Kebijakan Umum Pengelolaan DAS

bentuk DAS Sosrodarsono dan Takeda, 1977, dalam Asdak, 2002. Soejono Paembonan 1982, dalam Dradjad, 1990 mengatakan DAS adalah suatu ekosistem dengan unsur-unsur utamanya adalah vegetasi, tanah, air, dan manusia yang mempunyai hubungan saling mempengaruhi dalam suatu keseimbangan dinamik. Vegetasi, tanah dan air merupakan unsur-unsur yang perlu didayagunakan dengan sebaik-b a i k n y a , a g a r d a p a t m e m e n u h i k e b u t u h a n m a n u s i a s e c a r a berk esi nambun gan. M an usi a berp eran seb agai p elaku di dal am pend a yagu naan u nsu r-unsu r ters eb ut. Pengelolaan DAS perlu dilakukan agar daerah tersebut secara keseluruhan dapat berperan atau memberikan manfaat sebesar-besarnya secara lest ari bagi m anus ia dal am mem enuhi k ebu tuh an hi dup dan kehidupan serta kesejahteraannya. Hal itu berarti bahwa untuk menangani suatu DAS, perlu memandang DAS sebagai suatu sistem. De n g a n d e m i k i a n m e l a l u i p e n g e l o l a a n D A S ya n g t e r p a d u pendekatan holistik antara daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir dapat diketahui keadaan erosi yang terjadi pada suatu wilayah akibat dari penggunaan lahan yang ada present land use, apakah erosi yang terjadi sudah membahayakan atau masih dalam batas yang dapat dibiarkan Sinukaban, 1986; Manik, et al, 1997; Asdak, 2002.

2.1.3. Kebijakan Umum Pengelolaan DAS

Salah satu fokus kegiatan Departemen Kehutanan untuk melaksanakan amanat Kabinet Indonesia Bersatu adalah pengelolaan DAS. Seperti diketahui Universitas Sumatera Utara terdapat 458 DAS kritis di Indonesia. Dari jumlah DAS kritis tersebut, 60 DAS merupakan prioritas I, 222 DAS termasuk prioritas II dan sisanya 176 DAS tergolong prioritas III dalam upaya penanggulanganrehabilitasinya. Sedangkan lahan kritis di wilayah DAS kritis di Indonesia sangat luas dan terbagi ke dalam lahan sangat kritis seluas 6.890.567 hektar, dan 23.306.233 hektar merupakan lahan kritis Darori, 2008. Berbicara tentang pengelolaan DAS, maka tidak akan terlepas dari permasalahan pengelolaan hutan, meskipun seluruh titik di muka bumi ini merupakan bagian dari DAS. Seperti diketahui bahwa luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 120,35 juta hektar atau 63 dari luas daratan, dan terdiri dari hutan konservasi 20,50 juta hektar, hutan lindung seluas 33,50 juta hektar, dan hutan produksi seluas 66,35 juta hektar. Dari luas kawasan hutan tersebut kondisi kawasan yang tidak berhutan terjadi deforestasi seluas 30,83 juta hektar atau 25,6 dari luas kawasan hutan. Tercatat laju deforestasi pada tahun 2000 hingga 2005 mencapai 1,08 juta hatahun Gambar 1. Kawasan hutan yang kritis semakin meningkat karena laju deforestasi tersebut jauh lebih besar dibandingkan laju rehabilitasi yang hanya 500 ribu hingga 700 ribu hektar per tahun Hutabarat, 2008. Khusus di Sumatera Utara, lahan kritis dan sangat kritis pada 21 kabupaten seluas 2.126.780 hektar yang terbagi di DAS Asahan Barumun seluas 1.148.050 hektar dan DAS Wampu seluas 978.730 hektar 28,38 dari luas DAS di Provinsi Universitas Sumatera Utara Sumatera Utara seluas 7.491.695,34 hektar Hutabarat, 2008. Laju deforestasi dan rehabilitasi dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Laju Deforestasi Versus Laju Rehabilitasi Hutabarat, 2008 Menurut Hutabarat, 2008, terdapat tiga faktor utama penyebab degradasi DAS-DAS di Indonesia, yaitu: 1. Keadaan alam geomorfologi geologi, tanah, dan topografi yang rentan terjadi erosi, banjir, tanah longsor dan kekeringan kemampuan lahandaya dukung wilayah. 2. Iklimcurah hujan tinggi yang potensial menimbulkan daya merusak lahan tanah erosivitas tinggi. 3. Aktivitas manusia yang terdiri dari penebangan hutan ilegal pencurian kayu hutan, kebakaran hutan, perambahan hutan, eksploitasi hutan dan lahan berlebihan HPH, tambang, kebun, industri, permukiman, jalan, pertanian dan lain lain, penggunaanpemanfaatan lahan tidak menerapkan kaidah konservasi tanah dan air. Universitas Sumatera Utara Begitu luasnya lahan kritis di kawasan DAS yang menyebabkan terjadinya DAS kritis, maka pengelolaan kawasan berdasarkan konsep DAS mutlak diperlukan. Pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan pembangunan berkelanjutan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang mendayagunakan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara sumber daya manusia, dalam memanfaatkan sumber daya buatan dan sumber daya alam, serta mengupayakan kelestarian fungsi sumber daya alam dalam jangka panjang Nasution, 2008. Dengan demikian, tujuan pengelolaan DAS terdiri dari Darori, 2008; Hutabarat, 2008: 1. Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antarmulti pihak dalam pengelolaan SDA dan lingkungan DAS. 2. Terbentuknya kelembagaan pengelolaan DAS yang mantap. 3. Terwujudnya kondisi tata air DAS yang optimal meliputi kuantitas, kualitas dan distribusinya menurut ruang dan waktu. 4. Terjaminnya pemanfaatanpenggunaan hutan, tanah dan air yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung DAS. 5. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tahapan pelaksanaan pengelolaan DAS terdiri dari kegiatan pengelolaan DAS, sasaran lokasi kegiatan pengelolaan DAS dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS itu sendiri. Kegiatan pengelolaan DAS meliputi: pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air, restorasi hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan Universitas Sumatera Utara lahan, konservasi hutan, tanah dan air. Sedangkan sasaran lokasi kegiatan pengelolaan DAS meliputi: kawasan budidaya di bagian hulu dan hilir DAS, kawasan lindung di bagian hulu dan hilir DAS. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS didasarkan atas: a kriteria teknis sektoral, b persyaratan kelestarian ekosistem DAS, dan c pola pengelolaan hutan, lahan dan air. Satu kalimat yang menjadi dambaan bagi kita semua untuk diwujudkan dalam pengelolaan DAS adalah “Save Our Forest, Land and Water”, demi keberlangsungan peradaban ummat manusia di muka bumi ini Hutabarat, 2008.

2.1.4. Erosi dan Sedimentasi pada Suatu DAS