lemahnya kontrol terhadap pengirim berita, apakah berita tersebut fakta atau bukan. Karena itu media jurnalisme warga harus memiliki mekanisme
check and
recheck atau
prosedur konfirmasi
yang bisa
dipertanggungjawabkan. b. Akurasi Data
Data yang dikirimkan citizen journalist terkadang tidak akurat
dikarenakan kesalahan penyebutan nama orang, istilah, prosedur, dan lain- lain. Hal ini disebabkan karena mereka bukan jurnalis, melainkan warga
dari berbagai latar belakang. c. Pertanggungjawaban Pembuat Berita
Hal ini berkaitan dengan bagaimana pertanggungjawaban sang pembuat berita apabila berita yang ditayangkan tidak faktual dan tidak
akurat sehingga menyesatkan pembacanya. Tentu saja hal ini akan merepotkan pengelola media jurnalisme warga.
d. Etika Media Kegiatan jurnalisme warga rawan dari pelanggaran etika media.
Bagaimana prosedur sanksi dan kode etik mana yang dipergunakan bagi citizen journalist yang melakukan pelanggaran etika media. Suatu media
jurnalisme warga bisa saja dikelola di suatu negara, tetapi memiliki khalayak di negara lain.
Kode Etik Pewarta Warga menjadi rambu-rambu atau panduan bagi setiap pegiat jurnalisme warga agar bekerja secara profesional dalam
menyampaikan aspirasi dan informasi yang mereka miliki kepada khalayak tanpa bermaksud untuk memberikan batasan dalam berkarya.
“Kode Etik Pewarta Warga pada hakekatnya dimaksudkan sebagai rambu-rambu atau panduan bagi setiap aktivis jurnalisme
warga. Ia tidak dimaksudkan untuk memberikan pembatasan atas hak-hak individu setiap pewarta warga dan masyarakat umum
dalam menyampaikan aspirasi dan informasi ke ruang publik.”
42
Kode etik pewarta warga merupakan aturan baku yang harus dipatuhi oleh setiap
citizen journalist dalam mencari berita, pendapat, foto maupun video kemudian menyusunnya menjadi karya pewarta warga dan
menyiarkan melalui berbagai media massa dan jejaring sosial. Adanya kode etik pewarta warga bertujuan untuk menjaga profesionalitas para
citizen journalist dalam menghasilkan karya sehingga tidak menghasilkan informasi yang menyesatkan dan membahayakan publik.
43
Persatuan Pewarta Warga Indonesia PPWI sebagai organisasi terbesar yang
mewadahi para pewarta warga di Indonesia yang didirikan pada 11 November 2007, menetapkan kode etik pewarta warga yang harus ditaati
dan dilaksanakan secara konsisten, meliputi:
44
1. Pewarta warga tidak menyiarkan berita yang dapat
membahayakan keselamatan dan keamanan negara maupun kesatuan dan persatuan bangsa.
42
Supadiyanto, Booming Profesi Pewarta Warga,WartawanPenulis, h. 31.
43
Supadiyanto, DASAR-DASAR JURNALISME WARGA 1: Semua Orang adalah
Pewarta Warga Citizen Journalist, Pendidikan Penataran Citizen Journalism bagi Perwira TNI kerjasama PUSPEN TNI-PPWI, Mabes TNI, Jakarta Timur, 3-5 September 2012.
44
Supadiyanto, Booming Profesi Pewarta Warga,WartawanPenulis, h. 30-31. Lihat
juga : Supadiyanto,
DASAR-DASAR JURNALISME WARGA 1: Semua Orang adalah Pewarta Warga Citizen Journalist.
2. Pewarta warga tidak diperkenankan menyiarkan karya
jurnalistik melalui media massa apapun yang bersifat cabul, menyesatkan, bersifat fitnah ataupun memutarbalikkan fakta.
3. Pewarta warga tidak diperkenankan menerima imbalan yang
dapat mempengaruhi objektivitas beritanya. 4.
Pewarta warga menjaga dan menghormati kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan berita-berita yang dapat merugikan
nama baik seseorang, dengan kata lain demi kepentingan umum.
5. Pewarta warga dilarang melakukan tindakan plagiat atau
mengutip hasil karya pihak lain dengan tanpa menyebutkan sumbernya. Apabila kenyataannya nama maupun identitas
sumber berita tidak dicantumkan, maka segala tanggung jawab ada pada pewarta warga yang bersangkutan.
6. Pewarta warga diwajibkan menempuh cara sopan dan
terhormat dalam memperoleh bahan karya jurnalistik, tanpa paksaan ataupun menyadap berita dengan tanpa sepengetahuan
yang bersangkutan. 7.
Pewarta warga diwajibkan mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang ternyata tidak akurat, dan memberikan
kesempatan kepada yang bersangkutan untuk memberikan kesempatan hak jawab.
8. Dalam memberitakan peristiwa yang berkaitan dengan proses
hukum atau diduga menyangkut pelanggaran hukum, pewarta
warga harus selalu menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, dengan prinsip jujur dalam penyajian berita yang
berimbang. 9.
Pewarta warga harus berusaha semaksimal mungkin dalam menyajikan pemberitaan kejahatan susila asusila agar tidak
merugikan pihak korban. 10.
Pewarta warga menghormati dan menjunjung tinggi ketentuan embargo untuk tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber
berita telah dinyatakan sebagai bahan berita yang “off the record
”.
Pengawasan pelaksanaan kode etik pewarta warga tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh masing-masing anggota pewarta warga, dan
masyarakat di lingkungan sosial masing-masing. Untuk pelanggaran yang bersifat normatif, cara menyelesaikan sengketa diserahkan kepada aparat
penegak hukum; dan untuk hal-hal yang berkenaan dengan nilai sosial, peran sanksi dan kontrol sosial masyarakat diharapkan guna membantu
menyelesaikan masalah. Walaupun demikian, PPWI melalui biro hukum akan memberikan advokasi atas segala kegiatan pewarta warga, termasuk
perlindungan hukum dan sosial.
45
45
Supadiyanto, Booming Profesi Pewarta Warga,WartawanPenulis, h. 31-32.
E. Manajemen Redaksi
Totok Djuroto mendefinisikan manajemen sebagai: “Manajemen
adalah proses
menginterpretasikan, mengkoordinasikan sumber daya, sumber dana, dan sumber-
sumber lainnya untuk mencapai tujuan dan sasaran melalui tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pengawasan dan penilaian. ”
46
Henry Fayol menyebutkan fungsi manajemen meliputi Planning,
Organizing, Acting, dan Controlling POAC. Planning diartikan sebagai penetapan tujuan, penetapan aturan, penyusunan rencana dan sebagainya.
Organizing meliputi pembentukan bagian-bagian, pembagian tugas, pengelompokkan pegawai dan lain-lain.
Acting terbagi atas melaksanakan tugas, memproduksi, mengemas produk, menjual produk. Selanjutnya
Controlling meliputi melihat pelaksanaan tugas, menyeleksi produk, mengevaluasi penjualan dan sebagainya.
47
Berikut adalah penjabaran dari tiap fungsi manajemen menurut Edwin A. Gerloff:
48
1. Planning
Menentukan berbagai tujuan, strategi dan arah yang ingin dicapai. Resultan atau efek yang dihasilkan adalah menjadi dasar bagi desain dan
kebijakan organisasi. 2.
Organizing
46
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004,
Cet. ke-3, h. 96.
47
Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, h. 96.
48
Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi Jakarta: Salemba Humanika, 2009, h. 9.
Sumber utama : Edwin A. Gerloff,
Organizational Theory and Design McGraw-Hill: New York, 1985, h. 9.
Kegiatan yang dilakukan adalah pertama, menentukan aktivitas- aktivitas pokok. Kedua, mengelompokkan jabatan dan menjadi jabatan-
jabatan jobs description. Ketiga, mengelompokkan jabatan dan
menentukan tanggung jawab. Keempat, mengisi jabatan dengan orang yang sesuai.
Efek yang dihasilkan antara lain, pertama, struktur kerja formal dengan mengidentifikasikan jabatan, hubungan pelaporan dan koordinasi,
departemen-departemen, serta prosedur yang dibutuhkan. Kedua, menciptakan situasi yang memungkinkan munculnya struktur kerja
informal. 3.
Directing Memprakarsai dan memfokuskan tindakan para bawahan menuju
tujuan sehingga menimbulkan aliran komunikasi dari atas ke bawah yang mengaktifkan rencana formal dan mendukung prioritas-prioritasnya.
4. Controlling
Memonitor kinerja dan mengarahkan upaya menuju tujuan yang sudah direncanakan sehingga menghasilkan standar-standar kerja, media
pelaporan, dan metode-metode standar yang merupakan bagian dari struktur.
Fungsi manajemen digunakan untuk menyusun, mengatur dan mengontrol organisasi seefektif dan seefisien mungkin.
Bagian redaksional merupakan bagian yang pemberitaan dan dipimpin oleh seorang Pemimpin Redaksi. Pemimpin Redaksi inilah yang
bertanggung jawab atas pekerjaan terkait dengan pencarian berita dan pelaporan berita.
49
Sementara itu, Sam Abede Pareno mendefinisikan manajemen redaksional sebagai penerapan fungsi-fungsi manajemen yang dilakukan
oleh bidang
redaksi melalui
tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan dalam pengelolaan materi pemberitaan yang mencakup proses peliputan, penulisan sampai dengan
editing penyuntingan.
50
Jadi, manajemen redaksi dapat dipahami sebagai proses menginterpretasi dan mengoordinasi pemberitaan mulai dari
tahapan-tahapan atau alur kerja redaksi mulai dari proses perencanaan sampai pada proses pendistribusian.
Manajemen redaksi pada media citizen journalism sedikit berbeda
dengan manajemen redaksi media utama, manajemen keredaksian citizen
journalism meliputi:
51
1. Memiliki dewan redaksi yang profesional. Dewan redaksi ini meliputi posisi pemimpin umum, pemimpin redaksi, wakil pemimpin
redaksi, sekretaris redaksi dan redaktur pelaksana yang membawahi para editor rubrik-rubrik. Seluruh anggota dalam jajaran dewan redaksi adalah
mereka yang andal dalam bidang masing-masing guna menghasilkan out
put berita-berita yang selalu aktual, tepercaya, akurat, dan enak dibaca oleh siapa saja.
49
Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 188.
50
Sam Abede Pareno, Manajemen Berita Antara Idealisme dan Realita Surabaya:
Papyrus, 2000, h. 45.
51
Supadiyanto, Booming Profesi Pewarta Warga, WartawanPenulis, h. 47.
2. Memiliki prosedur tetap peliputan yang mampu mengatur dengan sempurna wilayah-wilayah liputan masing-masing pewarta warga.
Hingga kini, masih terkesan masing-masing pewarta warga bekerja dan melakukan liputan sesuai dengan kehendak masing-masing dan belum
teratur. Selanjutnya, terdapat beberapa hal yang menjadi kebutuhan sistem
manajemen liputan yang ideal pada internal media citizen journalism
meliputi: 1 menempatkan masing-masing citizen journalist di sebuah
wilayah untuk berkuasa penuh atas wilayah tersebut; 2 menempatkan citizen journalist pada pos-pos penting seperti kantor-kantor pemerintahan,
lembaga swadaya masyarakat LSM, partai politik, lembaga-lembaga swasta dan lainnya; 3 media
citizen journalism tersebut hendaknya menjalin kerjasama yang baik dengan media massa cetak dan elektronik;
4 redaksi media tersebut mulai memikirkan cara profesional untuk memperhatikan kesejahteraan para
citizen journalist mengingat selama ini mereka tidak memperoleh imbalan atau gaji atas jerih payah mereka; 5
redaksi citizen journalism seharusnya membekali para jurnalisnya dengan
kartu pengenal, sehingga mereka tidak mengalami kendala ketika melakukan peliputan; 6 pada masa mendatang, bagian redaksi juga harus
mengembangkan divisi media dengan membentuk antara lain sekolah jurnalistik pewarta warga, penerbitan buku atau koran atau majalah dan
semacamnya, pusat konsultasi bahasa dan kantor biro-biro media pewarta warga hingga tingkat kelurahan; 7 dewan redaksi media
citizen journalism memproyeksikan setiap orang, setiap warga negara Indonesia
dengan otomatis menjadi citizen journalist yang memiliki kecakapan
dalam melakukan tugas jurnalisme baik berskala lokal hingga berskala internasional.
52
F. Perspektif Payung Umbrella Perspective
Perspektif payung merupakan perspektif yang berasal dari penyatuan dua pendekatan oleh August E. Grant yaitu pendekatan
teknologi komunikasi oleh Rogers 1986 dan pendekatan teori ketergantungan sistem media milik Ball-Rokeach 1985.
53
Premis dasar dari perspektif payung menjelaskan bahwa lima area dalam payung harus
ditelaah lebih dalam agar mendapat pemahaman dari adaptasi sebuah teknologi di masyarakat.
Hardware dan software harus ditelaah dalam sebuah konteks yang luas. Menurut Rogers, pengertian teknologi komunikasi, termasuk
beberapa faktor kontekstual di dalamnya, adalah struktur-struktur organisasi peralatan perangkat keras hardware, dan nilai-nilai sosial oleh
individu yang melakukan pengumpulan informasi, memproses informasi, dan melakukan pertukaran informasi dengan individu lainnya.
54
Jangkauan yang lebih luas lagi adalah faktor yang disarankan oleh Ball-Rokeach 1985 dalam teori ketergantungan sistem media. Teori ini
52
Supadiyanto, Booming Profesi Pewarta Warga, WartawanPenulis, h. 47-29.
53
August E. Grant, ”Introduction to Communication Technologies,” dalam August E. Grant and Jennifer H. Meadows, ed.,
Communication Technology Update and Fundamentals, 12
th
ed. USA: Focal Press, 2010, h. 4.
54
E. M. Rogers, Communication Technology: The New Media in Society New York: Free
Press, 1986, h. 2.