Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012

(1)

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR

KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN

BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

LISDAWATI 107032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF COMMUNITY PARTICIPATION AND DENGUE HEMORRHAGIC FEVER CONTROL PROGRAM IMPLEMENTED BY

THE PORT HEALTH OFFICE CLASS I MEDAN ON THE EXISTENCE OF Aedes aegypti LARVAE

IN KELURAHAN BAGAN DELI, BELAWAN IN 2012

THESIS

By

LISDAWATI 107032154/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR

KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN

BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LISDAWATI 107032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S)

Ketua Anggota

(Ir. Indra Chahaya S, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus: 23 Juli 2012 Judul Tesis

Nama Mahasiswa

Nomor Induk Mahasiswa Program Studi

Minat Studi

:

: : : :

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012 Lisdawati

107032154

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 23 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S Anggota : Ir. Indra Chahaya, S. M.Si

Ir. Evi Naria, M.Kes Dra. Syarifah, M.S


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD YANG DILAKUKAN OLEH KANTOR

KESEHATAN PELABUHAN KELAS I MEDAN TERHADAP KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI KELURAHAN

BAGAN DELI BELAWAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 23 Juli 2012

Lisdawati 107032154 / IKM


(7)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Tahun 2011, Propinsi SUMUT peringkat 3 untuk kasus DBD di Indonesia. Tahun 2010 kecamatan Medan Belawan mempunyai 63 kasus DBD. Kelurahan Bagan Deli adalah daerah buffer pelabuhan Belawan yang merupakan lingkungan kerja dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan HI.diatas 1%.

Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi adalah 3569 KK dan 10 orang petugas KKP Kelas I Medan. Sampel berjumlah 100 KK yang diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD secara manipulasi lingkungan(p=0.041), pengendalian secara fisik (p= 0.037), pengendalian secara kimiawi (p=0.030), dan tidak ada hubungan dengan pengendalian secara modifikasi lingkungan(p=0.767) dan pengendalian secara biologis (p=0.902) terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti, sedangkan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan menunjukkan bahwa ada hubungan dengan program abatisasi (p=0.021), fogging (p=0.021), penyuluhan/ sosialisasi (p=0.010), sedangkan survai nyamuk (p=0.877) menunjukkan tidak ada hubungan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti.

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan dengan cara penyuluhan/ sosialisasi paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti. Disarankan kepada petugas untuk melakukan penyuluhan dan penyediaan media informasi tentang pencegahan dan penanggulangan DBD. Masyarakat juga diharapkan ikut serta dalam melakukan partisipasi dalam pengendalian DBD.


(8)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease caused by Dengue virus spread by Ades aegypti. The Province of Sumatera Utara ranks 3 for the case of Dengue Hemorrhagic Fever. In 2010, Medan Belawan Subdistrict had 63 cases of Dengue hemorrhagic Fever. Kelurahan Bagan Deli is a buffer area of Belawan Seaport which is a working environment of the Harbor Health OfficeClass I Medan whose HI is greater than 1%.

The purpose of this descriptive analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of community participation and Dengue Hemorrhagic Fever control program implemented by the Port Health Office Class I Medan on the existence of Aedes aegypti larvae in Kelurahan Bagan Deli in 2012.

The population of this study was 3569 Head of Families and 10 officers of the Port Health OfficeClass I Medan and 100 Heads of Families were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that there was a relationship between community participation and DHF control through environmental manipulation (p= 0.041), physical(0.037) and chemical (p= 0.030) and community participation had no relationship with DHF control through environmental modification(p= 0.767) and biological(p= 0.902). DHF control program implemented by the Port Health Office Class I Medan showed that there was a relationship with abatization (p= 0.021), fogging (0.021), extension/socialization programs (p= 0.010), while mosquito survey (p= 0.877) did not show any relationship to the existence of the larvae of Aedes aegypti.

The conclusion drawn is that program extension/ socialization of the Port Health office class I Medan on the existence of the larvae of Aedes aegypti. The office members are recommended to promote the dangerous of DBD to the community members. The community members participate to prevent of DBD


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr . dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku dosen pembimbing I serta Ir. Indra Chahaya S, M. Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberi perhatian, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan tesis ini.


(10)

3. Ir. Evi Naria, MKes, selaku dosen penguji I serta Dra. Syarifah. MS selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

4. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Dra, Ida Yustina selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Majemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. dr. H. Syahril Aritonang, MHA, selaku Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan yang telah memotivasi dan memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan studi S2.

9. Seluruh staf KKP Kelas I Medan yang telah mendukung saya dalam melakukan penelitian ini.


(11)

11.Teristimewa buat suami dan keluargaku tersayang, H. Hidayat Nasution, AKP, beserta anak-anakku yang selalu memberi doa, kasih sayang , motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

12.Orang tuaku tercinta, (alm) H. Achmad dan (alm) Hj. Saminem yang telah memberikan kasih sayang selama ini.

13.Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 Minat studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri.

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 23 Juli 2012 Penulis

Lisdawati 107032154 / IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Lisdawati dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1974 di Pancurbatu. Anak kesembilan dari Sembilan bersaudara, dari pasangan ayahanda H. Achmad dan ibunda Hj. Saminem. Menikah dengan H. Hidayat Nasution, AKP dan dikaruniai 6 (enam) putra dan putri, yaitu Mhd. Ikram, Yana Rizki, Mhd. Arif Rajasyam, Mhd. Fikri Ramadhani, Hililiyatul Aulia, dan Husnul Khotimah.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar tahun 1980 – 1986 di perguruan Bhakti Pancurbatu, tahun 1986 – 1989 pendidikan di SMP Negeri 2 Pancurbatu, tahun 1989 – 1992 pedidikan di SMA Negeri Pancurbatu, tahun 1993 – 1996 pendidikan di Analis Kimia FMIPA USU dan tahun 1999 – 2003 pendidikan di Teknik Kimia Fakultas Teknik USU.

Tahun 1997 – 2000 bekerja sebagai Laboratorium Asistant di PT. Flora Sawita Chemindo, tahun 2000 – 2002 sebagai staf Export/ Import di PT. Hamparan Pusaka Deli, tahun 2002 – 2003 sebagai Laboratorium Asistant di PT. Pasific Palmindo Industri, dan tahun 2003 sampai dengan sekarang sebagai staf Program dan Laporan di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN. ... . 1

1.1.Latar Belakang ... .... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... ... 9

2.1.Nyamuk Aedes aegypti ... 9

2.1.1. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 9

2.1.2. Ciri Morfologi ... 10

2.1.3. Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes aegypty ... 10

2.1.4. Indeks- Indeks Aedes aegypti ... 12

2.1.5. Metode Survai Jentik ... 13

2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 13

2.2.1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue menurut WHO ... 14

2.2.2. Tanda – tanda Demam Berdarah Dengue ... 15

2.2.3. Diagnosa ... 15

2.2.4. Pengobatan ... 16

2.2.5. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue... 16

2.3. Pengendalian DBD ... 17

2.3.1. Manajemen Lingkungan ... 17

2.3.2. Pengendalian Secara Fisik ... 21

2.3.3. Pengendalian Secara Kimiawi... 22

2.3.4. Pengendalian Secara Biologi/ Hayati ... 23

2.3.5. Koordinasi Antar Sektor ... 26


(14)

2.3.7. Penyesuaian Kebijakan ... 26

2.3.8. Peran Sektor Nonkesehatan di dalam Kegiatan Pengendalian Penyakit Dengue ... 27

2.3.9. Peran Serta Masyarakat ... 30

2.4. Partisipasi Masyarakat ... 31

2.4.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat.. ... 31

2.4.2. Metode Partisipasi Masyarakat ... 32

2.4.3. Elemen-elemen Partisipasi Masyarakat ... 33

2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan ... 34

2.6. Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian dan Pencegahan DBD ... 35

2.6.1. Cara Menggugah Partisipasi Masyarakat ... 36

2.6.2. Penetapan Kegiatan Masyarakat ... 37

2.7. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan ... 39

2.8. Landasan Teori ... 43

2.9. Kerangka Konsep ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1. Populasi ... 45

3.3.2. Sampel ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Uji Validitas dan Realiabilitas ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 50

3.5.1. Variabel Bebas ... 50

3.5.2. Variabel Terikat ... 54

3.6. Metode Pengukuran ... 54

3.6.1. Variabel Bebas ... 54

3.6.2. Variabel Terikat ... 55

3.7. Metode Analisis Data ... 56

3.7.1. Analisis Univariat... 56

3.7.2. Analisis Bivariat ... 56

3.7.3. Analisis Multivariat ... 56

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 58

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4.1.1. Keadaan Geografis ... 58

4.1.2. Kependudukan ... 58

4.2. Analisis Univariat ... 59

4.2.1. Karakteristik Responden ... 59


(15)

4.2.3. Pelaksanaan Program Pengendalian DBD

yang Dilakukan oleh KKP Kelas I Medan ... 62

4.2.4. Partisipasi Masyarakat ... 67

4.2.5. Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP Kelas I Medan ... 74

4.2.6. Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 82

4.3. Analisis Bivariat ... 83

4.31. Hubungan Partisipasi Masyarakat terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 84

4.3.2. Hubungan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan Oleh KKP Kelas I Medan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2012 ... 88

4.4. Analisis Multivariat ... 90

BAB 5. PEMBAHASAN ... 91

5.1. Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 91

5.2. Pengaruh Partisipasi Masyrakat dalam Pengendalian Penyakit DBD terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 92

5.2.1. Modifikasi Lingkungan ... 92

5.2.2. Manipulasi Lingkungan ... 94

5.2.3. Pengendalian Secara Fisik ... 96

5.2.4. Pengendalian Secara Kimiawi... 98

5.2.5. Pengendalian Secara Biologsi/ Hayati ... 99

5.3. Pengaruh Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP Kelas I Medan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti ... 101

5.3.1. Program Survai Jentik ... 101

5.3.2. Pelaksanaan Program Abatisasi ... 103

5.3.3. Pelaksanaan Program Fogging ... 104

5.3.4. Pelaksanaan Program Penyuluhan/ Sosialisasi ... 105

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

6.1. Kesimpulan ... 108

6.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Kepala Keluarga di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 47 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas... ... 54 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 55 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan, Pekerjaan, Suku dan Lama Tinggal Di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 60 4.2 Distribusi Frekuensi Petugas Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan, Pekerjaan, Suku dan Lama Tinggal Di Kelurahan

Bagan Deli Belawan ... 61 4.3. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Survai Jentik terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 63 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Abatisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 64 4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Fogging terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 65 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Tentang

Pelaksanaan Program Penyuluhan/ Sosialisasi terhadap Keberadaan

Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 66 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Modifikasi Lingkungan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan


(17)

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pengandalian DBD Secara Modifikasi

Lingkungan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Bagan Belawan Deli Tahun 2012 ... 68 4.9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Manipulasi Lingkungan

terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 69 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Manipulasi Lingkungan

terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 70 4.11. Distribusi Frekuensi Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Fisik terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 71 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Fisik Lingkungan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 71 4.13. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Kimiawi terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 72 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Kimiawi terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 73 4.15. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Biologis/ Hayati terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 74 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat

dalam Pengendalian DBD Secara Biologis/ Hayati terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 74 4.17. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pelaksanaan Program Survai

Jentik terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan


(18)

4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pelaksanaan Program Survai Jentik terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan

Deli Belawan Tahun 2012 ... 76 4.19. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pelaksanaan Program

Abatisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 77 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pelaksanaan Program

Abatisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 78 4.21. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Program Fogging

terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli

Belawan Tahun 2012 ... 79 4.22.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Program

Fogging terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 80 4.23. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Program

Penyuluhan/ Sosialisasi terhadap Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 81 4.24. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Program Penyuluhan/

Sosialisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 82 4.25. Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik Aedes aegypti Di Kelurahan

Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 82 4.26. Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik Aedes aegypti Berdasarkan

Penampungan Air Di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 83 4.27. Hubungan Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Modifikasi

Lingkungan, Manipulasi Lingkungan, Pengendalian Secara Fisik, Kimiawi, dan Biologis/ Hayati terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012 ... 86 4.28. Hubungan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP

Kelas I Medan Berdasarkan Survai Jentik, Abatisasi, Fogging dan Penyuluhan/ Sosialisasi terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti


(19)

4.29. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP Kelas I

Medan terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan


(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Diagram Skematik Patogenesis Penyakit ( Teori Simpul)... 43 2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 44


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat ke Kelurahan

Bagan Deli ...116

2. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat ke KKP Kelas I Medan...117

3. Surat Telah Selesai Meneliti dari Kelurahan Bagan Deli Belawan...118

4. Surat Telah Selesai Meneliti dari KKP Kelas I Medan...119

5. Kusioner Penelitian...120

6. Pengolahan Data...133

7. Master Data...162

8. Gambar Penelitian...166


(22)

DAFTAR ISTILAH

3M : Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas dan lainnya.

Abatisasi : Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti dengan bubuk abate, yang diberikan kepada penduduk, dan ditempatkan pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Aedes aegypti : Jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah, demam kuning

BI : Breateau Indeks = Jumlah kontainer yang positif per seratus rumah

Buffer area : Daerah buffer (protective area) disekitar perimeter sekurang-kurangnya 400 meter untuk Aedes aegypti kontrol dan dua kilometer diperluas untuk kegiatan Anopheles kontrol

CI : Container Indeks = Persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa

DBD : Demam Berdarah Dengue

Dengue : Virus yang disebabkan oleh air liur gigitan nyamuk betina Aedes aegypti

Depkes RI Departemen kesehatan Republik Indonesia Dinkes : Dinas Kesehatan

Ditjen PP &PL : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Fogging : Pengasapan dengan menggunakan bahan kimia seperti malathion untuk membunuh nyamuk dewasa Aedes aegypti.

HI : House Indeks = Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah yang diperiksa IHR : International Health Organization (Organisasi


(23)

Indeks Ovitrap : Kontainer buatan yang disengaja dipasang

ditempat-tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik.

IR : Insiden Rate = persentase jumlah penderita baru dalam suatu popuilasi pada periode waktu tertentu terhadap jumlah individu yang berisiko untuk mendapat penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu

Kemkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

KKP : Kantor Kesehatan Pelabuhan

Ovitrap : Kontainer buatan yang disengaja dipasang

ditempat-tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik

Penyuluhan/ Sosialisasi

: Memberitahukan gambaran tentang Demam Berdarah Dengue kepada masyarakat Perimeter area : Pelabuhan Udara : daerah didalam perimeter

pelabuhan udara, yakni daerah pelabuhan didalam suatu lingkaran fiktif dimana terdapat bangunan – bangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung-gedung, terminal dan transit, hanggar-hanggar dan gudang-gudang) dan tempat parkir pesawat

terbang.

Pelabuhan Laut : Tempat-tempat kapal berlabuh dan sekitarnya, yakni di daerah perimeter PHEIC : Public Health Emergency Of International

Concern (penyakit – penyakit yang meresahkan dunia)

Reservoir : Tempat berkembang biaknya bibit penyakit

SUMUT : Sumatera Utara

Survai jentik : Melakukan pengamatan terhadap keberadaan jentik pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Survai nyamuk dewasa

: Melakukan pengamatan terhadap keberadaan nyamuk dewasa pada daerah perimeter dan buffer, dan untuk dapat mengetahui daerah mana yang paling padat nyamuknya, dan akan dilakukan tindakan fogging.

WHO : World Health Organization merupakan organisasi kesehatan dunia


(24)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Tahun 2011, Propinsi SUMUT peringkat 3 untuk kasus DBD di Indonesia. Tahun 2010 kecamatan Medan Belawan mempunyai 63 kasus DBD. Kelurahan Bagan Deli adalah daerah buffer pelabuhan Belawan yang merupakan lingkungan kerja dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan HI.diatas 1%.

Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli tahun 2012.

Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi adalah 3569 KK dan 10 orang petugas KKP Kelas I Medan. Sampel berjumlah 100 KK yang diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD secara manipulasi lingkungan(p=0.041), pengendalian secara fisik (p= 0.037), pengendalian secara kimiawi (p=0.030), dan tidak ada hubungan dengan pengendalian secara modifikasi lingkungan(p=0.767) dan pengendalian secara biologis (p=0.902) terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti, sedangkan program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan menunjukkan bahwa ada hubungan dengan program abatisasi (p=0.021), fogging (p=0.021), penyuluhan/ sosialisasi (p=0.010), sedangkan survai nyamuk (p=0.877) menunjukkan tidak ada hubungan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti.

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan dengan cara penyuluhan/ sosialisasi paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti. Disarankan kepada petugas untuk melakukan penyuluhan dan penyediaan media informasi tentang pencegahan dan penanggulangan DBD. Masyarakat juga diharapkan ikut serta dalam melakukan partisipasi dalam pengendalian DBD.


(25)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease caused by Dengue virus spread by Ades aegypti. The Province of Sumatera Utara ranks 3 for the case of Dengue Hemorrhagic Fever. In 2010, Medan Belawan Subdistrict had 63 cases of Dengue hemorrhagic Fever. Kelurahan Bagan Deli is a buffer area of Belawan Seaport which is a working environment of the Harbor Health OfficeClass I Medan whose HI is greater than 1%.

The purpose of this descriptive analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of community participation and Dengue Hemorrhagic Fever control program implemented by the Port Health Office Class I Medan on the existence of Aedes aegypti larvae in Kelurahan Bagan Deli in 2012.

The population of this study was 3569 Head of Families and 10 officers of the Port Health OfficeClass I Medan and 100 Heads of Families were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that there was a relationship between community participation and DHF control through environmental manipulation (p= 0.041), physical(0.037) and chemical (p= 0.030) and community participation had no relationship with DHF control through environmental modification(p= 0.767) and biological(p= 0.902). DHF control program implemented by the Port Health Office Class I Medan showed that there was a relationship with abatization (p= 0.021), fogging (0.021), extension/socialization programs (p= 0.010), while mosquito survey (p= 0.877) did not show any relationship to the existence of the larvae of Aedes aegypti.

The conclusion drawn is that program extension/ socialization of the Port Health office class I Medan on the existence of the larvae of Aedes aegypti. The office members are recommended to promote the dangerous of DBD to the community members. The community members participate to prevent of DBD


(26)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama masyarakat internasional dan merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. DBD pertama kali diakui pada tahun 1950 dan menjadi wabah di Filipina dan Thailand. Pada tahun 1970, sembilan negara telah mengalami epidemi DBD, kasus ini telah meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun 1995. Saat ini 2,5 miliar orang atau dua perlima dari populasi dunia menghadapi risiko dari DBD. Word Health Organization (WHO) saat ini memperkirakan mungkin ada 50 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun (WHO, 2012

Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Indonesia tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Setiap tahun Indonesia merupakan daerah endemis DBD. Tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di Asean dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang (Ana, 2011). Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL Kemkes RI), melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang (Kemkes RI, 2011).

).

Propinsi Sumatera Utara (Sumut) merupakan daerah endemis DBD, tahun 2010 kasus DBD di Sumut mencapai 8.889 penderita dengan korban meninggal


(27)

sebanyak 87 jiwa (Dinkes Propinsi SUMUT, 2011). Tahun 2011 Propinsi SUMUT menempati peringkat nomor 3 di Indonesia untuk kasus DBD dengan jumlah kasus sebesar 2.066 dan Insidens Rate (IR) yaitu persentase jumlah penderita baru dalam suatu populasi pada periode waktu tertentu terhadap jumlah individu yang berisiko untuk mendapat penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu 15.88% (Kemkes RI ,2011). Tahun 2011 Kecamatan Helvetia Medan merupakan daerah yang tertinggi kasus DBD di kota Medan (Dinkes Kota Medan, 2012)

Tahun 2010 kecamatan Medan Belawan mempunyai 63 kasus DBD dengan kematian 2 orang (Dinkes Kota Medan, 2010), tahun 2011 kecamatan Medan Belawan mempunyai 77 kasus DBD dan tidak ada kematian, kelurahan Bagan Deli mempunyai 1 kasus DBD pada tahun 2010 dan tahun 2011 tidak ada kasus DBD (Dinkes Kota Medan, 2011). Menurut informasi dari puskesmas Bagan Deli, banyak pasien dengan indikasi demam berdarah, tetapi setelah dirujuk ke rumah sakit umum, mereka tidak mendapatkan informasi dari rumah sakit tersebut bahwa pasien positif atau negatif penyakit Demam Berdarah Dengue (Bagan Deli Puskesmas, 2012).

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan adalah salah satu Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Kemkes RI, 2011).

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan mempunyai 8 (delapan) wilayah kerja yang meliputi bandar udara Polonia, pelabuhan laut Belawan, Pangkalansusu,


(28)

Kuala Tanjung, Tanjungbalai Asahan, Teluk Nibung, Sibolga, Gunung Sitoli dan Pantai Cermin yang merupakan pintu gerbang masuk negara (Kemkes RI, 2011).

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan melaksanakan tugas dan fungsinya pada daerah perimeter dan daerah buffer, daerah perimeter di pelabuhan udara, yaitu daerah pelabuhan dimana terdapat bangunan – bangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung-gedung, terminal dan transit, hanggar-hanggar dan gudang-gudang) dan tempat parkir pesawat terbang, sedangkan daerah perimeter di pelabuhan laut yaitu tempat-tempat kapal berlabuh dan sekitarnya. Daerah buffer (protective area) yaitu di daerah disekitar perimeter sekurang-kurangnya 400 meter untuk Aedes aegypti kontrol dan dua kilometer diperluas untuk kegiatan Anopheles kontrol (Kemkes RI, 2011).

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan juga mendapat amanat dari International Health Regulation (IHR) tahun 2005 yang diberlakukan 15 Juni 2007 untuk memperhatikan Public Health Emergency Of International Concern/ PHEIC (masalah kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian global). Salah satu perhatian khususnya pada program pengendalian vektor di dalam dan di sekitar pintu masuk negara (KKP Kelas I Medan, 2010).

Upaya pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah pelabuhan dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman/vektor penyakit. (Depkes RI, 2007).

Program pengendalian yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan kelas I Medan dalam penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue setiap


(29)

tahunnya di daerah buffer dan perimeter pada pelabuhan yaitu melakukan survai jentik setiap bulan, abatisasi sebanyak 4 kali setahun, melaksanakan fogging sebanyak 3 kali dalam setahun dan melakukan penyuluhan /sosialisasi tentang Demam Berdarah Dengue. Kegiatan program ini dilakukan oleh petugas KKP Kelas I Medan dan dibantu oleh 25 orang kader Jumantik dan 5 orang kader fogging di Belawan. Para Kader ini telah dilatih oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan (KKP Kelas I Medan, 2010).

Kegiatan pengendalian Demam Berdarah Dengue dibiayai oleh Pemerintah. semenjak berdirinya Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan sampai dengan tahun 2000, dengan rincian bahwa pengadaan bahan dibiayai oleh Pemerintah Daerah, sedangkan alat dan petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan. Tahun 2001 sampai dengan sekarang semua pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sehingga pegadakan bahan dan alat pengendalian vektor sudah dilakukan sendiri oleh KKP Kelas I Medan (KKP Medan, 2006). Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan juga berkoordinasi dengan Dinkes Kota Medan dalam pelaksanaan pengendalian DBD, adapun kerjasama dalam bentuk koordinasi informasi tentang DBD, koordinasi bahan fogging yang digunakan serta lokasi dan waktu pelaksanaan program pengendalian DBD (Kemkes RI, 2011).

Berdasarkan laporan tahunan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan tahun 2010 mengenai pengendalian DBD didapat hasil pemeriksaan House Indeks


(30)

(HI) adalah persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah yang diperiksa dan Container Indeks (CI) adalah persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa yang masih tinggi pada daerah perimeter. Tahun 2010 HI pada daerah perimeter sebesar 0.28% dan pada daerah buffer sebesar 1,36%, Container Indeks (CI) pada daerah perimeter 0,18% dan pada daerah buffer 0,9% (KKP Kelas I Medan, 2010).Tahun 2011 di daerah perimeter data House Indeks ( HI) yang tertinggi pada bulan Juni sebesar 1.05 % , dan HI tertinggi pada daerah buffer pada bulan November sebesar 0.59%, dan container Indeks (CI) 0.59% pada bulan Januari.

Kelurahan Bagan Deli yang merupakan daerah buffer pelabuhan Belawan mempunyai House Indeks pada tahun 2011pada bulan Juni sebesar 1.41 %, bulan Agustus sebesar 1.56%, bulan November sebesar 1.39% dan bulan Desember sebesar 1.24%. Persyaratan teknis untuk nyamuk Aedes aegypti di daerah perimeter, House Indeks harus 0 (nol) persen dan pada daerah buffer, House Indeks kurang dari 1 persen (< 1%) (Depkes, 2007). House Indeks di kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan tahun 2011 rata-rata masih diatas 1%, walaupun Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan sudah melakukan program pengendalian DBD, (KKP Kelas I Medan, 2011).

Menurut Slamet (2003), tindakan seseorang dalam proses pembangunan dalam berbagai sektor sangat dipengaruhi oleh besar kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, kedua adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan ketiga adanya kemauan untuk berpartisipasi.


(31)

Penelitian Permanasari (2009), partisipasi masyarakat dengan melakukan menutup, menguras dan mengubur (3M), memelihara ikan, menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk, dan memelihara ikan di kolam berpengaruh dalam pencegahan dan penanggulangan DBD. Menurut hasil penelitian Manalu (2009), kesempatan keluarga untuk berpartisipasi berpengaruh terhadap pencegahan penyakit DBD.

Peneliti tertarik untuk melihat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap keberadaan jentik di kelurahan Bagan Deli dengan menggunakan pendekatan teori simpul . Teori simpul yang terdiri dari 4 simpul yakni simpul 1 sumber penyakit dalam hal ini virus dengue yang terdapat pada nyamuk Aedes aegypti yang dapat menimbulkan penyakit DBD, simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit , media transmisi bagi penyakit DBD adalah vektor nyamuk Aedes aegypti, simpul 3, pengukuran biomarker atau tanda biologi, yaitu pemeriksaan darah di laboratorium, simpul 4, status kesehatan atau dampak kesehatan yang terjadi sebagai akibat dari sebuah hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Penduduk yang terpapar dapat menjadi sehat, sakit, bahkan meninggal.variabel lain yang berpengaruh yakni, variabel iklim, topografi, temporal dan suprasistem lainnya. Keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul. Variabel berpengaruh lainnya (Achmadi, 2008). Dalam penelitian ini variabel lainnya yaitu partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD.


(32)

1.2. Permasalahan

House Indeks (HI) yang merupakan salah satu indikator adanya jentik Aedes aegypti masih diatas 1% di kelurahan Bagan Deli, walaupun sudah dilakukan program - program pengendalian DBD oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan.

Program pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi dari masyarakat khususnya keluarga, karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, dan masyarakat tidak mengetahui partisipasi yang harus dilakukan untuk pemberantasan DBD.

Berdasarkan hal tersebut penulis perlu melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan tehadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang dilakukan, maka hipotesa pada penelitian ini yaitu ada pengaruh partisipasi masyarakat dan program pengendalian


(33)

penyakit DBD yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti dapat berkesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan

b. Bagi instansi dan stakeholder yang terkait sebagai masukan dalam meningkatkan

penyuluhan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) dan juga sebagai bahan referensi dalam menyusun program pengendalian DBD.

c. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya

partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD di lingkungan tempat tinggal mereka.

d. Bagi Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dapat menjadi tambahan masukan dalam upaya pengembangan dan penerapan ilmu kesehatan masyarakat khususnya mengenai pengendalian DBD

e. Bagi peneliti lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk kajian dan

penyusunan penelitian selanjutnya mengenai partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nyamuk Aedes aegypti

2.1.1. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit DBD

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikunguya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa-desa dan perkotaan. Masyarakat diharapkan mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan DBD untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (Anggraeni, 2011).

Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2 hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk ini akan mencari tempat hinggap (beristirahat). Tempat hinggap yang disenangi ialah benda-benda yang tergantung, seperti : pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan di dekat berkembang biaknya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Setelah masa istirahat selesai, nyamuk itu akan meletakkan telurnya pada dinding bak mandi/WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Biasanya sedikit di atas permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya (menghisap darah) lagi dan seterusnya (Depkes RI, 2007).


(35)

2.1.2. Ciri Morfologi

a. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya.

b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum . c. Mampu terbang sampai 100 meter.

d. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula.

e. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup 2-3 bulan (Anggraeni, 2010).

2.1.3. Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes aegypti Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti :

Telur Jentik Kepompong Nyamuk

Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari

1. Setiap kali bertelur , nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.

2. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0.80 mm, 3. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan, 4. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah

terendam air.

5. Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0.5-1 cm.


(36)

6. Jentik Aedes aegypti akan selalu begerak aktif dalam air. Geraknya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya.

7. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.

8. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong. 9. Kepompong berbentuk koma.

10. Gerakannya lamban.

11. Sering berada di permukaan air.

12. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa (Anggraeni, 2010).

Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah meja, bangku, kamar yang gelap, atau dibalik baju-baju yang digantung. Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09.00-10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Demam berdarah sering menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi sampai siang hari (Anggraeni, 2010).

Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari dan barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah, misalnya bak mandi/WC, tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga/pot tanaman air, kaleng bekas dan ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang sembarang tempat (Depkes RI, 2007).


(37)

2.1.4. Indeks-indeks Aedes aegypti

Menurut Depkes RI tahun 2007, untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah seperti daerah perimeter dan buffer pelabuhan dapat melalui survai terhadap stadium jentik atau dewasa, sebagai hasil survai tersebut di dapat indeks-indeks Aedes aegypti yaitu:

1. Indeks Jentik

a). House Indeks (HI) : Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah yang diperiksa

Jumlah rumah yang ditemukan jentik Jumlah rumah yang diperiksa

b). Container Indeks (CI) : Persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa

Jumlah kontainer yang positif jentik Jumlah kontainer yang diperiksa

c) Breateu Indeks (BI) : Jumlah kontainer yang positif per seratus rumah Jumlah kontainer yang positif jentik

Jumlah rumah yang diperiksa

x 100%

House Indeks (HI), Container Indeks (CI), dan Bretaue Indeks di daerah perimeter pelabuhan kurang dari 0, sedangkan House Indeks (HI), Container Indeks (CI) daerah buffer pelabuhan kurang dari 1 %, dan Breateu Indeks (BI) kurang dari 50.

HI = x 100 %

x 100 % CI =


(38)

2. Indeks Ovitrap

Ovitrap adalah kontainer buatan yang disengaja dipasang ditempat-tempat tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik. Perhitungan angka ovitrap indeks ialah % ovitrap yang menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti .Ovitrap indeks di pelabuhan kurang dari 15 %.

2.1.5. Metode Survai Jentik

Metode survai jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005):

a. Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. b. Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di

setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. 2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue

Menurut Hastuti (2008), Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedesaegypti betina . Nyamuk Aedes aegypti menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya virus tersebut akan ditularkan ke manusia melalui gigitan.Virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang, tidak selalu dapat menimbulkan infeksi jika orang tersebut memiliki daya tahan tubuh


(39)

yang kuat. Secara alamiah sebenarnya virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh.

2.2.1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Menurut WHO

Menurut WHO (1986), penyakit DBD dibagi atau diklasifikasikan menurut berat ringannya penyakit dengan uraian sebagai berikut:

1. DBD derajat I

DBD derajat I memiliki tanda tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lain lain tanpa adanya pendarahan spontan .

2. DBD derajat II

DBD derajat II memiliki tanda-tanda gejala seperti yang terdapat pada DBD derajat I yang disertai dengan adanya pendarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dan lain sebagainya).

3. DBD derajat III

DBD derajat III memiliki tanda-tanda yang lebih parah dibandingkan dengan DBD derajat I dan DBD derajat II. Penderita mengalami gejala shock, yaitu denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, penderita mengalami kegelisahan, dan pada tubuh penderita mulai tampak kebiru – biruan, terutama disekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.

4. DBD Derajat IV

DBD derajat IV memiliki tanda-tanda yang lebih dibandingkan dengan DBD derajat I, DBD derajat II, DBD derajat III. Pada DBD derajat IV, penderita


(40)

tengah mengalami shock yang disebut dengue syndrome. Pada tahap ini, penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan yang intensif di rumah sakit. Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit Demam Berdarah Dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. (Depkes RI, 2005).

2.2.2. Tanda-tanda Demam Berdarah Dengue yaitu (Depkes RI, 2003):

1. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah atau lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

2. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, melena (air besar bercampur darah) atau muntah darah, bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.

3. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba, kemungkinan penderita bisa sembuh atau memburuk.

2.2.3. Diagnosa

Pemeriksaan darah pasien sangat membantu untuk menegakkan diagnosa yang akurat terhadap pasien DBD. Diagnosa ditegakkan dari gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :

- Jumlah trombosit (<100.000 sel/ mm3

- Peningkatan konsentrasi sel darah (>20% di atas rata-rata nilai normal) )

- Hasil laboratorium semacam ini biasanya ditemukan pada hari ke- 3 sampai hari ke- 7 (Dinkes Propinsi SUMUT, 2003).


(41)

2.2.4. Pengobatan

Pengobatan untuk DBD dapat dilakukan dengan memberi minum air putih yang banyak, oralit atau jus buah, dan bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui infus. Pengompresan dingin atau pemberian antiseptika dapat juga dilakukan. Untuk mengatasi demam diberikan parasetamol selama demam masih mencapai 39o

2.2.5. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue

C, paling banyak 6 dosis dalam 24 jam. Jika penderita mengalami denyut jantung meningkat, kulit pucat dan dingin, denyut nadi melemah, mengantuk atau tertidur secara tiba –tiba, urine sangat sedikit, peningkatan konsentrasi hemotokrit secara tiba – tiba, tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mm Hg, dan hipotensi, maka penderita perlu mendapatkan perawatan khusus di rumah sakit. Penderita diberikan cairan pengganti seperti garam fisiologis, ringer laktat atau ringer asetat, larutan garam fisiologis dan glukosa 5%, plasma dan plasma substitude. Oksigen diberikan pada penderita dalam keadaan syok, dan transfusi darah hanya diberikan pada penderita dengan tanda- tanda pendarahan yang signifikan (Dinkes Propinsi SUMUT, 2003).

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat potensial untuk terjadi penularan DBD adalah: 1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).

2. Tempat–tempat umum merupakan tempat ‘berkumpulnya’ orang-orang yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain:


(42)

- Sekolah , anak/murid sekolah berasal dari berbagai wilayah merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD.

- Rumah Sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, DD atau carrier virus dengue.

- Tempat umum lainnya, seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat ibadah.

3. Pemukiman baru dipinggir kota

Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carrier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal. (Depkes RI, 2010).

2.3. Pengendalian DBD 2.3.1. Manajemen Lingkungan A. Modifikasi Lingkungan

Modifikasi lingkungan yaitu pengubahan kondisi lingkungan yang permanen (tahan lama) untuk menurunkan populasi vektor tanpa mengakibatkan kerugian pada manusia (WHO, 2001). Ada beberapa cara pengendalian vektor secara modifikasi lingkungan yaitu :


(43)

a. Perbaikan Wadah Persediaan Air

Tempat penyimpanan persediaan air dianjurkan dalam berbagai jenis wadah yang kecil, karena wadah ukuran besar dan berat (misal: gentong air) tidak mudah untuk dibuang atau dibersihkan, wadah-wadah ini akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti (WHO, 2001).

b. Tanki atau Reservoir di Atas atau Bawah Tanah Anti Nyamuk

Tanki dan sumur yang dibawah harus memiliki struktur yang antinyamuk. Bangunan pelindung pintu air dan meteran air harus dilengkapi dengan perembesan sebagai tindakan dari pencegahan (WHO, 2001).

B. Manipulasi Lingkungan

Manipulasi lingkungan yaitu suatu kondisi lingkungan yang bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan bagi perkembang biakan vektor (WHO, 2001). Ada beberapa cara pengendalian vektor secara manipulasi lingkungan yaitu : a. Drainase Instalasi Persediaan Air

Air yang tumpah dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, menyebabkan air menggenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan (WHO, 2001).

b. Bagian Luar Bangunan

Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pipa aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pemeriksaan berkala perlu dilakukan


(44)

terhadap bangunan selama musim hujan untuk menemukan lokasi potensial perkembangbiakan (WHO, 2001).

c. Penyimpanan Air untuk Memadamkan Kebakaran

Tanki tempat penyimpanan air untuk pencegahan kebakaran harus bersifat antinyamuk. Drum tersebut harus memiliki tutup yang rapat. Selain itu, drum logam yang digunakan untuk penyimpanan air di lokasi pembangunan juga arus bersifat anti nyamuk (WHO, 2001).

d. Manajemen Ban

Ban bekas kenderaan merupakan lokasi utama perkembangbiakan nyamuk Aedes di daerah perkotaan sehingga menimbulkan satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Ban bekas diisi tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman atau pembatas jalan. Ban bekas juga bisa digunakan untuk mengurangi erosi pantai akibat gelombang ombak. Ban bekas juga dapat didaur ulang menjadi sandal, karet, sikat industri, gasket, ember, tempat sampah, dan alas karpet (WHO, 2001).

f. Penyimpanan Air Rumah Tangga

Sumber utama perkembangbiakan Aedes aegypti adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air dari tanah liat, keramik serta teko semen. Wadah penyimpanan air harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat (WHO, 2001).


(45)

Pot bunga, vas bunga, jebakan semut dan tempat minum hewan peliharaan merupakan tempat utama perkembangbiakan Aedes aegypti. Benda-benda tersebut harus dilubangi untuk saluran air keluar. Tindakan lainnya, bunga hidup dapat ditempatkan di atas wadah yang beirisi air. Bunga tersebut harus diganti dan dibuang setiap minggu. Jebakan semut untuk melindungi rak penyimpan makanan dapat ditambahkan garam dapur atau minyak (WHO, 2001).

g. Perkembang Biakan Aedes di Genangan Air Incidental

Wadah penampungan hasil kondensasi di bawah lemari es, dan air conditioner (AC) harus diperiksa, dan sisa air dispenser dikeringkan dan dibersihkan secara teratur (WHO, 2001).

h. Pembuangan Sampah Padat

Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di tempat penimbunan sampah. Botol kaca, kaleng, dan wadah lainnya harus ditimbun di tempat penimbunan sampah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk industri (WHO, 2001).

i.Pengisian Rongga pada Pagar dan Pohon

Pagar yang terbuat dari kayu berongga seperti bambu harus dipotong di bagian ruasnya, dan rongga yang tampak harus diisi dengan pasir, pecahan kaca, atau beton agar tidak menjadi habitat larva Aedes, begitu juga dengan lubang-lubang pada pohon disekitar rumah penduduk (WHO, 2001).


(46)

Pengendalian secara fisik adalah pengendalian untuk menghilangkan perindukan vektor (Aggraeni, 2010). Ada beberapa cara pengendalian secara fisik yaitu :

A. Pakaian Pelindung

Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk (WHO,2001).

B. Perlindungan Diri

Masyarakat menggunakan raket beralirkan listrik untuk perlindungan diri dari nyamuk. Bahan penolak serangga yang alami banyak juga digunakan untuk perlindungan diri seperti minyak essensial (sitronela, lemongrass dan neem), yang kimiawi seperti DEET (N,N-Diethyl-m-toluamide) dan permetrin adalah penolak serangga yang efektif ditambahkan pada pakaian (WHO, 2001).

C. Kelambu dan Gorden

Penggunaan kelambu banyak digunakan masyarakat untuk menghindari dari gigitan nyamuk. Kelambu ini sangat efektif bagi bayi dan pekerja yang bekerja pada malam hari, dan tidur pada pagi harinya. Gorden digunakan untuk memperindah rumah sekaligus menghindari nyamuk masuk ke rumah melalui jendela rumah.


(47)

Pemasangan kawat kasa dapat menghalangi nyamuk dewasa masuk kedalam rumah. Kawat kasa dipasang pada lubang-lubang diatas jendela dan pintu di rumah (Anggraeni, 2010).

2.3.3. Pengendalian Secara Kimiawi

Pemberantasan secara kimia yaitu pengendalian DBD dengan menggunakan bahan kimia, menurut Depkes RI (2007) dapat ditempuh dengan 2 teknik untuk pengendalian secara kimiawi, yaitu:

A. Pengasapan (fogging), yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia malathion dan fenthion, yang berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu.

B. Pemberantasan Larva Nyamuk dengan Zat Kimia. Tempat perkembangbiakan larva vektor DBD banyak terdapat pada penampungan air yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, maka larvasida (kimia pemberantas larva) yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat, efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia/mamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau, dan efektivitasnya lama Larvasidasi dengan kriteria seperti tersebut di atas di antaranya adalah temephos yang lebih dikenal dengan sebutan abate. Larvasida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia. Beberapa contoh bahan larvarisasi : Menggunakan bubuk


(48)

Abate 1 G (bahan aktif : Temephos 1), Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%), dan Sumilary 0,5 (Anggraeni, 2010).

C. Pemberantasan Secara Kimia yang Berupa Bahan Insektisida yang digunakan oleh masyarakat seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, aerosol, dan obat nyamuk yang dioleskan ke bagian tubuh, merupakan cara pengendalian nyamuk.

2.3.4. Pengendalian Secara Biologi/ Hayati

Pengendalian larva Aedes aegypti secara biologi atau hayati menggunakan organisme yang dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator, parasitik atau patogenik. Beberapa agen hayati yang digunakan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti seperti :

A. Ikan, ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan nila (Oreochronis nilocitus), ikan guppy (Poecilia reticulata), ikan mujair (Oreochronis mossambicus), ikan cupang (Betta splendens), yang mangsanya adalah larva nyamuk (Wikipedia, 2012).

B. Toxorhynchites sp.

Toxorhynchites, juga dikenal sebagai elang nyamuk atau pemakan nyamuk, adalah genus cosmopolitan dan salah satu dari beberapa jenis nyamuk yang tidak mengisap darah mamalia. Larva/jentik nyamuk ini memangsa larva nyamuk yang berukuran lebih kecil, seperti larva nyamuk Aedes sp (Anggraeni, 2010).


(49)

C. Mesostoma sp.

Organisme tersebut termasuk cacing Turbellaria berukuran 0,10,5 cm bersifat predator terhadap larva nyamuk (Anggraeni, 2010).

D. Libellula

Libellula adalah capung yang merupakan golongan serangga Anisoptera. Nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa larva dan pupa Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).

E. Tomanomermis iyengari

Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang di parasitnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut (Anggraeni, 2010).

F. Bacillus thuringiensis

Bakteri Bacillus thuringiensis atau sering disingkat Bt, dikenal sebagai bakteri yang menghasilkan racun serangga dan sangat spesifik, hanya membunuh larva Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).

G. Tanaman yang menimbulkan bau yang tidak disukai oleh nyamuk Aedes aegypti seperti : (Admin, 2012)

1. Akar wangi (vertiver zizanoides), ekstrak akar wanginya dapat membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dalam waktu kurang lebih dari 2 jam.


(50)

2. Zodia memiliki kandungan Evodiamine dan Rutaecarpine yang menghasilkan aroma yang cukup tajam yang tidak disukai oleh serangga karena Zodiac terasa pahit. Untuk merasakan manfaatnya, Zodia bisa ditanam di ruang yang banyak tertiup angin agar aromanya tercium dan mengusir nyamuk.

3. Geranium nama lainnya tapak dara. Tanaman ini mengandung geraniol dan sitronelol yang dapat mengusir nyamuk. Kedua zat yang dimiliki Geranium dapat dengan mudah terbang memenuhi udara, aroma zat yang ada di tanaman ini akan tercium, membuat nyamuk menjauh dari ruangan. 4. Lavender, tanaman ini mengandung zat Linalool dan Lynalyl acetate digunakan untuk mengusir nyamuk, tanaman ini juga menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan penolak nyamuk bahkan digunakan untuk lotion anti nyamuk.

5. Bunga Rosemary menghasilkan bau seperti aroma minyak kayu putih. Aroma yang tidak disukai oleh nyamuk karena mengacaukan penciumannya.

6. Serai wangi, tanaman ini memiliki zat Geraniol dan Sitronelal yang tidak disukai nyamuk

7. Kecombrang, kantan, atau honje (Etlingera eliator; sinonim Nicolaia elatior, Phaeomeria speciosa) adalah sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan , yang bunga, buah, serta bijinya


(51)

dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Bunga ini juga dapat mengusir nyamuk.

8. Citrosa Mosquito, tumbuhan mengeluarkan aroma lemon yang sangat kuat yang tidak disukai oleh nyamuk, sehingga dapat mengusir nyamuk. 2.3.5. Koordinasi Antar Sektor

Kegiatan pengendalian dengue memerlukan koordinasi dan kerja sama yang erat antar sektor kesehatan dan sektor nonkesehatan (baik dari pihak pemerintah maupun swasta), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat setempat. Kerja sama antarsektor melibatkan sedikitnya dua komponen: (i) penggunaan sumber daya, dan (ii) penyesuaian kebijakan di antara berbagai sektor departemen dan sektor nonpemerintah (WHO, 2001).

2.3.6. Penggunaan Sumber Daya

Penggunaan sumber daya yang kurang dimanfaatkan, misal: untuk pembuatan peralatan yang dibutuhkan ditingkat lokal, tenaga pemerintah untuk sementara memperbaiki penyediaan air yang rusak, atau kelompok masyarakat dan pemuda untuk membuang ban bekas dan wadah tak terpakai lainnya di lingkungan (WHO, 2001).

2.3.7. Penyesuaian Kebijakan

Didalam pelaksanaan program pengendalian dengue harus dilakukan upaya untuk mencari bantuan atau penyesuaian kebijakan dan praktik yang ada dari departemen serta sektor lain. Contoh: Departemen Pekerjaan Umum dapat dianjurkan untuk menyesuaikan kebijakannya sehingga prioritas pertama dalam program


(52)

perbaikan penyediaan air diberikan pada masyarakat yang paling berisiko terhadap dengue. Departemen Kesehatan dapat memberikan wewenang pada departemen itu untuk memanfaatkan beberapa staf lapangannya guna membantu pekerjaan mereka untuk memperbaiki persediaan air dan sistem pembuangan air kotor (WHO, 2001). 2.3.8. Peran Sektor Nonkesehatan di dalam Kegiatan Pengendalian

Penyakit Dengue

A. Departemen Pekerjaan Umum

Departemen Pekerjaan umum dan Pemerintah Daerah (PEMDA) dapat membantu menurunkan habitat perkembangbiakan nyamuk dengan cara memberikan persediaan air minum yang aman, sanitasi yang memadai, dan manajemen pembuangan sampah padat yang efektif. Selain itu, melalui penerapan dan penegakan aturan pendirian rumah dan bangunan, pemerintahan kota dapat memandatkan pembangunan sarana seperti persediaan air untuk rumah tangga melalui pipa, atau pembangunan saluran air kotor, dan pelaksanaan pengendalian aliran air hujan untuk perkembangan pemukiman yang baru atau melarang dibangunnya sumur timba tanpa penutup (WHO, 2001).

B. Departemen Pendidikan

Departemen Kesehatan harus bekerja sama dengan Departemen Pendidikan untuk menyusun sebuah program pendidikan kesehatan (komunikasi kesehatan) yang ditujukan pada anak sekolah, dan merancang serta menyampaikan informasi kesehatan yang tepat (WHO, 2001).


(1)

Tabel 5. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh KKP Kelas I Medan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012

Variabel B p value Exp (B) 95% CI

am Penyuluhan/ Sosialisasi 1.289 0.007 3. 629 1.432 – 9.196


(2)

tidak tamat SD. Berdasarkan pekerjaan, proporsi pekerjaan responden tertinggi adalah nelayan sebanyak 37 orang (37%), dan yang terendah adalah 3 yaitu belum bekerja 2 orang (2%), PNS/ABRI/Polri sebanyak 2 orang (2%), dan pegawai swasta sebanyak 2 orang (2%). Berdasarkan suku, proporsi suku responden yang tertinggi adalah Jawa sebanyak 53 orang (53%), dan yang terendah adalah suku lainnya sebanyak 13 orang (13%). Berdasarkan lama tinggalnya responden, proporsi tertinggi lama tinggal responden di Kelurahan Bagan Deli adalah ≥ 21 tahun sebanyak 61 orang (61%), dan yang terendah 6 – 10 tahun sebanyak 12 orang (12%) (Lihat Tabel 1).

a) Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Keberadaan jentik Aedes aegypti, ditemukan bahwa sebanyak 33 responden (33,0%) ada jentik di rumah responden dan 67 responden (67,0%) tidak ada ditemukan jentik di rumah responden, didapat hasil perhitungan House Indeks = 33%. Keberadaan jentik Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 2.

b). Hubungan Partisipasi Masyarakat lingkungan Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012

Berdasarkan hasil analisis hubungan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengendalian DBD secara modifikasi lingkungan, didapat hasil bahwa Responden yang melakukan modifikasi lingkungan dengan tidak baik ada jentik sebanyak 13 (30.2%), dan yang baik, ada jentik sebanyak 20 (35,1%), dan menunjukkan tidak ada hubungan antara modifikasi lingkungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti, karena nilai uji chi square (p=0.767).

Hasil analisis hubungan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengendalian DBD secara manipulasi lingkungan, didapat hasil bahwa Responden yang melakukan manipulasi lingkungan dengan tidak baik ada jentik sebanyak 25 (41.7%), dan yang baik, ada jentik sebanyak 8 (20,0%), dan hasil Uji Chi Square menunjukkan ada hubungan dengan keberadaan jentik, karena nilai p = 0,041.

Hasil analisis hubungan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengendalian DBD secara fisik, didapat hasil bahwa

Responden yang melakukan pengendalian secara fisik dengan tidak baik, ada jentik sebanyak 17 (25,4%), dan yang baik, ada jentik sebanyak 16 (48,5%), dan menunjukkan ada hubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypty, karena dengan uji Chi Square didapat nilai p=0.030.

Hasil analisis hubungan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengendalian DBD secara kimiawi, didapat hasil bahwa Responden yang melakukan pengendalian secara kimiawi dengan tidak baik, ada jentik sebanyak 25 (42,4%), dan yang baik, ada jentik sebanyak 8 (19,5%), dan menunjukkan ada hubungan antara pengendalian secara kimiawi dengan keberadaan jentik karena nilai Uji Chi Square p = 0,030.

Hasil analisis hubungan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengendalian DBD secara biologi, didapat hasil bahwa Responden yang melakukan pengendalian secara biologi dengan tidak baik, ada jentik sebanyak 24 (32,0%), dan yang baik, ada jentik sebanyak 9 (36,0%), dan hasil Uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan dengan keberadaan jentik, karena nilai p = 0,902. Hasil uji bivariat hubungan partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 3.

c). Hubungan Program Pengendalian DBD Yang Dilakukan Oleh KKP Kelas I Medan Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012.

Berdasarkan hasil analisis hubungan program survai jentik yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan, didapat hasil bahwa program survai jentik yang dilakukan dengan tidak baik, ada jentik sebanyak 13 (31,0 %), dan yang baik, ada jentik 20 (34,5%), dengan Uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan dengan keberadaan jentik, karena nilai p = 0,877.

Hasil analisis hubungan program survai jentik yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan, didapat hasil bahwa program abatisasi yang dilakukan dengan tidak baik, ada jentik sebanyak 25 (43,1 %), dan yang baik, ada jentik sebanyak 8 (19,0%), dan menunjukkan ada hubungan dengan keberadaan jentik, karena nilai hasil Uji Chi Square p = 0,021.


(3)

Hasil analisis hubungan program fogging yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan, didapat hasil bahwa program fogging yang dilakukan dengan tidak baik, ada jentik sebanyak 25 (43,1 %), dan yang baik, ada jentik sebanyak 8 (19,0%), dan menunjukkan ada hubungan dengan keberadaan jentik, karena nilai hasil Uji Chi Square p = 0,021.

Hasil analisis hubungan program penyuluhan/ sosialisasi yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan, didapat hasil bahwa program penyuluhan/ sosialisasi yang dilakukan dengan tidak baik, ada jentik sebanyak 25 (44,6 %), dan yang baik, ada jentik sebanyak 8 (18,2%), dan menunjukkan ada hubungan dengan keberadaan jentik, karena hasil nilai uji Chi Square p= 0.010 Program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan variabel independen (modifikasi lingkungan, manipulasi lingkungan, pengendalian secara fisik, pengendalian secara kimiawi, pengendalian secara biologis, program abatisasi, program survai jentik, program fogging dan program penyuluhan) yang paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2012. Analisis multivariate yang digunakan adalah uji regresi logistik.

Dalam analisis ini semua variabel yang berhubungan (signifikan) pada uji bivariat α = 5% (0,05) akan dimasukkan secara bersama – sama ke dalam uji multivariat, sehingga dihasilkan suatu model regresi logistik.Variabel yang dimasukkan ke dalam model analisis regresi logistik adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p<0,25 yaitu manipulasi lingkungan, pengendalian secara fisik, pengendalian secara kimiawi, program abatisasi, program fogging, dan penyuluhan.Variabel yang mempunyai nilai p>0.25 akan dikeluarkan dari model, dan tidak dimasukkan kedalam analisis multivariat (Forward Stepwise (conditional) method).

Hasil dari analisis multivariat dengan uji logistik regresi berganda dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Berdasarkan Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa ada 1 (satu) variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti, dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

Y = 0.215 + 1.289 (program penyuluhan/sosialisasi) Y = 1.504

Dengan nilai probabilitasnya adalah: P= 1/(1+e-y

P= 1/(1+e

) ( Dahlan, 2011)

-y

) = 1/(1+2,7-(1.504

Dengan demikian, probabilitas keberadaan jentik di rumah responden sebesar 82%, dan dapat dideskripsikan bahwa semakin baik pengelolaan pengendalian DBD dengan program penyuluhan/ sosialisasi maka angka keberadaan jentik Aedes aegypti akan dapat diturunkan sebesar 82%.

) = 1/ (1 + 0.22) = 1/1.22 = 0.82

Pembahasan

a). Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan proporsi keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan , dari 100 responden dijumpai jentik di rumah responden sebesar 33 rumah responden (33%), dan 67 rumah responden (67%) tidak dijumpai jentik. House Indeks yang tinggi disebabkan karena masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pengendalian DBD dan dukungan dari petugas dalam melakukan program – program DBD yaitu survai jentik, abatisasi, fogging dan penyuluhan kesehatan b). Pengaruh Partisipasi Masyarakat dalam

Pengendalian Penyakit DBD Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi lingkungan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai Chi Square (p =0.767).. Hasil pengamatan peneliti bahwa masyarakat di Bagan Deli tidak mempunyai tempat penguburan barang-barang bekas, tidak merubah rawa – rawa menjadi sawah atau kolam ikan serta pemukiman penduduk, sehingga bisa menjadi tempat pembiakan jentik. Dari hasil penelitian bahwa tidak menunjukkan ada hubungan antara modifikasi lingkungan dan keberadaan jentik, hal ini bisa terjadi karena variabel-variabel yang


(4)

mempengaruhi keberadaan jentik di Kelurahan Bagan Deli.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa manipulasi lingkungan (p=0.041) menunjukkan ada hubungan. Hasil pengamatan peneliti bahwa masih banyak barang – barang bekas yang dapat menampung air berserakan dan dibiarkan saja bertumpuk di sekitar rumah penduduk, dan wadah – wadah penampungan air yang dibiarkan tanpa penutup. Informasi partisipasi masyarakat dalam hal manipulasi lingkungan tidak didapat dari petugas kesehatan, akan tetapi informasi didapat dari orang tua mereka dan dari media massa.

Responden lebih banyak hanya tamatan SD,dan pekerjaan responden yang lebih banyak nelayan, hal ini menambah ketidak pedulian mereka terhadap lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian secara fisik (p=0.037) dengan uji chi square p<0.05 ada hubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Rumah Responden sedikit yang menggunakan kawat kasa nyamuk, banyak pakaian – pakaian yang tergantung, serta sedikit sekali dari mereka yang melakukan scrining nyamuk, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian mereka terhadap penyakit DBD dan kurangnya informasi yang didapat tentang pengendalian DBD. Masyarakat ini di Kelurahan Bagan Deli banyak juga masyarakat menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan kipas angin ketika mereka tidur, selain udara menjadi sejuk dan mereka bebas dari gigitan nyamuk.

Hasil penelitan menunjukkan bahwa pengendalian secara kimiawi (p=0.030) ada hubungan. Masyarakat di kelurahan Bagan Deli banyak menggunakan lotion oles, menggunakan obat nyamuk bakar, dan semprot sebagai pengendalian secara kimiawi. Masyarakat juga ikut berpartisipasi mengijinkan petugas melaksanakan fogging di lingkungan mereka dan sebagian ada juga yang menjadi kader foging. Masyarakat juga berpartisipasi dalam pemberian abate pada tempat penampungan air mereka. Akan tetapi jika persediaan abate habis mereka tidak memintanya petugas kelurahan, sehingga keberadaan jentik masih tinggi. KKP Kelas I

Medan sudah berkoordinasi dengan kepala lingkungan mereka dengan menyediakan abate, mungkin saja masih kurang informasi kepada masyarakat tentang bahaya DBD, sehingga mereka tidak begitu perduli dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan menyatakan tidak ada hubungan antara pengendalian secara biologis(p=0.902). Hasil pengamatan peneliti bahwa banyak masyarakat yang tidak mengetahui pengendalian DBD secara biologis, sehingga hanya sebagian kecil dari masyarakat yang melakukannya dengan hanya memelihara ikan untuk pengendalian secara biologis.

c). Pengaruh Program Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Terhadap Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa program survai jentik tidak ada hubungan yang bermakna dengan nilai Chi Square (p=0.877), dengan keberadaan jentik. Hal ini mungkin di pengaruhi oleh hal lain, walaupun survai jentik sudah dilakukan oleh petugas, akan tetapi partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD, maka program survai jentik yang dilakukan tidak akan berhasil.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara program abatisasi (p= 0.021) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. KKP Kelas I Medan berkoordinasi dengan kelurahan melalui kepala lingkungannya masing – masing dalam hal ketersediaan Abate. KKP Kelas I Medan mengharapkan masyarakat meminta kepada kepala lingkungan masing – masing jika persediaan Abate mereka habis, akan tetapi masyarakat tidak meminta Abate jika persediaan mereka habis, sehingga keberadaan jentik masih tinggi. KKP Kelas I Medan menganjurkan kepada kepala lingkungan untuk tetap membagi-bagikan Abate kepada masyarakat, walaupun masyarakat tidak memintanya. Keberadaan jentik bisa berkurang dengan melakukan abatisasi serta masyarakat juga harus tetap menjaga kebersihan lingkungan mereka dengan melakukan Pemberantasan Sarang


(5)

nyamuk di lingkungan mereka masing – masing.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara program fogging (0.021) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti, Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan melakukan fogging terhadap nyamuk Aedes aegypti ke rumah-rumah penduduk yang berada di wilayah pelabuhan sebanyak 3 (tiga) kali dalam setahun. KKP Kelas I Medan berkoordinasi dengan kepala lingkungan, Adpel dan kader fogging yaitu masyarakat yang telah di latih dalam melakukan fogging.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara program sosialisasi/ penyuluhan (p= 0.010) dengan keberadaan jentik Aedes KKP Kelas I Medan sudah melakukan penyuluhan DBD dengan kegiatan– kegiatan yang berbeda setiap tahunnya. Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan adalah koordinasi dengan Adpel dan Kelurahan dalam memberikan penyuluhan DBD dan pembagian brosur tentang bahaya DBD dan pelatihan kader jumantik. KKP Kelas I Medan kedepannya akan melakukan penyuluhan tentang DBD, di sekolah – sekolah, dan tempat – tempat ibadah, dengan melakukan pendekatan dengan tokoh – tokoh masyarakat dan tokoh – tokoh agama, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Berdasarkan uji regresi logistik berganda bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012 adalah program penyuluhan/ sosialisasi tentang DBD dimana nilai p = 0.007, nilai (B = 1.289), (Exp (B) = 3.629), dan (constant = 0.215).

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diprediksikan bahwa jika program pengendalian DBD dengan cara penyuluhan/ sosialisasi ditingkatkan, kemungkinan dapat menurunkan keberadaan jentik Aedes aegypti sebesar 82% di Kelurahan Bagan Deli Belawan Tahun 2012.

Kesimpulan

Partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD secara manipulasi lingkungan, pengendalian DBD secara fisik,

pengendalian secara kimiawi ada hubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Akan tetapi pengendalian DBD secara modifikasi lingkungan dan pengendalian DBD secara biologis, tidak ada hubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

Program pengendalian DBD yang dilakukan oleh KKP Kelas I Medan dalam pelaksanaan abatisasi, fogging dan penyuluhan/ sosialisasi menunjukkan ada hubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012, sedangkan survai jentik menunjukkan tidak ada hubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

Pelaksanaan penyuluhan/ sosialisasi tentang pengendalian DBD merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti.di Kelurahan Bagan Deli Belawan tahun 2012.

Sar Saran

Dinas Kesehatan dan puskesmas diharapkan untuk mempertahankan upaya promosi kesehatan, dan KKP Kelas I Medan, hendaknya mempertahankan program pengendalian DBD, berkoordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan tugasnya. Petugas KKP Kelas I Medan hendaknya lebih intensif lagi memberikan penyuluhan/ sosialisasi tentang DBD kepada masyarakat di Kelurahan Bagan Deli, dan melakukan evaluasi pada setiap kegiatan sosialisasi DBD. Masyarakat diharapkan untuk meningkatkan perilaku pencegahan DBD. dan bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan metode penelitian case control antara masyarakat yang diberikan penyuluhan dengan masyakat yang tidak diberikan penyuluhan tentang DBD, dan bisa juga melakukan penelitian yang sama di daerah pelabuhan Pangkalan Susu.


(6)

Daftar Pustaka 1.

2. Lusia Kus Ana, 2011. Kasus DBD di Indonesia Tertinggi di ASEAN, WHO, 2011. Dengue. Diakses Tanggal 5 Januari 2012.

Rabu, 21 Maret 2012

3. Kementerian Kesehatan RI, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 2348/MENKES/PER/XI/2011 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 356/MENKES/PER/IV/2008 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta

4. Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010, Medan

5. , 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011, Medan

6. Kemkes RI, 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010, Jakarta

7. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, 2011. Profil Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Tahun 2010, Medan

8. Depkes RI, 2007. Pedoman Teknis Pengendalian Risiko Lingkungan di Pelabuhan/ Bandara/ Pos lintas batas dalam rangka Karantina Kesehatan, Jakarta

9. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, 2012. Profil Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Tahun 2011, Medan

10. Ladesya Suci Permanasari, 2009. Hubungan Perilaku Anggota Keluarga Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue Di RW 05 Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Tahun 2009, Jakarta, Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “, 2010 11. Manalu Emmylia, 2009. Determinan

Partisipasi Keluarga Dalam Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru, Universitas Sumatera Utara, Tesis, USU Press

12. World Health Organization 2001, 2005. Panduan Lengkap Pencegahan & Pengendalian Dengue & Demam Berarah Dengue,(Alih Bahasa Widyastuti Palupi), Jakarta

13. Soekidjo Notoatmojo 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta


Dokumen yang terkait

Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013

3 67 113

Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Dan Pelaksanaan 3m Plus Dengan Kejadian Penyakit Dbd Di Lingkungan XVIII KELURAHAN BINJAI KOTA MEDAN TAHUN 2012

4 98 88

Tinjauan Kualitas Air Bersih Di Pelabuhan Laut Belawan Yang Dilaksanakan Oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan Tahun 1999

0 33 42

Pelaksanaan Program Pengendalian Aedes aegypti Dalam Menurunkan Kepadatan Indeks Jentik Di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun Tahun 2000-2003

0 22 87

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014

0 13 151

PERBEDAAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti ANTARA BAK MANDI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti antara Bak Mandi di Perdesaan dan Perkotaan di Kecamatan Wonogiri.

0 2 15

PERBEDAAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti ANTARA BAK MANDI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti antara Bak Mandi di Perdesaan dan Perkotaan di Kecamatan Wonogiri.

0 5 13

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI DI KELURAHAN TOBUUHA KECAMATAN PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 8

Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) Jakarta Barat

0 0 10