang menggunakan jamban untuk situasi khusus kakus kompos, jamban kimia, jamban kolam, jamban gas bio.

5.1.4.3. Pengetahuan Informan tentang Fungsi Jamban Keluarga

Hasil penelitian diperoleh bahwa 7 orang informan mengatakan bahwa fungsi jamban bagi keluarga adalah untuk menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, agar tidak bau, agar terhindar dari kotoran manusia dan 7 orang informan lainnya mengatakan bahwa fungsi jamban adalah untuk tempat menampung kotoran manusia, memudahkan kita jika ingin buang air besar, agar tidak buang air besar sembarangan. Menurut pengamatan peneliti, walaupun rata-rata tingkat pendidikan informan adalah SMP tapi 7 orang informan sudah mengetahui fungsi jamban keluarga. Pengetahuan ini didapatkan informan dari pengalaman mereka sendiri. Hasil wawancara dengan informan, banyak yang mengatakan jika kondisi air parit sedikit maka kotoran akan menetap di sana dan akan menimbulkan bau. Berdasarkan pengalaman itu mereka dapat mengetahui fungsi jamban keluarga. Pengetahuan tidak hanya didapat dari pendidikan formal tetapi informal juga. Notoatmodjo 2003 mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

5.1.4.4. Pengetahuan Informan tentang Jenis Jamban yang Paling Baik

Sejalan dengan Proverawati 2012 yang mengatakan penggunaan jamban akan bermanfaat untuk: menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada di sekitarnya. Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penularan penyakit diare, kolera, disentri, typus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit, dan keracunan. Hasil penelitian diperoleh pengetahuan informan tentang jenis jamban yang paling baik adalah semua informan menjawab jamban jongkok yang dilengkapi dengan bak penampungan kotoran. Namun, jika dilihat dari alasan informan sendiri masih kurang sesuai, 13 orang informan mengatakan alasan jenis jamban jongkok yang paling baik adalah biasa dipakai orang, lebih nyaman, lebih cocok, dan leher angsa lebih banyak digunakan. Kemudian 1 orang informan I-1 menjawab alasannya karena kotorannya langsung masuk ke dalam tempat penampungan. Menurut peneliti pengetahuan informan ini hanya sebatas tahu bahwa jenis jamban yang paling baik itu adalah jamban leher angsa atau yang informan sebut jamban jongkok dengan septic tank atau mereka sebut bak penampungan. Namun sebenarnya informan tidak memahami alasan kenapa jenis jamban leher angsa yang paling baik. Hal ini dapat diketahui dari jawaban informan. Menurut Notoatmodjo 2003 tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Sedangkan memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Sejalan dengan hal tersebut Proverawati 2012 mengatakan bahwa jamban tangki septikleher angsa adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraiandekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapan.

5.1.4.5. Pengetahuan Informan tentang Syarat-Syarat Jamban Sehat

Hasil penelitian, 11 orang informan mengatakan bahwa syarat-syarat jamban yang sehat itu adalah bersih, tidak ada kuman, tidak kotor, sering dibersihkan, airnya cukup dan mengalir, pencahayaan bagus, wangi, tidak berbau, tidak pengap, tersedia alat-alat pembersih, tidak tersumbat, ada atapnya, matahari masuk ke dalam, terang, dan ada lubang angin atau lubang udara. Kemudian 3 orang informan lainnya mengatakan harus tertutup, dibangun di luar rumah, wangi, tidak berbau, sering dibersihkan, airnya cukup dan mengalir, bersih, lingkungan sehat. Menurut pengamatan peneliti, informan sudah mengetahui tentang syarat- syarat jamban yang sehat, dapat diketahui dari jawaban informan yang sudah bisa menjawab dengan benar. Sejalan dengan syarat jamban sehat menurut Ehlers dan Steel dalam Entjang 2000 yaitu 1 tidak boleh mengotori tanah permukaan, 2 tidak boleh mengotori air permukaan, 3 tidak boleh mengotori air dalam tanah, 4 kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau perkembang biakan vektor penyakit lainnya, 5 kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain, 6 pembuatannya mudah dan murah.

5.1.4.6. Pengetahuan Informan tentang Penyakit yang dapat Ditularkan Lewat Kotoran Manusia

Hasil penelitian dapat diketahui 1 orang informan I-13 mengatakan bahwa penyakit yang bisa ditularkan lewat kotoran manusia adalah gatal-gatal, diare, dan cacingan. Kemudian 4 orang informan mengatakan cacingan dan diare. Selain itu, 1 orang informan I-1 tidak mengetahui penyakit yang bisa ditularkan dari kotoran manusia, 1 orang informan lagi I-2 mengatakan tidak ada penyakit yang bisa ditularkan lewat kotoran manusia. Menurut pengamatan peneliti, pengetahuan informan yang hanya mengetahui penyakit cacingan, diare, dan gatal-gatal ini disebabkan karena informan tidak pernah mendapat informasi atau penyuluhan mengenai jamban. Petugas kesehatan harusnya melakukan penyuluhan karena informasi ini tidak didapatkan di bangku sekolah. Selain itu tingkat pendidikan informan yang rata-rata adalah SMP juga merupakan alasan informan tidak bisa menjawab dengan benar karena pendidikan formal tingkat SMP tidak ada diajarkan tentang hal tersebut. Menurut Chandra 2007 penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat pembuangan kotoran manusia secara tidak baik adalah tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta infestasi lain.

5.1.4.7. Pengetahuan tentang Apakah Jamban Bisa Memutus Mata Rantai Penularan Penyakit

Hasil penelitian diketahui bahwa 11 orang informan mengatakan jamban bisa memutus mata rantai penularan penyakit, dan 3 orang informan I-1, I-2, I-12 lainnya mengatakan tidak tahu. Menurut pengamatan peneliti, walaupun pendidikan ke 11 orang informan berbeda-beda yaitu SD dan SMA, namun mereka sudah mengetahui jika jamban bisa memutus mata rantai penularan penyakit. Pengetahuan ini mungkin saja informan dapatkan dari media lain seperti media elektronik atau bahkan dari orang lain, karena seperti yang kita ketaui hal ini tidak diajarkan di bangku sekolah. Menurut Slamet 2007 intervensi yang paling penting digunakan untuk memutus rantai penularan penyakit adalah intervensi pada sumbernya yaitu exkreta. Pembuangan exkreta yang dianggap aman dan saniter saat ini adalah dengan mempergunakan fasilitas sanitasi. Suparmin 2002 mengatakan pembuangan tinja dan limbah cair yang dilaksanakan secara saniter akan memutus mata rantai penularan penyakit dengan menghilangkan faktor ke empat yaitu cara berpindah dari sumber ke inang host baru yang potensial, dan merupakan penghalang sanitasi sanitation barrier kuman penyakit untuk berpindah dari tinja ke inang yang potensial.

5.1.4.8. Pengetahuan Informan tentang Kenapa Jamban Bisa Membahayakan Kesehatan

Hasil penelitian, 9 orang informan mengatakan alasan kenapa jamban bisa membahayakan kesehatan adalah karena kotor, jarang dibersihkan, banyak kuman, virus, cacing sehingga menularkan penyakit. Kemudian 2 orang informan lainnya mengatakan tidak tahu alasan kenapa jamban bisa membahayakan kesehatan. Menurut pengamatan peneliti, 2 orang informan yang mengatakan tidak tahu kenapa jamban bisa membahayakan kesehatan ini disebabkan karena selain tingkat pendidikannya yang SMP juga karena kedua informan ini tidak mendapatkannya dari media lain, seperti elektronik dan buku atau sumber informasi lainnya. Sedangkan yang 9 informan lainnya, walaupun tidak memperolehnya di bangku sekolah, mereka mungkin mengetahuinya dari orang lain, atau dari media elektronik, atau buku-buku, sumber informasi lainnya. Menurut Slamet 2007 exkreta ini jauh lebih berbahaya karena mengandung banyak kuman patogen. Dan exkreta ini merupakan cara transport utama bagi penyakit bawaan air.

5.1.4.9. Pengetahuan Informan tentang Bahaya Kesehatan Akibat

Pembuangan Kotoran Manusia yang Sembarangan Hasil penelitian, 12 orang informan mengatakan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat membuang kotoran manusia yang sembarangan adalah kotor, jorok, bau, banyak lalat bersarang sehingga tidak nyaman dipandang mata. Kemudian 2 orang informan lainnya mengatakan lingkungan menjadi kotor, tidak bersih, kotoran yang tidak langsung hanyut akan menjadi bau dan tempat bersarangnya lalat. Menurut pengamatan peneliti, pengetahuan informan tentang bahaya kesehatan akibat pembuangan kotoran manusia yang sembarangan sudah bisa menjawab dengan benar. Sejalan dengan bahaya kesehatan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik menurut Chandra 2007 antara lain: 1 pencemaran tanah, 2 pencemaran air, dan kontaminasi makanan, 3 perkembangbiakan lalat. 5.1.4.10. Pengetahuan Informan tentang Jarak Septic Tank dengan Sumber Air Hasil wawancara, 11 orang informan mengatakan bahwa jarak seharusnya septic tank dengan sumber air bersih itu adalah diatas 10 meter, kemudian 1 orang mengatakan ± 5 meter, 1 orang lagi mengatakan 8 meter, dan 1 orang lainnya mengatakan 8-10 meter. Menurut pengamatan peneliti, pengetahuan informan tentang jarak septic tank dengan sumber air bersih sudah bisa menjawab dengan benar, 11 orang informan sudah mengetahui bahwa jarak yang sebenarnya itu adalah diatas 10 meter. Pengetahuan informan ini mungkin saja diperoleh informan dari orang lain atau bisa juga dari pengalaman orang lain yaitu dari tetangga yang sudah memiliki jamban keluarga. Sejalan dengan Nhyar 2010 yang mengatakan bahwa di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan lokasi jamban berkisar antara 8 sd 15 meter atau rata-rata 10 meter. Menurut suparmin 2002 agar tinja tidak berperan sebagai sumber penularan penyakit pembuangan tinja harus berjarak minimal 15 meter dari sumber air minum.

5.1.4.11. Pengetahuan Informan tentang Dimana Seharusnya Buang Air Besar

Hasil penelitian, 7 orang informan mengatakan bahwa tempat dimana seharusnya buang air besar adalah di WC, alasannya karena lebih tertutup, tidak kelihatan orang lain, lebih sehat, tidak perlu jauh-jauh buang air besar, dan lebih teratur. Kemudian 1 orang informan mengatakan di WC, alasannya karena lebih tertutup, namun informan ini juga mengatakan kalau di WC umum juga bagus karena bisa menghemat air. Selanjutnya 1 orang informan mengatakan di lubang yang digali dan kemudian ditutup alasannya karena tidak bau, WC itu tidak sehat dan membawa penyakit, 4 orang informan mengatakan di sungai karena kotoran kita akan langsung hanyut, tidak bau, sudah biasa di sungai dan WC itu cocoknya di kota. Satu orang informan lainnya mengatakan di mana saja bagus, di parit atau di sungai sama saja. Menurut pengamatan peneliti, pengetahuan informan tentang dimana seharusnya kita buang air besar berbeda-beda. Ada yang mengatakan lebih baik di WC, ada yang mengatakan di sungai, dan ada juga mengatakan di lubang yang kemudian ditutup kembali dengan tanah. Hal ini disebabkan karena pengetahuan dan kebiasaan dari informan sendiri. Menurut Notoatmodjo 2003 mengatakan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh orang yang didapat secara formal dan informal. Pengetahuan formal diperoleh dari pendidikan sekolah sedangkan pengetahuan informal diperoleh dari luar sekolah. Selain itu, pengetahuan juga dapat diperoleh dari media informasi yaitu media cetak seperti buku-buku, majalah, surat kabar, dan lain- lain, juga dari media elektronika seperti televisi, radio, internet. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sari 2011 mengatakan bahwa tingkat pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepemilikan jamban keluarga.

5.1.5. Sikap Informan