Teknik Analisis Data VISI MISI PEMERINTAH KABUPATEN DAIRI

b Observasi. Dalam penelitian ini digunakan observasi terstruktur.Observasi Terstruktur merupakan observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. c Kuesioner angket, adalah suatu daftar yang berisi rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti, yang bertujuan memperoleh informasi yang relevan, serta informasi yang dibutuhkan dapat didapatkan secara serentak. Dalam penelitian ini angket digunakan sebagai alat pendamping dalam mengumpulkan data. Daftar pertanyaan dibuat semi terbuka yang memberi pilihan jawaban pada responden dan memberikan penjelasan-penjelasan yang diperlukan oleh peneliti. 2 Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen, publikasi yang sudah dalam bentuk jadi. Data sekunder diperoleh melalui : a Studi kepustakaan Studi kepustakaan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literature seperti buku, majalah, dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian. b Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen – dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Menurut Bogdan dan Bilken dalam Moleong, 2013 : 248, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah – milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, menarik dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam melakukan analisis data, Menurut Miles dan Huberman dalam sugiyono, 2009 : 246, terdapat beberapa aktivitas dalam analisis data, yaitu: 1. Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2. Penyajian Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersususun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. 3. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori. BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 GAMBARAN KABUPATEN DAIRI

3.1.1 Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Dairi

A. Sebelum penjajahan Belanda Pemerintahan di Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan belanda, walaupun saat ini belum dikenal sebutan wilayah daerah otonomi, tetapi kehadirian sebuah pemerintahan pada jaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap raja – raja adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh raja ekuten takal aur kampung suak dan pertaki sebagai raja – raja adat merangkap sebagai kepala pemerintahan. Adapun struktur pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut : 1. Raja ekuten, sebagai pemimpin satu wilayah suak atau yang terdiri dari beberapa suku kuta kampong. Raja ekuten disebut juga takal aur , yang merupakan kepala negeri. 2. Pertaki, sebagai pemimpin satu kampong setingkat dibawah raja ekuten. 3. Sulang silima, sebagai pembantu pertaki pada setiap kuta kampong yang terdiri dari : a Perisang – isang b Perekur – ekur c Pertulantengah d Perpunca ndiadep e Perbetekken Menurut literature sejarah bahwa wilayah Dairi dahulu sangat luas dan pernah jaya dimasa lalu. Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan tersebut diatas, maka wilayah Dairi dibagi atas 5 wilayah Suak aur yaitu : a Suak aur SIMSIM. Meliputi wilayah : Salak, Kerajaan, Siempat rube, Sitelu tali urang jehe, Sitelu tali urang julu dan Manik; b Suak aur PEGAGAN dan KARO KAMPUNG, meliputi wilayah : Silalahi, Paropo, Tongging, Pegagan jehe dan Tanah pinem; c Suak aur KEPPAS, meliputi wilayah : Sitelu nempu Silima pungga – pungga, Lae luhung dan Parbuluan; d Suak aur BOANG, meliputi wilayah : Simpang kanan, Simpang kiri, Lipat kajang belenggen, Gelombang runding dan Singkil saat ini wilayah aceh ; e Suak aur SIENEMKODEN KLASEN, meliputi wilayah : Sienem kodeng, manduamas dan barus. B. Masa penjajahan Belanda Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa raja Sisingamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di daerah Dairi, karena wilayah Bakkara dan wilayah toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi, beliau wafat pada tanggal 17 juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan battalion marsuse Belanda, Kapten Cristofel. Pada masa penjajahan belanda yang terkenal dengan politik devide et impera maka nilai – nilai, pola dan struktur pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah kerajaan Belanda, maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu onder afdeling yang dipimpin seoarang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang demang dari penduduk pribumi bumi putra. Kedua pejabat tersebut dinamai controleur der Dairi landen dan demang der Dairi landen. Pemerintah Dairi landen adalah sebagai dari wilayah pemerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin asisten residen batak landen yang berpusat di Tarutung. Sitem ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas penduduk Nippon jepang pada tahun 1942. Selama penjajahan Belanda inilah daerah dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, Karen politik penjajahan Kolonial Belanda yang membatasi serta menutup hubungan dengan wilayah – wilayah Dairi lainnya yaitu : 1. Tongging, menjadi wilayah tanah karo; 2. Manduamas dan barus, menjadi wilayah tapanuli tengan; 3. Sienemkoden parlilitan , menjadi wilayah tapanuli utara; 4. Simpang kanan, simpang kiri, lipat kajang, gelombang, runding dan singkil menjadi wilayah aceh. Setelah Kolonial Belanda menguasai daerah Dairi, maka untuk kelancaran pemerintahan hindia Belanda membagi onder afdeling Dairi menjadi 3 tiga onder districk, yaitu : 1 Onder districk van pakpak, meliputi 7 kenegrian yakni : a kenegrian sitelu nempu b kenegrian siempat nempu hulu c kenegrian siempat nempu d kenegrian silima pungga – pungga e kenegrian pegagan hulu f kenegrian parbuluan g kenegrian silalahi paropo 2 Onder districk van simsim, meliputi 6 enam kengrian yakni : a kenegrian kerajaan b kenegrian siempat rube c kenegrian mahalamajanggut d kenegrian sitelu tali urang jehe e kenegrian salak f kenegrian ulu merah dan salak pananggalan 3 Onder districk van karo kampong, meliputi 5 lima kenegrian yakni : a kenegrian lingga tiga lingga b kenegrian tanah pinem c kenegrian pegagan hilir d kenegrian juhar kedupan manik e kenegrian lau juhar C. Masa pemerintahan penduduk Jepang Setelah jatuhnya hindia belanda atas pendudukan dai Nippon, maka pemerintan Belanda digantikan militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan bala tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam 3 tiga bagian yaitu : 1. Daerah yang meliputi jawa, berada dibawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Jakarta; 2. Daerah yang meliputi pulau sumatera, berada dibawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan ditebing tinggi; 3. Daerah-daerah selebihnya berada dibawah kekuasaan angkatan laut yang berkedudukan di Makasar. Pada masa itu pemerintahan jepang didairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa masuk heiho dan giugun untuk bertempur melawan militer sekutu. Pada masa pemerintahan Jepang pada dasarnya tidak terdapat perubahan prinsipil dalam susunan pemerintahan di Dairi. Karena tidak berubah susunanstruktur pemerintahan di Dairi, tetapi mengganti jabatan lama, antara lain yaitu : 1. Demang diganti menjadi guntyo. 2. Asisten demang diganti menjadi kuku guntyi. 3. Kepala negeri diganti menjadi bun danyto. 4. Kepala kampong diganti menjadi kuntyo. Hal yang menarik dalam pengaturan tingkat pemerintahan pada masa penjajahan jepang adalah wilayahdaerah provinsi dihapus dan wilayah keresidenan tingkatan yang tertinggi. Nama wilayah juga diganti dengan bahasa jepang yaitu : 1. Keresidenan, diganti menjadi syuu dan residen disebut syuu-co. 2. Kabupaten, diganti menjadi cen dan bupati disebut ken-co. 3. Kewedanaan, diganti menjadi gun dan wedana disebut gun-co. 4. Kecamatan diganti menjadi son dan camat disebut son-co. D. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 agustus 1945, maka pasal 1 UUD 1945 menghendaki dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, sehingga sebelum undang-undang tersebut dibentuk oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 agustus 1945 menetapkan daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 delapan provinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur. Daerah provinsi dibagi dalam keresidenan yang dikepalai seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh komite nasional daerah. 1. Berlakunya undang-undang Nomor 1 tahun 1945 Mengingat keadaan pada masa tersebut Belanda masih ingin menjajah kembali di Indonesia, sementara undang-undang belum dibentuk, maka dikeluarkannyalah maklumat wakil presiden no. X tanggal 16 oktober 1945 tentang pemberian kekuasaan legislatif kepada komite nasional Indonesia pusat, untuk mempertegas kedudukannya yang pada waktu itu dianggap sebagai dewan perwakilan rakyat. Sehubungan dengan dikeluarkannya maklumat wakil presiden no. X tersebut maka kedudukan komite nasional besar diatas pun perlu ditegaskan. Untuk keperluan inilah maka dikeluarkanlah undang-undang no. 1 tahun 1945 tentang kedudukan komite nasional daerah. Sesuai dengan undang-undang no 1 tahun 1945, maka di dairi dibentuk komite nasional daerah untuk mengatur pemerintah dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan kemerdekaan sebagai berikut: Ketua umum : Jonathan ompu tording Sitohang Ketua I : Djauli Manik Ketua II : Noeh Hasibuan Ketua III : Raja Elias ujung Sekretaris I : Tengku lahuami Sekretaris II : Dr. Gindomuhammad arifin Bendahara I : Mula Batubara Bendahara II : St. Stepanus Sianturi Untuk melengkapi dan menampun aspirasi rakyat Dairi, dipilih pula anggota komisi sebanyak 35 orang yang tersebar di daerah dairi dan setiap kewedanaan dibentuk pula pembantu komite nasional daerah.Tugas utama dari komite daerah adalah : 1. Mempersiapkan pemilihan dewan negeri; 2. Menyelesaikan pemilihan kepala kampong; 3. Membentuk pemerintahan dan badan perjuangan. 2. Masa Agresi Militer I Pada masa agresi militer I yakni tanggal 6 juli 1947 Belanda telah menguasai Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berada disana mengungsi kembali ke Dairi. Unruk menyelenggarakan pemerintahan serta menghadapi perang melawan agresi Belanda, maka residen Tapanuli saat itu Dr. ferdidand lumban tobing, selaku gubernur militer Sumatera Timur dan Tapanuli, menetapkan residenan Tapanuli menjadi 4 empat Kabupaten yaitu : 1. Kabupaten Dairi; 2. Kabupaten Toba Samosir; 3. Kabupaten Humbang; 4. Kabupaten Silindung; Berdasarkan surat residence Tapanuli nomor 1256191.12 September 1947, maka ditetapkanlah PAULUS MANURUNG sebagai Kepala Daerah tk. II pertama di kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang, terhitung mulai tanggal 1 oktober 1947 catatan : hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat kelak di kukuhkan sebagai hari jadi kabupaten Dairi, melalui keputusan DPRD kab. Dati II Dairi Nomor4K-DPRD1997 tgl 26 april 1977. Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi tiga 3 kewedanaan yaitu: 1. Kewedanaan Sidikalang, dipimpin oleh J. O.T Sitohang Kewedanaan Sidikalang dibagi atas dua 2 kecamatan : a. Kecamatan Sidikalang, dipimpin oleh Tahir Tanjung b. Kecamatan Sumbul dipimpin oleh, Mangaraja Lumbantobing 2. Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha Kewedanaan Simsim dibagi atas 2 dua kecamatan yaitu : Kecamatan Kerajaan, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha Kecamatan Salak, dipimpin oleh poli Karpus panggabean 3. Kewedanaan karo Kampung dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem Kewedanaan Karo Kampung, dibagi atas dua 2 Kecamatan yaitu: a. Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid Dapid Tarigan b. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem 2. Masa Agresi Militer II Pada Masa Agresi Militer II Belanda, maka hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dikuasai kembali oleh Belanda, demikian juga halnya di Dairi bahwa pada tanggal 23 desember 1948 Belanda telah berhasil menduduki kota Sidikalang dan Tigalingga, sehingga saat itu kepala Daerah Tk. II dairi, Paulus manurung menyerah sedangkan sebagian besar masyarakat serta pegawai pemerintah mengungsi dari kota Sidikalang untuk menghindari serangan Belanda. Untuk menyusun strategi melawan Agresi Belanda, maka mayor Slamat Ginting selaku komandan sector III sub teritorium VII memanggil gading barklomeus pinem dan J.S Meliala ke Kampung Jandi Tanah Karo. Berdasarkan surat perintah komandan sector III sub teritorium VII tgl 11 januari 1949 Nomor 2PM1949 diangkatlah G.B Pinem sebagai kepala pemerintahan Militer di Dairi dan J.S Meliana sebagai Sekretaris. Untuk lebih menyempurnakan pemerintahan militer menghadapi Agresi Belanda maka Dairi dimekarkan dari 6 enam kecamatan menjadi 12 dua belas Kecamatan. Menjelang penyerahan baca : pengakuan kedaulatan wilayah Indonesia oleh belanda, maka Pemerintah Militer di Dairi kembali ke Pemerintahan Sipil. Sebagai kepala Pemerintahan dairi adalah Raja Kisaran Massy Maha yang kemudian digantikan oleh Jonathan Ompu Tording Sitohang pada tgl 10 Desember 1949. Pada masa tersebut wilayah kecamatan di kabupaten Dairi diciutkan dari 12 dua belas Kecamatan menjadi delapan Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Sidikalang, ibu kotanya Sidikalang dipimpin oleh Asisten Wedana, M. Bakkara. 2. Kecamatan sumbul, ibu kotanya sumbul dipimpin oleh Wedana, Bonipasius simangunsong 3. Kecamatan salah, ibu kotanya salak dipimpin oleh Asisiten wedana, Poli Karpus Panggabean 4. Kecamatan kerajaan, ibu kotanya sukaramai dipimpin oleh Asisiten Wedana, Wal mantas Habeahan 5. Kecamatan tigalingga, ibukotanya tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedana, Gayur Silaen 6. Kecamatan Tanah Pinem, ibu kotanya Kuta Buluh dipimpin oleh Asisten wedana, Ngapid david Tarigan 7. Kecamatan Silima pungga-pungga,ibu kotanya parongil dipimpin oelh Asisten Wedana Alex Sitorus 8. Kecamatan Siempat Nempu, Ibu kotanya Buntu Raja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk; Setelah situasi dan kondisi kembali normal dari perfolakan Agresi militer dengan adanya pengakuan kedaulatan, maka sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-undang pokok tentang pemerintahan Daerah yang sebenarnya telah mulai berlaku sejak diumumkan pada tanggal 1 april 1950, kabupaten dairi menjadi bagian dari wilayah hukum kabupaten Tapanuli Utara. Akan tetapi berhubung proses pemulihan pemerintah RI akan terjadi, K.M. Maha dipanggil Residen Tapanuli ke sibolga dan tidak kembali lagi melaksanakan tugas sebagai Kepala Pemerintahan militer kabupaten Dairi, sehingga J.O.T. Sitohang diangkat menjadi kepala Daerah Tk. II Dairi. 3. Masa Pemberontakan PRRI Kemudian peristiwa penting terjadi pada tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang Dairi dengan tarutung sebagai ibukotanya Tapanuli Utara, atas kondisi rawan tersebut , maka untuk menjaga kepakuman pemerintahan oleh Gubernur KDH tingkat I Sumatera Utara dengan suratnya nomor. 656UPS1958 Tgl 28 Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan dengan menetapkan Daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif yaitu: Coordinator schaap, yang secara langsung berurusan dengan propinsi sumatera utara. Untuk mengisi Coordinator schaap pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan adalah Nasib Nasution pati pad akantor Gubernur Sumatera Utara, dan tidak begitu lama diangkatlah Djauli Manik sebagai Koordinator schaap pemerintahan dairi. 4. Perjuangan Pembentukan Daerah Otonom Sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan daerahnya sebagai kabupaten yang otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus pertama Tokoh masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dan maksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai tahun 1964 dan saat itu Tokoh masyarakat, mengantar Dairi Solin, dkk diutus dan berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkannnya di Departemen Dalam Negeri. Akhirnya pertimbangan persetujuan pemerintah pusat cg. Menteri Dalam Negeri saat itu Sanusi Hardjadinata yang pada tahun itu menyetujui Daerah Otonom kabupaten yang terpisah dari kabupaten tapanuli Utara. Dalam situasi tersebut dikeluarkan Undang-undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang PERPU Nomor 4 tahun 1964 tanggal 13 Februari 1964 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II Dairi yang berlaku surut sejak tanggal 1 januari 1964. Untuk mempersiapkan pembentukan DPRD Dairi dan pemilihan Bupati yang Defenitif, maka diangkatlah Rambio Muda Aritonang sebagai pejabat Bupati KDH dairi.setelah beliau selesai menyusun Anggota DPRD sebanyak 20 orang, dilanjutkan dengan pemilihan Bupati. Saat itu terpilihlah mayor Raja Nembah maha, yang memperoleh suara terbanyak menjadi bupati KDH Tingkat II dairi dan Wal Mantas Habeahan terpilih sebagai Sekretaris Daerah. Kemudian oleh pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah undang-undang Nomor 15 tahun 1964 tentang pembentukan kabupaten Daerah Tingkat II Dairi. sebagai Penetapan Peraturan pengganti undang-undang nomor 4 tahun 1964. Peresmian Kabupaten Daerah tingkat otonom dilakukan oleh gubernur Sumatera utara pada tanggal 2 Mei 1964 bertempat di gedung nasional Sidikalang. Berdasarkan undang-undang Nomor 15 tahun 1964 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 januari 1964, maka wilayah kabupaten dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 delapan kecamatan yaitu : 1. Kecamatan sidikalang, ibukotanya sidikalang; 2. Kecamatan sumbul, ibukotanya sumbul; 3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya tigalingga; 4. Kecamatan tanah Pinem, ibukotanya, Kutabuluh; 5. Kecamatan Salak , ibukotanya Salak; 6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya sukarame; 7. Kecamatan silima pungga-pungga, ibukotanya parongil; 8. Kecamatan siempat nempu, ibukotanya Bunturaja. Perubahan struktur pemerintahan setelah penyerahan kedaulatan republik Indonesia serta pemulihan keamanan bahwa kecamatan tetap 8 delapan , kewedanan dihapus, kenegerian dan kampong berjalan sebagaimana mestinya. 5. Berlakunya undang-undang nomor 5 tahun 1974 Pada masa berlakunya undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok- pokok pemerintahan di daerah, maka telah ditetapkan dalam pasal T5 bahwa pembentukan, Nama, Batas, Sebutan, Ibukota wilayah adminstratif termasuk kecamatan diatur dengan peraturan pemerintah. Proses pembentukan Kecamatan diatur dengan peraturan Menteri Dalam Negeri nmor 138-210 tahun 1982 tgl 3 maret 1982 tentang cara pembentukan kecamatan dan perwakilan kecamatan dan perwakilan kecamatan maupun surat edaran mendagri nomor 1382603PUOD tanggal 7 juli 1981, perihal: prosedur penyelesaian masalah pembentukan wilayah kecamatan. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk , meningkatkan kegiatan pembangunan dan semakin bertambahnya volume tugas pemerintahan, maka wilayah kabupaten dairi dari delapan 8 kecamatan agar dibentuk 4 empat perwakilan kecamatan baru sebagai pemekaran dari 4 empat kecamatan yaitu: 1. Perwakilan kecamatan parbuluan Hilir dengan ibukotanya sigalingging, sebagai pemekaran dari kecamatan sidikalang. 2. Perwakilan kecamatan pegagan hilir dengan ibukotanya tigabaru, sebagai pemekaran dari kecamatan tigalingga. 3. Perwakilan kecamatan siempat nempu hulu dengan ibukotanya silumboyah, sebagai pemekaran dari kecamatan siempat nempu. 4. Perwakilan kecamatan siempat nempun hilir ibukotanya sop butar, sebagai dengan pemekaran dari kecamatan siempat nempu. Sesuai dengan surat persetujuan menteri dalam negeri nomor 138579PUOD tanggal 7 februari 1985 perihal pembentukan perwakilan kecamatan di rpovinsi daerah tingkat I Sumatera utara, maka ditetapkanlah keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I sumatera utara nomor 1381373KTHN 1985 tanggal 25 maret 1985 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II dairi. Peresmian 4 empat perwakilan kecamatan tersebut dilaksanakan tanggal 25 mei 1985 oleh pembantu gubernur sumatera utara wilayah II yang dipusatkan di sigalingging ibukota perwakilan kecamatan parbuluan. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan di wilayah kecamatanperwakilan kecamatan, maka dibentuklah 2 dua kantor pembantu Bupati KDH Tk. II Dairi berdasarkan keputusan dalam negeri no. 136.22-310 tanggal 9 april 1985 tentang pembentukan wilayah kerja pembantu Bupati KDH tk. II Dairi dalam wilayah provinsi Dati I sumatera utara dan keputusan Gubernur KDH Tk.II dairi wilayah I dan II. Adapun pembagian wilayah pembantu KDH tk II saat itu adalah sbb: 1 Wilayah yang berpusat di sumbul, terdiri, terdiri dari: a Kecamatan sidikalang; b Kecamatan sumbul; c Kecamatan salak; d Kecamatan kerajaan; e Perw. Kecamatan parbuluan. 2 Wilayah yang berpusat di tigalingga terdiri dari: a Kecamatan tigalingga; b Kecamatan tanah pinem; c Kecamatan silima pungga-pungga; d Kecamatan siempat nempu; e perw. Kecamatan siempat nempu hulu; f perw. Kecamatan siempat nempu hilir; g perw. Kecamatan pegagan hilir; Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 50 tahun 1991 tanggal 7 september tahun 1991, maka perwakilan kecamatan parbuluan dipisahkan dan ditingkatkan statusnya menjadi kecamatan yang defenitif dan diresmikan oleh Gubernur KDH Tk. I sumatera utara tgl 30 oktober 1991. Kemudian berdasarkan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 1992, tgl 13 juli 1992, maka perwakilan kecamatan siempat nempu hilir, siempat nempu hulu dan pegagan hilir ditetapkan menjadi kecamatan defenitif dan diresmikan secara terpusat oelh gubernur KDH TK. I sumatera utara pada tanggal 19 oktober 1992 di kecamatan pagaran, kabupaten tapanuli utara. 6. Berlakunya undang-undang nomor 22 tahun 1999 Setelah pemberlakuan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah,maka sesuai ketentuan pasal 66 ayat 6 bahwa pembentukan kecamatan ditetapkan dsengan peraturan daerah. Dengan mempedomani keputusan menteri dalam negeri nomor 4 tahun 2000 tentang pedoman pembentukan kecamatan, maka menyikapi aspirasi masyarakat yang telah lama tumbuh dan berkembang di kecamatan silima pungga-pungga dan kecamatan salak dibentuklah 2 dua kecamatan baru di kabupaten Dairi yaitu kecamatan lae parira, sebagai pemekaran dari kecamatan silima pungga-pungga dan kecamatan sitellu tali urang jehe, sebagai pemekaran dari kecamatan salak, kedua kecamatan ini ditetapkan berdasarkan peraturan daerah nomor 33 tahun 2000 tentang pembentukan kecamatan lae parira dan kecamatan sitellku tali urang jehe. Mengawali berlakunya otonomi daerah kabupaten dairi telah diresmikan secara defenitif pembentukan 2 dua kecamatan baru tersebut yaitu kecamatan lae parira yang diresmikan Bupati dairi pada tanggal 13 pebruari 2001 di lae parira ibukota kecamatanlae parira dan ekcamatan sitellu Tali urang jehe, yang diresmikan pada tanggal 15 pebruari 2001 di sibande ibukota kecamatan sitellu tali urang jehe. Selanjutnya berdasarkan peraturan daerah kabupaten dairi nomor 15 tahun 2002 tentang pembentukan kecamatan berampu dan kecamatan gunung sitember, maka bupati dairi meresmikan kecamatan gunung sitember, tanggal 11 maret 2003 di desa gunung sitember ibukota kecamatan. Dan meresmikan kecamatan berampu pada tanggal 10 april 2003 di desa berampu ibukota kecamatan.

3.2 VISI MISI PEMERINTAH KABUPATEN DAIRI

VISI : Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kabupaten dairi melalui pengembangan agribisnis yang berdaya saing. MISI : 1. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia; 2. Memberikan pelayanan yang berkualitas; 3. Meningkatkan kualitas dan peran serta pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk mengembangkan potensi daerah dalam pembangunan; 4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas serta mengoptimalkan prasaranan dan sarana daerah; 5. Menciptakan dan memelihara suasana kondusif.

3.3 LETAK DAN GEOGRAFI