Rubrik Rohani GAMBARAN UMUM SITUS
perbuatan manusia. Pasalnya, sikap serakah dan perilaku jahil yang tertanam dalam sanubari kita membuat alam murka sekaligus unjuk kekuatan. Betapa
tidak, tibanya musim penghujan malah menjadi petaka yang tak bisa terelakkan karena kita seriang alpa mensyukuri segala pemberian anugerah dari Tuhan
ini. Ironis memang.
Karena prihatin terhadap tragedi banjir bandang dan tanah longsor, Daud Muhammad Komar, keturunan masyarakat adat Kampung Dukuh
menuturkan, “Apalah artinya kami menjaga dan memelihara kelestarian Gunung Padukuhan, jika hutan di lokasi lainnya tidak dipedulikan, bahkan dirambah serta
dialihfungsikan,“ tegasnya Garut News, 105 Rupaya, kearifan lokal untuk menjaga, melestarikan alam, hutan,
lingkungan sekitar yang diwariskan secara turun-temurun tak dipegang. Malahan keberadaan Leuweung Sancang yang terkenal angker dengan mitos Prabu
Siliwangi sebagai salah seorang Raja Sunda yang menonjol itu, ternyata tidak mempan untuk dijadikan penangkal pengrusakan, penggundulan, perampasan
hutan yang dilakukan masyarakat. Haruskah upaya ngamumule alam di tanah Parahyangan ini hanya lestari pada legenda-legenda semata?
Sejatinya, kehadiran Waisak 2555 BE yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2011 ini tidak hanya sekedar merayakan Tri Suci Waisak Puja kelahiran,
pencapaian Penerangan Sempurna, dan parinirwana; meninggal dunia tapi harus memberikan keselarasan, keseimbangan, keharmonisan antara manusia
dengan alam supaya lebih arif dan bijaksana.
Berkah Waisak Umat Buddhis menyakini berkah terdalam dari adanya detik-detik Waisak
17 Mei 2011-Pukul 18.08.23 WIB adalah membersihkan hati, pikiran, menebar sikap welas asih untuk tetap mendorong sekaligus menjaga keselarasan,
keharmonisan, kelestarian kehudupan, alam dan manusia.
Menurut Parwati Soepangat, upaya melestarikan ini diperlukanlah; Pertama, mengikuti hukum universal supaya kehidupannya selaras dan tidak
menyimpang dari hukum yang mengatur semesta dan isinya, yakni melalui jalan hukum karma sebab-akibat, hukum paticca samuppada sebab-musabab yang
bergantungan, hukum anicca sementara, tidak kekal, berubah dan hukum majimma patipada keseimbangan, jalan tengah, tidak ikut yang ekstrim.
Kedua, Keselarasan dari semua kehidupan manusia, alam, binatang, makhluk lain. Semuanya harus bersumber pada lima hukum yang mendasari
kehidupan sebagaimana yang tertera dalam Dhammasangani; Utu Niyama hukum tentang energi, Bija Niyama hukum yang berkaitan dengan botani,
Kamma Niyama hukum tentang sebab akibat, Cita Niyama hukum tentang bekerjanya pikiran, Dhamma Niyama hukum tentang segala apa yang tidak
diatur keempat Niyama. Dengan membawa keselarasan dalam semesta pada aturan hukum yang berlaku, maka diharapkan segala macam musibah dapat
dicegah. Ketiga, Tidak merusak atau menghancurkan kehidupan dan bantu kelestarian. Buddha mengajarkan pelestarian sebagaimana termaktum pada
Brahmajala Sutta; Samana Gotama tidak merusak biji-bijian yang masih dapat tumbuh dan tidak mau merusak tumbuh-tumbuhan; Tidak membunuh makhluk,
Samana Gotama menjauhkan diri dari membunuh makhluk. Ia telah membuang alat pemukul dan pedang. Ia tidak melakukan kekerasan karena cinta kasih, kasih
sayang, dan kebaikan hatinya kepada semua makhluk. Keempat, mengingkatkan tanggung jawab bersama dan mengurangi keserakahan.
Mari kita renungkan Anguttara Nikaya 1.60 Hujan yang turun di satu daerah pada suatu waktu akan berkurang ketika masyarakat berada di bawah
kuasa keinginan yang menyesatkan, keserakahan tanpa alasan dan mengikuti pengertian nilai salah. Cuaca kering menyebakan kelaparan sebagai akibat
peningkatan laju kelahiran.
Akibat keserakahan manusia akan kemewahan, kekayaan dan kekuasaan telah menyebabkan berdirinya pabrik, mall yang dapat menimbulkan masalah
polusi udara, air, tanah, suara, cuaca yang mempengaruhi flora, pauna dan alam sekitar. Dengan menumbuhkan kesadaran ini dapat membuahkan lingkungan
saling berinteraksi dalam kehidupan dan menimbulkan tanggung jawab bersama pada lingkungan untuk dipelihara dan dilestarikan. Parwati Soepangat,2002:85-
88
Keselarasan Alam Pentingnya menjaga keselarasan dengan alam sering dinamai ahimsa,
seperti ditulis Dian Maya Safitri dengan merujuk kepada Ian Harris, Professor bidang Kajian Buddha Buddhist Studies di Universitas Cumbria dalam buku
Ecological Buddhism 2003 yang mengemukakan konsep tentang ahimsa keharmonisan, tanpa kekerasan, tidak merusak terhadap dunia tumbuhan
sebagai bagian penting dari dhamma ajaran Buddha yang akan menentukan jalan menuju nibbana pembebasan, telah menginspirasi anggota sangha
komunitas Biksu dan orang awam untuk berbuat baik terhadap alam. Kompas, 31122010
Dalam upaya menciptakan Tanah Sunda sebagai green province dengan agenda Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW, Provinsi Jawa Barat perlu
melibatan semua komponen untuk menjaga alam ini tanpa menitikberatkan terhadap Pemerintah. Para karuhun urang selalu memberikan dongeng-dongeng
untuk tetap menjaga keberadaan hutan, alam sekitar supaya dijaga, dipelihara, dilestarikan dan mendapatkan perhatian lebih sekaligus larangan pamali untuk
tidak merusaknya.
Mari kita tengok dari beberapa cerita-cerita; macan putih Sancang Garut, Cipatujah Tasikmalaya Badak Cihea dan Bojonglarang Cianjur,
Banteng Cikepuh Sukabumi dan Lebak Siliwangi Bandung supaya menumbuhkan kecintaan kita terhadap alam sekitar.
Kiranya, petuah Buddha Gotama di khotbah terakhir di Hutan Sala milik Suku Malla, di antara Pohon Sala besar di dekat Kusinara perlu kita renungkan
sejenak untuk mempengingati Waisak ini.
Ajaranku yang terpenting adalah: Anda harus bisa menaklukkan diri sendiri. Jauhkan keserakahan dan nafsu keinginan. Berjalan di tempat yang
benar menjalankan hidup suci. Dengan kejujuran dan kebenaran. Selalu mengingat: Kehidupan dan tubuh ini sangat singkat dan semtara. Bilamana dapat
merenungkan sedemikan rupa Anda akan bisa menjaukan keserakahan dan nafsu keinginan, dendam dan amanah. Anda bisa menjauhkan kejahatan. pasal 4
Para siswaku: Sewaktu Anda mengetahui diri sendiri telah terangsang oleh keserakahan dan nafsu keinginan. Anda harus berjuang keras untuk
mengendalikannya. Anda dapat menjadi majikan bagi diri Anda sendiri. Jangan sampai diperbudak oleh nafsu keinginan pasal 6
Semoga tibanya Dharmasanti 2555 ini dapat menyelamatkan hutan, lingkungan, alam Pasundan dengan berangkat dari kebiasaan memelihara
kearifan dan keharmonisan alam sebab ajaran Buddha membabarkan pentingnya menjaga kelestarian, keharmonisa alam supaya bisa menyelaraskan manusia
sebagai petanda orang dewasa. Selamat Hari Raya Waisak 2555. Sabbe satta bhavantu sukhitata. Semua mahkluk berbahagia. Sadha, sadha, sadha.
IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung Program Religious Studies.
D. Tulisan rohani terkait agama Hindu: Enam Cara Beragama menuju Tuhan
Oleh : Ibn Ghifarie | 09-Mei-2011, 20:24:19 WIB KabarIndonesia - Dalam ajaran Hindu untuk menuju Tuhan diperlukanlah
empat jalan. Pertama, jalan menuju Tuhan melalui pengetahuan Jnaya Yoga. Untuk para pencari kehidupan rohani yang mempunyai kecenderungan
intelektual yang kuat. Ide adalah yang paling penting. Jika orang merasa yakin terhadap sesuatu maka keyakinan itu benar-benar membawa perbedaan yang
nyata dalam kehidupan mereka karena hidup mereka mengikuti garis pemikirannya. Seperti Buddha, Socrates.
Kedua, jalan menuju Tuhan melalui cinta Bhakti Yoga. Sumbernya dari cinta yang berada di hati manusia. Bagaikan air gangga tiada putus-putus
mengalir ke samudra kata Tuhan dalam Bhagavata Purana. Ketiga, jalan menuju Tuhan melalui kerja Karma Yoga. Orang-orang
yang berwatak aktif. “Ia yang bekerja tanpa perasaan lekat pada pekerjaannya dan menyerahkannya untuk Tuhan tidak ternola oleh akibatnya. Bagikan daun
bunga teratai tidak ternoda oleh air di sekitarnya” Bhagavada-Gita,V:10. Keempat, jalan menuju Tuhan melalui latihan psikologis Raja Joga.
Membawa orang ketarap yang luar biasa tinggi. Orang yang mempunyai kecenderungan pribadi pada ilmu pengetahuan. Ini merupakan jalan Tuhan
melalui latihan-latihan psikologis.
Syaratnya memiliki dugaan kuat dari kita yang sesungguhnya jauh mengagumkan yang kita sadari dan hasrat untuk mengalami secara langsung
jangkauanya sepenuhnya. Tujuannya untuk membuktikan keabsahan dari pandangan rangkap empat tentang manusia dengan cara membimbing si pencari
kebenaran untuk secara pribadi langsung mengalami. Metodenya dengan mawas diri Huston Smith, 2004:37-59
Sejatinya, apa pun agamanya untuk dapat mencapai realitas mutlak, diperlukan enam cara pengalaman beragama. Ini dikemukakan oleh Dale
Cannon, pakar Studi Agama dari Amerika Serikat dalam Six Ways of Being Religious; A Framework for Comparative Studies of Religion Belmont-
Washington:Wadsworth, 1996. Edisi Indonesia berjudul Enam Cara Beragama
hasil terjemahan Djum’annuri, Sahiron yang diterbitkan oleh Direktorat PT.Agama Islam, 2002. pada tahun 2002.
Keenam cara beragama itu, adalah pertama, ritus suci way of sacred rite. Prospek hidup menghadapai peristiwa-peristiwa penting tanpa pola
arketipe yang diikuti, tanpa rasa ketepatan yang mendasar dan mutlak. Memotivasi cara ritus suci. Singkatnya, cara ritus suci berpusat pada pemakaian
ritus suci sebagaimana ditunjukan oleh namanya. h. 48
Kedua, perbuatan benar way of right action. Prospek aktualisasi pola- pola tingkahlau yang bertentangan dengan kesadaran tertib kosmik normatif
keadilan. Memotivasi cara perbuatan benar. Singkatnya, cara perbuatan benar ini memusatkan perhatian pada perbuatan, tingkah laku yang benar baik
perorangan maupun masyarakat. h. 54
Ketiga, cara ketaatan way of devotion. Pengalaman yang mengancam kemampuan emosional luar biasa seseorang untuk menanggungnya. Memotivasi
cata ketaatan. Pendeknya, cara ketaatan dipusatkan pada ketaatan seperti diduga tetapi bukan sembarang ketaatan. h. 58
Keempat, mediasi samanik way of shamanic mediation. Tanpa bantuan menghadapi krisis yang terjadi, pemecahannya mengatasi mengatasi sumber-
sumber duniawi. Memotivasi cara mediassi samanik. Pendeknya, cara mediasi samanik menaruh perhatian pada usaha menghadapi tantangan-tantangan berat
yang disebabkan oleh kehidupan. h. 61
Kelima, pencarian mistik way of mystical. Kegelisahan karena kebaikan yang tidak riil dan tidak subtansial. Memotivasi pencarian mistik. Singkatnya,
cara pencarian mistik usaha secara sadar dengan menggunakan disiplin aksetik dan meditatif untuk mengatasi batasan pengalaman kesadaran biasa. h. 66
Keenam, penelitian akal way of reasoned inquiry. Hal-hal yang dipahami, sehingga jika tidak dijelaskan akan mengurangi kesadaran atas benda-
benda keseluruhan. Memotivasi cara pencarian akal. Pendeknya, cara penelitian akal diarahkan pada usaha memahami benda-benda, bagaimana bersesuaian
satu sama lain dan mengapa benda-benda itu merupakan cara keberadaannya, terutama untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk kepentingan pemahaman
orang lain. h. 69
Alhasil, perbuatan besar berpusat pada usaha memahami benda-benda, bagaimana bersesuaian dengan aturan mutlak dan normatif segala benda.
Pasalnya, cara ketaatan disibukkan dengan usaha memusatkan apeksi seseorang dalam membentuk penyerahan diri sepenuh cinta kepada realitas mutlak sebagai
pemberi rahmat dan kasih sayang. Mediasi samanik berusaha menyatu dengan realitas mutlak sebagai mediator penghubung intervensi supranaturalnya dalam
urusan dunia dengan jalan masuk ke dalam kesadaran yang sudah diubah.
Pencarian mistik berusaha mencari kesatuan seluruh diri secara langsung dan disadari dengan realitas mutlak dengan menggunakan teknik-teknik asketik
dan meditatif yang dirancang untuk mengatasi batas-batas yang tidak jelas dan dorongan-dorongan pengalaman biasa yang menggelisahkan dan seakan-akan
dikemukakkan di jalan itu. Cara pemeliharaan akal bertujuan menyatukan akal dengan mina mutlak dalam mencari pemahaman yang dapat diterima akal
tentang benda-benda dalam perspektif mutlak. Dale Cannon, 2002; 85-86
Dale Connon, berharap dengan enam cara bergama dan wawasan tentang perbedaan di pelbagai tradisi keagamaan, seseorang akan dapat terhindar dari
rasa kealfaan dan berada pada posisi nyaman dalam mengapresiasi cara pengalaman beragama antara persamaan dan perbedaan yang mungkin terdapat
berbagai praktif penghayatan keagamaan.
Kesiapan menemukan persamaan atau perbedaan dalam berkeyakinan agama serta kesiapan mempelajari arti penting ini dari sudut persamaan yang
diakui dalam cara-cara beragama akan membuat kemungkinan-kemungkinan dialog konstruktif antar berbagai tradisi keagamaan. Dale Cannon, 2002; 11-15
Dengan demikian, orang-orang yang berasal dari latar belakang iman yang berbeda dapat belajar satu sama lain apa yang serupa atau apa yang
merasa dimiliki bersama dan yang tidak, tanpa kehawatiran terjebak pada praktik penyampuradukan iman atau mengingkari agama orang lain. Ini dapat menolong
untuk mengembangkan dialog kontruktif antar subtradisi di satu tradisi keagamaan yang sama.
Mari kita menebar petuah Hans Kung, President of Global Ethic Foundation “Semua agama memberikan jawaban terhadap problem makna
segala sesuatu mengenai kehidupan dan sejarahnya, dilihat dari realitas mutlak yang memiliki pengaruh kini dan di sini. Apakah ia dideskripsikan sebagai
kebangkitan dalam agama Yahudi klasik, kehidupan abadi dalam Kristen, sorga dalam Islam, moksa dalam Hinduisme, nirvana dalam Buddhisme atau dalam
Taoisme sebagai keabadian. Tepatnya, berhadapan dengan perasaan frustrasi serta pengalaman kegagalan dan penderitaan, agama-agama dapat membantu
memberikan bimbingan melalui pemaknaan di balik peristiwa kematian. Kini dan di sini, sekurang-
kurangnya di saat dukung moral mengalami kegagalan” Hans Kung, 1991:53-60.
IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung program Religious Studies dan bergiat di Institute for Religion and Future Analysis
IRFANI Bandung.
E. Tulisan terkait etnik Tionghoa: Kerukunan Antarumat Beragama di Kupang
Oleh : Iwan Balla | 11-Feb-2013, 11:22:40 WIB KabarIndonesia - Ratusan warga Tionghoa di Kupang, Nusa Tenggara
Timur NTT, Minggu, 10 Februari 2013 merayakan tahun baru Imlek dengan menggelar misa syukur bersama di Gereja Katedral yang dipimpin Uskup Agung
Kupang, Mgr Petrus Turang.
Misa yang berlangsung hikmat, tidak hanya dihadiri etnis Tionghoa, namun warga lokal yang turut merayakan Imlek dengan busana khas Tionghoa.
Uskup Agung Kupang, Mgr Petrus Turang dalam kotbahnya meminta etnis Tionghoa untuk menjaga hubungan kasih dengan warga pribumi.
“Jagalah hubungan baik dengan sesama manusia, terutama warga pribumi,” pintanya.
Nuansa Tionghoa nampak dalam perayaan misa perayaan Imlek tersebut. Etnis Tionghoa yang menghadiri misa tersebut mengenakan busana khas mereka.
Bahkan, ornamen dalam gereja pun bernuansa Tionghoa yang didominasi warna merah.
Di depan gereja Katedral mulai terasa suasana Imlek dengan hiasan lampion-lampion. Gereja Katedral mengkhususkan misa III pada hari Minggu ini
bagi etnis Tionghoa yang merayakan Imlek. Pastor Paroki Katedral Kupang, Romo Ambros Lajar membenarkan misa
ke-III ini dikhususkan bagi etnik Tionghoa yang merayakan tahun baru Cina. “Ini merupakan tradisi etnis Tionghoa yang telah dimasukan dalam
gereja Katolik,” katanya. Usai perayaan misa dilanjutkan pertunjukan dua Barongsai serta seekor
naga atoin meto yang dimain etnis Tionghoa di depan gereja untuk merayakan Imlek. Pada saat bersamaan, etnis Tionghoa juga membagikan angpao bagi
anak-anak yang menjadi rebutan.