Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang menarik
Zainuddin, 1992 : 99. Sedangkan menurut Rene Wellek dalam Badrun 1983 : 16, Berpendapat bahwa sastra hendaknya dibatasi pada seni sastra yang bersifat
imajinatif. Artinya, segenap kejadian atau peristiwa yang sesungguhnya merupakan sesuatu yang dibayangkan saja.
Sesungguhnya sastra yang merupakan sebuah karya seni adalah berupa hasil ciptaan yang berasal dari imajinasi seorang penulis untuk dapat dipahami oleh para
pembaca sehingga dalam sastra diketahui bahwasannya ada cerita yang bersifat fiksi dan non fiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi adalah merupakan karya nyata
berdasarkan atas sumber atau objektifitas baik yang terjadi oleh sipengarang langsung atau tidak. Sedangkan untuk karya sastra yang bersifat non fiksi merupakan karya seni
yang berupa imajinasi sipengarang yang dituangkan kedalam karya tulis baik novel maupun cerpen dengan tujuan agar dapat dipahami oleh pemabaca.
Sastra dalam studi nya terdiri atas, puisi, prosa, drama. Dalam hal ini prosa yang merupakan jenis karya sastra yang erat sekali hubungannya dengan unsur seperti
cerpen cerita pendek, novel dan roman. Hal ini dikarenakan prosa memiliki banyak keterkaitannya dengan unsur-unsur sosial dan paling banyak mengekspresikan
kehidupan sosial suatu masyarakat sehingga secara fungsinya dapat menjabarkan masalah-masalah sosial yang terjadi baik dimasa sekarang maupun lampau.
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010.
Novel itu sendiri menurut Henry Guntur mengutip dalam “The American College Dictionary”, 1993:164 adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang
tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan yang nyata yang resperentif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Hal ini
lah yang lebih menegaskan lagi bahwa novel berceritakan tentang kisah nyata suatu keadaan yang terjadi dalam masyarakat
Dengan demikian, novel yang merupakan salah satu genre sastra sangat menarik untuk dijadikan objek penelitian. Salah satu novel yang menarik untuk
dibahas adalah “The Demon in The Tea House” karya Dorothy dan Thomas Hoobler yang banyak menggambarkan suasana Jepang abad ke-18 zaman Tokugawa. Dorothy
sendiri adalah sejarawan serta penulis lebih dari 60 buku, baik fiksi maupun non fiksi, yang kebanyakan untuk pembaca muda.
Novel yang berjudul “The Demon in The Tea House” karya Dorothy dan Thomas Hoobler mengandung unsur pengungkapan misteri, dengan mengambil latar
belakang cerita yang eksotis, dan plot yang cepat sehingga akan dapat menyenangkan pembacanya.
Didalam novel ini dikisahkan mengenai seorang geisha yang menjadi sorotan publik dikarenakan kecantikannya, geisha tersebut bernama Umae. Dimana
mengingat bahwa geisha ini merupakan salah satu kelas paling bawah yang tidak mungkin menjadikannya setara dengan kehidupan kelas atas. Namun kenyataannya
berkata lain kehidupan geisha bernama Umae bak seorang puteri bangsawan sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda dikalangan masyarakat bahwa dengan menjadi
seorang geisha hidup pasti akan terjamin. Padahal kenyataan tidak demikian, melainkan yang terjadi ialah menjadi seorang geisha itu merupakan pilihan akhir dari
kerasnya kehidupan khususnya pada zaman Edo dibawah kekuasaan rezim Tokugawa.
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010.
selain itu pandangan masyarakat akan citra buruk seorang geisha yang merupakan golongan kelas eta dan hinin. Eta yang meliputi penjagal, penyamak, dan pengurus
makam, Sedangkan hinin bekerja sebagai penjaga kota, pembersih jalan, dan algojo. Y
a n
g l
a i
n n
y a
termasuk pengemis, penghibur, dan pelacur. Istilah eta secara bahasa diartikan sebagai ‘dekil’ sedangkan hinin diartikan sebagai ‘bukan manusia’, sebuah
cerminan jelas dari suatu sikap yang dimiliki kelas lain yang menganggap bahwa eta dan hinin sama sekali bukan manusia. Hinin hanya diperkenankan untuk tinggal
di tempat-tempat khusus di kota. Salah satunya ialah kota terapung yang dikenal bagi istilah untuk kota Yoshiwara dimana merupakan rumah bagi para geisha yang
termasuk dalam golongan hinin golongan paling rendah atau paling hina . Orang-orang dari golongan atas dianggap sah secara hukum jika harus membunuh
kaum hinin. Bahkan terkadang perkampungan kaum eta sengaja tidak dimasukkan ke dalam peta resmi oleh pemerintah. Setiap orang tidak memiliki hak pribadi di zaman
Tokugawa ini. Keluarga merupakan keberadaan terkecil yang diakui, dan menjaga nama baik keluarga merupakan hal yang paling utama di tingkat masyarakat.
Didalam novel ini juga dapat dilihat kehidupan masyarakat pada zaman itu, yaitu bagaimana pola hidup masyarakat yang disebabkan oleh pengaruh kekuasaan
rezim Tokugawa. Dorothy dalam novel “The Demon in The Tea House”, mengatakan bahwa kisah ini memberikan kilasan sejarah Jepang dan pemahaman akan idealisasi
citra diri manusia Jepang masa kini. Novel The Demon in The Tea House yang dikarang oleh Dorothy dan Thomas
Hoobler ini ditulis berdasarkan catatan sejarah yang akurat dan dengan menambahkan beberapa karakter fiktif yang berasal dari hasil daya imajinasi pengarang. Maka tidak
lah berlebihan apabila kisah dalam novel ini disebut kisah kehidupaan geisha bernama
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010.
Umae, dibalik wajah cantik seorang gadis bernama Umae sebenarnya tersimpan suatu keinginan untuk dapat hidup normal bak seorang rakyat biasa. Karena ia juga
memiliki naluri dan hati serta cinta sehingga ia juga mengalami tekanan yang sangat berat dalam hidup yang sedang dijalaninya khususnya dalam kehidupan keluarga,
keterlibatan mereka dalam politik, usaha mereka dalam membantu pertumbuhan ekonomi dan usaha mereka dalam mempertahankan budaya Jepang akan seni,
sehingga Dorothy sebagai penulis ingin meyakini pembaca bahwa cerita yang disajikannya ini tak lain adalah sebuah cerita yang ingin diyakini kebenaranya. Serta
menyajikan bagaimana perjuangan seorang kaum bawah untuk dapat mempunyai tempat dimata kaum atas meski pun tak setara dengan mereka tapi perjuangan seorang
geisha bernama Umae yang menjadikannya abadi menjadi seorang geisha menghantarkannya sampai keakhir hidupnya. Impian yang dimiliki serta cinta yang ia
punya hanya dapat dirasakan oleh hatinya sendiri. Dengan kombinasi aksi dan penilaian filosofis yang menarik mengenai
berbagai karakter yang dilakukan oleh pengarang, sehingga pembaca tidak pernah dibuat kecewa atau bosan. Dengan latar belakang historis, yaitu pada zaman Edo,
yang dipimpin oleh Tokugawa, dan tokoh minor yang dapat ditemui disepanjang cerita sama menariknya dengan tantangan hidup seorang geisha yang seumur
hidupnya hanya menjadi pelayan para bangsawan yang kesepian. Oleh sebab itu, untuk membahas secara lebih terperinci lagi mengenai yang
ada dalam karya sastra tersebut melalui pendekatan sosiologis sastra dan historis penulis mencoba mengkaji novel “The Demon in The Tea House” karya Dorothy dan
Thomas Hoobler.. Oleh sebab itu dalam novel “The demon In The Tea House” yang diambil setting cerita sebagai pegangan penulis untuk dapat menghubungkannya
dengan kaitannya terhadap sosiologi sastra, maka penulis beranggapan bahwa
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010.
penelitian sosiologi sastra lebih banyak memperbincangkan antara hubungan pengarang dengan kehidupan sosialnya. Sehingga aspek bentuk maupun isi karya
sastra tersebut akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka setelah membaca novel ini, penulis menemukan permasalahannya yang membuat penulis tertarik untuk meneliti novel ini.
Adapun permasalahan tersebut adalah bagaimana kondisi umum masyarakat Jepang pada zaman Edo tepatnya pada abad ke-18 dibawah kepemimpinan Tokugawa,
bagaimana kehidupan geisha dalam kesehariannya pada zaman rezim Tokugawa tepatnya pada zaman Edo yang meliputi keluarga, kesetiaan, serta hubungan antar
geisha dengan geisha, kaitannya geisha dengan politik, ekonomi, dan budaya sosial yang terdapat dalam Novel “The Demon in The Tea House” karya Dorothy
Thomas Hoobler, sehingga penulis akan membahasnya melalui skripsi yang berjudul : “
Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha dalam Novel “The Demon In The Tea House” Karya Dorothy Thomas Hoobler”.
1.2. Perumusan Masalah