Kehidupan Geisha dalam Keluarga Kehidupan Geisha dalam Politik

Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010.

2.5. Kehidupan Geisha

2.5.1 Kehidupan Geisha dalam Keluarga

Seorang geisha biasanya dijual sebagai seorang gadis kecil ketika keluarganya tidak mampu membiayainya. Dia disebut sebagai seorang shikomi, seorang pelayan yang terikat yang mengerjakan pekerjaan kasar. Rumahnya dikendalikan oleh seseorangg yang disebut okasan ibu, biasanya pensiunan geisha. Seorang shikomi harus memberikan perhatian khusus pada keperluan-keperluan seorang geisha penuh yang menghasilkan uang untuk rumah tersebut. Jika gadis itu menunjukkan tanda- tanda bahwa dia berbakat, dia mulai belajar tari dan musik di sekolah geisha dimulai kira-kira pada usia 7 tahun. Setelah menghabiskan setengah hari di sekolah, di waktu yang tersisa lainnya dia harus mempraktekkan selama berjam-jam dan harus juga menyelesaikan tugas-tugasnya. Rumah-rumah geisha Okiya membawa gadis-gadis yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin dan kemudian melatih mereka. Semasa kanak-kanak, geisha seringkali bekerja sebagai pembantu, kemudian sebagai geisha pemula maiko selama masa pelatihan.

2.5.2 Kehidupan Geisha dalam Politik

Sistem pemerintahan Edo disebut dengan bakuhan taisei sistem bakufu dan han . Bakufu adalah pemerintahan keshogunan yang merupakan pemeritahan pusat untuk seluruh wilayah, dan han adalah wilayah pemerintahan kedaimyoan sebanyak kurang lebih 200 buah, wilayah daimyo pada Zaman Edo yang dianggap merupakan pemberian bakufu. Okada dalam Situmorang 1995:58-60 mengatakan bakuhan taisei mempunyai dua pengertian yaitu yang pertama, baik di bakufu maupun di daerah han, Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010. ada penguasa administrasi feodal. Karena petani adalah dasar sistem feodal, maka ditetapkan sistem pembagian golongan masyarakat atas bushi prajurit , nõmin petani , kojin tukang , dan shõnin pedagang . Dan yang kedua adalah bahwa bakuhan taisei mempunyai pengertian sebagai sebuah keluarga, hubungan bakufu dan han sebagai orang tua dan anak dimana anak harus taat dan mengerjakan pekerjaan yang ditetapkan orang tua. Secara keseluruhan kelembagaan administratif pada Zaman Edo adalah sebagai berikut: keluarga, desa pemerintah wilayah kemudian bakufu keshogunan . Dalam bidang pemujaan dewa juga mengenal hierarki yaitu: iegami dewa ie , ujigami dewa uji , dewa keshogunan toshogu dan yang tertinggi adalah Tenno sebagai dewa seluruh Jepang. Kelompok masyarakat selalu didasarkan pada ie, untuk memantapkan kedudukan dan golongan kelompok diwujudkan dalam cara berbahasa dan cara berpakaian. Golongan masyarakat pada Zaman Edo di terapkan sangat ketat. Setiap kelas golongan tidak diperbolehkan pindah ke golongan masyarakat lainnya. Pada Zaman edo jumlah golongan bushi militer sebanyak 9,8 , petani sebanyak 76,4 sisanya adalah golongan pendeta, pedagang dan tukang Toyoda dalam Situmorang 2006:19 . Oleh karena itu Zaman Edo disebut juga sebagai zaman dimana masyarakat benar – benar menyadari golongan. Situmorang, 1995:62 . Berbeda dengan kehidupan geisha, dalam sistem geisha pembagian – pembagian golongan tidak terjadi seperti pada keterangan diatas, melainkan hanya sebagai pembatasan antara geisha kelas atas yang disebut tayu dengan geisha penghibur yujo, juga batasan antara geisha senior dengan geisha junior yang dalam prakteknya geisha saling terikat satu sama lain. Dan dalam sistemnya geisha tidak mengenal ie yang memantapkan kedudukan dan golongan kelompok yang Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy Thomas Hoobler, 2010. diwujudkan dalam cara berbahasa dan cara berpakaian. Selain menghibur, geisha juga memiliki banyak andil dalam pergolakan-pergolakan politik di Jepang, hal itu karena sebagian besar perundingan-perundingan politik mengambil tempat di kedai teh dimana geisha bekerja. Peran geisha dalam kenyataannya sangat penting mengingat geisha mengambil alih dalam usaha mereka sebagai jembatan lobi bisnis antara perusahaan – perusahaan besar di Jepang. Mereka banyak mengetahui rahasia- rahasia politik dan ada juga yang turut andil dalam mempengaruhi keputusan seorang politikus pada masa itu. Hal ini juga menggambarkan bahwa cara seperti itu selalu dipakai untuk menjatuhkan pejabat pemerintahan. Pada masa Edo banyak pejabat pemerintahan yang “terjatuh” atau terjebak dalam masalah yang berkaitan dengan prostitusi di kedai-kedai teh kota khususnya di Yoshiwara. Sehingga keterlibatan geisha dalam politik selain membawa pengaruh negatif bagi para pejabat namun juga membawa dampak positif bagi kehidupan mereka serta status sosial. Oleh sebab itu geisha adalah satu-satunya profesi di Jepang yang menempatkan wanita pada posisi teratas. Profesi ini juga menjadikan wanita sebagai sosok yang dihargai dalam masyarakat Jepang yang konon menempatkan wanita selalu di bawah pria dan juga mengubah hukum menjadikan status Yujo dan pelacur menjadi rendah, yang hanya trampil dalam seni bercinta dan geisha yang trampil dalam bidang musik dan tari.

2.5.3. Kehidupan Geisha dalam Ekonomi