Penyimpanan Air Rumah Tangga Potvas Bunga, Jebakan Semut dan Tempat Air Minum Hewan Peliharaan Perkembang Biakan Aedes di Genangan Air Incidental Pembuangan Sampah Padat Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan

terhadap bangunan selama musim hujan untuk menemukan lokasi potensial perkembangbiakan WHO, 2001.

c. Penyimpanan Air untuk Memadamkan Kebakaran

Tanki tempat penyimpanan air untuk pencegahan kebakaran harus bersifat antinyamuk. Drum tersebut harus memiliki tutup yang rapat. Selain itu, drum logam yang digunakan untuk penyimpanan air di lokasi pembangunan juga arus bersifat anti nyamuk WHO, 2001.

d. Manajemen Ban

Ban bekas kenderaan merupakan lokasi utama perkembangbiakan nyamuk Aedes di daerah perkotaan sehingga menimbulkan satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Ban bekas diisi tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman atau pembatas jalan. Ban bekas juga bisa digunakan untuk mengurangi erosi pantai akibat gelombang ombak. Ban bekas juga dapat didaur ulang menjadi sandal, karet, sikat industri, gasket, ember, tempat sampah, dan alas karpet WHO, 2001.

f. Penyimpanan Air Rumah Tangga

Sumber utama perkembangbiakan Aedes aegypti adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air dari tanah liat, keramik serta teko semen. Wadah penyimpanan air harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat WHO, 2001.

f. Potvas Bunga, Jebakan Semut dan Tempat Air Minum Hewan Peliharaan

Universitas Sumatera Utara Pot bunga, vas bunga, jebakan semut dan tempat minum hewan peliharaan merupakan tempat utama perkembangbiakan Aedes aegypti. Benda-benda tersebut harus dilubangi untuk saluran air keluar. Tindakan lainnya, bunga hidup dapat ditempatkan di atas wadah yang beirisi air. Bunga tersebut harus diganti dan dibuang setiap minggu. Jebakan semut untuk melindungi rak penyimpan makanan dapat ditambahkan garam dapur atau minyak WHO, 2001.

g. Perkembang Biakan Aedes di Genangan Air Incidental

Wadah penampungan hasil kondensasi di bawah lemari es, dan air conditioner AC harus diperiksa, dan sisa air dispenser dikeringkan dan dibersihkan secara teratur WHO, 2001.

h. Pembuangan Sampah Padat

Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di tempat penimbunan sampah. Botol kaca, kaleng, dan wadah lainnya harus ditimbun di tempat penimbunan sampah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk industri WHO, 2001.

i. Pengisian Rongga pada Pagar dan Pohon

Pagar yang terbuat dari kayu berongga seperti bambu harus dipotong di bagian ruasnya, dan rongga yang tampak harus diisi dengan pasir, pecahan kaca, atau beton agar tidak menjadi habitat larva Aedes, begitu juga dengan lubang-lubang pada pohon disekitar rumah penduduk WHO, 2001.

2.3.2. Pengendalian Secara Fisik

Universitas Sumatera Utara Pengendalian secara fisik adalah pengendalian untuk menghilangkan perindukan vektor Aggraeni, 2010. Ada beberapa cara pengendalian secara fisik yaitu :

A. Pakaian Pelindung

Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk WHO,2001.

B. Perlindungan Diri

Masyarakat menggunakan raket beralirkan listrik untuk perlindungan diri dari nyamuk. Bahan penolak serangga yang alami banyak juga digunakan untuk perlindungan diri seperti minyak essensial sitronela, lemongrass dan neem, yang kimiawi seperti DEET N,N-Diethyl-m-toluamide dan permetrin adalah penolak serangga yang efektif ditambahkan pada pakaian WHO, 2001.

C. Kelambu dan Gorden

Penggunaan kelambu banyak digunakan masyarakat untuk menghindari dari gigitan nyamuk. Kelambu ini sangat efektif bagi bayi dan pekerja yang bekerja pada malam hari, dan tidur pada pagi harinya. Gorden digunakan untuk memperindah rumah sekaligus menghindari nyamuk masuk ke rumah melalui jendela rumah.

D. Pemasangan Kawat Kasa

Universitas Sumatera Utara Pemasangan kawat kasa dapat menghalangi nyamuk dewasa masuk kedalam rumah. Kawat kasa dipasang pada lubang-lubang diatas jendela dan pintu di rumah Anggraeni, 2010.

2.3.3. Pengendalian Secara Kimiawi

Pemberantasan secara kimia yaitu pengendalian DBD dengan menggunakan bahan kimia, menurut Depkes RI 2007 dapat ditempuh dengan 2 teknik untuk pengendalian secara kimiawi, yaitu:

A. Pengasapan

fogging, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia malathion dan fenthion, yang berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu.

B. Pemberantasan Larva Nyamuk dengan Zat Kimia

. Tempat perkembangbiakan larva vektor DBD banyak terdapat pada penampungan air yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, maka larvasida kimia pemberantas larva yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat, efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusiamamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau, dan efektivitasnya lama Larvasidasi dengan kriteria seperti tersebut di atas di antaranya adalah temephos yang lebih dikenal dengan sebutan abate. Larvasida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia. Beberapa contoh bahan larvarisasi : Menggunakan bubuk Universitas Sumatera Utara Abate 1 G bahan aktif : Temephos 1, Altosid 1,3 G bahan aktif: Metopren 1,3, dan Sumilary 0,5 Anggraeni, 2010.

C. Pemberantasan Secara Kimia yang Berupa Bahan Insektisida yang

digunakan oleh masyarakat seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, aerosol, dan obat nyamuk yang dioleskan ke bagian tubuh, merupakan cara pengendalian nyamuk.

2.3.4. Pengendalian Secara Biologi Hayati

Pengendalian larva Aedes aegypti secara biologi atau hayati menggunakan organisme yang dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator, parasitik atau patogenik. Beberapa agen hayati yang digunakan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti seperti : A. Ikan, ikan kepala timah Aplocheilus panchax, ikan nila Oreochronis nilocitus, ikan guppy Poecilia reticulata, ikan mujair Oreochronis mossambicus, ikan cupang Betta splendens, yang mangsanya adalah larva nyamuk Wikipedia, 2012. B. Toxorhynchites sp. Toxorhynchites, juga dikenal sebagai elang nyamuk atau pemakan nyamuk, adalah genus cosmopolitan dan salah satu dari beberapa jenis nyamuk yang tidak mengisap darah mamalia. Larvajentik nyamuk ini memangsa larva nyamuk yang berukuran lebih kecil, seperti larva nyamuk Aedes sp Anggraeni, 2010. Universitas Sumatera Utara C. Mesostoma sp. Organisme tersebut termasuk cacing Turbellaria berukuran 0,10,5 cm bersifat predator terhadap larva nyamuk Anggraeni, 2010. D. Libellula Libellula adalah capung yang merupakan golongan serangga Anisoptera. Nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa larva dan pupa Aedes aegypti Anggraeni, 2010. E. Tomanomermis iyengari Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang di parasitnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya larva dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut Anggraeni, 2010. F. Bacillus thuringiensis Bakteri Bacillus thuringiensis atau sering disingkat Bt, dikenal sebagai bakteri yang menghasilkan racun serangga dan sangat spesifik, hanya membunuh larva Aedes aegypti Anggraeni, 2010. G. Tanaman yang menimbulkan bau yang tidak disukai oleh nyamuk Aedes aegypti seperti : Admin, 2012 1. Akar wangi vertiver zizanoides, ekstrak akar wanginya dapat membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dalam waktu kurang lebih dari 2 jam. Universitas Sumatera Utara 2. Zodia memiliki kandungan Evodiamine dan Rutaecarpine yang menghasilkan aroma yang cukup tajam yang tidak disukai oleh serangga karena Zodiac terasa pahit. Untuk merasakan manfaatnya, Zodia bisa ditanam di ruang yang banyak tertiup angin agar aromanya tercium dan mengusir nyamuk. 3. Geranium nama lainnya tapak dara. Tanaman ini mengandung geraniol dan sitronelol yang dapat mengusir nyamuk. Kedua zat yang dimiliki Geranium dapat dengan mudah terbang memenuhi udara, aroma zat yang ada di tanaman ini akan tercium, membuat nyamuk menjauh dari ruangan. 4. Lavender, tanaman ini mengandung zat Linalool dan Lynalyl acetate digunakan untuk mengusir nyamuk, tanaman ini juga menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan penolak nyamuk bahkan digunakan untuk lotion anti nyamuk. 5. Bunga Rosemary menghasilkan bau seperti aroma minyak kayu putih. Aroma yang tidak disukai oleh nyamuk karena mengacaukan penciumannya. 6. Serai wangi, tanaman ini memiliki zat Geraniol dan Sitronelal yang tidak disukai nyamuk 7. Kecombrang, kantan, atau honje Etlingera eliator; sinonim Nicolaia elatior, Phaeomeria speciosa adalah sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan , yang bunga, buah, serta bijinya Universitas Sumatera Utara dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Bunga ini juga dapat mengusir nyamuk. 8. Citrosa Mosquito, tumbuhan mengeluarkan aroma lemon yang sangat kuat yang tidak disukai oleh nyamuk, sehingga dapat mengusir nyamuk. 2.3.5. Koordinasi Antar Sektor Kegiatan pengendalian dengue memerlukan koordinasi dan kerja sama yang erat antar sektor kesehatan dan sektor nonkesehatan baik dari pihak pemerintah maupun swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, dan masyarakat setempat. Kerja sama antarsektor melibatkan sedikitnya dua komponen: i penggunaan sumber daya, dan ii penyesuaian kebijakan di antara berbagai sektor departemen dan sektor nonpemerintah WHO, 2001.

2.3.6. Penggunaan Sumber Daya

Penggunaan sumber daya yang kurang dimanfaatkan, misal: untuk pembuatan peralatan yang dibutuhkan ditingkat lokal, tenaga pemerintah untuk sementara memperbaiki penyediaan air yang rusak, atau kelompok masyarakat dan pemuda untuk membuang ban bekas dan wadah tak terpakai lainnya di lingkungan WHO, 2001.

2.3.7. Penyesuaian Kebijakan

Didalam pelaksanaan program pengendalian dengue harus dilakukan upaya untuk mencari bantuan atau penyesuaian kebijakan dan praktik yang ada dari departemen serta sektor lain. Contoh: Departemen Pekerjaan Umum dapat dianjurkan untuk menyesuaikan kebijakannya sehingga prioritas pertama dalam program Universitas Sumatera Utara perbaikan penyediaan air diberikan pada masyarakat yang paling berisiko terhadap dengue. Departemen Kesehatan dapat memberikan wewenang pada departemen itu untuk memanfaatkan beberapa staf lapangannya guna membantu pekerjaan mereka untuk memperbaiki persediaan air dan sistem pembuangan air kotor WHO, 2001.

2.3.8. Peran Sektor Nonkesehatan di dalam Kegiatan Pengendalian

Penyakit Dengue

A. Departemen Pekerjaan Umum

Departemen Pekerjaan umum dan Pemerintah Daerah PEMDA dapat membantu menurunkan habitat perkembangbiakan nyamuk dengan cara memberikan persediaan air minum yang aman, sanitasi yang memadai, dan manajemen pembuangan sampah padat yang efektif. Selain itu, melalui penerapan dan penegakan aturan pendirian rumah dan bangunan, pemerintahan kota dapat memandatkan pembangunan sarana seperti persediaan air untuk rumah tangga melalui pipa, atau pembangunan saluran air kotor, dan pelaksanaan pengendalian aliran air hujan untuk perkembangan pemukiman yang baru atau melarang dibangunnya sumur timba tanpa penutup WHO, 2001.

B. Departemen Pendidikan

Departemen Kesehatan harus bekerja sama dengan Departemen Pendidikan untuk menyusun sebuah program pendidikan kesehatan komunikasi kesehatan yang ditujukan pada anak sekolah, dan merancang serta menyampaikan informasi kesehatan yang tepat WHO, 2001. Universitas Sumatera Utara

C. Departemen Lingkungan Hidup

Departemen Lingkungan Hidup dapat membantu Departemen Kesehatan di dalam pengumpulan data dan informasi tentang ekosistem dan habitat baik di dalam maupun di sekitar kota yang berisiko tinggi terhadap dengue. Data dan informasi tentang kondisi geologis dan cuaca setempat, penggunaan tanah, luas hutan, air permukaan, dan populasi manusia sangat membantu di dalam perencanaan kegiatan pengendalian untuk ekosistem dan habitat tertentu WHO, 2001.

D. Departemen Penerangan

Informasi yang ditujukan pada masyarakat luas paling baik disampaikan melalui media massa, misalnya televisi, radio, dan surat kabar. Oleh karena itu, Departemen Penerangan harus diikut sertakan untuk bekerja sama dalam mengkoordinir penyampaian pesan mengenai tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit dengue yang dikembangkan oleh pakar kesehatan masyarakat WHO, 2001.

E. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM

LSM memainkan peranan penting di dalam mempromosikan partisipasi masyarakat dan penerapan program manajemen lingkungan untuk pengendalian vektor dengue. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah penyuluhan kesehatan, pengurangan sumber perkembangbiakan, dan perbaikan pemukiman yang berkaitan dengan pengendalian vektor. WHO, 2001.

F. Pengembangan Metode

Pengembangan metode untuk pengendalian penyakit dengue melalui pendekatan partisipasi masyarakat harus dimulai untuk menetapkan penggerak utama Universitas Sumatera Utara yang potensial di dalam masyarakat dan untuk mengkaji cara yang dapat membujuk mereka agar mau berpartisipasi dalam kegiatan pengendalian vektor. Pengembangan metode yang berfokus pada anak sekolah sudah dikaji di beberapa negara dan strategi ini harus dimodifikasi dan dikenalkan ke setiap negara WHO, 2001.

G. Mobilisasi Sosial

Pembuat kebijakan membuat komitmen politis di dalam pelaksanaan kampanye kerja bakti dan sanitasi lingkungan. Pelatihan orientasi ulang bagi tenaga kesehatan harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan kemampuan mereka didalam mengawasi jalannya kegiatan pencegahan dan pengendalian, dilakukan dua kali dalam setahun WHO, 2001.

H. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting untuk mendapat partisipasi masyarakat. Untuk bisa mengubah perilaku masyarakat dibutuhkan waktu yang panjang, sehingga pendidikan kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan kesehatan harus dijadikan prioritas di wilayah yang endemik dan di wilayah yang berisiko tinggi terhadap DBD. Pendidikan kesehatan dilakukan melalui berbagai jalur kamunikasi personal, kegiatan pendidikan untuk kelompok, dan melalui media massa. Pendidikan kesehatan dapat diselenggarakan oleh organisasi perempuan, guru sekolah, pemimpin formal maupun informal di masyarakat, dan tenaga kesehatan. Upaya pendidikan kesehatan harus diintensifkan sebelum dimulainya periode penularan penyakit dengue sebagai salah satu komponen mobilisasi sosial. Kelompok sasaran utama adalah anak sekolah dan perempuan WHO, 2001. Universitas Sumatera Utara

I. Dukungan Legislatif

Dukungan legislatif sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan program pengendalian penyakit dengue. Badan legislatif diharapkan untuk membuat peraturan-peraturan yang mendukung terhadap pengendalian penyakit DBD. Badan legislatif membuat sanksi denda bagi yang melanggar peraturan yang dibuat oleh badan legislatif WHO, 2001.

2.3.9. Peran Serta Masyarakat

Pengendalian vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat untuk berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat Kemenkes RI, 2010. Menurut WHO 2001, peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat didefinisikan sebagai sebuah proses yang melibatkan setiap individu, keluarga, dan masyarakat di dalam perencanaan dan pelaksananaan aktivitas pengendalian vektor ditingkat lokal untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan prioritas penduduk yang tinggal di masyarakat, serta mempromosikan kemandirian masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan kegiatan itu sendiri, dan masyarakat dapat menikmati manfaat yang didapat secara merata. Universitas Sumatera Utara

2.4. Partisipasi Masyarakat

2.4.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi adalah keterlibatan semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya Tjokroamidjojo, 1999. Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan–permasalahan masyarakat tersebut Notoatmodjo, 2007. Partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan berdasarkan gotong-royong dan swadaya masyarakat dalam rangka menolong mereka sendiri untuk mengenal, memecahkan masalah dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang lain untuk kesejahteraannya Syafrudin dkk, 2009. Partisipasi Masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan, namun didalam prakteknya tidak selalu diupayakan sungguh – sungguh Slamet, 2003. Conyers dalam Soetomo 2006, mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat secara sukarela yang didasari itu sendiri dalam program pembangunan. Partisipasi masyarakat menurut Isbandi 2007 adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk Universitas Sumatera Utara menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

2.4.2. Metode Partisipasi Masyarakat

Menurut Notoadmojo 2007, metode yang dapat dipakai adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat. Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal. 2. Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan tim. Anggota tim ini adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan, dan dipimpin oleh ketua RT. 3. Survai diri Community self survey Tiap tim kerja di RT, melakukan survai di masyarakatnya masing-masing dan diolah serta dipresentasikan kepada warganya. 4. Perencanaan Program Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi survai dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah yang akan dipecahkan. 5. Training Training meliputi manajemen dalam mengolah program-program kesehatan tingkat desa serta sistem pencatatan, pelaporan, dan rujukan. Universitas Sumatera Utara 6. Rencana evaluasi Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria-kriteria keberhasilan suatu program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau kader kesehatan sendiri.

2.4.3. Elemen –elemen Partisipasi Masyarakat

Elemen-elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Motivasi Masyarakat yang tidak mempunyai motivasi akan sulit untuk berpartisipasi di segala program. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi. 2. Komunikasi Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide, dan informasi masyarakat. Media masa seperti TV, radio, poster, film, dan sebagainya, sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi. 3. Kooperasi Kerja sama dengan instansi- instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Team work antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi. 4. Mobilisasi Hal ini berarti bahwa partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dimulai dari identifikasi Universitas Sumatera Utara masalah, menentukan perioritas, perencanaan, program, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan program Notoadmojo, 2007.

2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan

Menurut Kemkes RI, 2010 empowerment pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan dapat dirumuskan sebagai upaya fasilitasi yang bersifat non- instruktif, dimana melalui pengingkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat seperti itu, mereka akan mampu mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan pemecahan masalah-masalah kesehatan setempat dengan memanfaatkan potensi setempat, fasilitas dari lintas sektor dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Selanjutnya bahwa tujuan yang akan dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, lebih berdaya dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Keterlibatan masyarakat dalam program kesehatan, seperti kader kesehatan, arisan membuat jamban, dana sehat, posyandu, polindes, pos kesehatan desa, dan sebagainya adalah merupakan perwujudan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan. Partisipasi masyarakat adalah merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu, kelompok, atau komunitasmasyarakat dalam mewujudkan kesehatannya. Oleh sebab itu, dalam kegiatan promosi kesehatan selalu melibatkan masyarakat, dan masyarakat bukan semata–mata sebagai objek sasaran, tetapi sebagai subjek dan juga sebagai pelaku promosi kesehatan Novitsa dan Franciska, 2011. Melalui Partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengatasi sendiri masalah kesehatan Universitas Sumatera Utara mereka secara mandiri. Masyarakat diharapkan mampu mengantisipasi untuk upaya- upaya yang bersifat pencegahan, seperti : kejadian banjir, Kejadian Luar Biasa KLB Diare, penyakit mata, penyakit kulit dan lain lain Keperawatan Komunitas, 2008. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya. Notoadmojo, 2007.

2.6. Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian dan Pencegahan DBD

Dokumen yang terkait

Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013

3 67 113

Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Dan Pelaksanaan 3m Plus Dengan Kejadian Penyakit Dbd Di Lingkungan XVIII KELURAHAN BINJAI KOTA MEDAN TAHUN 2012

4 98 88

Tinjauan Kualitas Air Bersih Di Pelabuhan Laut Belawan Yang Dilaksanakan Oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan Tahun 1999

0 33 42

Pelaksanaan Program Pengendalian Aedes aegypti Dalam Menurunkan Kepadatan Indeks Jentik Di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun Tahun 2000-2003

0 22 87

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014

0 13 151

PERBEDAAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti ANTARA BAK MANDI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti antara Bak Mandi di Perdesaan dan Perkotaan di Kecamatan Wonogiri.

0 2 15

PERBEDAAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti ANTARA BAK MANDI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti antara Bak Mandi di Perdesaan dan Perkotaan di Kecamatan Wonogiri.

0 5 13

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI DI KELURAHAN TOBUUHA KECAMATAN PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 8

Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) Jakarta Barat

0 0 10