Erosi dan Sedimentasi pada Suatu DAS

lahan, konservasi hutan, tanah dan air. Sedangkan sasaran lokasi kegiatan pengelolaan DAS meliputi: kawasan budidaya di bagian hulu dan hilir DAS, kawasan lindung di bagian hulu dan hilir DAS. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS didasarkan atas: a kriteria teknis sektoral, b persyaratan kelestarian ekosistem DAS, dan c pola pengelolaan hutan, lahan dan air. Satu kalimat yang menjadi dambaan bagi kita semua untuk diwujudkan dalam pengelolaan DAS adalah “Save Our Forest, Land and Water”, demi keberlangsungan peradaban ummat manusia di muka bumi ini Hutabarat, 2008.

2.1.4. Erosi dan Sedimentasi pada Suatu DAS

Erosi dan sedimentasi merupakan proses penting dalam pembentukan suatu daerah aliran sungai DAS serta memiliki konsekwensi ekonomi dan lingkungan yang penting di DAS tersebut. Erosi dan sedimentasi secara alami akan mempengaruhi pembentukan landskap suatu DAS dan sebaliknya bentuk dan kondisi fisik suatu DAS akan sangat berpengaruh terhadap laju erosi dan sedimentasi Linsley, dkk, 1996. Erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan. Besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor yaitu Arsyad, 2006: 1 jumlah dan intensitas hujan erosivitas hujan, 2 kepekaan tanah terhadap erosi erodibilitas tanah, 3 bentuk lahan kemiringan dan pajang lereng, 4 vegetasi penutup tanah, dan 5 tingkat pengelolaan tanah. Erosivitas hujan merupakan faktor alami yang hampir tidak mungkin untuk dikelola, sedangkan erodibilitas tanah dapat diperbaiki Universitas Sumatera Utara dengan meningkatkanmenjadikan kemantapan agregat tanah yang ideal melalui penambahan bahan amelioran seperti bahan organik. Kemiringan dan panjang lereng serta faktor vegetasi dan pengelolaan tanah merupakan faktor yang paling sering dikelola untuk mengurangi jumlah aliran permukaan serta menurunkan laju dan jumlah erosi Agus dan Widianto, 2004; Arsyad, 2006. Pada dasarnya terdapat dua macam erosi yaitu erosi geologi atau erosi normal dan erosi yang dipercepat. Erosi geologi erosi normal juga disebut erosi alami merupakan proses-proses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi pada keadaan lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Proses geologi meliputi terjadinya pembentukan tanah di permukaan bumi secara alami. Dalam hal ini erosi yang terjadi tidak melebihi laju pembentukan tanah. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, hanya erosi dipercepat inilah yang menjadi perhatian konservasi tanah. Dalam pembahasan selanjutnya, istilah erosi yang dipergunakan menggambarkan erosi dipercepat yang disebabkan oleh air Rahim, 2003; Arsyad, 2006. Di daerah beriklim tropis basah, air merupakan penyebab utama erosi tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Proses erosi air merupakan kombinasi dua proses yaitu 1. Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir Universitas Sumatera Utara primer oleh energi tumbukan butir-butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang proses dipersi, dan pemindahan pengangkutan butir-butir tanah oleh percikan hujan, dan 2. Penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir di permukaan tanah. Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah Rahim, 2003. Tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan daya angkut aliran di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak Rahim, 2003; Arsyad, 2006. Setelah penghancuran butir-butir tanah oleh energi kinetik curah hujan akan terjadi aliran permukaan apabila kapasitas infiltrasi tanah berkurang. Jumlah aliran permukaan yang meningkat di samping menyebabkan erosi lebih besar, juga mengurangi kandungan air tersedia dalam tanah yang mengakibatkan pertumbuhan tumbuhan menjadi kurang baik. Berkurangnya pertumbuhan berarti berkurangnya sisa-sisa tumbuhan yang kembali ke tanah dan berkurangnya perlindungan, yang mengakibatkan erosi menjadi lebih besar Arsyad, 2006. Universitas Sumatera Utara Erosi merupakan faktor eksternal penyebab tanah-tanah pertanian menjadi sakit atau bahkan mati. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan liat dari dalam tanah selektivitas erosi ke badan-badan air sungai yang kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan. Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang lembut horizon A dan B, sehingga horizon C bahan induk dan bahkan horizon R batuan induk muncul ke permukaan Arsyad, 2006. Fenomena ini tejadi secara berkelanjutan pada hampir semua lahan pertanian di Indonesia, terutama pada sistem pertanian lahan kering di kawasan hulu suatu DAS. Pada tahap ini tanah dikategorikan sakit parah dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah yang mati Arsyad, dkk, 1992. Sedangkan prediksi erosi pada sebidang tanah dapat dilakukan menggunakan model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith 1978 dalam Arsyad, 2006 yang diberi nama Universal Soil Loss Equation USLE dengan persamaan sebagai berikut: A = R.K.L.S.C.P....................................................................................1 yang menyatakan: A = banyaknya tanah tererosi tonha.thn R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total E dengan intensitas hujan maksimum 30 menit I 30 . Universitas Sumatera Utara K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indek erosi hujan R untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 kaki 22,1 meter terletak pada lereng 9, tanpa tanaman. L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki 22,1 meter di bawah keadaan yang identik. S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 di bawah keadaan yang identik. C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa tanaman. P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah pengolahan dan penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras menurut kontur, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik. Saifuddin Sarief 1980 dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Masalah Pengawetan Tanah dan Air”, penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan pengikisan dan penghanyutan tanah menggunakan metode pengukuran besarnya Universitas Sumatera Utara tanah yang terkikis dan aliran permukaan run-off untuk satu kali kejadian hujan. Metode ini disebut “Pengukuran Erosi Petak Kecil”, metode ini ditujukan untuk mendapatkan data-data sebagai berikut: 1. Besarnya erosi. 2. Pengaruh faktor tanaman. 3. Pemakaian bahan pemantap tanah soil conditioner. 4. Pemakaian mulsa penutup tanah, dan 5. Pengelolaan tanah. Dengan berpegangan pada pendapat Konhke dan Bertrand 1959. Bahwa petak kecil yang biasanya berbentuk persegi panjang dipergunakan untuk mendapatkan besarnya pengikisan dan penghanyutan yang disebabkan oleh pengaruh faktor-faktor tertentu untuk suatu tipe tanah dan derajat lereng tertentu Kartasapoetra, 1990. Menurut penelitian Saidi 2001 hasil pendugaan erosi dengan menggunakan rumus USLE bahwa perkiraan erosi pada Sub DAS Sumani, Lembang, Gawan, Aripan dan Imang cukup besar yakni berkisar 141,94-436,7 tonha.thn, kehilangan tanah sebesar ini sudah cukup menghilangkan lapisan bagian atas hanya dalam tempo yang sangat singkat, dengan demikian perlu diimbangi dengan tindakan konservasi tanah dan air, terutama pada lahan yang berlereng terjal. Erosi yang terjadi pada hutan sekunder dengan komponen utama pinus dan rumput pakan alami di Sub DAS Cikapundung Bandung Utara sebesar Universitas Sumatera Utara 126,71tonha.thn, sedangkan pada hutan sekunder dengan komponen utama pinus dan rumput pakan ternak sebesar 289,51 tonha.thn Sutrisna dan Sitorus, 2009. Aryanto, et al, 2008 melaporkan bahwa erosi pada hutan yang tidak terusik di DTA Waduk Sempor Kabupaten Kebumen Jawa Tengah sebesar 34,2 tonha.thn sementara erosi pada hutan yang terusik di kawasan yang sama sebesar 65,9 tonha.thn. Sukresno 1993 melaporkan bahwa erosi yang terjadi di kawasan hutan Waduk Gajah Mungkur di hulu DAS Bengawan Solo sebesar 82,2 tonha.thn, sedangkan pada lahan pekarangan yang merupakan kebun campuran erosinya sebesar 138 tonha.thn dan pada lahan tegalan yang ditanami tanaman semusim padi gogo, jagung, kedele, kacang tanah dan ketela pohon di sekitar Waduk Gajah Mungkur tersebut erosinya berkisar antara 211,5-729,4 tonha.thn. Erosi yang terjadi pada sistem agroforestri atau kebun campuran di Sub DAS Cibogo DAS Ciliwung sebesar 71-197 tonha.thn dan di Sub DAS Cigadog DAS Ciliwung sebesar 65-170 tonha.thn Pawitan dan Sinukaban, 2007. Rauf 2004 juga mendapatkan bahwa erosi yang terjadi pada sistem agroforestri di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser TNGL, terutama pada tipe agrosilvikultur dengan kemiringan lereng 30-40 berkisar antara 47,00-262,17 tonha.thn atau rata-rata sebesar 136,79 tonha.thn. Sistem agroforestri yang dapat menekan laju erosi menjadi rata-rata sebesar 79,84 tonha.thn di kawasan penyangga TNGL adalah sistem agroforestri dengan tipe Universitas Sumatera Utara agrosilvopastural yang merupakan kombinasi antara pepohonan hutan dengan tanaman pertanian dan rumput pakan ternak di lahan selanya. Supangat dan Savitri 2001 juga mendapatkan bahwa erosi yang terjadi di lahan tegalan yang ditanami jagung di DAS Surakarta, tepatnya di DAS Miro Dukuh Kebondalen Desa Sukorejo dan Mojosari Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah, sebesar 188,91 tonha.thn, juga mendapatkan bahwa erosi yang masih diperkenankan di lahan pertanaman tumpang sari agrosilvicultural antara sengon muda dengan kopi muda di DAS Surakarta lokasi kajian di DAS Miro Dukuh Kebondalen Desa Sukorejo dan Mojosari Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah sebesar 42 tonha.thn, sedangkan pada tumpang sari sengon tua dengan kopi tua sebesar 40,8 tonha.thn, dan antara sengon tua dengan kopi muda sebesar 49,2 tonha.thn. Erosi ditoleransikan diperkenankan pada pertanaman tumpang sari sengon dengan kopi di wilayah tersebut cukup tinggi bila dibandingkan erosi yang masih dapat diperkenankan pada lahan tegalan yang digunakan untuk pertanaman jagung sebesar 25,2 tonha.thn.

2.1.5. Faktor yang Mempengaruhi Erosi