Tabel 15. Besarnya Erosi Ditoleransikan dan Tingkat Bahaya Erosi pada Lima Jenis Penggunaan Lahan di Sub DAS Lau Biang
Jenis Penggunaan Lahan
Rataan Erosi tonha.thn
Rataan Erosi Ditoleransikan
tonha.thn Tingkat
Bahaya Erosi TBE
Tingkat Bahaya Erosi
TBE
1. Hutan 36,07
23.36 1,47
Sedang 2. Agroforestri
182,75 26.82
6,80 Tinggi
3. Jagung Zea mays 168,95
23.88 7,13
Tinggi 4. Jeruk manis Citrus
sinensis 335,95
27.76 12,11
Sangat tinggi 5. Kopi abika Coffea
arabica 344,08
26.76 12,92
Sangat tinggi Sumber: Hasil Penghitungan Menggunakan Data Primer Pengukuran Lapangan 2009.
Tingkat bahaya erosi yang sedang pada kawasan hutan di Sub DAS Lau Biang masih tergolong lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat bahaya erosi yang tinggi
berat  hingga  sangat  tinggi  sangat  berat  sebagaimana  terjadi  pada  kawasan  hutan di  DTA  Waduk  Sempor  Kabupaten  Kebumen  Jawa  Tengah  Ariyanto,  et  al,  2008.
Sementara tingkat bahaya erosi yang tinggi pada sistem agroforestri di Sub DAS Lau Biang  sama  dengan  tingkat  bahaya  erosi  pada  sistem  agroforestri  di  DTA  Waduk
Sempor Kabupaten Kebumen Jawa Tengah yang juga tinggi atau berat dengan indeks bahaya erosi antara 4,01-10,00 Ariyanto, et al,  2008. Nilai TBE dapat dilihat pada
Lampiran 28, 37, 46, 55,64.
4.6. Pengaruh Tindakan Konservasi Tanah terhadap Erosi
Tiga tindakan konservasi tanah yang dilakukan pada pertanaman kopi arabika Coffea arabica dan jeruk manis Citrus sinensis dan dua tindakan konservasi tanah
yang  dilakukan  pada  pertanaman  jagung  Zea  mays  dan  di  Sub  DAS  Lau  Biang belum menunjukkan penurunan erosi yang berarti. Meskipun erosi pada strip tanaman
Universitas Sumatera Utara
sejajar  kontur  dengan  tanpa  olah  tanah  TOT  menghasilkan  erosi  yang  lebih  kecil dan  berbeda  nyata  dibandingkan  erosi  pada  teknik  konservasi  lainnya  pada  ketiga
jenis  penggunaan  lahan  jagung  Zea  mays,  kopi  arabika  Coffea  arabica  dan  jeruk manis Citrus sinensis, namun jumlah erosi yang dihasilkan masih tinggi Tabel 16
melebihi  erosi  yang  ditoleransikan  Tabel  15,  sehingga  tingkat  bahaya  erosinya masih  tergolong  sedang  pada  pertanaman  jagung  Zea  mays,  tinggi  berat  pada
pertanaman  kopi  arabika  Coffea  arabica,  dan  sangat  tinggi  sangat  berat  pada pertanaman jeruk manis Citrus sinensis.
Erosi  tertinggi  terjadi  pada  teknik  konservasi  berupa  penanaman  menurut garis  kontur  yang  sebelumnya  dilakukan  pengolahan  tanah.  Hal  ini  dapat  terjadi
karena  tindakan  pengolahan  tanah  yang  intensif  meskipun  dilakukan  penanaman menurut  garis  kontur  dapat  mendorong  besarnya  tanah  terangkut  limpasan
permukaan,  apalagi  lahan  selanya  cenderung  bersih  dari  tanaman  penutup  tanah cover  crops.  Tanaman  penutup  tanah  yang  kurang  dan  tindakan  pengolahan  tanah
yang  intensif  akan  membantu  memudahkan  pemecahan  pendispersian  agregat butir-butir  tanah  sehingga  mudah  terbawa  oleh  air  limpasan  Arsyad,  2006;
Sinukaban, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Tabel  16.  Pengaruh  Tindakan  Konservasi  Tanah  terhadap  Erosi  pada  Tiga Jenis Penggunaan Lahan di Sub DAS Lau Biang
Tindakan Konservasi Tanah
Rataan Erosi pada Lahan Jagung
tonha.thn Rataan Erosi pada
Lahan Jeruk Manis
tonha.thn Rataan Erosi
pada Lahan Kopi Arabika
tonha.thn
Strip tanaman sejajar kontur tanpa olah tanah
86.90b 336.85b
203.15b Pengolahan tanah dan
penanaman menurut garis kontur
269.46a 403.93a
473.70a Teras tradisional
- 380.85ab
393.44ab Ket:  Rataan  erosi  pada  setiap  penggunaan  lahan  yang  sama  yang  diikuti  oleh  huruf  yang
sama  tidak  berbeda  nyata  pada  p.05  secara  statistika  menggunakan  post  hoc  tests  one way anova SPSS.
Sumber: Hasil Penghitungan Menggunakan Data Primer Pengukuran Lapangan 2009
Teras  tradisional  berupa  teras  tanpa  adanya  rorak  penampung  aliran permukaan dan tanpa penguat bibir teras menggunakan rerumputan dapat mendorong
lebih  tingginya  erosi  pada  lahan  dengan  kemiringan  34-37  ini.  Apalagi  teras  yang dibangun  kebanyakan  masih  belum  seluruhnya  mengikuti  garis  kontur  sesuai
landskap  yang  ada  sehingga  bidang  teras  pada  salah  satu  atau  kedua  sisi horizontalnya selalu menjadi parit dari bagian dasar teras  yang lainnya. Hal ini jelas
akan memperbesar terjadinya erosi yang tinggi meskipun terdapat bangunan terasnya. Pembuatan  teras  bangku  atau  teras  gulud  dengan  standar  desain  dan  bangunan  yang
baik disertai dengan penggunaan mulsa sisa tanaman dan atau tanaman penutup tanah dengan  kerapatan  tinggi  pada  lahan  dengan  kemiringan  lebih  dari  15  mutlak
diperlukan  agar  degradasi  tanah  tidak  terjadi  erosi  tidak  melebihi  erosi  yang ditoleransikan Sinukaban, Suwardjo dan Barus, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Erwiyono  2008  menyebutkan  bahwa  dalam  mengendalikan  kesuburan  fisik tanah pada pertanaman kopi di lahan miring dapat dilakukan dengan pembuatan rorak
yang ke dalamnya dibenamkan bahan organik sisa tanaman mulsa vertikal. Dengan cara ini permeabilitas tanah dapat meningkat dari 3,69 cmjam pada perlakuan mulsa
secara  tebar  menjadi  24,24  cmjam  pada  perlakuan  mulsa  yang  dibenamkan  ke dalam  rorak  sedalam  30-45  cm.  Dengan  demikian,  tanah  dapat  lebih  banyak
menyerap  air  sehingga  limpasan  permukaan  menjadi  sangat  kecil  dan  erosi  dapat terkendali.
Pertanaman jeruk di Taiwan pada kemiringan lereng 28  yang diperlakukan dengan  teknik  konservasi  berupa  teras  bangku  datar  dapat  meniadakan  erosi  sama
sekali erosi = 0,0 tonha.thn dari erosi sebesar 156,4 tonha.thn pada pertanaman jeruk  dengan  pengolahan  tanah  bersih.  Pada  perlakuan  konservasi  tanah  yang  lain
seperti teras bangku miring menghasilkan erosi 6,54 tonha.thn, penanaman rumput bahia  rapat  disertai  pemberian  mulsa  erosinya  sebesar  0,94  tonha.thn  dan
penanaman  rumput  bahia  dalam  strip  disertai  pemberian  mulsa  erosinya  hanya  2,8 tonha.thn Liao and Wu dalam Haryati, 2008.
Selanjutnya Harper and El-swaify dalam Haryati 2008 menyebutkan bahwa besarnya  erosi  pada  pola  pertanaman  jagung-padi  gogo-kedele  dengan  tanpa
perlakuan  teknik  konservasi  pada  lahan  dengan  kemiringan  35  di  Thailand menyebabkan  erosi  sebesar  155-284  tonha.thn,  sementara  pada  perlakuan  teras
bangku  erosinya  dapat  ditekan  menjadi  34-81  tonha.thn.  Pada  pola  pertanaman padi gogo-jagung-sayuran yang tidak diberi tindakan konservasi tanah menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
erosi  sebesar  136  tonha.thn  sedangkan  pada  pola  pertanaman  yang  sama  yang disertai  teknik  konservasi  berupa  teras  gulud,  erosinya  dapat  ditekan  menjadi  89
tonha.thn. Sistem agroforestri, yang sebenarnya merupakan salah satu teknik konservasi
tanah  dan  air,  keberadaannya  di  lokasi  kajian  belum  dapat  mengendalikan  erosi  ke tingkat yang tidak membahayakan, bahkan erosi yang terjadi masih jauh di atas erosi
yang ditoleransikan sehingga tingkat bahaya erosinya masing tergolong tinggi Tabel 13.  Hal  ini  dapat  terjadi,  sebagaimana  telah  diuraikan  di  atas,  dikarenakan  sistem
agroforestri  yang  ada  belum  diterapkan  secara  optimal  sesuai  kaidah  dan  teknologi konservasi  tanah  yang  benar.  Sistem  agroforestri  di  wilayah  ini  masih  bersifat
subsistem  yang  keberadaannya  lebih  karena  tidak  disengaja  atau  karena  adanya  alih fungsi sebagian tegakan hutan menjadi lahan budidaya.
Sistem  agroforestri  yang  efektif  dalam  mengendalikan  erosi  dan  degradasi sifat tanah sifat kimia, fisika dan biologi adalah sistem agroforestri yang dirancang
secara  proforsional  mengikuti  kaedah  keberlanjutan  dengan  sasaran  utama mendapatkan  hasil  yang  optimal  tanpa  merusak  lahan  dan  lingkungan.  Untuk  ini
sistem agroforestri  yang diterapkan harus bersifat komersial dari aspek ekonomi dan harus  bersifat  proteksi  perlindungan  dari  aspek  kelestarian  Atmojo,  2008,  Rauf,
2004;  Marwah,  et  al,  2008.  Beberapa  tipe  agroforestri  yang  efektif  dan  memenuhi persyaratan  ekonomis,  sosial,  dan  lingkungan  diantaranya  tipe  agrosilvopastural,
agroslivikultural  berbasis  pertanaman  lorong  alley  cropping,  dan  silvopastural Rauf, 2004; Marwah, et al, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Haryati,  Abdurachman,  dan  Setiani  1993  mendapatkan  bahwa  sistem pertanaman  lorong  alley  cropping  di  Ungaran  Semarang  Jawa  Tengah  antara
tanaman  pangan,  tahunan,  dan  pakan  ternak  dengan  tanaman  Flemingia  conesta, Tephrosia  candida,  Calliandra  sp,  dan  Vetiveria  zizanoides  sebagai  tanaman
lorongnya,  dapat  menekan  erosi  menjadi  hanya  berkisar  antara  0,0-18,2  tonha.thn yang jauh lebih rendah dibandingkan erosi yang terjadi pada perlakuan kontrol tanpa
tanaman lorong sebesar 63,9-133,7 tonha.thn.
4.7. Penerapan  Teknik  Konservasi  Lahan  P  dan  Vegetasi  C  di  Berbagai